Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Magma merupakan material atau bahan yang pijar dan sangat panas maka
batuan beku disebut dengan Igneous Rock. Kata Igneous berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata ignis yang berarti api atau pijar. Magma adalah cairan silikat yang
sangat panas dengan suhu berkisar 600ºC sampai 1250ºC yang bersifat mobile dan
terbentuk secara alamiah. Klasifikasi, penamaan dan pengenalan untuk batuan beku
sangat erat ubungannya dengan cara pembentukan mineral yang dikandung batuan
beku tersebut. Beberapa mineral umum terdapat sebagai kandungan yang penting,
dalam pembentukan yang mengikuti aturan “Tingkat Kristalisasi” dari magma. Setiap
mineral akan mengkristal pada temperatur yang tetap dan menerus mengikuti selang
temperatur yang terbatas, pada waktu magma mengalami pendinginan proses ini
disebut diferensiasi magma (Noor, 2012).
Batuan beku adalah suatu jenis batuan yang pembentukannya berasal dari
proses pembekuan magma. Pembekuan dari magma ini sendiri dapat terjadi di dalam
permukaan bumi (plutonik) ataupun di atas permukaan bumi (volkanik) (Ehlers dan
Blatt, 1982). Granitoid merupakan suatu istilah bagi kelompok batuan beku plutonik
dengan komposisi asam hingga intermediate yang memiliki tekstur faneritik (Gill,
2010), dengan mineral penyusun berupa plagioklas, kuarsa, dan alkali feldspar
(Winter, 2001).
Petrologi yaitu ilmu yang khusus membahas tentang batuan. Pada studi
petrologi batuan beku umumnya fokus pembahasan lebih menitikberatkan pada tekstur
dan komposisi dari batuan beku tersebut Batuan beku sebenarnya telah banyak
dipergunakan orang dalam kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya
mengetahui cara mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian
dan seluk-beluk mengenai batuan beku ini. Secara sederhana batuan beku adalah
batuan yang terbentuk dari pembekuan magma (Heryanto, Syahyati, & Siregar, 2015).
Dengan demikian, praktikum ini dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa
mengenai materi batuan beku dengan benar berdasarkan praktikum yang dilakukan di
laboratorium eksplorasi, fakultas teknik, Universitas Hasanuddin.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, terdapat beberapa hal yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan batuan beku ?
2. Bagaimana proses terbentuknya batuan beku ?
3. Bagaimana cara mengklasifikasi batuan beku ?
4. Bagaimana cara menentukan nama batuan berdasarkan klasifikasi pada lembar
deskripsi ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditentukan tujuan dan manfaat


diadakannya praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1 Praktikan mampu mengetahui pengertian batuan beku.
2 Praktikan mampu mengetahui proses terjadinya batuan beku ?
3 Praktikan mampu memahami bagaimana menentukan klasifikasi batuan beku.
4 Praktikan mampu menentukan nama batuan beku berdasarkan klasifikasi dalam
lembar deskripsi.
1.3.2 Manfaat
Secara umum manfaat pembuatan laporan ini adalah untuk memahami cara
mendeskripsikan batuan menurut struktur dan tekstur batuan berdasarkan jenis
batuan beku. Selain itu, untuk memberikan pengetahuan bagi kita khususnya sebagai
mahasiswa teknik pertambangan tentang berbagai jenis batuan di muka bumi ini,
berdasarkan struktur dan tekstur yang dimiliki oleh batuan beku, sehingga kita dengan
mudah dapat mengenali jenis batuan di lapangan nantinya.

2
BAB II

BATUAN BEKU

2.1 Petrologi Umum

Petrologi adalah cabang ilmu dalam geologi yang mempelajari asal-usul atau
origin, penyebaran, struktur, serta evolusi dari batuan yang menyusun kerak bumi.
Batuan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu batuan beku, batuan
sedimen, batuan malihan atau metamorfis. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh
para ahli Geologi terhadap batuan, menyimpulkan bahwa antara ketiga kelompok
tersebut terdapat hubungan yang erat, dan batuan beku dianggap sebagai “nenek
moyang” dari batuan lainnya. Dari sejarah pembentukan Bumi, diperoleh gambaran
bahwa pada awalnya seluruh bagian luar dari Bumi ini terdiri dari batuan beku.
Dengan perjalanan waktu serta perubahan keadaan, maka terjadilah perubahan-
perubahan yang disertai dengan pembentukan kelompok-kelompok batuan yang
lainnya. Proses perubahan dari satu kelompok batuan ke kelompok lainnya, merupakan
suatu siklus yang dinamakan “daur batuan” (Noor, 2012).
Petrologi umumnya terbagi menjadi dua, yaitu petrologi batuan beku dan
batuan metamorf, serta petrologi batuan beku dan batuan sedimen. Batuan sedimen
adalah batuan yang berasal dari hasil proses sedimentasi yang dimulai dari proses
pelapukan, erosi, transportasi, sedimentasi hingga litifikasi material-material sedimen.
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan yang telah ada, yang
mengalami perubahan akibat suhu dan tekanan, yang selanjutnya menghasilkan
batuan baru. Jenis-jenis batuan ini mempunyai hubungan satu sama lain yang dapat
dijelaskan dengan konsep siklus batuan, hal ini dikarenakan batuan beku dan
metamorf memiliki keterkaitan secara langsung dalam proses pembentukannya
(Richard, Leonard, & Plimer, 2005).
Pembahasan petrologi mencakup atas asal-usul, pengelompokkan, proses
pembentukan, penyebaran atau lingkungan keterpadatannya, serta evolusi suatu
batuan. Untuk memahami semua aspek tersebut, pembahasan tentang konsep-konsep
dasar petrologi terutama yang berkaitan dengan sifat fisika dan kimia dari magma
sebagai sumber utama batuan sangat penting untuk dipahami (Richard, Leonard, &
Plimer, 2005)

3
Dalam bidang ilmu kebumian, batuan mempunyai arti yang sangat penting
dalam upaya menyingkap sejarah pembentukan bumi. Dapat diketahui proses
pembentukan bumi hingga menjadi seperti sekarang ini, serta dapat memprediksi
bagaimana kondisi bumi di masa yang akan datang. Informasi yang terkandung pada
batuan juga memberikan petunjuk keberadaan sumber daya alam yang bisa
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan kesenangan tersendiri
karena beberapa batuan mengandung mineral-mineral yang indah (Maulana, 2019).
Kelompok batuan beku yang tercipta, apabila kemudian tersingkap
dipermukaan, maka ia akan bersentuhan dengan atmosfir dan hidrosfir, yang
menyebabkan berlangsungnya proses pelapukan. Melalui proses ini batuan akan
mengalami penghancuran. Selanjutnya, batuan yang telah dihancurkan ini akan
dipindahkan/digerakkan dari tempatnya terkumpul oleh gaya berat, air yang mengalir
diatas dan dibawah permukaan, angin yang bertiup, gelombang dipantai dan gletser
dipegunungan-pegunungan yang tinggi (Noor, 2012).

2.2 Gambaran Umum Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa
proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun
di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari
batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak
bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700
tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah
permukaan kerak bumi (Noor, 2012).
Dalam mempelajari batuan beku ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya struktur, tekstur, dan komposisi mineral dari suatu batuan beku. Struktur
batuan beku akan menentukan kondisi saat batuan beku tersebut terbentuk,
sedangkan tekstur batuan beku akan memberikan informasi mengenai lama waktu dan
proses-proses yang terjadi pada saat pembekuan magma menjadi batuan beku.
Komposisi mineral pada suatu batuan beku mencerminkan komposisi kimia dari magma
yang membentuknya, serta akan sangat berguna dalam menafsirkan lingkungan
tektonik dan asal-usul dari magma tersebut (Kholil, 2014).

4
2.2.1 Diferensiasi Magma
Diferensiasi magma adalah proses penurunan temperatur magma yang terjadi
secara perlahan yang diikuti dengan terbentuknya mineral-mineral seperti yang
ditunjukkan dalam deret reaksi Bowen. Pada penurunan temperatur magma maka
mineral yang pertama kali yang akan terbentuk adalah mineral Olivine, kemudian
dilanjutkan dengan Pyroxene, Hornblende, Biotite (Deret tidak kontinu). Pada deret
yang kontinu, pembentukan mineral dimulai dengan terbentuknya mineral Ca-
Plagioclase dan diakhiri dengan pembentukan Na-Plagioclase. Pada penurunan
temperatur selanjutnya akan terbentuk mineral K-Feldspar(Orthoclase), kemudian
dilanjutkan oleh Muskovit dan diakhiri dengan terbentuknya mineral Kuarsa (Quartz).
Proses pembentukan mineral akibat proses diferensiasi magma dikenal juga sebagai
Mineral Pembentuk Batuan (Rock Forming Minerals) (Noor, 2012).
Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan
asam terjadi melalui proses diferensiasi magma. Pada tahap awal penurunan
temperatur magma, maka mineral-mineral yang akan terbentuk pertama kalinya
adalah Olivine, Pyroxene dan Ca-plagioklas dan sebagaimana diketahui bahwa
mineral-mineral tersebut adalah mineral penyusun batuan ultra basa. Dengan
terbentuknya mineral-mineral Olivine, pyroxene, dan Ca-Plagioklas maka konsentrasi
larutan magma akan semakin bersifat basa hingga intermediat dan pada kondisi ini
akan terbentuk mineral mineral Amphibol, Biotite dan Plagioklas yang intermediate
(Labradorit – Andesin) yang merupakan mineral pembentuk batuan Gabro (basa) dan
Diorit (intermediate). Dengan terbentuknya mineral-mineral tersebut diatas, maka
sekarang konsentrasi magma menjadi semakin bersifat asam. Pada kondisi ini mulai
terbentuk mineral-mineral K-Feldspar (Orthoclase), Na-Plagioklas (Albit), Muscovite,
dan Kuarsa yang merupakan mineral-mineral penyusun batuan Granit dan Granodiorit
(Proses diferensiasi magma ini dikenal dengan seri reaksi Bowen) (Noor, 2012).

Gambar 2.1 Konsep Seri Reaksi Bowen (Pough, 1976)

5
2.2.2 Asimilasi Magma
Asimilasi Magma adalah proses meleburnya batuan samping (migling) akibat
naiknya magma ke arah permukaan bumi dan proses ini dapat menyebabkan magma
yang tadinya bersifat basa berubah menjadi asam karena komposisi batuan
sampingnya lebih bersifat asam. Apabila magma asalnya bersifat asam sedangkan
batuan sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk umumnya dicirikan
oleh adanya Xenolit (Xenolit adalah fragment batuan yang bersifat basa yang terdapat
dalam batuan asam) (Noor, 2012).
Pembentukan batuan yang berkomposisi ultrabasa, basa, intermediate, dan
asam dapat juga terjadi apabila magma asal (magma basa) mengalami asimilasi
dengan batuan sampingnya. Sebagai contoh suatu magma basa yang menerobos
batuan samping yang berkomposisi asam maka akan terjadi asimilasi magma, dimana
batuan samping akan melebur dengan larutan magma dan hal ini akan membuat
konsentrasi magma menjadi bersifat intermediate hingga asam. Dengan demikian
maka batuan yang berkomposisi mineral intermediate maupun asam dapat terbentuk
dari magma basa yang mengalami asimilasi dengan batuan sampingnya (Noor, 2012).
Klasifikasi batuan beku dapat dilakukan berdasarkan kandungan mineralnya,
kejadian/genesanya (plutonik, hipabisal, dan volkanik), komposisi kimia batuannya,
indeks warna batuannya dan tekstur batuannya. Untuk berbagai keperluan klasifikasi,
biasanya kandungan mineral dipakai untuk mengklasifikasi batuan dan kandungan
mineral merupakan cara yang paling mudah dalam menjelaskan batuan beku (Noor,
2012).
Berdasarkan kejadiannya (genesanya), batuan beku dapat dikelompokkan
sebagai berikut (Noor, 2012):
1 Batuan Volcanic adalah batuan beku yang terbentuk dipermukaan atau sangat
dekat permukaan bumi dan umumnya berbutir sangat halus hingga gelas.
2 Batuan Hypabysal adalah batuan beku intrusive yang terbentuk dekat
permukaan bumi dengan ciri umum bertekstur porphyritic.
3 Batuan Plutonic adalah batuan beku intrusive yang terbentuk jauh dibawah
permukaan bumi dan umumnya bertekstur sedang hingga kasar.
4 Batuan Extrusive adalah batuan beku, bersifat fragmental atau sebaliknya dan
terbentuk sebagai hasil erupsi ke permukaan bumi.
5 Batuan Intrusive adalah batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan bumi
dan berwarna gelap.

6
2.2.2 Struktur batuan beku
Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan
beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan
pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang
tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah
yang disebut sebagai struktur batuan beku (Noor, 2012).
1. Struktur batuan beku ekstrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang
memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang
terjadi pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:
a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat
seragam.
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal
seperti batang pensil.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.
Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan
beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain
seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran
mineral pada arah tertentu akibat aliran.
2. Struktur Batuan Beku Intrusif
Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap
perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif
terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.
A. Konkordan
Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya,
jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :
a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan
batuan disekitarnya.

7
b. Laccolith, berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan batuan yang asalnya
datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan
bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolith berkisar dari 2 sampai 4 mil
dengan kedalaman ribuan meter.
c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu
bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolit memiliki diameter
yang lebih besar dari lakolit, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan
kedalaman ribuan meter.
d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang
telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan
sampai ribuan kilometer.
B. Diskordan
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.
Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:
a. Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan
memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa
sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.
b. Batolit, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu >
100 km² dan membeku pada kedalaman yang besar.
c. Stock, yaitu tubuh batuan mirip dengan Batolit tetapi ukurannya lebih kecil
2.2.3 Tekstur Batuan Beku
Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan
temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma ini
mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat pembekuan
magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur yang berbeda.
Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang tinggi di
bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-mineral
penyusunya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu dengan ukuran
mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan dengan temperatur
dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral penyusun batuan beku tidak
sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga terbentuklah gelas (obsidian)
yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang terbentuk biasanya berukuran
relatif kecil. Berdasarkan hal di atas tekstur batuan beku dapat dibedakan berdasarkan
(Noor, 2012):

8
1. Tingkat kristalisasi
a) Holokristalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya disusun oleh kristal.
b) Hipokristalin, yaitu batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas.
c) Holohyalin, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh gelas.
2. Ukuran butir
a) Phaneritic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhmya tersusun oleh
mineral-mineral yang berukuran kasar.
b) Aphanitic, yaitu batuan beku yang hampir seluruhnya tersusun oleh mineral
berukuran halus.
c) Porfiritik, yaitu batuan beku yang tersusun oleh mineral berukuran kasar dan
halus.
3. Bentuk kristal Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk
pertama kali biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir
biasanya mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk
mineral yang terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:
a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna.
b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna.
c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.
4. Berdasarkan kombinasi bentuk kristalnya
a) Unidiomorf (Automorf), yaitu sebagian besar kristalnya dibatasi oleh bidang
kristal atau bentuk kristal euhedral (sempurna).
b) Hypidiomorf (Hypautomorf), yaitu sebagian besar kristalnya berbentuk
euhedral dan subhedral.
c) Allotriomorf (Xenomorf), sebagian besar penyusunnya merupakan kristal
yang berbentuk anhedral.
5. Berdasarkan keseragaman antar butirnya
a) Equigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya hampir sama.
b) Inequigranular, yaitu ukuran butir penyusun batuannya tidak sama.

2.3 Klasifikasi Batuan Beku

Berikut beberapa pengklasifikasian batuan beku (Budi, 2012) :


2.3.1 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Tempat Keterjadianya
Berdasarkan tempat keterjadiannya batuan beku dibedakan menjadi dua yaitu :

9
1. Batuan Beku Intrusif
Batuan beku ini terbentuk di dalam bawah permukaan bumi, sering juga
disebut batuan Intrusif. Macam- macam batuan beku interusif berdasarkan
tempat kejadianya yaitu:
a. Batholite, merupakan tempat batuan yang mengalir dari dapur magma
sehingga membuat sebuah diameter ±10Km. Bentuknya sangat besar dan
tidak beraturan yang terletak di dasar gunung. Pada batholith termasuk
kedalam zona gelap.

Gambar 2.2 Batolit (Budi, 2012)

b. Stock adalah sebuah tempat batuan yang mengalir dari batolit yang
bentuknya hampir sama dengan batolit tetapi hanya memiliki diameter yang
jauh lebih kecil dari batolit, yaitu sekitar 1 km. Stock juga termasuk kedalam
zona gelap.

Gambar 2.3 Stock (Budi, 2012)

c. Dike adalah aliran percabangan yang berasal dari stock. Dike menerobos ke
lapisan lain sehingga dike di golongkan ke dalam Diskordan. Diskordan
adalah tubuh batuan beku yang menerobos lapisan lain.

10
Gambar 2.4 Dike (Budi, 2012)

d. Sill adalah percabangan dari stock, tetapi tidak menerobos ke lapisan. Sill
termasuk ke dalam konkordan. Konkordan adalah tubuh batuan beku yang
sejajar dengan lapisan.

Gambar 2.5 Sill (Budi, 2012)

e. Lakolit adalah sebuah aliran yang berbentuk seperti jamur, tetapi


menghadap ke atas.

Gambar 2.6 Lakolit (Budi, 2012)

11
f. Lapolit, Bentuk dari lapolit mirip dengan lakolit tetapi lakotit seperti jamur
yang mengarah ke bawah.

Gambar 2.7 Lapolit (Budi, 2012)

2. Batuan Beku Ekstrusif


Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang terbentuk di luar permukaan
bumi. Proses pembekuan terjadi di luar. Macam-macam batuan beku interusif
berdasarkan tempat kejadianya yaitu:
a. Lava Pillow, merupakan batuan beku ekstrusif yang membeku dari proses
mengalirnya lava, sehingga berbentuk seperti bantal.

Gambar 2.8 Lava Pillow (Budi, 2012)

b. Sheeting Joint lapisan seperti kertas proses pembekuan magma.

Gambar 2.9 Sheeting Joint (Budi, 2012)

c. Columnar Joint, yaitu Hasil pembekuan magma yang berbentuk seperti


proses, hasil dari kejadian alam.

12
Gambar 2.10 Columnar Joint (Budi, 2012)

2.3.2 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimianya


Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk mineral
penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia adalah dari
senyawa oksidanya, sepreti SiO₂, TiO₂, AlO₂, Fe₂O₃, FeO, MnO, MgO, CaO, Na₂O, K₂O,
H₂O⁺, P₂O₅, dari persentase setiap senyawa kimia dapat mencerminkan beberapa
lingkungan pembentukan meineral (Budi, 2012).
Analisa kimia batuan dapat dipergunakan untuk penentuan jenis magma asal,
pendugaan temperatur pembentukan magma, kedalaman magma asal, dan banyak
lagi kegunaan lainya. Batuan beku yang telah mengalaimi ubahan atau pelapukan akan
mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Namun begitu sebagai catatan
pengelompokan yang didasarkan kepada susunan kimia batuan jarang dilakukan (Budi,
2012).
Pembagian batuan beku menurut kandungan SiO₂ (silika) pada tabel di bawah:

Tabel 2.1 Kandungan silika batuan beku (Budi, 2012)


Nama Batuan Kandungan Silika
Batuan Asam Lebih besar 66 %
Batuan Menengah 52 – 66 %
Batuan basa 45 – 52 %
Batuan Ultra basa Lebih kecil 15 %

Tabel 2.2 Penamaan batuan beku berdasarkan kandungan silika (Budi, 2012)
Nama Batuan Kandungan Silika
Leucocratic 0 – 33 %
Mesocratic 34 – 66 %
Melanocratic 67 – 100 %

13
Berdasarkan kandungan kuarsa, alkali feldspar dan feldspatoid (Budi, 2012) :
1. Batuan felsik : dominan felsik mineral, biasanya berwarna cerah.
2. Batuan mafik : dominan mineral mafik, biasanya berwarna gelap.
3. Batuan ultramafik : 90% terdiri dari mineral mafik.
2.3.3 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi
Analisis batuan beku pada umumnya memakan waktu, maka sebagian besar
batuan beku didasarkan atas susunan mineral dari batuan itu. Mineral-mineral yang
biasanya dipergunakan adalah mineral kuarsa, plagioklas, potassium feldspar dan foid
untuk mineral felsik. Sedangkan untuk mafik mineral biasanya mineral amphibol,
piroksen dan olivin (Budi, 2012).
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat
mencrminkan sejarah pembentukan batuan dari pada atas dasar kimia. Tekstur batuan
beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan itu sendiri.
Seperti tekstur granular member arti akan keadaan yang serba sama, sedangkan
tekstur porfiritik memberikan arti bahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral.
Dan tekstur afanitik menggambarkan pembekuan yang cepat.

2.4 Batuan Beku Asam

Batuan beku asam ini mengandung, silikat lebih besar dari 66%, kaya akan
unsur alkali dan miskin terhadap calsium/kapur dan mineral feromagnesium, umumnya
berwarna muda/terang. Batuan beku asam dapat dibagi dalam beberapa macam
batuan antara lain (Kaharuddin, 1988):
1. Granit, termasuk dalam batuan beku plutonik berbutir sedang hingga kasar.
Tekstur hypidiomorfik granular atau granitic mineral utama adalah kuarsa,
orthoklas, sedikit plagioklas asam (albit-oligoklas). Batuan ini mengandung
kuarsa lebih besar 10%, potash feldspar 30-60%, plagioklas asam lebih kecil
35%, mafic mineral (biotit-hornblende) berkisar antara (10-35%).
2. Aplit, termasuk dalam batuan beku plutonik. Tekstur allotriomorfic granular
atau aplitis. Mineral utama: kuarsa, alkali feldspar, biotit, plagioklas asam.
Accessory: garnet, zircon, tourmaline, topaz, lepidolit.
3. Pegmatite, termasuk dalam batuan plutonik berbutir amat kasar. Tekstur
holokristalin, kaya akan mineral-mineral yang jarang terdapat, terutama
pneumatolitic mineral. Rhyolite, merupakan batuan beku lelehan dari granit.

14
Tekstur aphanitic atau porphyroaphanitic, holohyalin. Mineral utama: ortoklas
atau sanidin dan kuarsa, atau komposisinya sama dengan granit.
4. Obsidian, termasuk dalam batuan beku lelehan. Tekstur holohyaline. Terbentuk
dari magma yang bersifat rhyolitis, dasitis, andesitis. Mengandung air kurang
dari 1%. Bila kandungan airnya kira-kira 10% maka disebut pitchstone.
5. Pumice, termasuk dalam batuan beku lelehan, tekstur dan komposisi sama
dengan obsidian, mengandung banyak lubang-lubang bekas keluarnya gas
selama pembekuannya. Batuan ini merupakan lapisan terluar dari batuan
obsidian, rhyolitis atau lava.
6. Syenite, termasuk dalam batuan beku plutonik, tekstur hypidiomorphic granular
seperti granit, demikian pula komposisi mineralnya, akan tetapi kandungan
kuarsanya lebih kecil dari 10%. Komposisinya yaitu potash feldspar 30-80%,
sodicplagioklas (plagioklas asam) 5 – 25%, mafic mineral (biotit, hornblende,
piroksin) 10-40%.
7. Trachyte, termasuk dalam batuan beku lelehan (effusive) dari batuan beku
syenite. Tekstur afanitik atau porfiroafanatik. Komposisi mineralnya sama atau
hampir sama dengan syenite, mengandung mineral foida (feldspartoid) lebih
kecil 10%. Trachyteyang mengandung mineral foida lebih dari 10% disebut
fonolit.

2.5 Batuan Beku Intermediet

Batuan beku ini mengandung mineral silikat antara 52 – 66%, perbandingan


antara mineral-mineral yang kaya akan alkali, kapur dan mineral ferromagnesian sudah
mulai Nampak. Batuannya biasanya berwarna terang hingga agak gelap. Berdasarkan
prosentase feldspar dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu (Kaharuddin, 1988):
1. Batuan dengan komposisi orthoklas dengan plagioklas sama/hampir sama.
Biasanya batuan lelehannya dikelompokkan dalam batuan latite.
a. Granodiorit, termasuk batuan beku plutonik, tekstur hypidiomorfik granular
berbutir medium – kasar. Mineral utamanya: plagioklas (andesin), kuarsa,
orthoklas, hornblende. Accessory: biotit, piroksin (augit). Minor accessory:
mineral-mineral bijih, apatite, sphene.
b. Dasite, merupakan batuan ekstrusif dari granodiorit atau kuarsa diorit.
Tekstur porfiroafanitik. Mineral utama hampir sama dengan

15
granodiorit/kuarsa sadiorit yaitu: orthoklas, oligoklas, kuarsa. Accessory:
hornblende, biotit, piroksin. Minor accessory sama dengan granodiorit.
c. Adamellit, merupakan batuan beku plutonik, disebut juga kuarsa
monzonite. Tekstur sama dengan granit. Komposisinya agak berbeda
dengan granodiorit, karena mengandung lebih banyak alkali feldspar dan
biotit. Selain itu sifat-sifatnya sama dengan granodiorit.
2. Monzonite, merupakan batuan beku plutonik yang sifatnya intermediet antara
syenit dan diorite. Teksturnya hypidiomorphik granular, kandungan kuarsanya
lebih kecil dari 10%. Mineral utama: plagioklas, piroksin. Accessory:
hornblende, biotit. Minor accessory: ore, apatit, zircon, shene dan kuarsa.
Batuan beku intermediet yang komposisi plagioklasnya dominan daripada
orthoklas.
a. Diorit, merupakan batuan beku plutonik, tekstur hypidiomorphic
granular/allotriomorphic granular. Mineral utama: plagioklas, hornblende,
biotit dan pyroxene. Accessory: apatite, zircon, sphene, iron ore. Batuan ini
mengandung kuarsa lebih kecil 10%.
b. Anorthosite, merupakan batuan beku plutonik, mengandung plagioklas
antara (90 – 100%). Tekstur sama dengan diorit.
c. Andesit, merupakan batuan beku lelehan dari diorite. Tekstur afanitik atau
porfiritik. Komposisinya sama atau hampir sama dengan diorit.

2.6 Batuan Beku Basa

Batuan beku basa adalah batuan beku yang komposisi silikatnya antara (45 –
52%). Kaya akan mineral kalsit plagioklas dan mafik mineral. Warnanya gelap/buram
(Kaharuddin, 1988).
1. Gabro, merupakan batuan plutonik. Tekstur hypidiomorphik granular, berwarna
gelap. Mineral utama: plagioklas (andesine, anortite), olivin, piroksin
(hyperstene), bila hyperstene lebih banyak dari pada klinopiroksin.
2. Diabase, batuan beku yang sering disebut dolerit. Tekstur opitik berbutir
sedang lebih halus dari pada gabro. Komposisi hampir sama dengan gabro.
3. Basalt, merupakan batuan beku ekstrusif dari gabro. Tekstur umumnya
holohyalin atau porfiro – afanitik. Komposisi mineral sama atau hampir sama
dengan gabro. Basalt dalam bentuk gelas disebut tachylite.

16
2.7 Batuan Beku Ultrabasa

Batuan ini mengandung silikat kurang dari 45%, berwarna hitam gelap. Batuan
beku ultrabasa dapat dibagi dalam beberapa macam batuan antara lain (Kaharuddin,
1988):
1. Peridotite, merupakan batuan beku plutonik. Tekstur allotriomorfik. Tekstur
allotriomorfik granular. Berwarna hitam, hitam kehijauan. Mineral utama: olivin
dan piroksin. Accessory: kromit, iron ore. Minor accessory: hornblende,
plagioklas, biotit.
2. Dunite, merupakan batuan beku plutonik. Tekstur hypidiomorfik granular.
Komposisi mineralnya lebih besar 90% terdiri dari olivin. Accessory:
hornblende, piroksin.
3. Pyroxenite, merupakan batuan beku plutonik menengah (gang). Tekstur
allotriomorfik granular, hampir seluruhnya tersusun oleh piroksin. Accessory:
olivin dan hornblende.
4. Amphibolite/hornblendite, merupakan batuan beku plutonik. Tekstur
allotriomorfik granular. Komposisi mineralnya terutama hornblende. Accessory:
biotit dan piroksin.
5. Limburgit, merupakan batuan beku lelehan dari batuan beku ultrabasa. Tekstur
holohyalin dan kadang-kadang porphiritik. Komposisi sama dengan batuan
peridotit.

17
BAB III

METODE PENGAMBILAN DATA

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum petrologi umum batuan beku
dalam menunjang praktikum adalah sebagai berikut:
3.1.1 Alat
Percobaan mengenai batuan beku kali ini adapun alat-alat yang digunakan
adalah sebagai berikut;
1. Kamera Handphone
Kamera Handphone adalah alat yang digunakan untuk memotret objek
percobaan (sampel).

Gambar 3.1 Kamera Handphone

2. Pulpen
Pulpen adalah alat yang digunakan untuk mencatat semua hasil atau data yang
di dapatkan dari praktikum.

Gambar 3.2 Pulpen

18
3. Lup
Lup adalah alat yang digunakan untuk mengamati mineral yang berukuran kecil
yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata.

Gambar 3.3 Lup

4. Koin
Koin berfungsi sebagai media pembanding ukuran suatu sampel.

Gambar 3.4 Koin

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut;
1. Kertas HVS
Kertas HVS berfungsi sebagai media yang di gunakan untuk menulis hasil
praktikum.

19
Gambar 3.5 Kertas HVS

2. Lembar deskripsi mineral, sebagai media yang digunakan untuk menulis hasil
deksripsi mineral.

Gambar 3.6 Lembar Deskripsi Batuan Beku

3. Sampel mineral, sebagai objek praktikum

Gambar 3.7 Sampel Batuan Beku

20
3.2 Metodologi

Berikut merupakan tahapan – tahapan dalam kegiatan praktikum yakni:


1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum,
2. Mengamati objek praktikum (sampel batuan beku),
3. Mengambil dokumentasi batuan atau objek praktikum
4. Melakukan deskripsi mineral sesuai dengan lembar deskripsi yang telah
disediakan (Mengamati warna segar dan warna lapuk dari suatu mineral;
Menentukan kristanilitas dengan memperhatikan derajat keterdapatan kristal
pada batuan, menentukan granularitas dengan mengamati besar butir (ukuran)
mineral, menentukan bentuk kristal dengan memperhatikan sempurna atau
tidaknya bentuk kristal, menentukan relasi dengan memperhatikan hubungan
antara mineral pada batuan, menentukan struktur pada batuan, menentukan
komposisi dengan memperhatikan fenokris dan massa dasar serta menentukan
nama batuan dengan menggabungkan seluruh hasil deskripsi sebelumnya),
5. Ulangi langkah 2 – 4 untuk objek praktikum lainnya,
6. Membuat laporan sementara pada kertas HVS dengan menggabungkan data-
data hasil pendeskripsian mineral dari setiap stasiun.

21
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil deskripsi

Setelah melakukan praktikum Petrologi Umum acara 1 mengenai batuan beku,


diperoleh hasil data pada setiap stasiun.
4.1.1 Stasiun 1
Stasiun 1 memiliki sampel batuan dengan warna segar putih kekuningan dan
warna lapuk putih kecoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
batuan beku pada stasiun satu memiliki kristanilitas holokristalin, tekstur granularitas
afanitik, ukuran kristal yaitu mikrokristalin, bentuk Kristal subhedral dan relasi yaitu
inequigranular (ukuran besar butir tidak sama). Adapun struktur dari batuan ini yaitu
masif, dengan fenokris ortoklas sedangkan massa dasar yaitu kuarsa. Berdasarkan
pendeskripsian tersebut dapat disimpulkan bahwa batuan beku ini adalah Riolit. Riolit
terbentuk dari pembekuan magma di dalam kerak bumi yang berasal dari letusan
gunung berapi dan magma tersebut membeku di luar permukaan bumi.

Gambar 4.1 Sampel Batuan Beku Stasiun 1 (Riolit)

22
4.1.2 Stasiun 2
Stasiun 2 memiliki sampel batuan dengan warna segar putih bercorak dan
warna lapuk abu-abu. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa batuan
beku pada stasiun dua memiliki kristanilitas holokristalin, tekstur granularitas faneritik,
ukuran kristalnya yang kasar, bentuk kristalnya euhedral dan relasi yaitu
inequigranular, adapun struktur dari batuan ini yaitu masif, fenokrisnya adalah
plagioklas dan massa dasar yaitu feldspar. Batuan beku ini merupakan hasil terobosan
batuan beku yang terbentuk dari hasil peleburan lantai samudera yang bersifat mafik
pada suatu subduction zone. Batuan ini mengandung sedikit kalsium plagioklas
feldspar, mineral berwarna terang, dan hornblende berwarna hitam. Berdasarkan
pendeskripsian tersebut dapat disimpulkan bahwa batuan beku ini adalah Diorit.

Gambar 4.2 Sampel Batuan Beku Stasiun 2 (Diorit)

4.1.3 Stasiun 3
Stasiun 3 memiliki sampel batuan dengan warna segar hitam dan warna lapuk
coklat. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa batuan beku pada
stasiun tiga memiliki kristanilitas hipokristalin, tekstur granularitas faneritik, ukuran
kristal yang halus, bentuk Kristal euhedral dan relasi yaitu inequigranular. Adapun
struktur dari batuan ini yaitu masif karena bersifat keras dan tidak ditemukan retakan-
retakan atau lubang yang menandakan pernah terjadi keluarnya gas dan fenokris
adalah piroksin sedangkan massa dasarnya yaitu plagioklas. Berdasarkan
pendeskripsian tersebut dapat disimpulkan bahwa batuan beku ini adalah basalt. Basalt
berasal dari hasil pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat
permukaan bumi.

23
Gambar 4.3 Sampel Batuan Beku Stasiun 3 (Basalt)

4.1.4 Stasiun 4
Stasiun 4 memiliki sampel batuan dengan warna segar putih dan warna lapuk
coklat keabu-abuan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa batuan
beku pada stasiun empat memiliki kristanilitas yaitu hipokristalin, granularitasnya
afanitik-porfiritik, dengan bentuk Kristal yaitu euhedral-anhedral. Batuan beku ini
memiliki relasi yaitu inequigranular artinya ukuran butir penyusun batuan tersebut
tidak sama, sedangkan struktur batuan beku ini berupa Amigdaloidal. komposisi
mineral batuan beku ini yaitu fenokrisnya terdiri dari Plagioklas 30%, Biotit 5%, Kuarsa
35%, Orthoklas 5% dan Piroksin 10%. Sehingga kita bisa tuliskan bahwa batuan beku
ini memiliki 15% massa dasar. Berdasarkan pendeskripsian tersebut dapat disimpulkan
bahwa nama batuan beku pada stasiun 04 yaitu Dasit Porfiri yang merupakan jenis
batuan beku Intermediet.

Gambar 4.4 Sampel Batuan Beku Stasiun 4 (Dasit Porfiri)

24
4.1.5 Stasiun 5
Stasiun 5 memiliki sampel batuan dengan warna segar hitam dan memiliki
warna lapuk yaitu abu-abu. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
batuan beku pada stasiun lima memiliki kristanilitas yaitu holokristalin, tekstur
granularitas faneritik sedang halus dan bentuk mineral dari sampel ini yaitu euhedral-
subhedral. Relasi dari sampel ini yaitu inequigranular dan berstruktur massive.
Komposisi mineral dari sampel ini berupa olivine 65%, piroksine 25% dan plagioklas
10% sebagai komposisi mineral massa dasar. Berdasarkan hasil pendeskripsian batuan
beku, dapat dsimpulkan nama batuan beku pada stasiun 5 yaitu peridotite.

Gambar 4.5 Sampel Batuan Beku Stasiun 5 (Peridotit)

4.1.6 Stasiun 6
Stasiun 6 memiliki sampel batuan dengan warna segar abu-abu dan memiliki
warna lapuk yaitu abu-abu. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat
diketahui bahwa batuan beku pada stasiun enam memiliki kristanilitas yaitu
holokristalin, tekstur granularitas faneritik dan bentuk mineral subhedral-anhedral.
Relasi dari sampel ini yaitu inequigranular dan berstruktur massive. Komposisi mineral
dari sampel ini berupa palgioklas 35%, kuarsa 20%, piroksin 15%, orthoklas 10% dan
biotit 5% sebagai komposisi mineral massa dasar. Sampel batuan beku pada stasiun ini
juga termasuk dalam jenis batuan beku intermediate. Berdasarkan pendeskripsian
batuan beku, maka dapat disimpulkan bahwa nama batuan beku pada stasiun 6 yaitu
Dasite.

25
Gambar 4.6 Sampel Batuan Beku Stasiun 6 (Diorit)

4.1.7 Stasiun 7
Stasiun 7 memiliki sampel batuan dengan warna segar hitam dan warna lapuk
abu-abu dikarenakan pengaruh eksternal dari batuan tersebut, yaitu lingkungan.
Ditinjau dari teksturnya, batuan ini memiliki kristanilitas yang holokristalin. Ukuran
kristal (granularitas) dari batuan adalah faneritik, dimana terdiri dari hampir semua
permukaan batuan terdiri atas mineral-mineral besar/kasar. Bentuk kristal dari sampel
ini euhedral atau dapat nampak secara sempurna dengan relasi yang equigranular
sebab semua mineral pada batuan ini memiliki ukuran yang relatif sama dan massa
dasar berupa mineral Amphibol dan Pyroksin. Berdasarkan pengamatan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa nama batuan pada sampel ini adalah gabro.

Gambar 4.7 Sampel Batuan Beku Stasiun 7 (Gabro)

26
4.1.8 Stasiun 8
Stasiun 8 memiliki sampel batuan dengan warna segar putih dengan warna
lapuk yang sedikit kecoklatan disebabkan pengaruh eksteral yang mengenai batuan ini.
Sampel ini memiliki derajat kristalisasi yang hampir semua bagian dari permukaan
batuan ini berupa kristal (holokristalin) dengan mineral yang faneritik sebab berukuran
cukup besar dan kasar tetapi memiliki bentuk kristal yang hampir tidak jelas
(Subhedral). Ukuran butir kristal pada sampel ini berbeda-beda (tidak sama) sehingga
dikategorikan sebagai relasi yang inequiranular. Sampel ini tersusun atas komposisi
mineral berupa fenokris dari mineral Plagioklas, dan massa jenis yang tersusun dari
mineral piroksin, kuarsa, kalsit dan juga plagioklas yang berukuran kecil/halus. Batuan
ini memiliki struktur yang kompak (masif). Berdasarkan analisis teksur dan struktur
dari batuan ini, dapat disimpulkan bahwa batuan beku ini adalah granit.

Gambar 4.8 Sampel Batuan Beku Stasiun 8 (Granit)

4.1.9 Stasiun 9
Stasiun 9 memiliki sampel batuan dengan warna segar abu-abu gelap dengan
warna lapuk kecoklatan. Batuan ini memiliki tekstur yang masif dengan derajat
kristalisasi yang baik, sehingga hampir semua komponen penyusun batuan ini berupa
kristal (holokristalin) dengan ukuran kristal yang faneritik (besar/kasar). Batuan ini
juga memiliki bentuk kristal yang nyaris sudah tidak berbentuk sehingga dapat

27
dikatakan bentuk kristal dari batuan ini adalah subhedral-anhedral. Ukuran kristal yang
dimiliki oleh batuan ini relatif sama. Sehingga memiliki relasi yang baik yaitu
equigranular. Komposisi mineral yang menyusun batuan ini berupa fenokris dari
mineral Kuarsa yang berukuran besar, dan massa jenis dari mineral plagioklas yang
banyak, hornblende dan juga mineral biotit. Berdasarkan hasil pengamatan dan juga
literatur, dapat disimpulkan bahwa batuan tersebut adalah granodiorit.

Gambar 4.9 Sampel Batuan Beku Stasiun 9 (Granodiorit)

4.1.10 Stasiun 10
Stasiun 10 memiliki sampel batuan dengan warna segarabu-abu dengan warna
lapuk Cokelat. Batuan ini, memiliki tekstur yang kompak (massif) dengan tingkat
krisnilitas yang baik sehingga tergolong holokristalin. Batuan beku ini tersusun atas
kristal-kristal yang halus/kecil dengan bentuk yang relatif tidak jelas yakni subhedral
hingga anhedral. Hubungan antar mineral pada batuan ini sama, artinya antara mineral
satu dengan mineral yang lain memiliki ukuran yang sama sehingga relasi batuan beku
ini adalah equigranular. Batuan beku ini tersusun atas komposisi mineral berupa
fenokris dari mineral kuarsa dan massa jenis berupa kumpulan mineral hornblende,
piroksen dan juga mineral biotite. Berdasarkan analisis hasil pengamatan dan literatur,
dapat disimpulkan bahwa batuan beku ini bernama andesit.

28
Gambar 4.10 Sampel Batuan Beku Stasiun 10 (Andesit)

4.2 Diskusi

Secara umum, batuan-batuan yang telah dianalisis dan diamati


pada percobaan praktikum kali ini termasuk dalam jenis batuan beku. Batuan beku
yang merupakan betuan yang terbentuk dari magma akibat dari penurunan suhu,
menyebabkan batuan yang terbentuk memiliki tekstur yang beragam dan berbeda-
beda antara batuan yang satu dengan batuan yang lainnya. Batuan-batuan yang
diamati memiliki bentuk kristal, ukuran kristal dan tingkat kristalisasi yang berbeda-
beda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan proses pembentukan serta komposisi
mineral penyusun dari batuan yang dianalisis. Perbedaan ciri-ciri yang dimiliki antara
satu jenis batuan dengan jenis batuan yang lain harus dapat dipahami dengan benar
untuk menghindari kekeliruan dalam proses menganalisa suatu sampel mineral.
Praktikan juga harus mampu menguasai setiap indikator-indikator yang terdapat pada
lembar deskripsi untuk mempermudah dalam proses pengamatan. Selain itu, penting
pula mengetahui komposisi mineral-mineral penyusun batuan beku. Hal ini menjadi
penting , sebab dengan mengetahui komposisi mineral penyusun batuan, dapat
diketahui pula jenis batuan yang sedang diamati. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan
pada saat menganalisis sampel batuan juga turut menyebabkan kesalahan dalam
penarikan kesimpulan mengenai nama dan jenis batuan. Kesalahan tersebut terjadi
dikarenakan kurangnya pengalaman serta masih terdapat kekeliruan dalam proses
menganalisa batuan. Faktor kurangnya perlengkapan yang dimiliki serta keterbatasan
waktu juga turut mempengaruhi hasil dari pengamatan yang telah praktikan lakukan.

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari laporan praktikum mineral logam ini adalah:


1. Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan
atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif
(plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
2. Batuan beku bersumber dari magma. Magma merupakan larutan yang
kompleks. Karena terjadi penurunan temperatur, perubahan tekanan dan
perubahan dalam komposisi, larutan magma ini mengalami kristalisasi. Batuan
beku terbentuk karena adanya magma yang mengeras atau mengalami
pembekuan baik di dalam permukaan bumi maupun di luar permukaan bumi.
3. Dasar-dasar klasifikasi batuan beku secara umum terbagi menjadi empat yaitu :
tempat keterjadian, indeks warna, komposisi kimia, dan tekstur batuan.
4. Penamaan batuan beku dapat ditentukan berdasarkan hasil klasifikasi batuan
yang telah di deskripsi pada saat praktikum. Nama batuan beku dapat dengan
mudah ditentukan dengan bantuan tabel klasifikasi batuan beku yang
diciptakan oleh para ahli. Adapun beberapa jenis batuan beku yang ada pada
saat praktikum, seperti riolit, diolit, basalt, dasit porpiri, peridotit, desit, gabro,
granit, granodiorit, dan andesit.

5.2 Saran

Saran yang dapat di berikan yaitu :


1. Pada saat praktikum deskripsi batuan, diharapkan asisten terlebih dahaulu
menjelaskan dan memberi contoh pendeskripsian salah satu sampel batuan
kepada praktikan agar praktikan tidak bingung.
2. Pada saat praktikum pendeskripsian batuan, diharapkan asisten selalu
mendampingi praktikan, agar praktikan dapat lebih mudah bertanya jika ada
yang belum dimengerti.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Pt. (2012). Batuan Beku dan Klasifikasinya Berdasarkan Ganesanya. Jogjakarta:
Universitas Gadjah Mada

Djauhari, Noor (2012).Pengantar Geologi. Jogjakarta: Graha Ilmu.

Heryanto, Syahyati, I., & Siregar, I. S. (2015). Batuan Beku. Medan: Universitas Negeri
Medan.

Kaharuddin. (1988). Petrologi. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin.

Kholil, A. (2014). Batuan beku . Bangka Belitung: Universitas Bangka Belitung .

Maulana, A. (2019). Petrologi . Yogyakarta: OMBAK .

Pough. (1976). A Field Guide to Rocks and Minerals. . Boston: Houghton Mifflin
Company.

Winter, J. (2001). An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. Hall:


Prentice

Richard, Leonard, & Plimer, I. (2005). Encyclopedia Of Geology. Amsterdam : Elsevier


Academic.

32

Anda mungkin juga menyukai