Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR

ACARA II : BATUAN BEKU

OLEH :

AISYAH NURMIKA NINGRUM

D061231002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi meliputi

komposisinya, struktur, sifat-sifat fisik, sejarah dan proses pembentukannya.

Dalam geologi, kita akan mempelajari semua hal tentang seluk-beluk bumi ini

secara keseluruhan. Materi dasar pembentuk bumi ini adalah batuan, dimana

batuan sendiri adalah kumpulan dari mineral, dan mineral terbentuk dari kristal-

kristal. Batuan merupakan komponen penting dalam ilmu geologi dan memainkan

peran sentral dalam pemahaman sejarah geologis Bumi. Batuan terbentuk melalui

proses alamiah yang berlangsung jutaan tahun, melibatkan pembekuan magma,

pengendapan bahan padat, dan metamorfosis batuan yang sudah ada.

Ada banyak jenis batuan yang ada di bumi, terbagi atas tiga macam bentuk

dari dilihat proses pembentukannya yaitu batuan metamorf, batuan beku, dan

batuan sedimen. Namun, pada praktikum ini akan membahas mengenai batuan

beku. Batuan beku merupakan komponen esensial dalam studi geologi dan

memegang peran sentral dalam pemahaman geologi kerak Bumi. Batuan beku

terbentuk melalui proses pendinginan dan pembekuan magma atau lava yang

mungkin berlangsung selama ratusan hingga jutaan tahun.

Batuan beku berdasarkan diagenesanya dibagi menjadi 2 macam yaitu batuan

beku intrusive dan batuan ekstrusive. Batuan beku intrusive terbentuk di dalam

kerak Bumi, seperti granit, ketika magma mendingin secara perlahan dan

membeku. Di sisi lain, batuan beku ekstrusive, seperti basal, terbentuk ketika lava
mencapai permukaan dan cepat membeku. Batuan beku memiliki sifat fisik yang

khas, seperti kristal yang jelas terlihat dan struktur tekstur yang dapat memberikan

wawasan penting tentang sejarah geologis suatu wilayah. Dalam pemahaman

geologi dan pemanfaatan dalam berbagai industri, penelitian dan pengetahuan

mengenai batuan beku sangat vital.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Praktikan dapat mengetahui mengenai batuan beku

2. Praktikan dapat mendeskripsikan batuan

3. Praktikan dapat memahami genesa pembentukan batuan.

1.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum adalah sebagai

berikut :

1. Lembar kerja praktikum (LKP)

2. Alat tulis kertas (ATK)

3. Sampel peraga

4. Komperator

5. Lup

6. Klasifikasi Travis (1955) dan klasifikasi fenton (1940)

7. Buku Rocks and Minerals

8. Clipboard

9. Kertas HVS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Geologi

Geologi berasal dari bahasa Yunani Geo (Bumi) dan logos (diskusi).

Geologi adalah ilmu yang mencari pemahaman tentang planet Bumi. Memahami

Bumi adalah tantangan karena planet kita adalah tubuh yang dinamis dengan

banyak bagian yang berinteraksi dan sejarah yang kompleks. Sepanjang

keberadaannya yang panjang, Bumi telah mengalami perubahan. Bahkan, Bumi

sedang berubah saat Anda membaca halaman ini dan akan terus berubah.

Terkadang perubahan terjadi dengan cepat dan keras, seperti saat terjadi longsor

atau letusan gunung berapi. Seringkali juga, perubahan berlangsung sangat lambat

sehingga tidak terperhatikan selama seumur hidup. Skala ukuran dan ruang juga

sangat bervariasi di antara fenomena yang dipelajari oleh geologis. Kadang-

kadang geologis harus fokus pada fenomena yang bersifat mikroskopis, seperti

struktur kristalin mineral, dan kadang-kadang mereka harus berurusan dengan

fitur yang berskala kontinental atau global, seperti pembentukan rangkaian

pegunungan utama. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

2.2. Siklus Batuan

Batu adalah material yang paling umum dan melimpah di Bumi. Bagi

seorang penjelajah yang penuh rasa ingin tahu, variasinya nampaknya hampir tak

ada habisnya. Ketika sebuah batu diperiksa dengan cermat, kita menemukan

bahwa biasanya terdiri dari kristal-kristal kecil yang disebut mineral. Mineral

adalah senyawa kimia (atau kadang-kadang unsur tunggal), masing-masing


dengan komposisi dan sifat fisiknya sendiri. Butiran atau kristal tersebut bisa

sangat kecil secara mikroskopis atau dengan mudah terlihat dengan mata

telanjang. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Mineral-mineral yang membentuk sebuah batu sangat memengaruhi sifat

dan penampilannya. Selain itu, tekstur sebuah batu - ukuran, bentuk, dan/atau

susunan mineral-mineral penyusunnya - juga memiliki efek signifikan pada

penampilannya. Komposisi mineral dan tekstur sebuah batu, pada gilirannya,

mencerminkan proses-proses geologis yang menciptakannya. Analisis semacam

ini sangat penting untuk pemahaman tentang planet kita. Pemahaman ini memiliki

banyak aplikasi praktis, seperti dalam pencarian sumber daya energi dan mineral

serta penyelesaian masalah lingkungan. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Siklus batuan memungkinkan kita untuk melihat banyak hubungan di antara

berbagai bagian sistem Bumi. Ini membantu kita memahami asal usul batuan

beku, sedimen, dan metamorf serta melihat bahwa setiap jenis batuan terhubung

satu sama lain melalui proses eksternal dan internal yang beroperasi pada dan di

dalam planet. Anggap siklus batuan sebagai gambaran sederhana tetapi berguna

tentang geologi fisik. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Magma adalah batuan yang meleleh yang terbentuk jauh di bawah

permukaan Bumi. Seiring waktu, magma mendingin dan mengeras. Proses ini

disebut kristalisasi dan dapat terjadi baik di bawah permukaan maupun, setelah

letusan gunung berapi, di permukaan. Dalam kedua situasi tersebut, batuan yang

dihasilkan disebut batuan beku. (Lutgens & Tarbuck, 2009).


Jika batuan beku terpapar di permukaan, mereka akan mengalami pelapukan,

di mana pengaruh harian dari atmosfer secara perlahan merusak dan menguraikan

batuan. Material yang dihasilkan seringkali akan tergerak ke bawah lereng oleh

gravitasi sebelum diambil dan diangkut oleh salah satu agen erosi, seperti sungai,

gletser, angin, atau ombak. Pada akhirnya, partikel dan zat yang larut ini, disebut

sedimen, akan terendap. Meskipun sebagian besar sedimen pada akhirnya,

Sedimen akhirnya berhenti di samudera, tetapi lokasi-lokasi lain tempat

pengendapan terjadi termasuk dataran banjir sungai, cekungan gurun, rawa-rawa,

dan bukit pasir. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Selanjutnya, sedimen mengalami litifikasi, yang berarti "konversi menjadi

batuan." Sedimen biasanya berubah menjadi batuan sedimen saat terkompaksi

oleh berat lapisan di atasnya atau saat direkatkan oleh air tanah yang meresap

mengisi pori-pori dengan materi mineral. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Jika batuan sedimen yang dihasilkan terkubur dalam Bumi dan terlibat dalam

dinamika pembentukan pegunungan atau disisipkan oleh massa magma, batuan

sedimen tersebut akan mengalami tekanan besar dan/atau panas yang intens.

Batuan sedimen bereaksi terhadap perubahan lingkungan dan berubah menjadi

jenis batuan ketiga, yaitu batuan metamorf. Ketika batuan metamorf mengalami

perubahan tekanan tambahan atau suhu yang lebih tinggi, ia meleleh, menciptakan

magma, yang akhirnya mengkristal menjadi batuan beku, memulai siklus kembali.

(Lutgens & Tarbuck, 2009).

Dari mana sumber energi yang menggerakkan siklus batuan Bumi berasal?

Proses-proses yang didorong oleh panas dari dalam Bumi bertanggung jawab atas
pembentukan batuan beku dan metamorf. Pelapukan dan erosi, proses eksternal

yang didorong oleh energi dari Matahari, menghasilkan sedimen dari mana batuan

sedimen terbentuk. (Lutgens & Tarbuck, 2009).

Gambar 2.1 Siklus Batuan (Sumber: Lutgens & Tarbuck, 2009)

2.3 Batuan Beku

2.3.1 Definisi Batuan Beku

Batuan beku atau igneus rock berasal dari Bahasa Latin ignis yaitu api.

Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan

mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan bumi
yang dikenal sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan bumi

yang dikenal sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). (Muhammad Zuhdi, 2019).

2.3.2. Proses Pembentukan Batuan Beku

Di bawah kerak bumi, suhu terus naik, meskipun tidak secepat itu. Di

astenosfera (pada kedalaman sekitar 100 hingga 350 kilometer), suhunya sangat

tinggi sehingga batuan-batuan dapat meleleh dalam lingkungan tertentu untuk

membentuk magma. Ada tiga proses berbeda untuk mencairkan astenosfer, yaitu

peningkatan suhu, penurunan tekanan, dan penambahan air.

1. Peningkatan suhu akan melelehkan batuan panas. Anehnya, kenaikan suhu

adalah penyebab paling tidak penting dari pembentukan magma di astenosfer.

2. Penurunan tekanan. Mineral terdiri dari susunan atom-atom yang terikat

secara teratur. Ketika suatu mineral meleleh, atom-atomnya menjadi tidak

teratur dan bergerak bebas, mengambil lebih banyak ruang dibandingkan

ketika mereka berada dalam bentuk mineral padat. Oleh karena itu, magma

menempati volume sekitar 10% lebih banyak daripada batuan yang meleleh

untuk membentuknya. Dengan analogi, bayangkan kerumunan orang duduk di

auditorium untuk mendengarkan konser. Awalnya, mereka duduk dalam

barisan yang padat dan teratur. Namun jika semua orang berdiri untuk menari,

mereka memerlukan lebih banyak ruang karena ada ruang terbuka di antara

para penari saat mereka bergerak. Jika suatu batuan dipanaskan sampai titik

lelehnya di permukaan bumi, maka batuan tersebut akan mudah meleleh

karena tekanan yang tidak cukup untuk menahannya agar tidak mengembang.

Suhu di astenosfer lebih dari cukup untuk melelehkan batuan, namun di sana
tekanan yang tinggi menghalangi batuan untuk mengembang dan tidak dapat

meleleh. Namun, jika tekanannya menurun, sejumlah besar astenosfer bisa

mencair. Pelelehan akibat berkurangnya tekanan disebut peleburan pelepasan

tekanan.

3. Penambahan air. Es basah biasanya akan meleleh pada suhu yang lebih rendah

dibandingkan es kering serupa. Oleh karena itu, menambahkan air ke es

mendekati suhu lelehnya dapat melelehkan es tersebut. Proses tektonik

tertentu menambahkan air ke batuan panas di astenosfer untuk membentuk

magma. (Thompson dan Turk, 1998).

Gambar 2.2 Siklus batuan beku (Sumber : Thompson dan Turk, 1998)

2.3.3 Klasifikasi Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi batuan

beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan perbedaan

pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan beku yang

tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan. Kenampakan inilah

yang disebut sebagai struktur batuan beku.

1. Batuan Ekstrusif (vulkanik): Saat magma meletus di permukaan bumi yang

relatif dingin, magma tersebut membeku dengan cepat, mungkin hanya dalam

beberapa hari atau tahun. Kristal terbentuk tetapi tidak mempunyai banyak
waktu untuk tumbuh. Hasilnya adalah batuan berbutir sangat halus dengan

kristal yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Basalt adalah

contoh batuan vulkanik yang berbutir sangat halus. Jika magma naik perlahan

melalui kerak bumi sebelum meletus, beberapa kristal mungkin tumbuh

sementara sebagian besar magma tetap cair. Jika campuran magma dan kristal

ini kemudian meletus ke permukaan, maka akan cepat mengeras, membentuk

porfiri, sejenis batuan yang mengandung kristal besar, disebut fenokris,

terperangkap dalam matriks butiran halus. Dalam keadaan yang tidak biasa,

magma vulkanik dapat mengeras dalam beberapa jam setelah letusan. Karena

magma mengeras begitu cepat, atom-atom tidak mempunyai waktu untuk

menyusun dirinya menjadi kristal. Hasilnya adalah sejenis kaca vulkanik

yang disebut obsidian.

2. Batuan Intrusif (plutonik): Ketika magma membeku di kerak bumi, batuan

yang menutupinya bertindak sebagai selimut tebal yang mengisolasi magma.

Magma kemudian perlahan membentuk kristal, yang membutuhkan waktu

ratusan ribu atau bahkan jutaan tahun untuk tumbuh. Akibatnya, sebagian

besar batuan plutonik berbutir sedang hingga kasar.Granit, batuan paling

umum di kerak benua, adalah batuan plutonik berbutir sedang hingga kasar.

(Thompson &Turk, 1998)

2.3.4 Struktur Batuan Beku

2.3.4.1 Struktur Batuan Beku Ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang
memiliki berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi

pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

a. Masive, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat

seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal

seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.

Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

e. Vesicular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan

beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain

seperti kalsit, kuarsa atau zeolite

g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran

mineral pada arah tertentu akibat aliran.

h. Scoria, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.

i. Pumisan ; bila lubang-lubang gas saling berhubungan

2.3.4.2 Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap

perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi

menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan. (Djahuri Noor, 2012).


Gambar 2.2 Bagan struktur batuan beku intrusif (Sumber: Djahuri Noor, 2012)

1. Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya, jenis jenis

dari tubuh batuan ini yaitu :

a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan

disekitarnya.

b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana perlapisan

batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat penerobosan tubuh batuan

ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar. Diameter laccolih berkisar dari 2

sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan meter.

c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu

bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter yang

lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer dengan

kedalaman ribuan meter.

d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah

terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai ribuan

kilometer. (Djahuri Noor, 2012).


2. Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya. Jenis-

jenis tubuh batuan ini yaitu:

a. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan memiliki

bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa sentimeter sampai

puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu > 100

km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih

kecil. (Djahuri Noor, 2012).


BAB III
METODELOGI

3.1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan pada praktikum ini merupakan

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat dijelaskan sebagai metode

penelitian yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara medeskripsikan

atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Dalam praktikum ini, praktikan mendeskripsikan dan menggambarkan data-data

yang ada dengan cara pengamatan langsung terhadap sampel batuan.

3.2. Tempat dan Waktu

Adapun tempat pelaksanaan praktikum adalah di Laboratorium Sedimentologi

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Praktikum dilaksanakan pada hari

selasa, tanggal 19 september 2023.

3.3. Tahapan Penelitian

Adapun praktikum kali ini terdiri atas 4 tahapan, yaitu :

3.3.1. Pendahuluan

Pada tahap ini praktikan wajib mengikuti asistensi acara. Pada saat

asistensi acara, asisten lab akan menyampaikan semua hal yang dibutuhkan

dan yang akan dilakukan sebelum praktikum, seperti mengerjakan tugas

pendahuluan, melakukan respon dan menyiapkan alat dan bahan.

Pada tahap ini juga praktikan dianjurkan melakukan studi literatur untuk

memperdalam pemahaman tentang praktikum batuan beku.


3.3.2. Praktikum

Pada tahap ini, praktikan diberikan masing masing 3 sampel, tiap

kelompok. Dari sampel tersebut, praktikan akan diminta mendeskripsikan batuan

dalam lembar kerja praktikum.

Pada tahap ini juga, praktikum akan diminta menggambarkan sketsa dari

sampel yang telah dideskripsikan.

3.3.3. Analisis Data

Pada tahap ini, praktikan akan melakukan minimal 3 kali asistensi untuk

melengkapi deskripsi yang kurang dari lembar kerja praktikum dan mulai

membuat laporan.

3.3.4. Laporan

Pada tahap ini praktikan akan membuat laporan dan memperbaikinya, lalu

mengasistensikannya kepada asisten minimal 3 kali. Praktikan wajib melakukan

asistensi laporan sampai mendapatkan ACC dari asisten.

3.3.5. Selesai

Pada tahap ini, praktikan yang telah menyelesaikan laporan dan

mendapatkan ACC dari asisten. Selanjutnya, praktikan akan mengumpulkan

laporan tersebut.
Studi
Pendahuluan
literatur

Deskripsi
batuan
Praktikum

Gambar
sketsa

Analisis
data

Penyusunan
laporan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Sampel 1 (Pumice)

Pada sampel dengan nomor peraga 6 ini, telah diidentifikasi nama

batuannya, yaitu Pumice melalui klasifikasi Fenton 1940. Sampel ini memiliki

warna segar yaitu abu-abu dan telah berubah menjadi warna lapuk, yaitu kuning

kecoklatan. Adapun tekstur dari sampel ini adalah Hipocrystalin dan

Porfiroafanitic, dengan bentuk Euhedral dan memiliki relasi Equigranular.

Sampel ini memiliki bentuk struktur Scoria dan mengandung sekitar 30% mineral

Plagioclase yang memiliki komposisi kimia (Na,Ca)AlSi3O8, 5% mineral Biotite

yang memiliki komposisi kimia K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2, Dan 65% Masa

dasar.

Gambar 4.1 Sampel Pumice

4.1.2. Sampel 2 (Trachite)

Pada sampel dengan nomor peraga 3 ini, telah diidentifikasi nama

batuannya, yaitu Trahchite melalui klasifikasi Fenton 1940. Sampel ini memiliki
warna segar yaitu abu-abu dan telah berubah menjadi warna lapuk, yaitu coklat.

Adapun tekstur dari sampel ini adalah Hipocrystalin dan Porfiroafanitic, dengan

bentuk Euhedral dan memiliki relasi Equigranular. Sampel ini memiliki bentuk

struktur Masive dan mengandung sekitar 40% mineral Biotite yang memiliki

komposisi kimia K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2, 15% mineral Hornblende yang

memiliki komposisi kimia (Ca,Na)2–3(Mg,Fe,Al)5(Al,Si)8O22(OH,F)2, dan 45%

Masa dasar.

Gambar 4.2 Sampel Trachite

4.1.3. Sampel 3 (Piroxenit)

Pada sampel dengan nomor peraga 3 ini, telah diidentifikasi nama

batuannya, yaitu Piroxenit melalui klasifikasi Fenton 1940. Sampel ini memiliki

warna segar yaitu hitam dan telah berubah menjadi warna lapuk, yaitu abu-abu.

Adapun tekstur dari sampel ini adalah Hipocrystalin dan Porfiroafanitic, dengan

bentuk Euhedral dan memiliki relasi Inequigranular. Sampel ini memiliki bentuk

struktur Masive dan mengandung sekitar 50% mineral Biotite yang memiliki

komposisi kimia K(Mg,Fe)3(Al,Fe)Si3O10(OH,F)2, sekitar 5% mineral Olivine

yang memiliki komposisi kimia (Mg,Fe)2SiO4, Dan 45% Masa dasar.


Gambar 4.3 Sampel Piroxenit

4.2. Pembahasan

4.2.1. Ganesa Pembentukan Pumice

Batu apung terbentuk ketika batu yang sangat panas dan bertekanan tinggi

dilontarkan dengan cara energetik dari gunung api. Konfigurasi berbusa yang

tidak biasa dari batu apung terjadi karena pendinginan yang cepat secara simultan

dan depressurisasi yang cepat. Depressurization menciptakan gelembung dengan

menurunkan kelarutan gas (termasuk air dan CO2) yang larut dalam lava,

menyebabkan gas cepat larut (seperti gelembung CO2 yang muncul ketika

minuman berkarbonasi dibuka). Pendinginan simultan dan depressurization

membekukan gelembung dalam matriks.

Batu apung terdiri dari partikel gelas piroklastik yang sangat mikrovesikular

dengan dinding gelembung yang sangat tipis dan tembus cahaya dari batuan beku

ekstrusif. Batu apung adalah produk umum dari letusan eksplosif (pembentukan

plinian dan ignimbrit) dan umumnya membentuk zona di bagian atas lava silika.

Batu apung memiliki porositas 64-85% volume dan mengapung di atas air.
4.2.2. Ganesa Pembentukan Trachite

Trachite terbentuk pada daerah vulkanik (karena merupakan batuan beku

vulkanik), yaitu dengan pembekuan magma yang cenderung cepat sehingga

mineral penyusunnya terlihat lebih kecil. Batuan Vulkanik atau biasa disebut

dengan batuan Ekstrusi, ini terbentuk di Luar gunung berapi. Tetapi terbentuknya

trakit bukanlah akibat letusan gunung api yang eksplosif, yang terbentuk dari lava

yang mengalir. Sehingga mempunyai kenampakkan tekstur yang khusus, yaitu

tekstur trachite. Tekstur trachite berupa mikrolit yang membentuk orientasi

tertentu, karena dihasilkan oleh mekanisme aliran. Dilihat dari warna batuan trakit

yang cenderung cerah, trachite terbentuk dari magma yang bersifat asam. Tetapi

magma asam pembentuk trachite juga bisa berasosiasi dengan lava lain di daerah

vulkanik lalu terbentuk oleh kristalisasi dan abstraksi dari unsur besi, magnesium

dan mineral kalsium yang berasal dari magma basa.

4.2.3. Ganesa Pembentukan Piroxenit

Piroxenit merupakan mineral yang ternbentuk dari proses kristalisasi

magma. Awalnya terjadi pertemuan antar lempeng benua dan lempeng Samudra

di zona subduksi yang mengakibatkab lempeng Samudra tertekan kebawah

lempeng benua, interaksi antar lempeng ini akan menimbulkan gaya gesek,

hasilnya terjadi peningkatan suhu dan juga peningkatan tekanan pada area

tersebut. Karena adanya peningkatan suhu dan tekanan, akan terjadi peleburan

batuan yang menghasilkan magma. Magma tersebut mendapat tekanan dari bawah

berupa oksigen sehingga mengintrusi batuan di permukaan dan menghasilkan

gejala-gejala intrusi sehingga terbentuklah mineral-mineral yang bersifat ultra


basa. Kemudian seiring dengan penurunan suhu karena penyerapan panas oleh

batuan yang dilaluinya serta penurunan tekanan akibat semakin menjauhnya

magma dari dapur magma dan pengaruh gravitasi sehingga memasuki tahap pada

suhu pembentukan mineral. Pada suhu kurang lebih 1000 derajat Celcius

terbentuklah mineral piroksen dengan kondisi tertentu sehingga membentuk

tekstur yang tertentu pula.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah

jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras,

dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai

batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai

batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair

ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi.

Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut:

kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi.

2. Melalui praktikum ini, dapat diketahui bahwa ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam mendeskripsikan batuan beku, seperti jenis batuan, warna,

tekstur, bentuk, struktur, dan kandungan mineral beserta komposisi kimianya.

Adapun dalam menentukan nama mineral, dapat digunakan dua jenis

pengklasifikasian, yaitu klasifikasi Fenton 1940 dan klasifikasi Travis 1955.

3. Magma yang memiliki suhu antara 1200°C-1600°C akan mengalami

kristalisasi apabila mengalami penurunan suhu, penurunan suhu ini

diakibatkan oleh adanya aktvitas magma yang mengalami intrusi ke

permukaan bumi melalui bidang-bidang lemah, suhu di dalam perut bumi

lebih tinggi daripada dipermukaan sehingga mengalami pembekuan.

pembekuan magma ini akan membentuk mineral dan kristal tertentu, dan

mineral yang mendominasi adalah mineral silikat. intrusi magma yang terjadi
pada lempeng samudera akanbertemu dengan lempeng benua sehingga

membentuk zona penunjaman dan gerak konvergen.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan melalui laporan ini mengenai

pelaksanaan praktikum adalah sebagai berikut:

1. Saya harap kakak bisa lebih sabar dalam menghadapi kami.

2. Saya harap kakak asisten lebih kuat jika menghadapi tekanan dari berbagai

arah.

3. Saya harap kakak asisten tetap kuat dalam memberikan arahan kepada kami.

4. Saya harap pihak laboratorium bisa lebih mengerti mahasiswa dan asisten

terkait durasi asistensi.

5. Saya harap pihak laboratorium lebih memberikan ruang kepada praktikan dan

asistensi selama proses lab berlangsung

6. Saya harap pihak laboratorium bisa memperbaruhi alat peraga


DAFTAR PUSTAKA

Thompson & Turk. (1997) Introduction to Physical Geology. University of

Michigan. Ann Arbor

Lutgens, F. & Tarbuck, E. (2009) Essentials of Geology. United States of America

Zahudi, M. (2019) Buku Ajar Pengantar Geologi. Lombok

Anda mungkin juga menyukai