Anda di halaman 1dari 4

Siklus Batuan untuk Menunjang Perjalanan serta Pembentukan Material Geologi

dalam Waktu Panjang

Raditya Bimareta

ABSTRAK

Artikel ini membahas mengenai siklus batuan sebagai proses geologi yang kompleks
dalam membentuk dan mengubah komposisi permukaan bumi. Dengan memahami tahap-
tahapnya, kita dapat mengungkap sejarah geologi planet ini dan melihat peran siklus batuan
dalam membentuk keadaan bumi yang kita kenal saat ini . Pada artikel ini juga dibahas
mengenai penguraian siklus batuan, suatu proses alami yang melibatkan transformasi dan
perpindahan material geologi di bumi. Siklus batuan terdiri dari tiga tahap utama:
pembentukan batuan, perubahan batuan, dan daur ulang batuan. Setiap tahap ini memberikan
wawasan yang mendalam tentang kompleksitas dan dinamika yang terlibat dalam evolusi
material batuan di permukaan bumi.

Kata Kunci : siklus batuan, keadaan bumi, geologi

PENDAHULUAN

Siklus batuan berisi perjalanan material geologi dari pembentukan awalnya hingga
daur ulangnya. Proses ini terjadi dalam skala waktu yang sangat besar dan memberikan
wawasan mendalam tentang evolusi bumi. Batu menjalani suatu siklus yang memastikan
kelangsungan jumlah batuan di bumi tidak pernah berkurang. Proses siklus batuan
mencerminkan transformasi dari magma yang mengalami pembekuan akibat pengaruh cuaca,
menjadi batuan beku, kemudian mengalami sedimentasi menjadi batuan sedimen dan batuan
metamorf, hingga akhirnya mengalami perubahan kembali menjadi magma (Karim, 2023).

PEMBAHASAN

1. Pembentukan Batuan

-Batuan Sedimen

Batuan sedimen mengalami proses pemadatan dan pengompakan bahan lepas


(endapan) sehingga bertransformasi menjadi batuan sedimen yang kompak. Proses ini dikenal
sebagai diagenesis. Diagenesis dapat terjadi pada rentang suhu dan tekanan atmosferik, mulai
dari suhu sekitar 300 derajat Celsius hingga tekanan sekitar 1–2 kilobar. Proses ini
berlangsung sepanjang proses penguburan sedimen hingga kembali terangkat dan terpapar di
permukaan lapisan atmosfer Bumi (Zakri dkk., 2020).

-Batuan Beku

Batuan beku terbentuk dari cairan magma yang mengalami pembekuan karena proses
pendinginan. Semua material beku, menurut ilmu petrologi, berasal dari magma yang
mengandung lelehan silikat yang cair dan pijar, yang biasanya berada di dalam bumi [3].
Magma dengan karakteristik cair dan pijar tersebut, karena tekanan gas yang terlarut di
dalamnya, naik ke permukaan bumi mencari tempat rapuh dalam kerak bumi seperti daerah
patahan atau rekahan. Keluarnya magma ke permukaan bumi melalui pipa gunung api, dan
ketika magma ini membeku di dalam bumi, disebut sebagai batuan beku (Tantowi dkk.,
2018).
-Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan hasil dari perubahan mendasar pada batuan yang sudah
ada sebelumnya. Proses metamorfosa terjadi ketika panas intensif dipancarkan oleh massa
magma yang sedang mengintrusi, menyebabkan metamorfosis kontak. Metamorfosa adalah
suatu proses rekristalisasi yang terjadi pada kedalaman kerak bumi (3-20 km), dimana proses
ini dapat terjadi secara keseluruhan atau sebagian besar dalam keadaan padat, tanpa melalui
fase cair (Widiyastuti, 2016)

2. Perubahan Batuan

-Metamorfisme

Metamorfisme merupakan suatu proses transformasi mineral-mineral penyusun batuan dari


keadaan padat ke keadaan padat tanpa melibatkan fase cair, yang dipengaruhi oleh tekanan dan suhu
tinggi. Bukti adanya perubahan hidrotermal dan proses metamorfisme dapat terlihat dari munculnya
mineral-mineral sekunder dan perubahan bentuk mineral penyusunnya (Alfuazri & Brilian).

-Pelapukan

Pelapukan merupakan proses modifikasi dan pembagian bahan tanah dan batuan pada atau
dekat permukaan Bumi melalui aksi kimia, fisika, dan biologis, yang bertujuan membentuk tanah liat,
oksida besi, dan produk pelapukan lainnya. Proses ini umumnya terjadi secara bersamaan. Mineralogi,
tekstur, dan sifat litologi batuan berubah akibat pelapukan, sehingga sifat rekayasa batuan juga
mengalami perubahan (Undul dalam Purwanto dkk., 2018).

-Erosi dan Transportasi

Erosi adalah fenomena penghilangan partikel padatan (seperti sedimen, tanah, batuan,
dan partikel lainnya) yang disebabkan oleh pergerakan angin, air, atau es, yang terjadi di
bawah pengaruh gravitasi. Meskipun erosiasi adalah suatu proses alami yang mudah diamati,
banyak lokasi mengalami intensifikasi erosi akibat aktivitas manusia, terutama dalam konteks
kegiatan penambangan. Dalam konteks keselamatan tambang, erosi dapat menghambat
aktivitas penambangan karena menyebabkan ketidakstabilan permukaan tanah, yang
berpotensi menyebabkan longsor pada lereng-lereng tambang (Nadi dkk., 2019).

3. Daur Ulang Batuan

Mineral feldspar secara kimiawi dan mekanik kurang stabil dibandingkan dengan kuarsa dan
jarang sebagai hasil dari proses daur ulang (recycling), oleh karenanya dijadikan sebagai indikator
untuk mengetahui produk pertama batuan sumber. Adanya feldspar berukuran besar, segar, dan
menyudut dalam batupasir menunjukan bahwa mineral tersebut berasal dari daerah sumber dengan
relief tinggi dalam hal ini butirannya tererosi secara cepat dan belum dipengaruhi oleh proses
pelapukan lebih lanjut (Boggs dalam Aini dkk., 2019).
KESIMPULAN

Artikel ini membahas siklus batuan sebagai proses geologi kompleks dalam membentuk dan
mengubah komposisi permukaan bumi. Dengan memahami tahap-tahapnya, kita dapat mengungkap
sejarah geologi dan melihat peran siklus batuan dalam membentuk keadaan bumi saat ini. Proses
tersebut terdiri dari pembentukan, perubahan, dan daur ulang batuan, yang memberikan wawasan
mendalam tentang evolusi material batuan di permukaan bumi. Pemahaman daur ulang batuan,
khususnya melalui mineral feldspar, menjadi kunci dalam mengidentifikasi produk pertama dari
batuan sumber. Keseluruhan, penelitian lebih lanjut terkait siklus batuan tetap penting untuk
memahami perkembangan geologi planet kita.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, H. N., Syafri, I., & Patonah, A. (2019). Provenance Batupasir dan Batulempung Anggota Tuf Formasi
Waturanda, Daerah Kebumen, Jawa Tengah. Geoscience Journal, 3(4), 271-280.

Alfuazri, M. G., & Brilian, M. A. KLASIFIKASI TIPE ALTERASI DAN METAMORFISME


BERDASARKAN ANALISIS PETROLOGI DAN PETROGRAFI PADA DAERAH TANJUNG KURUNG,
KABUPATEN OKU SELATAN.

Ghufron, S. (2014). Artikel Ilmiah: Anatomi, Bahasa, dan Kesalahannya. EDU-KATA, 1(1), 1-10.

Karim, J. A. (2023). Analisis Gugus Fungsi dan Porositas Batuan menggunakan metode Fourier Transform
Infrared (FTIR) dan Scanning Electron Microscope (SEM) di Toraja, Sulawesi Selatan (Doctoral dissertation,
Universitas Hasanuddin).

Nadi, J. S. H., Hasan, H., & Devy, S. D. (2019). ESTIMASI SEDIMEN TOTAL DENGAN METODE
SEDIMENT DELIVERY RATIO (SDR) PADA ROM AREA DI PT. BHARINTO EKATAMA, KUTAI
BARAT, KALIMANTAN TIMUR. Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, 7(2).

Purwanto, P., Muhaimin, A., Djamaluddin, D., Husain, R., & Busthan, B. (2018, January). PENGARUH
DERAJAT PELAPUKAN TERHADAP KEKUATAN BATUAN PADA BATUAN BASAL. In Prosiding
Seminar Nasional Teknologi, Inovasi dan Aplikasi di Lingkungan Tropis (Vol. 1, No. 1, pp. 27-34).

Tantowi, A. A., Hidayat, B., & Subandrio, A. S. (2018). Identifikasi Tekstur Untuk Klasifikasi Batuan Beku
Dengan Metode Discrete Wavelet Transform (Dwt) Dan Support Vector Machine (Svm). TEKTRIKA-Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi, Kendali, Komputer, Elektrik, dan Elektronika, 3(2), 37-42.

Widiyastuti, D. A. (2016). Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) pada Struktur dan Mineral Batuan
dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar. Polhasains: jurnal sains dan terapan Politeknik Hasnur., 4(02), 16-21.

Zakri, R. S., Prengki, I., & Saldy, T. G. (2020). Hubungan Kuat Tekan Uniaksial dan Kuat Tarik Tidak
Langsung Pada Batuan Sedimen Dengan Nilai Kuat Tekan Rendah. Bina Tambang, 5(3), 59-70.

Anda mungkin juga menyukai