Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geologi, adalah suatu bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian yang mempelajari
segala sesuatu mengenai planet Bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan
kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang
membentuk bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun
diatas permukaan bumi, kedudukannya di Alam Semesta serta sejarah
perkembangannya sejak bumi ini lahir di alam semesta hingga sekarang. Geologi
dapat digolongkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang kompleks, mempunyai
pembahasan materi yang beraneka ragam namun juga merupakan suatu bidang
ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari. Ilmu ini mempelajari dari
benda-benda sekecil atom hingga ukuran batuan, benua, samudra, cekungan dan
rangkaian pegunungan.
Salah satu dasar dari ilmu geologi adalah batuan, karena salah satu penyusun
lapisan bumi ini adalah batuan. Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat
dari mineral-mineral yang sudah dalam kedaan membeku/keras. Batuan adalah
salah satu elemen kulit bumi yang menyediakan mineral-mineral anorganik
melalui pelapukan yang selanjutnya menghasilkan tanah. Batuan mempunyai
komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan umur yang beraneka ragam. Jarang sekali
batuan yang terdiri dari satu mineral, namun umumnya merupakan gabungan dari
dua mineral atau lebih. Mineral adalah suatu substansi anorganik yang
mempunyai komposisi kimia dan struktur atom tertentu. Jumlah mineral banyak
sekali macamnya ditambah dengan jenis-jenis kombinasinya. Salah satu jenis
batuan yang dikenal adalah batuan sedimen
Pemakaian batuan pada dasarnya tergantung pada sifat dan karakteristik batuan
tersebut. Tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada
di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir,
granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan

erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan
sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari
rangkaian proses sebelum, dan sesudah kristalisasi.
1.2. Rumusan Masalah

Apa itu batuan sedimen?

Faktor apa yang mempengaruhi pembentukan batuan sedimen?

Apa saja jenis jenis batuan sedimen?

Bagaimana karakteristik batuan sedimen?

1.3. Tujuan Makalah


Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

Untuk mengetahui pengertian batuan sedimen

Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi pembentukan batuan


sedimen

Untuk mengetahui jenis jenis batuan sedimen

Untuk mengidentifikasi karakteristik batuan sedimen

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada kondisi
temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih
dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya
diangkut oleh air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi
di dalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen
itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, diagenesa dan
terbentuklah batuan sedimen. Batuan sedimen meliputi 75% dari permukaan
bumi. Diperkirakan batuan sedimen mencakup 8% dari total volume kerak bumi.
Ilmu yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Batuan
sedimen terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri
atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang
ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction),
terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan
ada pula yang larut (solution).
Lapisan horizontal yang ada di batuan sedimen disebut bedding. Bedding
terbentuk akibat pengendapan dari partikel-partikel yang terangkut oleh air atau
angin. Kata sedimen sebenarnya berasal dari bahas latin sedimentum yang
artinya endapan. Batas-batas lapisan yang ada di batuan sedimen adalah bidang
lemah yang ada pada batuan dimana batu bisa pecah mbdan fluida bisa mengalir.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,
vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan, sedangkan faktor yang
mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi.
Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju atau gletser.

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada, maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya gravitasi. Setelah itu proses sedimentasi dapat
berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu
batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir,
kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen
apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen
melalui proses litifikasi yang melibatkan proses pemadatan atau kompaksi,
sementasi, dan rekristalisasi. Ciri-ciri batuan sedimen, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Berlapis (stratification)
Umumnya mengandung fosil.
Memiliki struktur sedimen.
Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.

Hukum pengendapan
Pada pertengahan abad 17 Nicolaus Steno memperhatikan bahwa sedimen akan
terkumpul oleh proses pengendapan melalui suatu medium, air atau angin.
Endapan ini akan membentuk suatu lapisan-lapisan mendatar atau horizontal,
yang terendapkan terlebih dahulu berada di bawah dan yang kemudian berada di
atasnya. Berdasarkan pengamatan ini, pada tahun 1669, Steno mencetuskan tiga
prinsip dasar pengendapan.
Hukum Steno:
1. Hukum superposisi
Dalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan yang terletak di
bawah umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan di atasnya selama lapisan
batuan tersebut belum mengalami deformasi atau masih dalam keadaan
normal.
2. Hukum horizontalitas
Lapisan-lapisan sedimen diendapkan mendekati horizontal dan pada dasarnya
sejajar dengan bidang permukaan dimana lapisan sedimen tersebut
diendapkan. Susunan lapisan yang kedudukannya tidak horizontal berarti

telah mengalami proses geologi lain setelah pengendapannya, misalnya


dipengaruhi oleh gaya tektonik.
3. Hukum kemenerusan lateral
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan bersinambungan sampai
batas cekungan sedimentasinya. Lapisan sedimen tidak mungkin terpotong
secara tiba-tiba dan berubah menjadi batuan lain dalam keadaan normal.
B. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Batuan Sedimen

1. Proses Pelapukan
Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa batuan, baik secara fisika,
kimiawi, maupun secara biologis. Proses pelapukan batuan membutuhkanwaktu
yang sangat lama. Semua proses pelapukan umumnya dipengaruhi oleh cuaca.
Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan berubah menjadi tanah.
Apabila tanah tersebut tidak bercampur dengan mineral lainnya, maka tanah
tersebut dinamakan tanah mineral.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan
Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya pelapukan batuan,
yaitu sebagai berikut:
a. Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh
batuan. Sifat fisik batuan, misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia
batuan adalah unsur-unsur kimia yang terkandung dalam batuan tersebut.
Kedua sifat inilah yang menyebabkan perbedaan daya tahan batuan
terhadap pelapukan. Batuan yang mudah lapuk misalnya batu lempeng
(batuan sedimen), sedangkan batuan yang susah lapuk misalnya batuan beku.
b. Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses terjadinya
pelapukan batuan. Batuan yang berada pada lereng yang curam, cenderung
akan mudah melapuk dibandingkan dengan batuan yang berada di tempat
yang landai. Pada lereng yang curam, batuan akan dengan sangat mudah
terkikis atau akan mudah terlapukkan karena langsung bersentuhan dengan
cuaca sekitar. Tetapi pada lereng yang landai atau rata, batuan akan

terselimuti oleh berbagai endapan, sehingga akan memperlambat proses


pelapukan dari batuan tersebut.
c. Cuaca dan iklim
Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu
udara, curah hujan, sinar matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang
memiliki iklim lembab dan panas, batuan akan cepat mengalami proses
pelapukan. Pergantian temperatur antara siang yang panas danmalam yang
dingin akan semakin mempercepat pelapukan, apabila dibandingkan dengan
daerah yang memiliki iklim dingin.
d. Keadaan vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan

juga

akan

mempengaruhi

proses

pelapukan, sebab akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah


batuan. Apabila akar tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan
semakin besar pula dalam menerobos batuan. Selain itu, serasah dedaunan
yang gugur juga akan membantu mempercepat batuan melapuk. Sebab,
serasah batuan mengandung zat asam arang dan humus yang dapat merusak
kekuatan batuan.

Gambar 1.1. Prose pelapukan batuan, sumber; Balfas,M.Dahlan.2015.Geologi


Untuk Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Faktor yang paling berpengaruh dalam mengontrol jenis pelapukan yang bekerja
secara intensif pada suatu daerah adalah iklim. Iklim suatu daerah ditentukan oleh
jumlah curah hujan rata-rata tahunan dan temperatur rata-rata tahunan, dimana
daerah yang:

Panas dan basah pelapukan kimia maksimum.


Dingin dan basah pelapukan fisika maksimum.
Panas dan kering pelapukan fisika lebih dominan.
Dingin dan kering semua jenis pelapukan minimum.

Hasil akhir dari proses pelapukan adalah material lepas berupa tanah dan
sedimen. Tanah terdiri atas kombinasi mineral dan material organic, air, dan
udara yang menopang pertumbuhan tanaman. Faktor yang mengontrol
pembentukan tanah, yaitu:

Material induk (mineralogi).


Iklim/curah hujan.
Slope (topografi).
Biota (tanaman, hewan, dan mikroba).
Waktu.

Proses pembentukan tanah bekerja dari atas ke bawah membentuk profil tanah
yang terdiri atas beberapa horizon, yaitu:
Horizon A material organic (humus dan mineral).
Horizon B transisi, material mineral yang telah teralterasi dengan sedikit

2.

material organik.
Horizon C batuan dasar (bedrock) yang teralterasi.
Horizon D batuan dasar yang segar (tidak lapuk)
Horizon E partikel mineral berwarna terang, zona evaluasi, dan pencucian.
Jenis-jenis pelapukan

Berdasarkan prosesnya pelapukan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:


a. Pelapukan fisika (mekanik)
Pelapukan mekanik adalah peristiwa hancur dan lepasnya material batuan,
tanpa mengubah struktur kimiawi batuan tersebut. Pelapukan mekanik
merupakan penghancuran bongkah batuan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil.

Gambar 1.2. Pelapukan fisika, sumber; Balfas,M.Dahlan.2015.Geologi Untuk


Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan mekanik, yaitu
sebagai berikut.
1. Akibat perbedaan temperatur.
Batuan

akan

mengalami

proses

pemuaian

apabila

panas

dan

sekaligus pengerutan pada waktu dingin. Apabila proses ini berlangsung


terus menerus, maka lambat laun batuan akan mengelupas, terbelah,
dan pecah menjadi bongkah-bongkah kecil.
2. Akibat kegiatan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Akar tumbuhan akan merusak struktur batuan, begitu juga dengan hewan
yang selalu membawa butir-butir batuan dari dalam tanah ke permukaan.
Selain makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan, manusia juga memberikan
andil dalam terjadinya pelapukan mekanik.
3. Akibat perubahan air garam menjadi kristal.
Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang hari airnya
menguap dan garam akan mengkristal. Kristal garam ini tajam sekali dan
dapat merusak batuan pegunungan sekitarnya, terutama batuan karang.
4. Tekanan es.
Pada saat suhu rendah, melebihi titik beku, air akan membeku menjadi
es. Air yang membeku mempunyai volume yang lebih besar sekitar 9
persen. Tekanan dari membesarnya volume ini dapat menghancurkan
batuan. Pembekuan air yang terdapat dalam pori-pori dan rekahan batuan
8

menekan dinding di sekitarnya dan dapat menghancurkan batuan.


Pelapukan mekanik ini umunya terjadi di daerah pegunungan tinggi atau
daerah bermusim dingin. Penekanan dari pertambahan volume ini paling
efektif pada suhu antara -5C sampai -15C.
5. Rekahan-rekahan
Perubahan secara fisik atau terurainya batuan yang semula massif dapat
terjadi akibat hilangnya tekanan dari beban lapisan di atasnya yang
semula menimbunnya. Akibat lapisan penimbun tererosi, maka beban
yang menekan batuan akan hilang. Dengan hilangnya beban, maka
batuan seolah-olah mendapat tekanan dari dalam yang menjadikan
rekahan-rekahan yang sejajar dengan permukaan.
b. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi

adalah

proses

pelapukan

massa

batuan

yang

disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk tersebut.


Pelapukan ini terjadi dengan bantuan air, dan dibantu dengan suhu yang
tinggi. Proses yang terjadi dalam pelapukan kimiawi ini disebut dekomposisi.
Proses-proses pelapukan secara kimiawi, yaitu:
1. Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses penguraian air (H2O) atas unsurunsurnya menjadi ion-ion positif dan negatif. Air melarutkan kation yang
menahan silikat dan menghasilkan mineral residu seperti mineral lempung.
Contoh: Kalium feldspar lapuk dengan melarutkan ion potassium dan
membentuk mineral lempung (kaolinit).
KAlSi3O8 + H2CO3 + H2O
Al2Si2O5 (OH)4+2K++2HCO3-+4SiO2
2. Oksidasi
Oksidasi adalah proses pengkaratan besi. Batuan yang mengalami proses
oksidasi umumnya akan berwarna kecoklatan, sebab kandungan besi
dalam batuan mengalami pengkaratan. Proses pengkaratan ini berlangsung
sangat lama, tetapi pasti batuan akan mengalami pelapukan.
3. Karbonasi
Karbonasi adalah pelapukan batuan oleh karbondioksida (CO2). Gas ini
terkandung pada air hujan ketika masih menjadi uap air. Jenis batuan yang
mudah mengalami karbonasi adalah batuan kapur. Reaksi antara CO2
dengan batuan kapur akan menyebabkan batuan menjadi rusak. Pelapukan
ini berlangsung dengan batuan air dan suhu yang tinggi. Air yang banyak
mengandung CO2 (Zat asam arang) dapat dengan mudah melarutkan batu

kapur (CaCO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan dan dapat menimbulkan


gejala karst. Proses pelapukan batuan secara kimiawi di daerah karst
disebut kartifikasi.
c. Pelapukan biologi
Pelapukan biologi adalah

pelapukan

batuan

oleh

makhluk

hidup.

Pelapukan jenis ini dapat bersifat kimiawi ataupun mekanis. Adapun yang
menjadi pembedanya adalah subyek yang melakukannya, yaitu makhluk
hidup berupa manusia, hewan ataupun tumbuhan. Contohnya lumut,
cendawan, ataupun bakteri yang merusak permukaan batuan.

2. Erosi
Erosi adalah salah satu dari kelompok proses eksogen dan merupakan yang
terpenting dalam proses denudasi. Prosesnya menguraikan batuan secara fisik dan
kimia serta mentransport material yang dihasilkannya dengan media yang
bergerak, yaitu air, angin, dan es yang semuanya tentu di bawah pengaruh gaya
gravitasi. Erosi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Erosi air
Erosi air sudah dimulai sebelum air mengalir. Butir-butirair hujan yang jatuh
menghantam permukaan tanah dan melemparkan partikel tanah ke segala
arah. Air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah membawa partikelpartikel tersebut. Air yang mengalir lambat, partikel-partikelnya juga
bergerak lambat dan sejajar, arus air demikian dinamakan arus laminer.
Meningkatnya kecepatan menjadikan gerak partikelnya tidak beraturan dan
kompleks, berputar, dan arus berlawanan arah menajdi arus turbulen.
Kecepatan aliran dalam suatu saluran sudah cukup untuk terjadinya arus
turbulen, hanya selapisan tipis pada dinding saluran yang berkecepatan
rendah sebagai akibat gaya gesekan terdapat arus laminer.
Kemampuan arus untuk mengambil dan membawa partikel sedimen dari
salurannya bergantung pada turbulensi dan kecepatan arusnya. Makin cepat
arusnya maka makin besar kemampuan arus turbulen mengangkat partikel
yang lebih besar. Kecuali lempung dan lanau, karena gaya kohesinya besar
sehingga butiran-butirannya melekat kuat pada tubuh batuan induknya.

10

Mineral-mineral pipih juga memerlukan waktu lebih lama untuk mengendap.


Transportasi partikel terdiri dari :
1. Suspensi
Ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya
(seperti lempung, lanau, lumpur, dan pasir halus) sehingga mampu
diangkut oleh aliran air atau angin yang ada. Beban arus ini terbawa dari
regolit berbutir halus yang tersapu karena tidak tertutup oleh vegetasi dan
sedimen yang dierosi arus itu sendiri sepanjang tepi alur aliran. Beban
dapat terangkut akibat kuat arus ke atas dalam arus turbulen melebihi dari
kecepatan dimana partikel-partikel lempung dan silt mengendap akibat
gaya gravitasi. Dengan demikian partikel-partikel itu dapat lebih lama
berada dalam suspense daripada dalam air yang nonturbulen dan akan
terendapkan apabila arus menurun dan turbulensinya reda, seperti danau
atau laut.
2. Saltasi
Saltasi yang dalam bahasa latin artinya meloncat. Gaya arus cukup besar
untuk mengangkat partikel maka pergerakannya akan menjadi meloncatloncat dalam jarak pendek. Umumnya terjadi pada sedimen berukuran
pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut
sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya gravitasi yang ada mampu
mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
3. Bed load
Ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil,
kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat
berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi
kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan
sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa
mendorong sedimen yang satu dengan lainnya. Kecepatan geraknya lebih
lambat dari kecepatan arusnya karena penggerakannya tidak kontinu,
secara berputar/menggelundung (rolling) atau meluncur (sliding). Apabila
gaya arus cukup besar untuk mengangkat partikel maka pergerakannya
akan menjadi meloncat-loncat dalam jarak pendek.
2. Erosi angin

11

Angin berhembus karena ada perbedaan tekanan udara yang diakibatkan oleh
adanya perbedaan suhu. Sesuai kaidah fisika, pada suhu rendah tekanan udara
lebih tinggi daripada daerah bersuhu lebih tinggi dan udara menggalir sebagai
angin. Seperti halnya air, angin mengangkut partikel-partikel sesuai dengan
kecepatannya. Partikel yang terbawa mengabrasi material yang dilaluinya.
Contohnya monument atau tiang-tiang pagar di tempat terbuka, bagian
bawahnya akan lebih gugus dibandingkan atasnya.
Partikel yang lebih besar terbawa angin pada bagian bawah karena lebih berat
sehingga mengabrasi lebih cepat daripada partikel yang halus.
Namun demikian, pengaruh angin terhadap perombakan muka bumi sangat
kecil dibandingkan dengan air dan es.
3. Erosi es/gletser
Gletser adalah massa es yang terbentuk dari salju yang turun di permukaan
bumi dan bergerak ke bawah akibat beratnya sendiri. Salju tidak hanya
terdapat di kutub atau daerah bermusim dingin saja. Di daerah ekuator pun
pada elevasi di atas 4000 meter dijumpai salju. Batas ketinggian dimana
terdapat salju abadi disebut garis batas salju.
Erosi gletser sangat mencolok karena yang bergerak adalah massa es yang
sangat besar, sambil bergerak mengabrasi dan menyeret batuan dasar seolaholah mengelupas. Hasil erosinya berupa cekungan melingkar, berbentuk huruf
U atau tapal kuda, bagian terbukanya mengarah ke lembah disebut cirque.
Endapannya merupakan campuran bongkah beraneka ukuran disebut till.
Dataran yang dibentuk till dinamakan moraine.
3. Proses Pengangkutan Pengendapan
Material sedimen yang merupakan bahan baku untuk pembentukan batuan
sedimen,berdasarkan sumbernya bisa dikelompokkan menjadi:

Sedimen autochthonous-sedimen yang berasal dari dalam cekungan


pengendapan atau tidak mengalami proses pengangkutan secara fisik untuk
sampai di cekungan. Sedimen autochthonous umumnya membentuk batuan
sedimen kimiawi dan organik (batuan sedimen non klastik).

Sedimen allochthonous - sedimen yang mengalami proses pengangkutan


atau sedimen dari luar cekungan yang terangkut dan diendapkan di dalam
cekungan. Sedimen allochthonous umumnya membentuk batuan sedimen
12

mekanik (atuan sedimen klastik). Sedimen allochthonous dibawa oleh suatu


media angkutan dari tempat lain kemudian diendapkan pada suatu cekungan.
Media angkutan yang paling umum adalah:

Air
- Aliran permukaan (darat dan sungai)
- Gelombang,arus,dan pasang surut

Angin

Es

Gravitasi
- Rock falls (media angst lain tidal berperan)
- Debris flows,turbidity currents (air ikut berperan)

Dua sifat media angkutan yang mempengaruhi kemampuan mengalir dan


mengangkut partikel sedimen adalah berat jenis dan kekentalan media. Proses
pengangkutan sedimen berpengaruh terhadap sifat fisik butiran sedimen dan
struktur sedimen yang terbentuk, karena keduanya merupakan hasil langsung dari
pergerakan media pengangkut. Sebaliknya, sifat fisik butiran sedimen (ragam
pengukran, bentuk, dan berat jenis) juga berpengaruh pada proses erosi dan
transportasi sampai ke pengendapan.
Mekanisme

pengangkutan

sedimen

dari

batuan

induknya

ke

tempat

pengendapannya dapat terjadi dengan cara suspended load dan bedload.


1. Suspended load transport
Pengangkutan dengan cara suspended load adalah pengankutan sedimen yang
tersuspensi di dalam media angkut. Umumnya pengangkutan dengan cara ini
hanya melipui material berukuran halus saja, meskipun secara teoritis semua
ukuran butir sedimen dapat di angkut oleh media angkut dalam bentuk
suspensi jika arus cukup kuat.
Pengangkutan terjadi dengan cara:

Suspension (material melayang-layang secara permanen didalam fluida).


13

Dissolved/solution (material larut dalam media angkut atau terbawa secara


kimiawi.
Sifat sedimen hasil pengangkutan dengan cara suspended load ini
mengandung persentase massa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak
mengambang dalam massa dasar dan umumnya disertai memilah butir yang
buruk. Ciri lain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah
menyeluruh dasar aliran.

Gambar

3.3

Mekanisme

transportasi

mataerial

sedimen,

mber

Sapii,Benyamin. 2014. Geologi Dasar. Bandung: ITB


2. Bedload transport
Bedload transportasi adalah pengangkutan sedimen (dengan media angkut
air) melalui dasar sungai. Pengangkutan terjadi pada arus turbulent melalui
tiga cara, yaitu:
Traction/rolling (menggelinding pada dasar sungai).
Saltation (melompat-lompat di dasar sungai).
Sliding (meluncur di dasar sungai).

14

Proses pengangkutan sedimen menyebabkan perubahan morfologi butiran akibat


adanya pergesekan selama pengangkutan berlangsung. Permukaan butiran yang
runcing atau irregular akan terkikis menghasilkan butiran yang lebih bulat seiring
dengan bertambahnya jarak. Begitu pula dengan keseragaman butir, butiranbutiran yang berukuran besar akan diendapkan lebih dulu dibanding butiran
berukuran halus,sehingga sedimen yang diendapkan lebih jauh dari sumber akan
memiliki sortasi yang lebih baik.
4. Proses Pengendapan
Partikel

sedimen yang
terangkut akan
diendapkan

jika

media

angkut

sudah

tidak

mampu

lagi

membawanya.
Beberapa cara
pengendapan

sedimen

adalah:

1.

Pengendapan
secara mekanik; kapasitas angkut media (air) sangat tergantung pada
kecepatan aliran dan ukuran butir sedimen seperti ditunjukkan pada gambar
4.4 Semakin besar ukuran butir,maka pengangkutannya akan memerlukan
kecepatan aliran yang lebih besar pula. Butiran yang berukuran besar
umumnya terbawa tidak jauh dari sumbernya, Sedangkan yang berukuran
lebih kecil bisa terbawa lebih jauh dari sumbernya. pengendapan secara
mekanik akan terjadi jika energi yang berasal dari kecepatan aliran lebih kecil
dari gravitasi.

15

Gambar 4.4 Diagram Hjulstrom yang menunjukkan hubungan antara ukuran


butir dengan kecepatan aliran media angkut, sumber Sapii,Benyamin. 2014.
Geologi Dasar. Bandung: ITB
2.

Pengendapan secara kimiawi; tidak seperti sedimen klastik dan


organik,sedimen kimiawi bukan diendapkan karena menurunnya kecepatan
aliran. Sedimen kimiawi mengkristal dari larutan kemudian diendapkan.
Salah satu cara yang paling umum adalah melalui evaporasi. Jika air menguap
dari permukaan dan tidak ada suplay air baru, maka konsentrasi mineral yang
terlarut dalam air akan meningkat dan mulai mengendap dan terakumulasi di
dasar cekungan. Mekanisme lain yang dapat memicu terjadinya presipitasi
mineral adalah perubahan temperatur air. Pada saat air laut dengan temperatur
berbeda saling bercampur,maka mineral terlarut akan terkonsentrasi dan
mengendap. Sebagian besar mineral cenderung lebih cepat mengendap jika
terjadi penurunan temperatur air. Anomali terjadi pada beberapa mineral
seperti kalsit yang memiliki sifat sebaliknya. Mineral juga bisa diendapkan
secara kimiawi oleh aktivitas biologi dari beberapa organisme. Sebagai
contoh,aktivitas alga yang mengkonsumsi CO2 dari air akan menurunkan
keasaman air yang menyebabkan terjadinya pengendapan kalsit. Sejumlah
organisme laut lainnya juga menggunakan reaksi manipulatif seperti ini untuk
mengendapkan dan menggunakan mineral tertentu untuk membentuk
rangkanya.

3.

Pengendapan secara biologis (organik); material sedimen organik seperti


terumbu karang terbentuk oleh pertumbuhan organisme. Proses pengendapan
sedimen bisa terjadi pada berbagai lingkungan pengendapan. Tipe sedimen

16

yang dihasilkan dari pengendapan pun sangat tergantung pada lingkungan


pengendapannya. Lingkungan pengendapan sedimen (gambar 4.24), antara
lain adalah:

Darat, sungai, padang pasir ,danau, glacial.


Transisi,pantai,delta.
Laut dangkal.
Laut dalam.

Gambar

4.5

Lingkungan

pengendapan dan jenis sedimen


yang

terbentuk,

sumber

Sapii,Benyamin. 2014. Geologi Dasar. Bandung: ITB

5. Proses litifikasi
Litifikasi adalah proses sedimen baru yang urai perlahan-lahan berubah menjadi
batuan sedimen. Selama litifikasi terjadi perubahan-perubahan. Keseluruhan
perubahan secara kimia, fisika, dan biologi yang mempengaruhi sedimen sejak
diendapkan. Selama dan setelah litifikasi disebut diagenesis. Perubahan diagenesis
yang utama dan sederhana adalah kompaksi, sementasi, dan rekristalisasi.
1. Kompaksi
Beban akumulasi sedimen atau material lain menyebabkan hubungan
antarbutir menjadi lebih lekat dan air yang dikandung dalam ruang pori-pori
antarbutir terdesak keluar. Dengan demikian volume batuan sedimen yang
terbentuk menjadi lebih kecil, namun sangat kompak.
2. Sementasi
Dengan keluarnya air dari ruang pori-pori, material yang terlarut di dalamnya
mengendap dan merekat (menyemen) butiran-butiran sedimen. Material
semennya dapat berupa karbonat (CaCO3), silika (SiO2), oksida (besi), dan

17

mineral-mineral lempung. Proses-proses ini mengakibatkan porositas


sedimen menjadi lebih kecil dari material semula.
3. Rekristalisi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral yang kurang stabil dalam suatu
larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesis
atau jauh sebelumnya menjadi yang lebih stabil. Reksriatalisasi sangat umum
terjadi pada pambentukan batuan karbonat.

C. Jenis Jenis Batuan Sedimen


Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar
teksturnya menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan
sedimen non-klastika.
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk melalui proses mekanik sehingga material
penyusunnya tediri atas butiran (fragmen dan/atau matrik) berupa mineral yang
stabil terhadap pelapukan kimia dan tidak larut dalam air seperti silika, butiran
batuan, atau berbagai material keras lainnya. Butiran-butiran tersebut terangkut
dan terendapkan pada suatu cekungan, kemudian mengalami diagenesa. Variasi
komposisi batuan klastik terutama dipengaruhi oleh jarak pengangkutan material
sedimen sebelum mengalami diagenesa. Sebagian besar batuan dari kelompok ini
lebih dari satu mineral penyusunnya.
Contoh batuan sedimen klastik yaitu; konglomerat, batupasir, batulanau,
batuserpih, napal, batugamping klastik, dan lain-lain.
Fragmen-fragmen lepas hasil penghancuran atau rombakan secara mekanik dari
batuan yang sudah ada sebelumnya disebut sedimen klastik. Sedimen klastik
ditransport dalam berbagai cara, dapat bergulir ke bawah lereng akibat gravitasi,
terbawa gletser, angin, dan air. Saat transportasi berhenti, sedimen akan
terendapkan secara mekanik dengan sistem yang khas sesuai dengan mekanisme
transportasinya. Pengendapan akan terjadi karena energi pembawanya turun.
Sedimen yang meluncur, bergulir atau mengalir, ke bawah lereng baik oleh
gravitasi atau gletser pada umumnya merupakan campuran yang acak dari partikel

18

berbagai ukuran. Partikel sedimen

yang terbawa oleh angin atau air akan

terendapkan saat kecepatan angin atau aliran air berkurang. Ukuran partikel yang
terendapkan berhubungan dengan kecepatan media pembawanya. Makin besar
kecepatannya makin besar partikel yang terbawa. Perbedaan besar butir antara
yang halus dan yang kasar sangat ekstrem. Batuan sedimen klastik terdiri dari
fragmen berbagai ukuran. Butiran yang besar disebut fragmen dan diikat oleh
massa butiran-butiran yang lebih halus, yang dinamakan matriks.
2. Batuan sedimen non-klatik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk melalui proses
kimiawi atau aktivitas organisme atau gabungan keduanya. Proses pembentukkan
melalui :

Perespitasi langsung dari larutan (air) yang membentuk batuan sedimen

kimiawi.
Tumbuhan dan binatang mengekstraksi mineral terlarut dari air laut untuk
pembentukan rangkanya yang kemudian membentuk batuan sedimen

biokimia.
Sisa-sisa tumbuhan yang banyak mengandung karbon membentuk batuan
sedimen organik.

Sebagian besar material pembentuk batuan ini ditempat (autochthous), sehingga


komposisi mineralnya pun umumnya hanya terdiri atas satu jenis mineral
(monomineral).
Beberapa sedimen tidak terdiri dari partikel-partikel klastik, meskipun
komponennya telah mengalami transportasi. Komponen sedimen semacam ini
larut dalam air dan ditransport sebagai larutan kemudian diendapkan secara kimia.
Sedimen kimiawi/biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari proses kimiawi
suatu larutan, atau organisme bercangkang atau yang mengandung mineral silika
atau fosfat. Batuan yang termasuk dalam kumpulan ini adalah eevaporit, batuan
sedimen karbonat (batugamping dan dolomit), batuan sedimen bersilika (rijang),
endapan organik (batubara).

19

a) Golongan karbonat
Secara umum dinamakan batu gamping karena komposisi utamanya adalah
mineral kalsit (CaCO2). Sumber yang utama batugamping adalah terumbu yang
berasal dari binatang laut.
Pada batugamping klastik, sedimentasi sangat berperan, dimana bahan penyusun
merupakan hasil rombakan dari sumbernya. Jenis batugamping terdiri atas:

Batugamping klastik; kalsirudit,kalkarenit, kalsilutit dan batugamping

bioklastik atau batugamping kerangka


Batugamping non-klastik : batugamping terumbu dan batugamping kristalin.
Batugamping terumbu terdiri dari koral, foraminifera dan ganggang yang
saling mengikat satu sama lainnya. Batugamping kristalin merupakan hasil
penguapan larutan yang banyak mengandung CaCO3 yang membentuk kristal

kalsit yang bisa berubah menjadi dolomit.


b) Golongan evaporit
Umumnya batuan ini terdiri dari mineral, dan merupakan nama dari batuan
tersebut, misalya;

Anhidit yaitu garam CaSO4.


Gypsum yaitu garam CaSO4xH2O.
Halit yaitu garam NaCl.

c) Golongan silika
Teridiri dari batuan yang umumnya terendapkan dilingkungan laut dalam, bersifat
kimiawi dan kadang-kadang juga berasosiasi dengan organisme seperti halnya
radiola dan diatomea. Contoh batuan ini adalah rijang, radiolarit, dan tanah
diatome.

D. Karakteristik Batuan Sedimen


1. Struktur Batuan Sedimen
20

Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer, yaitu struktur yang


terbentuk pada saat pembentukkan batuan (pada saat sedimentasi). Batuan
sedimen umumnya memperlihatkan struktur perlapisan. Perlapisan terbentuk
karena adanya perubahan kodisi (energi pengangkutan dan suplai sedimen) pada
saat sedimen diendapkan yang ditunjukkan oleh perbedaan besar butir, warna
atau ketebalan. Perlapisan juga menunjukkan bidang kesamaan waktu
pengendapan.
a) Perlapisan sejajar (planar bedding)
Merupakan perlapisan yang saling sejajar. Terdiri atas:

Laminasi yaitu perlapisan sejajar dengan ketebalan < 1 cm.

Bedding yaitu perlapisan sejajar dengan ketebalan > 1 cm.

b) Perlapisan bersusun (graded bedding)


Merupakan susunan perlapisan dari butiran kasar pada bagian bawah
berangsur menjadi butiran halus pada bagian atas dalam satu perlapisan.
Struktur ini dapat dipakai sebagai petunjuk bagian bagian bawah dan bagian
atas dari perlapisan tersebut. Umumnya butir yang kasar merupakan bagian
bawah dan butir yanga halus merupakan bagian atas.
c) Perlapisan silang-siur (cross bedding)
Merupakan perlapisan yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan
berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan perlapisan.
Lapisan ini terutama terdapat pada batuan pasir.

d) Gelembur gelombang (ripple mark)


Bentuk perlapisan bergelombang, seperti berkerut dalam satu lapisan yang
merupakan ekspresi gelombang air saat sedimen diendapkan.
e) Flute cast
Struktur sedimen yang terdapat pada dasar suatu lapisan, terbentuk dari
gerusan air yang mengalir yang dapat dipakai untuk menetukan arus purba.
f) Load cast
Struktur sedimen yang terbentuk akibat pengaruh beban sedimen diatasnya.

21

2. Tekstur Batuan Sedimen


Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut butir
sedimen seperti besar butir, kebundaran, pemilahan dan kemas. Tekstur batuan
sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah
dialami batuan tersebut (terutama proses transportasi dan pengendapanannya)
dan dapat digunakan untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan batuan
sedimen.
a) Besar Butir
Besar Butir adalah ukuran/diameter butiran, yang merupakan unsur utama
dari batuan sedimen klastik, yang berhubungan dengan tingkat energi pada
saat transportasi dan pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala
Wentworth (Tabel 1)
Besar butir ditentukan oleh :

Jenis pelapukan : pelapukan kimiawi (butiran halus), pelapukan mekanis


(butiran kasar).

Jenis transportasi.

Waktu/jarak transportasi.

Resistensi.

SKALA WENTWORTH

22

Tabel 1. Klasifikasi besar butir, sumber sumber; Balfas, M.Dahlan. 2015.


Geologi Untuk Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
b) Pemilahan (sorting)
Pemilahan (sorting) adalah derajat keseragaman besar butir. Istilah yang
dipakai dalam pemilahan adalah terpilah sangat baik, terpilah baik, terpilah
sedang, terpilah buruk dan terpilah sangat buruk (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Pemilahan dan tingkat penamaan keseragaman butir, sumber;


Balfas, M.Dahlan.2015.Geologi Untuk Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

c) Kebundaran (Roundness)

23

Kebundaran (roundness) adalah tingkat kebundaran atau ketajaman sudut butir,


yang

mencerminkan

tingkat

abrasi

selama

transportasi.

Kebundaran

dipengaruhi oleh komposisi butir, besar butir, jenis transportasi, jarak


transportasi dan resistensi butir. Istilah yang dipakai dalam kebundaran adalah
very angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular (menyudut
tanggung), sub rounded (membundar tanggung), rounded (membundar) dan
well rounded (sangat membundar) (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Tingkat kebundaran butir, sumber; Balfas,M.Dahlan.2015.Geologi


Untuk Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
d) Kemas (fabric)
Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar
atau diantara semennya, sebagai fungsi orientasi butir dan packing. Kemas
secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam
sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Istilah yang
dipakai adalah kemas terbuka (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan kemas
tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Jenis-jenis kontak antar butir
(Gambar 2.8) :

24

Gambar 2.8 Kemas (jarak antar butir), sumber; Balfas,M.Dahlan.2015.Geologi


Untuk Petambangan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

25

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan

Batuan sedimen adalah rombakan batuan sebelumnya yang mengalami


pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya diangkut oleh air, udara, atau
es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan
pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen itu
kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, diagenesa dan

terbentuklah batuan sedimen.


Faktor yang mempengaruhi pembentukan batuan sedimen yaitu ; proses
pelapukan, erosi, proses pengendapan, proses pengangkutan pengendapan,

dan proses litifikasi.


Jenis-jenis batuan sedimen yaitu; batuan sedimen klastik dan batuan

sedimen non-klastik.
Karakteristik batuan sedimen yaitu struktur yang terdiri dari perlapisan
sejajar, perlapisan bersusun, perlapisan silang-siur, flute cast, dan Load
cast dan teksturnya terdiri dari besar butir, pemilahan, kebundaran dan
kemas.

2 Saran
Penulis menyarankan kepada mahasiwa teknik perminyakan untuk

membaca makalah ini agar menambah wawasan tentang batuan sedimen.


Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis

menyarankan pembaca untuk juga membaca dari refensi lain .


Penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca

DAFTAR PUSTAKA

26

Balfas, M. Dahlan. 2015. Geologi Untuk Petambangan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.
Sapiie, Benyamin. 2014. Geologi Dasar. Bandung: ITB
Sukandarrumidi. 2014. Geologi Bagian Pertama. Yogyakarta: UGM

LAMPIRAN

27

Anda mungkin juga menyukai