Anda di halaman 1dari 14

Laboratorium Mineralogi Petrologi

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

2.1.5 Batuan Beku Basa dan Ultra Basa


Batuan beku basa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung 45%
- 52% SiO2 dalam komposisinya. Kadungan mineral mineral penyusunnya
didominasi oleh mineral-mineral gelap (mafic). Batuan beku basa dapat terbentuk
secara plutonik umunya ataupun vulkanik. Adapun batuan beku secara pultonik
umunya batuan dari kerak samudra yang terbetnuk dari jalur tektonik divergen.
Sedangkan batuan beku yang terbentuk secara vulkanik adalah gunung api atau
intrusian yang ketebalan kerak buminya tidak terlalu tebal. Kehadiran mineral-
mineral seperti olivin, piroksin, hornblende, dan biotite, plagioklas dan sedikit
kuarsa. Warna pada batuan beku basa ini adalah umunya gelap karena kandungan
mineralnya yang dominan gelap dan ukuran butir dari batuan ini adalah halus hingga
kasar. Batuan beku basa dalam bentuk intrusi kebanyakan dike, sill, dan lelehan.
Bentuk intrusi tersebut berhubungan dengan sifat-sifat yang memiliki kekentalan
yang sangat rendah (encer) sehingga memasuki celah-celah yang sempit atau dapat
berupa lelehan yang luas pada permukaan batuan beku basa ini.
Batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang secara kimia mengandung
kurang dari 45% SiO2 dari komposisinya. Kandungan mineralnya didominasi oleh
mineral-mineral berat dengan kandungan unsur-unsur seperti Fe (besi/iron) dan Mg
(magnesium) yang disebut juga mineral ultramafik. Batuan beku ultrabasa hanya
dapat terbentuk secara plutonik, dikarenakan materi magma asalnya yang merupakan
magma induk (parent magma) yang berasal dari asthenosfer. Kehadiran mineralnya
seperti olivin, piroksin, hornblende, biotit dan sedikit plagioklas. Pada batuan beku
ultrabasa hampir tidak ditemukan mineral kuarsa. Batuan beku ultrabasa ini juga
hanya bertekstur afanitik karena sifat tempat terbentuknya yang plutonik. Batuan
beku ultrabasa yaitu batuan yang tersusun oleh mineral-mineral yang
ferromagnesium sehingga kenampakannya sangat gelap atau sangat hitam. Batuan ini
mudah lapuk terhadap air hujan seperti halnya batu gamping karena akan sifatnya
yang tidak tahan terhadap kondisi asam. Bentuknya dapat diketahui dengan jelas
karena batuan ini merupakan batuan dasar samudera yang umum lebih tua.
Kehadiran jenis batuan ultrabasa ini biasanya diakibatkan oleh obduksi, sehingga
banyak juga memberikan batas litologi dan zona sesar naik. Sehingga akibat aktivitas
tektonik, batuan ultrabasa banyak mengalami penghanturan atau pengerusan kekar-

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

kekar dan metamorfisme dinamis yang disertai dengan proses kristalisai,


serpentinisasi, dan lain-lain sebagainya. Temperatur pembekuan batuan beku
ultrabasa adalah di atas 1000 oC dan secara teoritis proses asimilasi berjalan
sempurna. Ciri khas dari pada batuan beku ultrabasa adalah batuan beku yang
mengandung silikat kurang dari 45% berwarna gelap.    Batuan ultrabasa adalah
batuan beku yang kandungan silikanya rendah (< 45 %), kandungan MgO>18 %,
tinggi akan kandungan FeO, rendah akan kandungan kalium dan umumnya
kandungan mineral mafiknya lebih dari 90%.
            Sebaran batuan ultrabasa di Indonesia cukup luas, mulai dari Aceh, Sumatra
Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya Barat dan Papua.
2.1.6 Jenis - jenis Magma
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah,
bersuhu antara 900⁰C-1200⁰C atau lebih dan berasal dari kerak bumi bagian bawah
atau selubung bumi bagian atas. Jenis-jenis magma ditentukan oleh komposisinya,
tiga tipe umumnya dikenal sebagai berikut :
1) Magma Basaltik : Magma dengan kandungan SIO2 nya sekitar 45%-55%,
kandungan Fe dan Mg serta kandungan K dan N yang rendah.
2) Magma Andesitik : Magma dengan kandungan SIO2 nya sekitar 55%-65%,
kandungan Fe, Mg, Ca, Na, serta K menengah
3) Magma Riolitik : Magma dengan kandungan SIO 2 sekitar 65%-75%,
kandungan Ge Mg dan Ca rendah, serta kandungan K dan Na yang tinggi
( Noor, 2009)
2.1.7 Ofiolit
Sampai saat ini kebanyakan ahli geologi percaya bahwa batuan ofiolit
merupakan fragmen dari kerak samudera yang terbentuk pada pematang tengah
samudera (mid-oceanic ridge) dan berimigrasi ke zona subduksi di dalam sabuk
lipatan batas benua. Ofiolit sudah dianggap sebagai kerak samudera yang merupakan
hasil pemekaran lantai samudera. Dimana ofiolit tersebut mendokumentasikan
pernah adanya cekungan samudera yang sekarang telah dimakan oleh proses
penunjaman (subduksi).

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

2.1.8 Hotspot
Hotspot adalah lokasi di permukaan bumi tempat kolom magma stasioner,
yang berasal jauh dari dalam mantel (mantle plume), yang telah perlahan-lahan naik
ke permukaan dan membentuk gunung berapi. Karena mantle plume rupanya tetap
stasioner (walaupun beberapa bukti menunjukan bahwa mereka mungkin tidak)
dalam mantel sementara piring bergerak ke atasnya, hotspot yang dihasilkan
meninggalkan jejak gunung berapi yang semakin punah dan semakin tua disebut
aseismic ridges yang merekam pergerakan lempeng (Noor, 2014)
2.1.9 Mid Oceanic Ridge
Mid Oceanic Ridges adalah fitur tektonik yang paling menonjol di Bumi.
Jikatidak ditutupi dengan air, pegunungan akan terlihat dari Bulan. Mid
oceanic ridges pada dasarnya adalah rekahan besar yang pecah, fitur besar yang
umumnya lebih lebarnya 1.500 km (lebar dari negara bagian Texas), dengan puncak
naik 3 km di atas dasar laut di sekitarnya.
Sebutan mid oceanic ridge adalah istilah umum untuk sistem gunung bawah
laut yang terdiri dari berbagai pegunungan, biasanya memiliki lembah yang dikenal
sebagai keretakan berjalan sepanjang tulangnya, dibentuk oleh lempeng tektonik.
Pegununggan ini berupa rangkaian pegunungan memanjang di dasar samudra dengan
puncak hingga mencapai 3000 m diatas langit samudra. Lebar mencapai 2000-2400
km dengan puncak tertinggi terletak pada kedalaman 1500-2000 m (Coleman, 1977)
2.1.10 Ocean Plate Stratigraphy

Gambar 2.8 Susunan Lantai Samudera


(Koleksi Pribadi)

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

Kerak samudera terdiri dari empat lapisan utama: (1) sedimen laut dalam,(2)
basal bantal, (3) sheeted dikes, dan (4) gabro. Meskipun kerak samudera jauh lebih
sulit dipelajari daripada kerak benua karena terletak jauh di bawah lautan,
penyelidikan seismik dasar laut memungkinkan ahli geologi untuk memahami
struktur internal dan komposisi kerak samudera. Pemahaman ini sangat ditingkatkan
dengan studi langsung dari dasar lautdi zona fraktur, dengan studi lapangan fragmen
kerak samudera yang ditusukkan ke benua (ophiolites), dan oleh studi Islandia,
bagian aktif dari oceanic ridges. Untungnya, banyak fragmen kerak samudera kuno,
dengan empat lapisannya didorong di benua. Di sini, ahli geologi dapat mempelajari
struktur kerak bumi dan jenis batuan, mendapatkan informasi yang diperlukan untuk
menafsirkan sifat dan asallapisan seismik yang dijelaskan di atas. Fragmen-fragmen
kerak samudera purba ini adalah dikenal sebagai ophiolites (secara harfiah "snake
rock") karena beberapa kesamaan dengan batuwarna dan tekstur kulit ular.

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

2.2.8 Dunit

Gambar 2.9 Dunit


(Koleksi Pribadi)
Pengamatan dan pengukuran batuan pertama di laboratorium adalah
batuan dunit dengan panjang 20 cm ; lebar 11 cm ; dan tinggi 7,5 cm. Batuan
dunit mempunyai putih bintik hitam. Memiliki jenis plutonik. Struktur dari
batuan dunit adalah massif. Batuan dunit memiliki derajat kristalisasi
holokristalin, granularitas fanerik, kemas bentuk anhedral dan relasi
equigranular. Pada sampel batu dunit memiliki komposisi mineral
didalamnya didominasi oleh olivine, yaitu sebanyak 90% dan sisanya
piroksen sebanyak 10%. Derajat kristalisasi yang dimiliki yaitu holokristalin,
menunjukkan bahwa dunit terdiri dari seluruh massa kristal sebagai
komposisi mineral penyusunnya. Relasi dunit adalah equigranular dengan
bentuk butir yang seragam. Pada dunit yang terdapat garis panjang berwarna
sedikit coklat dan ada bintik merah kecil. Garis tersebut adalah mineral vein.
Larutan hidrotermal yang berasosiasi dengan intrusi batuan beku mengalir
sepanjang kekar-kekar dan mengendapkan mineral-mineral sepanjang dinding
kekar, membentuk urat-urat mineral (mineral veins). Proses kristalisasi
fraksional pada magma akan membentuk suatu cairan sisa berupa cairan
silikat. Cairan ini tidak selalu cair karena adanya konsentrasi volatil. Bila
tekanan volatil mencukupi akan menyebabkan cairan terinjeksi di sepanjang
permukaan lemah pada batuan sekeliling yang mungkin merupakan bagian
dari batuan beku intrusi yang sama. Dengan jalan inilah pegmatite dan

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

mineral vein hidrotermal terbentuk. Endapan hidrotermal merupakan


pengembangan pegmatik dan terbentuk dari larutan yang lebih dingin dan
encer. Ciri khas endapan hidrotermal adalah urat-urat (vein) yang
mengandung sulfida, yang terbentuk karena pengisian celah pada batuan
semula. Namun banyak juga yang berupa suatu massa tak teratur, yang telah
mengganti sebagian atau seluruhnya. Pada batuan dunit ini urat-urat tersebut
terkena sisipan mineral kuarsa karena ketika di deret Bowen mineral olivin
terbentuk dulu, kuarsa berada dibagian akhir pembentukan, lalu terkena kekar
maka dari itu kekar tersebut terisi mineral kuarsa. Dunit tidak mengandung
karbonat karena tidak berbuih saat ditetesi HCl.
Menurut Walter T. Huang (1962) batuan dunit berstruktur masif
karena tidak adanya aliran jejak-jejak gas dan fragmen batuan lain yang
tertanam di dalamnya. Warna hijau pada dunit terjadi karena didominasi oleh
mineral olivin, lalu ada mineral piroksin yang berwarna hijau tua dan
hornblende. Batuan tersebut tergolong dalam batuan plutonik karena batuan
dunit terbentuk di dalam permukaan bumi dengan waktu yang terpitun lama.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya derajat kristal holokristalin yang
massa penyusunnyamerupakan massa kristal. Batuan dunit memiliki
granularitas fanerik yang ukuran butir kristalnya dapat diamati oleh mata
telanjang. Lalu, bentuk butir dari batuan tersebut anhedral karena batuan
tersebut sangat dibatasi oleh bidang kristal yang sempurna. Batuan ini
memiliki relasi equigranular karena ukuran butir yang ada cenderung
seragam.
Genesa dari batuan dunit merupakan batuan beku berjenis plutonik,
dimana proses pembentukannya terjadi di dalam permukaan bumi (intrusive)
dengan suhu berkisar antara 1200oC – 1000oC pada zona subduksi. Batuan
dunit terbentuk oleh magma yang berintrusi menuju permukaan bumi dan
mendingin perlahan karena suhu di luar berbeda dengan suhu di dalam bumi
kemudian membeku menjadi batuan dunit. Batuan dunit secara volume
ultramafic terbentuk pada saat diferensiasi batuan dasarnya. Magma yang
menjadi pembentuk batuan dunit banyak mengandung mineral olivin,
sehingga menyebabkan warna batuan dunit hijau terang. Struktur dari batuan

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

dunit adalah masif karena magma pembentuknya tidak menunjukkan adanya


jejak aliran, gas yang keluar, atau tidak menunjukkan fragmen batuan lain
yang tertanam di tubuhnya. Dunit memiliki granularitas fanerik dan termasuk
ke dalam batuan beku jenis plutonik, ukuran diameter kristalnya >30 mm.
Bentuk butirnya anhedral membutikan bahwa saat pembentukannya ada
tekanan yang tinggi sehingga bentuknya tak beraturan. Tekanan tinggi
tersebut metupakan tekanan dari dalam bumi dan ikut menjadi bukti bahwa
batuan ini merupakan batuan plutonik, yang terbentuk di dalam karena
tekanan di dalam bumi jauh lebih besar. Pada batuan plutonik mineral
berbutiran kasar, karena pendinginan yang lambat sehingga memberikan
kesempatan bagi kristal untuk tumbuh besar. Batuan dunit terbentuk oleh
magma intrusi dan perlahan magma medingin kemudian membeku menjadi
batuan dunit. Magma yang membentuk bantuan dunit banyak mengandung
mineral olivin.
Dunit biasanya digunakan untuk lantai bangunan, ornamen dinding
atau sebagai batu belah untuk pondasi bangunan serta digunakan untuk hiasan
(Danisworo, 2014). Dunit juga berfungsi untuk menyerap CO2 dan membantu
mengurangi perubahan iklim global melalui batu dipercepat pelapukannya.
2.2.9 Peridotite

Gambar 2.10 Peridotit


(Koleksi Pribadi)
Pengamatan dan pengukuran batuan kedua di laboratorium adalah
batuan peridotit, dengan panjang 6 cm ; lebar 6,5 cm ; dan tinggi 5,5 cm.
Batuan basalt mempunyai warna abu-abu kehitaman. Memiliki jenis
plutonik. Struktur dari batuan peridotite adalah massif. Struktur dari batuan

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

peridotite dengan derajat kristalisaisi holokristalin, granularitas fanerik,


kemas euhedral, dan relasi equigranular. Pada sampel batu peridotite,
memiliki komposisi mineral didalamnya yaitu olivin, piroksen, dan
plagioklas serta tidak berbuih ketika ditetesi HCl. Berdasarkan pada table
Walter T. Huang, nama batuan yang diamati adalah Peridotit. Peridotit
berwarna agak kehijauan karena mengandung mineral olivine yang berwarna
hijau. Sedangkan warna abu-abu yang ada pada batuan tersebut disebabkan
karena adanya mineral piroksen. Batuan ini berstruktur massif karena tidak
menunjukkan aliran ataupun jejak gas. Pada batuan tersusun seluruhnnya dari
kristal sehingga termasuk ke dalam golongan holokristalin. Batuan ini
memiliki ukuran butir yang tidak sempurna sehingga digolongkan ke dalam
butir euhedral.
Menurut Pellant (1992) peridotit terbentuk di daerah
magma yang bersifat intrusif seperti dike, sill, dan stok.
Batuan peridotit juga terbentuk karena diferensiasi yang
memerlukan waktu yang lama serta pada suhu yang tinggi.
Batuan peridotit berstruktur masif karena tidak adanya aliran jejak-jejak
gas dan fragmen batuan lain yang tertanam di dalamnya.Batuan ini tidak
mengalami reaksi yang berkaitan dengan jejak gas karena pada
permukaannnya yang tidak terdapat rongga. Peridotit memiliki derajat
kristalisasi holokristalin karena penyusun dari batuan tersebut secara
keseluruhannya adalah massa kristal. Jika diamati secara seksama, batuan ini
memiliki granularitas fanerik yang kristal-kristalnya tergolong kasar dan
dapat dilihat secara langsung.
Peridotit terbentuk jauh di bawah permukaan bumi sekitar 75 – 150
km, hal itu membuat peridotit tergolong kedalam batuan plutonik. Akibat dari
terbentuknya peridotit yang terbentuk di kedalaman 75 – 150 km membuat
peridotit mengalami pembekuan yang lama, hal itu membuat peridotit
memiliki butiran yang kasar, dengan fanerik halus, dan relasi inequigranular.
Pembentukan peridotit yang terjadi di kedalaman mengakibatkan peridotit
tidak memiliki bentuk butir yang sempurna seluruhnya, dan juga derajat
kristalisasi holokristalin akibat dari pembentukan batuan yang terjadi di

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

bawah permukaan bumi sehingga tidak memiliki massa dasar gelas. Warna
hijau tua gelap yang dimiliki batuan ini diakibatkan dari pembentukannya
yang sangat dalam dengan kandungan silika yang sangat sedikit sekali dan
tersusun oleh mineral mafik seperti olivin dan piroksen, hal itu membuat
batuan ini tergolong kedalam batuan beku plutonik ultra basa.
Peridotit memiliki fungsi sebagai bahan bangunan yaitu untuk
pembuatan lantai ataupun ornamen dinding yang mengandung estetika tinggi.
Peridotit juga memiliki tingkat kekerasan dan daya tahan yang cukup tinggi
sehingga dapat dijadikan perhiasan. Batuan ini biasanya dapat ditemukan di
Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Tengah.
2.2.10 Gabbro

Gambar 2.11 Gabbro


(Koleksi Pribadi)
Pengamatan dan pengukuran batuan ketiga di laboratorium adalah
batuan gabbro dengan panjang 5 cm ; lebar 4,5 cm ; dan tinggi 3 cm. Batuan
gabbro mempunyai putih bintik hitam. Memiliki jenis plutonik. Struktur dari
batuan gabbro adalah massif. Struktur dari batuan gabbro dengan derajat
kristalisasi holokristalin, granularitas fanerik, kemas bentuk anhedral dan
relasi equigranular. Pada sampel batu gabbro memiliki komposisi mineral
didalamnya yaitu hornblende, piroksen, dan plagioklas kalsik, serta tidak
berbuih ketika ditetesi HCl. Berdasarkan data hasil pengamatan yang
dilakukan di laboratorium dan mengacu pada table Walter T. Huang, nama
batuan yang diamati yaitu gabbro.
Menurut Bambang (2019) gabbro adalah batuan fanerik dan afanitik
yang terjadi karena kristalisasi magma mafik (45%-52% silikat). Memiliki

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

komposisi plagioklas yang kaya akan kalsium dan piroksen dengan sedikit
kandungan olivine dan amphibole.
Batuan gabbro merupakan batuan beku basa plutonik dimana
pembekuannya terjadi di dalam permukaan bumi (intrusive). Terbentuk dari
proses pembekuan magma pada suhu sekitar 1100oC – 900oC yang terbentuk
jauh di dalam kulit bumi, gabbro terbentuk di kerak samudera pada
kedalaman yang cukup dalam dengan kecepatan pendingin yang relatif
lambat. Gabbro mempunyai komposisi kimia basa yaitu karena kandungan
silica tersusun sebesar 45% - 52%. Batuan ini umumnya mempunyai tekstur
rata-rata equigranular, memiliki ukuran butir yang relatif seragam karena
mineraknya terbentuk di awal (masih di dalam permukaan bumi). Gabbro
umumnya bersifat massif karena magma pembentuknya tidak menunjukkan
adanya jejak aliran, gas yang keluar, atau tidak menunjukkan fragmen batuan
lain yang tertanam di tubuhnya.
Pengolahan dan pemanfaatan gabbro serupa dengan pengolahan dan
pemanfaatan granit. Karena gabbro mempunyai warna yang relatif lebih
gelap dibandingkan dengan granit, apabila akan dipergunakan untuk lantai
atau ornamen dinding, sebaiknya dipasang ditempat yang terang agar
menimbulkan kesan estetika tinggi. Keterdapatan batuan gabbro antara lain di
Kabupaten Manufahi, Daerah Hilimahu, Laelo, Manatuto ; Kalimantan
Tengah: Daerah Tengkiling ssebelah barat Palangkaraya (Sukandarrumidi,
2009).
2.2.11 Basalt

Gambar 2.12 Basalt


(Koleksi Pribadi)

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

Pengamatan dan pengukuran batuan keempat di laboratorium adalah


batuan basalt, dengan panjang 8 cm ; lebar 6 cm ; dan tinggi 4,5 cm. Batuan
basalt mempunyai warna hitam. Memiliki jenis vulkanik. Struktur dari batuan
basalt adalah skoria. Struktur dari batuan basalt dengan derajat kristalisaisi
hipokristalin, granularitas fanerik, kemas euhedral, dan relasi inequigranular.
Pada sampel batu basalt, memiliki komposisi mineral didalamnya yaitu biotit,
hornblende, dan plagioklas serta tidak berbuih ketika ditetesi HCl.
Berdasarkan pada table Walter T. Huang, nama batuan yang diamati adalah
Basalt. Bentuk batuan ini diamati berwujud tabung yang kemungkinan
merupakan sampel dari alat pengeboran karena pada sisi panjang tabung
terlihat halus seperti bekas gesekan. Tekstur batuan tersebut menunjukkan
derajat kristalisasi hipokristalin dengan adanya sebagian kilap kristal dan
kaca pada batuan, hal ini menunjukkan bahwa basalt tersusun oleh massa
gelas dan massa kristal. Relasi basalt adalah inequgranular. Pada sampel batu
basalt, memiliki komposisi mineral didalamnya yaitu piroksen, plagioklas,
dan hornblende, serta tidak berbuih ketika ditetesi HCl karena tidak
mengandung unsur karbonat.
Genesa batuan basalt adalah batuan beku yang membeku di dekat
permukaan. Basalt terbentuk pada permukaan bumi maka termasuk ke dalam
batu ekstrusif (vulkanik). Basalt terbentuk ketika pada saat terjadi erupsi
gunung berapi, lava basaltis yang bersuhu 900oC – 1000oC dan bersifat basa
ketika ke permukaan bumi. Basalt umumnya terbentuk dari proses
pembekuan yang cepat. Batuan basalt umumnya bersifat massif dan keras,
serta memiliki Kristal-kristal kecil, dan umumnya berwarna gelap sesuai
komposisinya yang banyak mengandung mineral biotit lalu sesuai dengan
pengamatan di laboratorium warna hitam kecoklatan. Struktur batuan basalt
adalah skoria, yaitu terdapat lubang-lubang bekas gas-gas magma yang
menerobos keluar dengan sendirinya karena perbedaan suhu dan tekanan dari
dalam bumi, aliran air yang meleewatinya yang selanjutanya terevaporasi
meninggalkan suatu endapan plagioklas di beberapa lubang.
Basalt dimanfaatkan untuk pondasi rumah. Apabila akan dibentuk
menjadi batu candi atau dibentuk menjadi batu tempel dengan ukuran

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

tertentu, penggergajian sistem basah pada balok hasil penambangan yang


dilakukan. Basalt apabila dimanfaatkan sebagai batu temple atau batu hias
pada tembok luar, dan ditempatkan di luar tidak ada masalah karena jenis
batuan tersebut cukup resisten. Bentukan balok dan basalt apabila disentuh
oleh seniman patung dengan rekayasan seni dapat dibentuk menjadi
patung/relief yang tentu saja akan meningkatkan nilai jual. Biasa ditemukan
di Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, Gorontalo, Jawa Barat,
Yogyakarta, dan Jawa Timur (Sukandarrumidi, 2009).

2.2.12 Diabas

Gambar 2.13 Diabas


(Koleksi Pribadi)
Pengamatan dan pengukuran batuan kelima di laboratorium adalah
batuan diabas, dengan panjang 6 cm ; lebar 4 cm ; dan tinggi 4,5 cm. Batuan
diabas mempunyai keabu-abuan. Memiliki jenis vulkanik. Struktur dari
batuan basalt adalah massif. Struktur dari batuan basalt dengan derajat
kristalisaisi hipokristalin, granularitas fanerik, kemas euhedral, dan relasi
equigranular. Pada sampel batu diabas, memiliki komposisi mineral
didalamnya yaitu orthoklas, piroksen, hornblende, dan plagioklas serta tidak
berbuih ketika ditetesi HCl. Berdasarkan pada table Walter T. Huang, nama
batuan yang diamati adalah Diabas.
Batuan ini berwarna abu-abu karena mengandung plagioklas kalsik
yang berwarna keabuan. Sedangkan warna hitam yang ada pada batuan ini

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

disebabkan karena adanya mineral piroksen dan hornblende. Batuan ini


memiliki struktur massif karena tidak ditemukan fragmen batuan lain. Diabas
termasuk ke dalam golongan holokristalin. Diabas memiliki ukuran butir
yang halus sehingga memiliki granularitas fanerik. Diabas memiliki mineral
yang berukuran beragam dan tidak sempurna sehingga batuan ini tergolong
anhedral.
Diabasik terbentuk di dalam permukaan bumi dengan suhu dan
tekanan tinggi yang menyebabkan pembentukannya memerlukan waktu yang
cukup lama. Batuan ini terbentuk pada suhu 900-1200℃. Magma pembentuk
batuan diabasik ini bersifat basa menerobos hingga mendekati permukaan
sehigga terbentuk penggumpalan di dalam celah-celah kedalaman yang tidak
terlalu jauh. Karena magma pembentuknya basa ,maka diabasik juga bersifat
basa sehingga memiliki warna gelap.
Diabas dapat digunakan sebagai batu pecah dan batu hias. Batuan ini
telah digunakan sebagai batu bangunan dan untuk mendirikan dinding
pertanian anti air. Dalam bidang industri diabas dapat digunakan sebagai
bangunan rumah atau dinding, pembuatan semen, agregat konstruksi dan
untuk jalan agregat (Noor, 2014).

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA
Coleman Robert G. 1977. Ophiolites, Ancuent Oceanic. Springer verlag Berlin,
New York
Danisworo. 2014. Minerologi dan Petrologi. Yogyakarta: UPN “Veteran”
Yogyakarta
Irawan, Bambang, dkk. 2019. Lingkungan Abiotik. Jilid 2. Airlangga University
Monica, Price. 2005. Rock and Minerals. New York : Simon and schuter’s.inc.
Noor, Djauhari. 2014. Penghantar Geologi. Bogor: Graha Ilmu
Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Indistri. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. Dorling Kindersley Publishing

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2

Anda mungkin juga menyukai