0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
22 tayangan6 halaman
Essai ini membahas pentingnya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila di era revolusi industri 4.0 untuk menjaga persatuan dan identitas bangsa Indonesia. Revolusi industri 4.0 menghadirkan tantangan seperti individualisme dan penyebaran berita hoaks yang berpotensi menggerus nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pendidikan sejarah dan bela negara perlu diperkuat untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila.
Essai ini membahas pentingnya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila di era revolusi industri 4.0 untuk menjaga persatuan dan identitas bangsa Indonesia. Revolusi industri 4.0 menghadirkan tantangan seperti individualisme dan penyebaran berita hoaks yang berpotensi menggerus nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pendidikan sejarah dan bela negara perlu diperkuat untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila.
Essai ini membahas pentingnya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila di era revolusi industri 4.0 untuk menjaga persatuan dan identitas bangsa Indonesia. Revolusi industri 4.0 menghadirkan tantangan seperti individualisme dan penyebaran berita hoaks yang berpotensi menggerus nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, pendidikan sejarah dan bela negara perlu diperkuat untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila.
Pancasila adalah dasar negara dan pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia yang menjadi arahan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pancasila merupakan dasar negara dan pedoman hidup Bangsa Indonesia. Pancasila dalam sistem perumusannya juga sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama, namun berkat seluruh pemikiran dan kerja keras para tokoh proklamasi, akhirnya pancasila dapat lahir sebagai ideologi bangsa. Pancasila disusun berdasarkan kehidupan sosial, budaya, adat istiadat yang sesuai dengan keadaan bangsa indonesia itu sendiri serta tidak memihak dalam satu pihak saja, dapat dibuktikan dengan berbagai macam implementasi dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pengamalan Pancasila bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi dan dihayati oleh seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral Pancasila dan bilamana hal ini berlangsung secara terus-menerus sehingga nilai pancasila telah melekat dalam hati sanubari bangsa Indonesia maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian Pancasila. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas (yaitu nilai-nilai Pancasila, sikap, dan karakter) sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain (Drs. Kaelan,1990:176).Penerapan nilai-nilai pancasila di sekolah dilakukan dengan konsep dasar yang tetap atau tidak berubah, hanya tinggal diaplikasikan dengan kreatifitas atau imajinasi masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi kekinian. Tidak ada yang salah dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, hanya saja cara kita memaknai Pancasila yang perlu di up to date. Era revolusi 4.0 adalah tren yang mengedepankan sistem teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital. Revolusi ini merupakan upaya transformasi menuju kemajuan dengan internet sebagai penopang utama. Gagasan ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 dalam Hannover Trade Fair. Pada tahun 2015, kanselir Jerman yakni Angela Merkel memperkenalkan gagasan ini di acara World Economic Forum. Dalam menghadapi era tersebut, nilai-nilai Pancasila perlu diperkuat guna mewujudkan cita-cita bangsa. Sukar dibayangkan bagaimana generasi muda dapat memperoleh wawasan pentingnya nilai-nilai Pancasila tanpa mempelajari dan meneladani kehidupan para pendahulunya. Oleh karena itu, proses penanaman dan pengembangan nilai ditempuh melalui pendidikan sejarah. Hal ini didasarkan pada fenomena perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti Artificial Intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan buatan yang mampu menggeser peran manusia dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut mengakibatkan persaingan kerja menjadi semakin ketat, tingkat pengangguran bertambah tinggi, dan meluasnya sikap individualisme dalam masyarakat. Di era revolusi 4.0 banyak sekali tantangan-tantangan yang membuat kita lupa akan adanya nilai-nilai Pancasila yang harus selalu diterapkan. Jika dilihat lebih dalam lagi, Pancasila ini berperan sebagai pengayom, sebagai pagar serta tameng bagi negara ini terhadap ancaman baik dalam maupun luar. Masyarakat jauh dari Pancasila karena mereka lupa bahwa Pancasila sebagai alat pemersatu, bisa jadi masyarakat tersebut mengambil prinsip-prinsip yang justru dari luar dan tidak sesuai dengan kultur serta kepribadian bangsa ini.Di sekolah, peserta didik diharapkan tetap mempelajari, memahami, dan mengerti sejarah serta melakukan kebiasaan kebiasaan yang sesuai dengan pancasila, contohnya: melakukan diskusi yang produktif, mengajak untuk berpikir sesuai kondisi mereka sehingga memunculkan ide-de kreatif (Estuning, Wawancara, Oktober 03, 2019). Pada sisi lain, adanya digitalisasi ini kemudian menjadi paradoks. Tidak dapat dipungkiri bahwa revolusi 4.0 ini juga membawa dampak negatif, terutama di bidang sumber daya manusia. Di era digital, bukanlah hal asing apabila berita hoaks, isu-isu SARA, penyebaran paham radikal, dekadensi moral, serta sikap intoleran terus menjalar di kalangan masyarakat. Sifat-sifat ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Kaelan,2004:79-84). Dengan terkikisnya nilai-nilai Pancasila, yang merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, maka upaya untuk merevitalisasi nilai- nilai Pancasila adalah suatu kebutuhan mendesak. Dalam hal ini, kurikulum pembelajaran sejarah menjadi pilar penting untuk menanamkan substansi nilai-nilai Pancasila (Nurul A, 2019). Pendidikan sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan kepribadian nasional dan jati diri bangsa Indonesia (Vijay, 2019). Selain itu, dengan tergerusnya nilai-nilai Pancasila, sangat berpotensi ancaman disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, menjadi penting bagi bangsa Indonesia untuk menguatkan kembali nilai-nilai bela negara. Upaya bela negara ini menjadi komponen pendukung proses revitalisasi nilai-nilai Pancasila di era revolusi 4.0. Tantangan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila akan dapat ditekan dengan penguatan nilai bela negara. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk membahas tentang bagaimana upaya merevitalisasi nila-nilai Pancasila melalui pembelajaran sejarah dengan muatan bela negara. Kelunturan nilai luhur tersebut terlihat dari memudarnya rasa Nasionalisme, banyak pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan menjadi seorang merkantilis atau menguntukan diri pribadinya saja. Sebagai salah satu solusinya generasi muda harus lebih memahami mengenai dasar negara, Pancasila. Di era disrupsi ini peran Pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia Hal ini dikarenakan adanya kecanggihan teknologi internet ini, batasan-batasan diantara negara seakan tak terlihat. Kedudukan Pancasila sebagai pilar bangsa yang mengandung nilai-nilai bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kini sudah tidak begitu penting lagi bagi beberapa kalangan generasi muda. Padahal apabila dasar negara kita terus-menerus mengalami ketergerusan seperti ini, kegoncangan dalam kehidupan di Indonesia tidak akan bisa terelakan. Lunturnya nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) sebagai dampak Revolusi 4.0 berpotensi menggerus persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Hal ini merupakan ancaman yang harus diantisipasi dan ditanggulangi. Disinilah bangsa Indonesia membutuhkan adanya ketahanan bangsa. Ketahanan bangsa merupakan kemampuan suatu bangsa untuk mempertahankan persatuan dan kesatuannya, memperkuat daya dukung kehidupannya, menghadapi segala bentuk ancaman yang dihadapinya sehingga mampu melangsungkan kehidupannya dalam mencapai kesejahteraan bangsa tersebut (Sumarsono, 2006 : 106). Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilai. Deviasi pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya. Selanjutnya era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan. Demikian juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri. Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berlangsung cepat serta untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Untuk menghadapi hal tersebut semua pihak dituntut untuk mengantisipasinya, agar dapat menjadi warga negara yang Indonesia yang baik (good citizen). Kesepakatan bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (way of life) saat ini semakin kabur era globalisasi dalam segala tatanan kehidupan yang mengarah kepada liberalisme menyebabkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, peran Pancasila dalam kehidupan di Indonesia sangat dibutuhkan saat ini karena kehidupan di Indonesia saat ini sudah semakin memprihatinkan. Implementasi fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup, juga akan menentukan keberhasilan fungsi Pancasila sebagai dasar negara. Jika setiap warga negara telah melaksanakan Pancasila sebagai pandangan hidup (mempunyai karakter/moral Pancasila), ketika yang bersangkutan diberi amanah menjadi penyelenggara negara tentu akan menjadi penyelenggara negara yang baik, paling tidak akan berusaha untuk menghindari tindakan- tindakan strategi kebudayaan yang mampu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala aspek kehidupan bangsa (Yudistira 2016). Contoh kasus hilangnya identitas dan persatuan bangsa Indonesia terlihat dari kurangnya rasa hormat dan menghargai terhadap orang lain, yaitu kasus rasisme mahasiswa Papua di Surabaya yang berujung dengan kerusuhan Wamena yang merugikan banyak korban yang tidak bersalah. Hal ini mencoreng identitas bangsa yang berlandaskan Pancasila, yaitu persatuan Indonesia. Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia menyiratkan berbagai pedoman hidup salah satunya yaitu semangat gotong royong. Gotong royong memiliki arti semangat bela rasa, bersatu, dan berbagi. Dalam menghadapi tantangan masa kini seputar individualisme dan sikap anti sosial, bangsa ini memerlukan adanya upaya revitalisasi nilai Pancasila, utamanya adalah nilai kebersamaan. Mengutip tulisan Yudi Latif di Kompas 1 Oktober 2019, gotong royong merupakan level tertinggi proses adaptasi manusia saat mengarungi tantangan seleksi kehidupan. Hal ini menandakan bahwa sikap tersebut mampu mengubah makhluk individu dengan kecenderungan simpanse (selfish) menjadi makhluk sosial dengan kecenderungan lebah (groupish). Sila keseimbangan lahir dan batin menurut Soepomo didasari bahwa Negara Indonesia yang bersatu akan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan akan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Maka negara yang demikian, hendaknya yang memakai dasar moral yang luhur. Selain itu dianjurkan kepada semua masyarakat agar beragama, walaupun urusan agama harus dipisahkan dengan urusan negara. Kemudian sila musyawarah menurutnya harus dibentuk Badan Musyawarah agar pemimpin negara berjiwa satu dengan wakil rakyat, sehingga keputusan yang didapat nantinya dapat diterima oleh semua pihak. Sedangkan sila keadilan rakyat didasarkan pada anggapan bahwa, bila negara bertindak sebagai penyelenggara keadilan rakyat maka Indonesia akan bersatu dan adil. Sistem ekonomi rakyat Indonesia menurut Soepomo diatur berdasarkan asas kekeluargaan, tolong menolong dan sistem kooperasi. Penjelasan gagasan Soepomo tentang dasar negara menunjukan bahwa dalam merumuskan dasar negara tersebut haruslah sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia, agar tercipta kehidupan yang adil dan damai. Maka kita sebagai generasi penerus bangsa harus dapat mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu para akademisi intelektual juga menilai gagasan yang disampaikan Soepomo tersebut yang mengilhami dalam menyusun Undang-Undang Dasar 1945 nantinya. Era revolusi menghadapkan bangsa Indonesia pada berbagai konsekuensi arus perkembangan yang semakin luas dan instan. Setiap ideologi dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tantangan dan perkembangan baru. Puluhan tahun berlalu sejak Pancasila dilahirkan tetapi keluhuran nilai-nilainya sebagai ideologi negara terus menjadi angan dengan kurangnya kemampuan untuk menerapkannya ke dunia nyata. Usaha membudayakan semangat gotong royong berkaitan erat dengan pendidikan karakter yang diperkenalkan kedalam pembelajaran di sekolah melalui peristiwa sejarah dan studi kepahlawanan. Dengan demikian generasi muda mampu menemukan keteladanan untuk ditanamkan sebagai nilai dasar. Dalam era revolusi 4.0 ini, proses pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kecanggihan teknologi memacu peningkatan kreativitas generasi muda. Salah satu sarana efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan yaitu dengan penggunaan media film. Amanat yang ingin disampaikan melalui media film relatif dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Hampir seluruh film sejarah di Indonesia menyiratkan pentingnya semangat gotong royong seperti Kartini (2017), Sultan Agung (2018), dan Soegija (2012). Hal tersebut memotivasi generasi muda untuk menerapkan semangat gotong royong dalam menghadapi sikap individualisme masyarakat masa kini. Penumbuhkembangan semangat gotong royong dalam proses pembelajaran juga dapat dilakukan dengan pengadaan unjuk kerja berkelompok. Tugas dapat berupa presentasi, debat, maupun penelitian sejarah. Hal ini mendorong partisipasi aktif setiap individu untuk terlibat dalam proses pengerjaan tugas. Adapun sarana lainnya yaitu kegiatan Pesta Rakyat dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Umumnya dalam peringatan hari bersejarah tersebut akan didapati berbagai perlombaan seperti egrang, tarik tambang dan bakiak. Dengan demikian nilai gotong royong dapat tertanam di setiap peserta didik. Semangat gotong royong meliputi nilai kebersamaan, rela berkorban, dan tolong-menolong. Era Revolusi 4.0 menghadapkan bangsa Indonesia pada tantangan dalam mempertahankan nilai-nilai Pancasila. Kecanggihnya teknologi berbasis digital telah menggerus nilai-nilai konsensus kebangsaan yang bersumber pada Pancasila.Sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Sejarah menjadi pilar penting dalam upaya untuk merevitalisasi nilai nilai Pancasila. Pembelajaran sejarah dengan muatan bela negara merupakan instrumen penting untuk mengokohkan Pancasila sebagai ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Melalui sejarah diharapkan bisa menyadarkan bangsa Indonesia tentang pentingnya membela dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri