Anda di halaman 1dari 6

Novani Rahayu R. J.

114190074
Pancasila (L)

Essai Tentang Pancasila


Pancasila adalah dasar negara dan pandangan hidup seluruh rakyat Indonesia yang
menjadi arahan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-hari
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pancasila merupakan dasar negara dan pedoman
hidup Bangsa Indonesia. Pancasila dalam sistem perumusannya juga sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang lama, namun berkat seluruh pemikiran dan kerja keras para tokoh
proklamasi, akhirnya pancasila dapat lahir sebagai ideologi bangsa. Pancasila disusun
berdasarkan kehidupan sosial, budaya, adat istiadat yang sesuai dengan keadaan bangsa
indonesia itu sendiri serta tidak memihak dalam satu pihak saja, dapat dibuktikan dengan
berbagai macam implementasi dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Pengamalan Pancasila bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami, diresapi dan
dihayati oleh seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral Pancasila dan bilamana hal
ini berlangsung secara terus-menerus sehingga nilai pancasila telah melekat dalam hati
sanubari bangsa Indonesia maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian
Pancasila. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas (yaitu nilai-nilai
Pancasila, sikap, dan karakter) sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain
(Drs. Kaelan,1990:176).Penerapan nilai-nilai pancasila di sekolah dilakukan dengan konsep
dasar yang tetap atau tidak berubah, hanya tinggal diaplikasikan dengan kreatifitas atau
imajinasi masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi kekinian. Tidak ada yang salah
dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, hanya saja cara kita memaknai Pancasila yang perlu
di up to date.
Era revolusi 4.0 adalah tren yang mengedepankan sistem teknologi informasi dan
komunikasi berbasis digital. Revolusi ini merupakan upaya transformasi menuju kemajuan
dengan internet sebagai penopang utama. Gagasan ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2011
dalam Hannover Trade Fair. Pada tahun 2015, kanselir Jerman yakni Angela Merkel
memperkenalkan gagasan ini di acara World Economic Forum. Dalam menghadapi era
tersebut, nilai-nilai Pancasila perlu diperkuat guna mewujudkan cita-cita bangsa. Sukar
dibayangkan bagaimana generasi muda dapat memperoleh wawasan pentingnya nilai-nilai
Pancasila tanpa mempelajari dan meneladani kehidupan para pendahulunya. Oleh karena itu,
proses penanaman dan pengembangan nilai ditempuh melalui pendidikan sejarah. Hal ini
didasarkan pada fenomena perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti Artificial
Intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan buatan yang mampu menggeser peran manusia
dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut mengakibatkan persaingan kerja menjadi semakin
ketat, tingkat pengangguran bertambah tinggi, dan meluasnya sikap individualisme dalam
masyarakat.
Di era revolusi 4.0 banyak sekali tantangan-tantangan yang membuat kita lupa akan
adanya nilai-nilai Pancasila yang harus selalu diterapkan. Jika dilihat lebih dalam lagi,
Pancasila ini berperan sebagai pengayom, sebagai pagar serta tameng bagi negara ini terhadap
ancaman baik dalam maupun luar. Masyarakat jauh dari Pancasila karena mereka lupa bahwa
Pancasila sebagai alat pemersatu, bisa jadi masyarakat tersebut mengambil prinsip-prinsip
yang justru dari luar dan tidak sesuai dengan kultur serta kepribadian bangsa ini.Di sekolah,
peserta didik diharapkan tetap mempelajari, memahami, dan mengerti sejarah serta melakukan
kebiasaan kebiasaan yang sesuai dengan pancasila, contohnya: melakukan diskusi yang
produktif, mengajak untuk berpikir sesuai kondisi mereka sehingga memunculkan ide-de
kreatif (Estuning, Wawancara, Oktober 03, 2019).
Pada sisi lain, adanya digitalisasi ini kemudian menjadi paradoks. Tidak dapat
dipungkiri bahwa revolusi 4.0 ini juga membawa dampak negatif, terutama di bidang sumber
daya manusia. Di era digital, bukanlah hal asing apabila berita hoaks, isu-isu SARA,
penyebaran paham radikal, dekadensi moral, serta sikap intoleran terus menjalar di kalangan
masyarakat. Sifat-sifat ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila (Kaelan,2004:79-84). Dengan terkikisnya nilai-nilai Pancasila, yang merupakan
pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia, maka upaya untuk merevitalisasi nilai-
nilai Pancasila adalah suatu kebutuhan mendesak. Dalam hal ini, kurikulum pembelajaran
sejarah menjadi pilar penting untuk menanamkan substansi nilai-nilai Pancasila (Nurul A,
2019). Pendidikan sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan kepribadian nasional dan
jati diri bangsa Indonesia (Vijay, 2019).
Selain itu, dengan tergerusnya nilai-nilai Pancasila, sangat berpotensi ancaman
disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, menjadi penting bagi bangsa Indonesia untuk menguatkan
kembali nilai-nilai bela negara. Upaya bela negara ini menjadi komponen pendukung proses
revitalisasi nilai-nilai Pancasila di era revolusi 4.0. Tantangan dalam mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila akan dapat ditekan dengan penguatan nilai bela negara. Oleh karena itu,
menjadi hal yang penting untuk membahas tentang bagaimana upaya merevitalisasi nila-nilai
Pancasila melalui pembelajaran sejarah dengan muatan bela negara.
Kelunturan nilai luhur tersebut terlihat dari memudarnya rasa Nasionalisme, banyak
pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan menjadi seorang merkantilis atau
menguntukan diri pribadinya saja. Sebagai salah satu solusinya generasi muda harus lebih
memahami mengenai dasar negara, Pancasila. Di era disrupsi ini peran Pancasila tentulah
sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia Hal ini
dikarenakan adanya kecanggihan teknologi internet ini, batasan-batasan diantara negara seakan
tak terlihat. Kedudukan Pancasila sebagai pilar bangsa yang mengandung nilai-nilai
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kini sudah tidak begitu penting lagi bagi beberapa
kalangan generasi muda. Padahal apabila dasar negara kita terus-menerus mengalami
ketergerusan seperti ini, kegoncangan dalam kehidupan di Indonesia tidak akan bisa terelakan.
Lunturnya nilai-nilai kebangsaan (nasionalisme) sebagai dampak Revolusi 4.0
berpotensi menggerus persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Hal ini merupakan ancaman
yang harus diantisipasi dan ditanggulangi. Disinilah bangsa Indonesia membutuhkan adanya
ketahanan bangsa. Ketahanan bangsa merupakan kemampuan suatu bangsa untuk
mempertahankan persatuan dan kesatuannya, memperkuat daya dukung kehidupannya,
menghadapi segala bentuk ancaman yang dihadapinya sehingga mampu melangsungkan
kehidupannya dalam mencapai kesejahteraan bangsa tersebut (Sumarsono, 2006 : 106).
Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilai. Deviasi
pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, dan penyimpangan dari
makna yang seharusnya. Selanjutnya era globalisasi menuntut adanya berbagai perubahan.
Demikian juga bangsa Indonesia pada saat ini terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan
oleh pengaruh dari luar maupun dari dalam negeri. Perubahan-perubahan yang dihadapi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berlangsung cepat serta untuk
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Untuk menghadapi hal
tersebut semua pihak dituntut untuk mengantisipasinya, agar dapat menjadi warga negara yang
Indonesia yang baik (good citizen). Kesepakatan bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa (way of life) saat ini semakin kabur era globalisasi dalam
segala tatanan kehidupan yang mengarah kepada liberalisme menyebabkan nilai-nilai
Pancasila yang merupakan nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara semakin
ditinggalkan. Oleh karena itu, peran Pancasila dalam kehidupan di Indonesia sangat dibutuhkan
saat ini karena kehidupan di Indonesia saat ini sudah semakin memprihatinkan.
Implementasi fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup, juga akan menentukan
keberhasilan fungsi Pancasila sebagai dasar negara. Jika setiap warga negara telah
melaksanakan Pancasila sebagai pandangan hidup (mempunyai karakter/moral Pancasila),
ketika yang bersangkutan diberi amanah menjadi penyelenggara negara tentu akan menjadi
penyelenggara negara yang baik, paling tidak akan berusaha untuk menghindari tindakan-
tindakan strategi kebudayaan yang mampu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai luhur
Pancasila dalam segala aspek kehidupan bangsa (Yudistira 2016). Contoh kasus hilangnya
identitas dan persatuan bangsa Indonesia terlihat dari kurangnya rasa hormat dan menghargai
terhadap orang lain, yaitu kasus rasisme mahasiswa Papua di Surabaya yang berujung dengan
kerusuhan Wamena yang merugikan banyak korban yang tidak bersalah. Hal ini mencoreng
identitas bangsa yang berlandaskan Pancasila, yaitu persatuan Indonesia.
Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia menyiratkan berbagai pedoman hidup
salah satunya yaitu semangat gotong royong. Gotong royong memiliki arti semangat bela rasa,
bersatu, dan berbagi. Dalam menghadapi tantangan masa kini seputar individualisme dan sikap
anti sosial, bangsa ini memerlukan adanya upaya revitalisasi nilai Pancasila, utamanya adalah
nilai kebersamaan. Mengutip tulisan Yudi Latif di Kompas 1 Oktober 2019, gotong royong
merupakan level tertinggi proses adaptasi manusia saat mengarungi tantangan seleksi
kehidupan. Hal ini menandakan bahwa sikap tersebut mampu mengubah makhluk individu
dengan kecenderungan simpanse (selfish) menjadi makhluk sosial dengan kecenderungan
lebah (groupish).
Sila keseimbangan lahir dan batin menurut Soepomo didasari bahwa Negara Indonesia
yang bersatu akan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan akan memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur. Maka negara yang demikian, hendaknya yang memakai dasar
moral yang luhur. Selain itu dianjurkan kepada semua masyarakat agar beragama, walaupun
urusan agama harus dipisahkan dengan urusan negara. Kemudian sila musyawarah menurutnya
harus dibentuk Badan Musyawarah agar pemimpin negara berjiwa satu dengan wakil rakyat,
sehingga keputusan yang didapat nantinya dapat diterima oleh semua pihak. Sedangkan sila
keadilan rakyat didasarkan pada anggapan bahwa, bila negara bertindak sebagai penyelenggara
keadilan rakyat maka Indonesia akan bersatu dan adil. Sistem ekonomi rakyat Indonesia
menurut Soepomo diatur berdasarkan asas kekeluargaan, tolong menolong dan sistem
kooperasi. Penjelasan gagasan Soepomo tentang dasar negara menunjukan bahwa dalam
merumuskan dasar negara tersebut haruslah sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia,
agar tercipta kehidupan yang adil dan damai. Maka kita sebagai generasi penerus bangsa harus
dapat mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu para
akademisi intelektual juga menilai gagasan yang disampaikan Soepomo tersebut yang
mengilhami dalam menyusun Undang-Undang Dasar 1945 nantinya.
Era revolusi menghadapkan bangsa Indonesia pada berbagai konsekuensi arus
perkembangan yang semakin luas dan instan. Setiap ideologi dipaksa untuk menyesuaikan diri
dengan tantangan dan perkembangan baru. Puluhan tahun berlalu sejak Pancasila dilahirkan
tetapi keluhuran nilai-nilainya sebagai ideologi negara terus menjadi angan dengan kurangnya
kemampuan untuk menerapkannya ke dunia nyata. Usaha membudayakan semangat gotong
royong berkaitan erat dengan pendidikan karakter yang diperkenalkan kedalam pembelajaran
di sekolah melalui peristiwa sejarah dan studi kepahlawanan. Dengan demikian generasi muda
mampu menemukan keteladanan untuk ditanamkan sebagai nilai dasar.
Dalam era revolusi 4.0 ini, proses pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Kecanggihan teknologi memacu peningkatan kreativitas generasi muda. Salah
satu sarana efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan yaitu dengan penggunaan
media film. Amanat yang ingin disampaikan melalui media film relatif dapat diterima dengan
baik oleh peserta didik. Hampir seluruh film sejarah di Indonesia menyiratkan pentingnya
semangat gotong royong seperti Kartini (2017), Sultan Agung (2018), dan Soegija (2012). Hal
tersebut memotivasi generasi muda untuk menerapkan semangat gotong royong dalam
menghadapi sikap individualisme masyarakat masa kini.
Penumbuhkembangan semangat gotong royong dalam proses pembelajaran juga dapat
dilakukan dengan pengadaan unjuk kerja berkelompok. Tugas dapat berupa presentasi, debat,
maupun penelitian sejarah. Hal ini mendorong partisipasi aktif setiap individu untuk terlibat
dalam proses pengerjaan tugas. Adapun sarana lainnya yaitu kegiatan Pesta Rakyat dalam
rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Umumnya dalam peringatan hari bersejarah
tersebut akan didapati berbagai perlombaan seperti egrang, tarik tambang dan bakiak. Dengan
demikian nilai gotong royong dapat tertanam di setiap peserta didik. Semangat gotong royong
meliputi nilai kebersamaan, rela berkorban, dan tolong-menolong.
Era Revolusi 4.0 menghadapkan bangsa Indonesia pada tantangan dalam
mempertahankan nilai-nilai Pancasila. Kecanggihnya teknologi berbasis digital telah
menggerus nilai-nilai konsensus kebangsaan yang bersumber pada Pancasila.Sejarah
merupakan peristiwa masa lalu yang bisa dijadikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia.
Sejarah menjadi pilar penting dalam upaya untuk merevitalisasi nilai nilai Pancasila.
Pembelajaran sejarah dengan muatan bela negara merupakan instrumen penting untuk
mengokohkan Pancasila sebagai ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Melalui sejarah diharapkan bisa menyadarkan bangsa Indonesia tentang pentingnya
membela dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai