Anda di halaman 1dari 10

Laboratorium Mineralogi Petrologi

Jurusan Teknik Lingkungan


Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

BAB III
BATUAN PIROKLASTIK
3.1 Dasar Teori
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik, dihasilkan
oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung berapi, serta asal
material penyusun yang berbeda. Material penyusun tersebut terendapkan dan
terkonsolidasi sebelum mengalami proses lainnya oleh air maupun es. Batuan hasil
gunung berapi dapat berupa suatu hasil lelehan dan produk dari ledakan yang bersifat
fragmental dari bentuk cair, gas, atau padat (Suharwanto, 2017).
Piroklastik berasal dari kata “pyro” yang berarti pijar dan klastik adalah
bentuk fragmental. Piroklastik terdiri dari fragmen-fragmen pijar berukuran halus
(debu) hingga berukuran bongkahan-bongkahan besar yang disemburkan pada saat
terjadi hingga letusan. Fragmen-fragmen tersebut berasal dari bauan yang telah ada
yang membentuk pipah tubuh gunung berapi tersebut dan berasal dari magma yang
turut terseret ketika gas dengan tekanan kuat menghembus ke udara. Bongkah-
bongkah berukuran besar mencapai 100 ton yang mampu terlempar hingga jarak 10
km dari pusatnya. Piroklastik dapat diangkut oleh udara, piroklastik kasar kemudian
dijatuhkan disekitar gunung berapi, sedangkan piroklastik halus dibawa angina ke
tempat yang lebih jauh bahkan dapat berada di udara selama beberapa hari.
Disamping oleh udara, piroklastik yang jatuh di sekeliling tubuh gunung api juga
diangkut oleh media air hujan yang mengalir melalui lereng sebagai aliran lumpur
yang pekat dan disebar ke dataran rendah. Batuan piroklastik dikelompokkan
berdasarkan susunannya secara umum, cara terjadinya, ukuran fragmen, keadaan
pada saat disemburkan hingga jatuh ke permukaan bumi, dan berdasarkan tingkat
konsolidasinya. Namun pengelompokkan piroklastik yang paling banyak digunakan
adalah didasarkan pada ukuran, bentuk fragmen, dan tingkat konsolidasinya (Noor,
2009).
3.1.1 Struktur Batuan Piroklastik
a. Massif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang
tertanam dalam tubuhnya.
b. Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan
pada batuan ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

dimana ukuran dari bentuk ini adalah umumnya 30 – 60 cm dan jaraknya


berdekatan, khas pada vulkanik bawah laut.
c. Joint atau kekar, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang
tertanam secara tegak lurus arah aliran.
d. Vesikuler, merupakan struktur batuan beku ekstrusi yang ditandai
dengan lubang-lubang sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.
e. Skoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang
gasnya). Layaknya seperti vesikuler tetapi tidak menunjukkan arahnya yang
teratur.
f. Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh
mineral sekunder seperti zeolite, karbonat dan bermacam silika.
g. Xenolith, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan
yang masuk atau tertanam ke dalam batuan beku. Struktur ini terbentuk
sebagai akibat peleburan tidak sempurna dari suatu batuan samping di dalam
magma yang menerobos.
h. Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-
fragmen dari lava itu sendiri.

3.1.2 Tekstur Batuan Piroklastik

Tekstur batuan piroklastik dapat dikatakan mirip degan tekstur batuan


sedimen klastik, seperti ukuran bentk, pembundaran, kemas, dan pemilahan batuan.
Namun, perbedaan struktur batuan piroklastik dengann batuan sedimen adalah
struktur tersebut tergantung pada tenaga letusan, penguapan, tegangan permukaan,
dan pengaruh seretan. Kenampakan yang menjadi ciri batuan pirokalstik, yaitu
bentuk butir yang runcing serta adanya batu apung.

a. Ukuran Bentuk (Grain Size)


Pemerian ukuran butir didasarkan pada skala WenWorth, yaitu
Tabel 5.1 Skala WenWorth

Nama Butir Ukuran Butir (mm)


Bongkah (Boulder) 256
Brangkal (Couble) 256-64
Krakal (Pebble) 64-6
Nama : Novani Rahayu R. J.
NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

Krikil (Granule) 4-2


Pasir Sangat Kasar (Very Coarse Sand) 2-1
Pasir Kasar (Coarse Sande 1-½
Pasir Sedang (Medium Sand) ½-1/4
Pasir Halus (Fine Sand) ¼-1/8
Pasir Sangat Halus (Very Fined Sand) 1/8-1//16
Lanau (Silt) 1/16-1/265
Lempung (Clay) <1/265
(Suharwanto,2018)
b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran butir penyusun batuan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin beragam ukuran butirnya, maka
pemilahannya semakin baik. Pemilahan batuan piroklastik, yaitu pemilahan
baik (well sorted), pemilahan sedang (moderated sorted), dan pemilahan
buruk (poorly sorted).
c. Kebundaran (Roundness)
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran dimana sidar
ini hanya dapat diamati pada batuan dengan butir kasar.
d. Kemas (Fabric)
Kemas batuan piroklastik dibagi menjadi dua, yaitu : (Noor, 2009)
1. Kemas terbuka : hubungan antara massa dasar dan fragmen butiran
yang kontras sehingga terlihat fragmen butiran mengambang diatas massa
dasar batuan.
2. Kemas tertutup : hubungan antara fragmen butiran yang relatif
seragam, sehingga massa dasar tidak terlihat

3.1.3 Komposisi Mineral

Komposisi mineral batuan piroklastik dibagi menjadi :

a. Mineral Sialis (Silisium – Aluminium)

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

Mineral sialis terdiri atas mineral kuarsa yang hanya ditemukan pada
batuan piroklastik yang kaya akan kandungan silika, mineral feldspar, dan
mineral feldspathoid.
b. Mineral Ferromagnesia
Mineral ferromagnesia merupakan minerak yang kaya akan kandungan
ikatan unsur Fe dan Mg silikat dan terkadang disusul dengan unsur Ca-
silikat. Mineral ferromagnesia dapat berupa kelompok mineral piroksen
dan olivine.
c. Mineral Tambahan
Mineral tambahan pada batuan piroklastik dapat berupa mineral
hornblende, biotit, magnetit, dan ilmenite.

Komposisi Mineral Batuan Piroklastik

Fisher, 1984 dan Williams, 1962 mengelompokkan material penyusun batuan


– batuan piroklastik sebagai berikut :

a. Kelompok Juvenil (Essential)


Bila material penyusun dikeluarkan langsung dari magma, terdiri dari
padatan, atau partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan
kristal (pyrogenic crystal).
b. Kelompok Cognate (Accessory)
Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari
letusan sebelumnya, dari gunung api yang sama atau tubuh vulkanik yang
lebih tua dari dinding kawah.
c. Kelompok Bahan Asing (Accidental)
Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari
batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku, sedimen,
dan metamorf, sehingga mempunyai komposisi beragam.

3.1.4 Klasifikasi Batuan Piroklastik

Material piroklastik dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu :

1. Bom Gunung Api

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

Gumpalan – gumpalan lava yang mempunyai ukuran >64mm, sebagia


atau seluruh baiannya plastis saat tererupsi. Terkadang bom memiliki
ukuran sangat besar :
a. Bom Pita (Ribbon Bombs) : Bentuknya memanjang dan sebagian
besar gelembung memanjang kearah yang sama. Bom pita sangat
kental serta mempunyai bentuk menyudut.
b. Bom Inti (Cored Bombs) : Bom yang mempunyai inti dari material
terkonsolidasi terlebih dahulu, dapat dari sisa erupsi sebelu,nnya pada
gunung api yang sama.
c. Bom Kerak Roti (Bread Crust Bomb) : Bom dimana bagian luarnya
seperti kulit roti. Hal tersebut dikarenakan bagian luar bom yang cepat
mendingin dan menyusut.
2. Blok Gunung Api
Merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari
fragmen batuan yang sudah memadat lebih dahulu dengan ukuran >64 mm.
blok selalu menyudut atau equidimentional.
3. Lapilli
Merupakan hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuran 2 mm hingga 64
mm. Bentuk khusus lapilli terdiri dari jatuhan lava yang diinjeksi dalma
bentuk cair, kemudian membeku di udara. Lapilli mempunyai bentuk
membola atau memanjang dan berakhir dengan meruncing.
4. Debu Gunung Api
Batuan piroklastik yang berukuran 2 mm sampai 1/256 mm yang dihasilkan
oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif. Ada pula debu gunung
api yang terjadi karena proses pergesekan pada saat erupsi gunung api.

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

3.2 Pembahasan

3.2.1 Batu Apung

Gambar 3.1 Batu Apung


(Koleksi Pribadi)
Pada pengamatan pertama, ditemukan panjang sampel 7 cm ; lebar 5
cm ; dan tinggi 3,5 cm. Batuan ini memiliki warna abu-abu kecoklatan
dengan jenis piroklastik. Batuan ini memiliki struktur skoria. Diindentifikasi
memiliki ukuran butir pasir halus sampai pasir sangat halus. Batuan ini
memiliki komposisi sialis. Batu ini dapat mengapung di air serta mudah
menyerap air. Nama batuan ini adalah Batu Apung.
Menurut Bonewitz, 2012 batu apung merupakan batuan vulkanik yang
berpori dan seperti busa, apung dibuat ketika magma mencair jenuh gas
meletus seperti layaknya minuman berkarbonasi dan mendingin begitu cepat
sehingga dihasilkan busa membeku menjadi gelas yang penuh gelembung
gas. Lubang pada buih dapat bulat, memanjang, atau berbentuk tabung,
tergantung pada aliran lava yang mengeras. Bahan kaca yang membentuk
batuapung bisa dalam bentuk benang, serat, atau partisi antara cekungan.
Memiliki kepadatan rendah karena banyak dipenuhi udara pori-pori.
Batu apung adalah batuan piroklastik yang terjadi dari proses
pembekuan magma yang terbentuk di atas permukaan bumi pada suhu rata-
rata 880oC. Batuan ini terbentuk dari magma asal oleh letusan gunung api
yang mengeluarkan materialnya ke udara. Batu apung mempunyai massa

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

yang ringan serta berpori. Batu apung tergolong batuan piroklastik,


dikarenakan batuan ini terbentuk dari serangkaian proses vulkanik. Struktur
lava batuan ini memiliki banyak kandungan gas, sehingga pada batuan
tersebut gas-gas akan keluar dengan cara melubang atau menerobos batu
tetapi tidak dalam wakt yang bersamaan sehingga menghasilkan lubang-
lubang yang tidak beraturan disebut skoria.
Batu apung dapat digunakan sebagai bahan tahan api, dinding
penyekat ruangan dalam bentuk lembaran. Disamping itu berfungsi pula
sebagai bahan isolasi panas dan suara atau untuk isolasi kamar/ peredam.
Sebagai bahan penyaring setelah diproses dengan ukuran butir tertentu
(Sukandarrumidi, 2009).
3.2.2 Obsidian

Gambar 3.2 Obsidian


(Koleksi Pribadi)
Pada pengamatan di laboratorium mengenai sampel batuan yang
diamati memiliki panjang 4,3 cm, dengan lebar 3,4 cm dan tinggi 2,4 cm.
Sesuai pengamatan batuan ini berwarna hitam. Jenis batuannya piroklastik,
dan struktur batuannya masif. Batuan pirosklastik ini mempunyai tekstur
amorf karena ukuran butir,kemas,pemilahan serta kebundaran batuan ini tidak
bisa diamati dengan mata telanjang karena terlalu halus. Komposisi
mineralnya terdiri atas 60% massa gelas, mineral ferromagnesia terdiri dari
36% piroksin dan mineral tambahan 4% magnetit. Berdasarkan pengamatan
dengan melihat ciri fisik suatu batuan dapat disimpulkan bahwa batuan ini
adalah Obsidian.
Menurut Sukandarrumi, 1998 obsidian merupakan batuan pirosklastik
yang terbentuk akibat letusan gunung api. Obsidian merupakan hasil
Nama : Novani Rahayu R. J.
NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

pembekuan magma yang kaya silika. Pembekuan terjadi demikian secara


cepat sehingga mineral yang terbentuk tidak sempat mengkristal dengan baik
dan kedudukan kristalnya tidak beraturan.lingkungan pembentukannya
berada dijalur aliran lava yang bersifat asam.
Obsidian memiliki warna hitam karena mengandung besi dan
magnesium. Batuan ini terbentuk dari ledakan gunung api sehingga magma
keluar dengan cepat dan membeku dengan cepat pula di luar permukaan
bumi. Obsidian memiliki struktur amorf atau tidak memiliki struktur karena
tidak ada mineral yang dapat mengkristal pada batuan ini sehingga yang
terlihat hanya massa gelas saja. Obsidian terbentuk dari hasil gunung api
yang meletus. Ketika gunung api meletus magma akan keluar dari permukaan
bumi dan terjadi pembekuan magma yang kaya akan silika. Karena
pembentukan magma yang sangat cepat maka membuat batu obsidian tidak
ada kristal didalamnya, sehingga hanya massa gelas.
Obsidian dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kesadahan air, karena
materialnya tidak berpori dan tidak larut dalam air. Batuan ini juga memiliki
sifat yang keras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan.
Obsidian yang berwarna terang dan transparan dapat digunakan sebagai batu
mulia.
3.2.3 Tuff

Gambar 3.3 Tuff


(Koleksi Pribadi)

Pada pengamatan ketiga didapat sampel dengan panjang 13 cm ; lebar 3


cm ; dan tinggi 7,5 cm. Batuan ini memiliki warna krem dan termasuk batuan
piroklastik. Batuan ini memiliki struktur masif. Pada tekstur batuan sampel

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

diidentifikasi memiliki ukuran butir pasir halus dan pemilahan yang baik.
Memiliki kebundaran membundr dan kemas tertutup. Ketika ditetesi HCl
sampel tidak berbuih. Batuan tersebut adalah batuan Tuff.
Menurut Bonewitz, 2012 tuff merupakan batuan berpori yang relatif
lunak dan terbuat dari abu dan sedimen lain yang dikeluarkan dari bentilasi
vulkanik yang ada lalu dipadatkan menjadi batuan dan dikenal sebagai tuff.
Tuff berasal dari magma yang keluar dari permukaan sebagai campuran gas
panas dan partikel pijar dan dikeluarkan dari gunung api. Tuff dapat
bervariasi dalam tekstur dan menentukan sifat akhir dari tuff. Tuff dapat
bervariasi baik dalam tekstur atau komposisi kimia dan mineral karena variasi
dalam kondisi pembentukannya dan komposisi bahannya yang dikeluarkan.
Tuff merupakan jenis batuan piroklastik yang mengalami proses
pembentukan di atas permukaan bumi dengan suhu lebih dari 1100oC. Batuan
Tuff mula-mula terbentuk pada saluran magma menuju permukaan yang
kemudian keluar dalam bentuk debu (ash). Kondisi dimana abu yang
dikeluarkan memadat menentukan sifat akhir tuff. Tuff memiliki kebundaran
yang membundar, tuff juga memiliki kemas tetutup karena terlihat butirannya
batuan ini saling menyentuh satu sama lainnya.
Tuff digunakan untuk bangunan-bangunan sebagai semen alam. Batuan
tuff lebih mudah kontak dengan air, setelah itu mengeras dan tak tertembus
air (pembuatan batako). Tuff dapat digunakan sebagai bahan pondasi
bangunan. Lalu dapat dignakan sebagai komposisi pembentuk keramik. Tuff
juga dapat dimanfaatkan sebagai campuran semen (Anonim, 2014).

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2
Laboratorium Mineralogi Petrologi
Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN “Veteran” Yogyakarta 2019/2020

DAFTAR PUSTAKA

Boneswitz, Lois Ronald. 2008. Rocks and Minerals: The Dedinitive Visual Guide.
London: Dorling Kindersley Limited
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Suharwanto. 2017. Petunjuk Praktikum Mineralogi Petrologi. Yogyakarta: Lab.
Mineralogi Petrologi
Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Nama : Novani Rahayu R. J.


NIM : 114190074
Plug :2

Anda mungkin juga menyukai