BATUAN METAMORF
8.1 Pendahuluan
8.1.1 Tinjauan Materi
Pada kuliah ini akan diuraikan mengenai pengertian metamorfisme, klasifikasi
batuan metamorf, jenis jenis metamorfisme, zona dan fasies metamorfisme serta
metasomatisme.
Batuan metamorf merupakan salah satu dari jenis batuan yang keterdapatannya
terbatas pada suatu daerah dengan kondisi geologi tertentu, seperti sabuk
169
pegunungan, batas kontinen dan daerah- daerah tektonik aktif. Keterdapatannya
yang sangat terbatas dan proses pembentukannya yang sangat kompleks
menjadikan batuan ini dijadikan salah satu media oleh para ahli geologi,
khususnya ahli petrologi untuk mempelajari dinamika bumi. Selain itu, batuan
ini juga merupakan sumber dari mineralisasi logam-logam ekonomis dan batu
dimensi atau yang lebih dikenal dengan batu mulia yang bernilai sangat mahal
yang banyak diburu oleh kolektor, baik dari dalam maupun luar negeri.
170
Pada suhu yang sangat tinggi, batuan akan mengalami proses melting atau
peleburan. Titik lebur batuan ini merupakan batas tertinggi dari proses
metamorfisme. Suhu peleburan sangat bergantung pada tekanan, komposisi
batuan dan ketersediaan air. Sebagai contoh, pada tekanan 500 Mpa dengan
ketersediaan air, batuan granitik akan melebur pada suhu 660°C sementara
batuan basaltik membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu sekitar 800°C. Apabila
air tidak hadir, maka titik lebur akan semakin tinggi. Granit gneiss akan melebur
pada suhu 1000°C sedangkan batuan basaltik akan melebur pada suhu sekitar
1120°C. Batuan batuan metamorf yang mempunyai titik lebur tinggi tersebut
dinamakan dengan batuan metamorf bersuhu sangat tinggi atau ultrahigh
temperature metamorphic rock (UHT) yang biasanya berupa magnesian- dan
aluminous-rich gneisses. Temperatur pada bagian bawah lempeng kontinen
didaerah yang secara geologi aktif diperkirakan sekitar 750-850°C dan batuan
metamorf yang terbentuk di daerah ini disebut dengan istilah granulite. Kondisi
ini kemudian dijadikan sebagai batas atas dari proses metamorfisme.
Adanya kenaikan larutan magma merupakan gejala yang fenomena pada suatu
daerah yang secara geologi sangat aktif. Panas yang dilepaskan oleh magma
yang membeku menyebabkan terjadinya proses metamorfisme disekitar magma
tersebut yang akan menghasilkna kontak yang disebut dengan aureole pada
kedalaman yang rendah dan menghasilkan adanya kenaikan tekanan beberapa
mega pascal.
171
paling tidak 6 Gpa. Batuan metamorf yang terbentuk pada proses metamorfisme
tekanan yang sangat tinggi diistilahkan dengan ultrahigh pressure metamorphic
rock. Proses ini menggambarkan kondisi dimana batuan yang berasal dari kerak
mengalami subduksi sampai dengan kedalaman lebih dari 100 km.
172
8.2.3 Faktor yang mempengaruhi proses Metamorfisme
Proses metamorfisme sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sering
disebut dengan agen metamorfisme (metamorphic agent) diantaranya yaitu
batuan asal atau protolith selain suhu dan temperatur, cairan dan waktu.
Pada suhu dibawah 150°C, umumnya mineral masih dalam kondisi stabil. Namun
adanya kenaikan suhu akan menyebabkan laju reaksi akan bertambah dan akan
menghasilkan mineral mineral baru. Pada kondisi diatas 600°C, mineral mineral
akan mulai melebur. Hal ini menandakan bahwa suhu merupakan fungsi dari
adanya bertambahnya kedalaman dan kehadiran larutan magma (gambar 8.2).
Bertambahnya kedalaman akan membuat batuan terpanaskan oleh timbunan
diatasnya (burial) sementara adanya terobosan magma dapat menimbulkan
adanya perubahan tekanan. Tekanan dalam proses metamorfisme bersifat
sebagai stress yang mempunyai besaran serta arah. Tekanan biasanya akan
dimanifestasikan dalam tekstur batuan sedimen. Tekstur batuan metamorf
memperlihatkan bahwa batuan ini terbentuk dibawah differensial stress, atau
tekanannya tidak sama besar dari segala arah. Kenaikan tekanan yang diterima
pada suatu batuan akan akan menyebabkan rongga antar butiran (pori-pori)
pada batuan tersebut berkurang dan cairan yang ada pada rongga antar butiran
akan keluar sehingga densitasnya akan menjadi besar. Berbeda dengan batuan
beku yang terbentuk melalui lelehan dan dibawah pengaruh uniform stress atau
mempunyai besaran yang sama dari semua arah, tekanan pada batuan metamorf
merupakan tekanan differential (differential stress). Oleh karena itu batuan beku
akan memperlihatkan orientasi mineral yang tidak beraturan sedangkan batuan
metamorf akan memperlihatkan orientasi mineral yang teratur. Letak mineral
biotit dalam granit misalnya, tidak beraturan (A), sedangkan dalam batuan
metamorf memperlihatkan kesejajaran yang tegak lurus arah stress utama,
terbesar (B). Pertumbuhan rekristalisasi mineral baru mengikuti arah tegasan
yang terkecil, tegak lurus tegasan utama (gambar 8.3).
Cairan atau larutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi proses
metamorfime. Pori-pori pada batuan sedimen atau batuan beku terisi oleh cairan,
yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral. Pada suhu tinggi cairan
yang ada pada rongga anta butiran ini akan membentuk uap. Dibawah suhu dan
tekanan yang tinggi terjadi pertukaran unsur dari larutan ke mineral-mineral dan
sebaliknya. Fungsi cairan ini merupakan media transport dari larutan ke mineral
dan sebaliknya, sehingga mempercepat proses metamorfisme (gambar 8.4). Jika
173
larutan tidak tersedia atau sedikit sekali maka metamorfisme berlangsung
dengan lambat karena perpindahannya melalui diffusi antar mineral yang padat.
- WAKTU
Dalam proses metamorfisme, waktu merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh. Proses rekristalisasi mineral dalam fase padat berlangsung sangat
lambat dan dalam waktu yang lama. Secara umum, ukuran butir mineral akan
semakin besar seiring dengan berjalannya waktu dan sebaliknya mineral yang
berbutir halus menggambarkan proses metamorfisme yang singkat serta suhu
dan tekanan rendah.
174
Gambar 8.3. Differential pressure pada proses metamorfisme yang menghasilkan
orientasi mienral mineral penyusun batuan metamorf.
175
Gambar 8.4. Pengaruh suhu dan tekanan pada proses metamorfisme
Metamorfisme kontak
176
Gambar 8.5 Jenis metamorfisme kontak (atas) dan proses pembentukan aureole
(bawah)
Metamorfisme Regional
177
daerah sabuk pegunungan dan pada daerah tumbukan antara kontinen dengan
kontinen. Perlipatan dan patahan akan menyebabkan ketebalan dari kontinen
membesar. Biasanya berasosiasi dengan kehadiran tubuh batolit. Adanya
kenaikan suhu dan tekanan pada jenis metamorfisme ini akan menghasilkan
kenaikan derajat metamorfisme (metamorphic grade) (gambar 8.6).
178
Gambar 8.7. Derajat metamorfisme (metamorphic grade) yang dibentuk oleh jenis
metamorfisme regional.
179
8.2.5. Tekstur Batuan Metamorf
Pada umumnya metamorfisme berlangsung dibawah differential stress yang akan
menghasilkan reaksi metamorfisme. Reaksi metamorfisme kemudian akan
menghasilkan perubahan tekstur yaitu berupa rekristalisasi dimana batas batas
butiran akan semakin mendekat dan bersentuhan satu sama lainnya. Apabila
differential stress ini terus berlangsung, mineral-mineral pipih seperti mika dan
khlorit mulai berkembang dan tumbuh berorientasi, yang lembaran-lembarannya
berarah tegak lurus terhadap stress maksimum. Lembaran-lembaran mika baru
yang sejajar ini membentuk sebuah tekstur planar yang disebut dengan foliasi
(foliation). Umumnya tekstur foliasi akan dibentuk oleh jenis metamorfisme
regional (gambar 8.8). Foliasi sendiri berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
folium yang berarti daun sehingga batuan yang berfoliasi akan membentuk
lembaran lembaran yang menyerupai daun. Selain tekstur foliasi, batuan
metamorf akan menghasilkan tekstur yang tidak berfoliasi atau non-foliated yang
dihasilkan melalui proses metamorfisme kontak.
180
a. Tekstur Foliasi menampakkan adanya orientasi atau penjajaran mineral
penyusun batuan metamorf. Berdasarkan kenampakan tekstur batuan
asalnya batuan metamorf dapat dibagi menjadi dua yaitu : kristoblastik dan
palimpsest.
1. Kristoblastik, yaitu jika tekstur batuan asalnya tidak terlihat lagi. Dalam
penamaannya digunakan akhiran blastik kemudian kita lihat kemasnya, dan
gunakan istilah :
181
a. Slaty, menampakan belahan-belahan yang sangat halus, umumnya terdiri
dari mineral yang pipih dan sangat halus.
b. Phylitic, foliasi sudah mulai ada, oleh kepingan-kepingan halus mineral mika,
terdiri atas bentuk kristal lepidoblastik.
c. Schistose, foliasi sudah mulai jelas oleh kepingan mineral mika, dengan
belahan yang merata yang terdiri dari selang-seling bentuk kristal
lepidoblastik dan granoblastik.
d. Gneissic, foliasi diperlihatkan oleh penyusunan mineral granular dan pipih
(mika), belahan tidak rata atau terputus-putus.
Gambar 8.9 Struktur yang ditunjukkan oleh batuan metamorf yang mempunyai
tekstur foliasi.
182
b. Tekstur Non Foliasi, ditunjukkan dengan kenampakan tidak berlapis atau
berlembar. Adapun struktur yang biasa terdapat pada batuan metamorf non
foliasi ini adalah :
Gambar 8.10. Tekstur batuan yang dibentuk oleh proses metamorfisme kontak
183
Tabel 8.2. Tekstur batuan metamorf
184
satu parameter. Adapun paramater yang sering dan umum dipergunakan adalah
kombinasi parameter tekstur dan batuan asalnya atau protolith (tabel 8.3).
185
Berdasarkan protolithnya, batuan metamorf dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (tabel 8.4):
1. Protolith Serpih Dan Mudstone
Baik serpih maupun mudstone umumnya terdiri dari mineral kuarsa, berbagai
mineral lempung, kalsit dan felspar. Metamorfisme derajat rendah menjadikan
mineral mineral ini menjadi batusabak atau slate. Pada kondisi ini muskovit dan
atau chlorit akan mengkristal dan akan membentuk tekstur yang disebut slaty
clevage (gambar 8.11).
Filit (Phyllite)
186
Gambar 8.12. Kenampakan filit
187
Gneiss
2. DARI BASALT
Sekis Hijau (green schist)
Mineral utama dalam basat adalah olivin, plagioklas dan piroksen yang bersifat
anhidrous. Bila basalt mengalami metamorfisme dimana H2O masuk kedalam
batuan maka akan terbentuk himpunan mineral-mineral yang hidrous yaitu
mineral mineral yang mempunyai komposisi kimia mengandung H2O. Pada
derajat rendah terbentuk himpunan mineral seperti klorit, plagioklas, epidot dan
kalsit. Batuan yang dihasilkan setingkat dengan derajat pembentukan batusabak
(slate) dengan penampilannya yang berbeda dan menunjukkan adanya foliasi
seperti filit. Batuan metamorf yang dihasilkan memperlihatkan warna yang khas
yaitu warna hijau yang menunjukkan kehadiran khlorit dan batuannya dinamakan
dengan nama sekis hijau atau green schist.
188
Apabila batuan basalt ini mengalami tekanan yang tinggi, batuan yang akan
dihasilkan adalah batuan yang disebut dengan eclogite (gambar 8.15).
Gambar 8.15 Batuan yang dihasilkan oleh proses metamorfisme pada basalt.
189
Gambar 8.16 Kenampakan amfiboli
Marmer (Marble)
Marmer merupakan batuan metamorf yang terdiri dari butiran kalsit yang
berukuran kasar dan kristalin serta saling mengunci (interlocking). Saat
rekristalisasi batugamping, bidang perlapisan, fossil dan segala ciri batuan
sedimen sebagian besar hilang. Hasil akhirnya adalah batuan berbesar butir
190
seragam, dengan tekstur tersendiri, seperti gula. Marmer murni, seluruhnya
terdiri dari kalsit yang menampakkan warna putih bersih (gambar 8.18). Adanya
pengotoran pada marmer oleh bahan organik, pirit, limonit dan sedikit silikat
membuat marmer menunjukkan warna tertentu.
KUARSIT (QUARTZITE)
Kuarsit adalah batuan metamorf yang berasal dari batupasir yang mengalami
metamorfisme yang menyebabkan rongga-rongga antar butir pada batupasir
terisi silika dan mengalami rekristalisasi. Kesan butiran terkadang masih terlihat
namun adanya proses rekristalisasi mengubah seluruh struktur butiran yang ada.
191
Tabel 8.4 Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan batuan asalnya
Konsep ini kemudian dikenal dengan istilah Barrovian Zone dan digunakan
sampai kini untuk memetakan daerah daerah yang disusun oleh batuan
metamorf pelitik.
192
Tabel 8.5. Tabel distribusi mineral indeks zona metamorfisme
193
Gambar 8.20. Konsep fasies metamorfisme
Gambar 8.21. Diagram pressure dan temperatur (P-T path diagram) yang
memperlihatkan konsep facies dihubungkan dengan kondisi suhu dan tekanan
serta kedalaman.
194
Gambar 8.22 Hubungan lingkungan pembentukan tektonik dan fasies metamorf
Fasies sub greenschist adalah fasies yang digunakan untuk menerangkan fasies
zeolit dan fasies prehnite-pumpelite yang merupakan fasies yang terbentuk pada
kondisi suhu dan tekanan yang sangat rendah. Fasies ini dicirikan dengan
kehadiran mineral zeolit dan prehnit juga actinolit. Proses metamorfisme tidak
cukup tinggi untuk menghasilkan mineral mineral seperti Na-amfibol. Fasies ini
juga merupakan fasies awal menuju ke metamorfisme greenschist dan blueschist.
Greenschist facies
Pada kondisi suhu dan tekanan greenschist facies, basalt yang berasal dari
pematang tengah samudera (MORB) akan merubah menjadi greenschist dengan
kumpulan mineral berupa aktinolit + klorit + epidot + albite±kuarsa. Kecuali
albite dan kuarsa, ketiga mineral lainnya memperlihatkan warna hijau yang
kemudian menjadi ciri khas dari batuan metamorf yang terbentuk pada fasies ini.
Apabila batuan asal yang mengalami metamorfisme dalam fasies ini adalah
batuan pelitik, maka mineral yang hadir adalah muskovit+klorit+kloritoid+albit.
Fasie ini mempunyai kisaran suhu sekitar 300°C sampai 500°C pada tekanan yang
rendah sampai menengah. Batas dengan fasies amfibolit sangat gradual. Pada
suhu sekitar 450°C batuan metabasik yang termetamorfisme akan menghasilkan
hornblende untuk mengganti aktinolit sebagai hasil reaksi antara klorit dan
epidot. Kenampakan batuan yang terbentuk dalam facies amfibolite dapat dilihat
pada gambar 8.22.
195
Gambar 8.22. Kenampakan batuan yang terbentuk pada fasies greenshcist
Amphibolite facies
Pada fasie amfibolite, batuan metabasalt akan berubah menjadi amfibolite yang
mengandung plagioklas (andesin – oligoklas) + hornblende + kuarsa. Fasies ini
dicirikan dengan melimpahnya hornblende (biasanya diatas 50%). Epidot
terkadang masih bisa dijumpai pada suhu yang rendah dalam fasies ini. Garnet
seringkali hadir sebagai penciri dan bersama dengan piroksin menandakan suhu
yang tinggi dalam fasie ini. Pada umumnya himpunan mineral yang bisa dijadikan
indikator adalah hornblende + plagioklas. Batuan jenis lainnya yang
termetamorfisme menunjukkan kumpulan mineral yang bervariasi yang
tergantung dari batuan asalnya. Staurolit, kyanit dan sillimanite juga merupakan
mineral khas dalam fasies ini. Apabila protolithnya adalah batugamping, maka
tremolite biasanya hadir sebagai penanda. Pada intinya semua batuan yang
termetamorfisme dikatakan sebagai amfibolite fasies apabila dijumpai kumpulan
mineral hornblende + plagioklas + kuarsa.
196
Gambar 8.23. Batuan fasies amfibolit
Granulite Facies
Fasies granulite biasanya diperlihatkan oleh batuan derajat tinggi yang terbentuk
pada kondisi suhu yang tinggi pada metamorfisme orogenik. Pada fasies ini
MORB yang termetamorfisme akan memperlihatkan kumpulan klinopiroksin +
plagioklas + ortopiroksin + kuarsa. Klinopiroksin merupakan mineral yang baru
yang menggantikan hornblende pada fasie amfibolite. Mineral mika sudah tidak
bisa dijumpai lagi pada fasies ini. Salah satu penciri utama adalah kehadiran dari
dua jenis piroksi, yaitu klinopiroksin dan ortopiroksin.
197
Blueschist facies
Istilah blueschist facies diperoleh dari adanya kehadiran mineral glaukofan dan
mineral Na-amfibol lainnya yang berwarna biru pada batuan batuan yang
terbentuk dalam fasies ini. Umumnya mineral mineral biru tersebut berasosiasi
dengan kumpulan mineral berupa lawsonite + zoisite + epidote + grante + klorit +
phengite (mika putih) + paragonite + kloritoid + talk + kyanite + jadeitik piroksin +
ankerite + aragonite (gambar 8.25). Pada fasies ini felspar sama sekali tidak
dijumpai juga biotit. Fasies in terbentuk pada kondisi suhu yang rendah dengan
tekanan yang tinggi yang biasanya terbentuk pada sebuah sistem subduksi
(gambar 8.27). Dulunya fasies ini dikenal dengan nama glaucophane facies.
Batuan yang terbentuk pada fasies ini pada umumnya dijumpai pada daerah
ofiolit kompleks yang dihasilkan oleh proses subduksi dan kemudian
teralihtempatkan dipermukaan. Kumpulan mineral yang paling khas pada fasies
ini yaitu glaukofan + epidote + phengite + paragonite + chlorite ± Mg-kloritoid ±
quartz ± garnet.
Eclogite facies
198
sebagai tambahan dari garnet + omphacite. Eclogite yang bersuhu menengah
dapat dihasilkan dari adanya penebalan kerak yang disebabkan oleh kerak
kontinen yang saling tumpang tindih, sementara pada eclogite bersuhu tinggi
biasanya mineral hydrous akan absen yang digantikan oleh mineral kyanite.
Eclogite biasanya hadir dalam bentuk blok blok yang secara tektonik
tertransportasi bersama batuan dari fasies metamorfisme lainnya atau daerah
melange yang biasanya dijumpai pada zona akresi dan zona subduksi serta
kompleks blueschist. Eclogite yang berasal dari batuan ultramafik dapat
mengandung olivin dan garnet. Sedangkan yang berasal dari metagranite akan
menghasilkan jadeite + kuarsa sebagai pengganti albit. Tidak ada batas tekanan
maksimal dari fasies ini dan tekanan maksimal yang dilaporkan adalah 6.5 Gpa.
Batuan kerak yang termetamorfisme dalam fasies ini mengandung inklusi intan
didalam garnet yang menandakan tekanan sebesar 4.5 Gpa. Istilah ultrahigh
metamorphism (UHP) digunakan untuk menjelaskan batuan dalam fasies ini yang
mengandung inklusi coesite.
199
Gambar 8.27. Ilustrasi lingkungan pembentukan blueschist dan amfibolite facies
200
Tabel 8.7 Kumpulan mineral pada fasies zeolit - greenshicts
201
8.2.10 Metasomatisme
Proses metamorfisme merupakan proses yang melibatkan sejumlah cairan yang
jumlahnya relatif sedikit. Sedikitnya cairan disebabkan kecilnya volume pori-pori
batuan yang mengalami proses metamorfisme. Proses pelepasan H2O dan CO2
dari mineral-mineral yang termetamorfismekan berlangsung dengan lambat.
Oleh karena itu fungsi larutan hanya cukup untuk proses metamorfisme dan tidak
cukup untuk melarutkan dan mengubah komposisi batuan secara signifikan.
Pada kondisi tertentu perbandingan air dan batuan dapat besar, 10 : 1 bahkan
sampai 100 : 1 apabila batuan banyak mengandung rekahan yang akan dialiri oleh
air.
8.3 Penutup
8.3.1 Tugas
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zona metamorfisme dan berikan contoh
mineral mineralnya ?
202
5. Sebutkan dan jelaskan macam macam fasies batuan metamorfisme dan
gambarkan dalam diagram P-T ?
Best, M.G. 2003. Igneous and Metamorphic Petrology, 2nd Edition. Blackwell
Publishing, Malden.
Chopin, C. 1984. Coesite and pure pyrope in high-grade blueschist of the Western
Alps: A first record and some consequences. Contrib. Mineral and Petrology, 86,
107-118.
203