Anda di halaman 1dari 6

Nama : Resa Fondania

Kelas : A

NPM : 270110170064

Resume:

Keterkaitan Zona Subduksi Dengan Keterdapatan Fasies


Batuan Metamorf

Lempeng bumi adalah bagian dari bumi yang dapat aktif bergerak dan
berpindah. Pergerakan lempeng diakibatkan adanya tenaga dari dalam yang
dinamakan degan arus konveksi. Pada teori arus konveksi menjelaskan bahwa
proses di bumi yang mempengaruhi lempeng diibaratkan seperti memasak air, yaitu
lempeng-lempeng kerak bumi yang mengapung pada astenosfer yang bersifat panas
dan plastis bertindak sebagai fluida (Zufialdi Zakaria, 2017). Proses-proses ini
tergolong proses atau aktivitas tektonik. Tektonik sendiri merupakan proses gerak
atau perpindahan pada kerak bumi, baik kerak benua maupun kerak samudera.
Gerak lempeng ini dapat berupa tumbukan, pemekaran dan perpapasan yang
mendeformasikan muka bumi. Hal ini di pelajari dalam Teori Tektonik Lempeng.
Proses tektonik ini terkait dengan pembentukan gunungapi, gempabumi, tsunami
(Emi Sukiyah, dkk., 2014).

Tumbukan yang terjadi antarlempeng (lempeng samudera dan lempeng


benua) akan dapat membentuk zona subduksi. Zona subduksi atau subduction zone
merupakan zona yang terbentuk ketika lempeng samudra menujam lempeng benua,
lalu lempeng samudera tertekuk masuk ke bawah lempeng benua menuju astenosfer
dengan sudut tertentu (Benyamin Sapiie, dkk., 2012). Zona ini memiliki
karakteristik khas, yaitu terbentuknya busur kepulauan, busur magmatic,
terbentuknya melange, serta busur punggungan dan cekungan. Zona ini merupakan

1
zona gempadangkal sampai dalam, karena adanya material keras yang di paksa
masuk kedalam. Zona ini juga merupakan zona accretionary prism. Pada zona ini
merupakan tempat akumulasi sedimen laut dalam pada palung, dan hasil dari
pengerukan massa batuan dari kerak samudra. Selain itu, proses tektonik yang
mendeformasi suatu wilayah pada zona subduksi juga akan mempengaruhi litologi
pada daerah tersebut. Salah satu bentuk aktifitas tektonik tersebut, yaitu akibat
tumbukan lempeng. Zona subduksi akan dapat menghasilkan fasies metamorf,
contohnya batuan metamorf di Ciletuh (Iyan Haryanto dan Nurdrajat, 2018). Fasies
metamorfik pada accretionary prism akan memiliki karakteristik proses pengaruh
pembentukkan, berupa gradien P/T tinggi maupun lebih rendah. Faktor suhu lebih
berperan karena banyaknya intrusi magma dan juga penambahan panas oleh
underplating pada zona subduksi (https://perhimagi.org/akademik/904/ , Rabu, 23
September 2019 pukul, 20.20 WIB).

Gambar 1. Zona Subduksi (Sumber: Best, 2003 diakses pada link


https://perhimagi.org/akademik/904/ , Rabu, 23 September 2019 pukul, 20.25
WIB)

Zona subduksi ini terkait dengan genesa batuan metamorf. Hal ini terkait
dengan batuan metamorfosa regional. Batuan metamorfosa regional merupakan
batuan metamorf yang terbentuk akibat aktifitas tektonik lempeng, berupa
tumbukan lempeng-subduksi. Hal tersebut dapat terjadi karena syarat dari
terbentukan batuan metamorf, yaitu diakibat tekanan (P), suhu (T), tekanan dan

2
suhu (P dan T), maupun fluida larutan hidrotermal (Doddy Setia G., 1987). Suhu
dan tekanan yang diakibatkan oleh lapisan kerak bumi yang tertarik ke bawah
dengan cepat oleh lempeng yang menujam akan menyebabkan suhu dan tekanan
yang tinggi. Pada batas lempeng konvergen, perubahan suhu dan tekanan menjadi
factor penting (Hamblin, 1989). Hal tersebut akan menghasilkan fasies metamorf
sekis biru dan eklogit (Benyamin Sapiie, 2012).

Gambar 2. Fasies Metamorf pada Zona Subduksi (Sumber: Winter 2010 diakses
pada link http://lab-geologioptik-tgl.ft.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/sites/32/2017/08/Modul-Petrografi-Batuan-Metamorf.pdf ,
Rabu, 23 September 2019, pukul 20.18 WIB)

Fasies sekis biru memiliki karakteristik adanya mineral glaukofan (mineral


ini yang membua fasies ini berwarna kebiruan), terdapat mineral sodic amfibol
yang lainnya, tidak terdapat mineral feldspar dan biotit dalam batuan, terbentuk
pada suhu rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu di sepanjang gradien
geotermal rendah yang terkait dengan proses subduksi. Sedangkan fasies eklogit
memiliki karakteristik yang dicirikan oleh adanya mineral ompachite dan garnet,
tidak terdapat plagioklas kehadiran mineral-mineral hydrous, seperti mineral
kloritoid, zoisit, omfasit, talk dan garnet. Fasies ini merupakan hasilubahan batuan
basalt maupun gabro. Fasies eklogit selain terkait dengan pengaruh tekanan tinggi
dan rentang suhu yang luas, fasies eklogit terkai pada tatanan geodinamik yang
berbeda pada proses subduksi kerak samudra. Penebalan dan akreasi pada kerak

3
benua menghasilkan fasies metamorf. Pada fasies metamorf eklogit high-T, tidak
terdapat mineral hydrous, dan terdapat mineral kyanit (http://lab-geologioptik-
tgl.ft.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/32/2017/08/Modul-Petrografi-Batuan-
Metamorf.pdf, Rabu, 23 September 2019, pukul 20.23 WIB).

Gambar. Fasies Metamorf (Sumber: https://perhimagi.org/akademik/904/ ,


Rabu, 23 September 2019 pukul, 20.20 WIB)

Berdasarkan gambar diagram fasies tersebut maka fasies metamorf eklogit


dan sekis biru yang terdapat pada zona subduksi tersebut menunjukan hubungan
keterkaitan. Zona subduksi yang berupa zona penujaman lempeng akan memiliki
pengaruh suhu dan tekanan. Hal tersebut tepat untuk pembentukan fasies metamorf,
yaitu fasies eklogit dan sekis biru sebagai penciri litologinya. Di mana fasies sekis
biru berasal dari batuan yang terkena tekanan yang kuat pada zona subduksi
sehingga batuan hancur dan mineralnya membentuk kesejajaran mineral yag baru
(tekstur dan struktur batuan asal sudah tidak terlihat) sedangkan untuk fasies eklogit
merupakan fasies yang memiliki suhu dan pengaruh tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fasies sekis biru. Di mana batuan basalt dan gabro pada kerak
benua yang dipaksa menujam kearah bawah kerak benua sehingga ttekanan dan
suhu mengubah batuan tersebut menjadi fasies eclogite. Berdasarkan pengaruh
suhu dan tekanan pada proses metamorfisme, keterdapatan fasies pada zona

4
subduksi mungkinkan fasies eklogit akan berada pada zona yang lebih dalam (lebih
jauh dari permukaan bumi) dibanding fasies sekis biru. Hal tersebut terjadi karena
semakin dalam maka suhu dan tekanan akan meningkat sehingga yang paling cocok
adalah fasies eklogit.

5
DAFTAR PUSTAKA

Best, 2003 diakses pada link https://perhimagi.org/akademik/904/ , Rabu, 23


September 2019 pukul, 20.25 WIB

Haryanto, Iyan., dan Nurdrajat. 2018. Tektonik Daerah Ciletuh Selama Kurun
Waktu Paleogen. Fakultas Teknik Geologi

Sapiie, Benyamin. 2012. Geologi Dasar. Program Studi KK Geologi dan


Paleontologi, Institut Teknologi Bandung, 31 hal, 88-89 hal.

Setia G., Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: NOVA, 191 hal, 202-203
hal.

Sukiyah, Emi., dkk. 2014. Geologi Dasar. Pogram Studi Teknik Geologi. Fakultas
Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung. 94 hal.

Zakaria, Zufialdi. 2017. Republik Tektonik Anugerah dan Bencana. Bandung:


Unpad Press, 181-183 hal.

Winter 2010 diakses pada link http://lab-geologioptik-tgl.ft.ugm.ac.id/wp-


content/uploads/sites/32/2017/08/Modul-Petrografi-Batuan-Metamorf.pdf ,
Rabu, 23 September 2019, pukul 20.18 WIB

https://perhimagi.org/akademik/904/ , Rabu, 23 September 2019 pukul, 20.20 WIB.

http://lab-geologioptik-tgl.ft.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/sites/32/2017/08/Modul-Petrografi-Batuan-Metamorf.pdf ,
Rabu, 23 September 2019, pukul 20.23 WIB

Anda mungkin juga menyukai