Anda di halaman 1dari 13

Nama: Viska Salsanur Anisa Ginanjar

NPM: 270110180116

Kelas: D

Mata kuliah: Geologi Indonesia

Urutan Pembentukan Batuan Metamorf pada Daerah Kompresi (Subduksi


dan Kolisi) serta fasies Metamorphismnya

1. Pendahuluan

Batuan Metamorf adalah batuan yang terbentuk akibat perubahan tekanan (P) dan
temperatur (T) yang tinggi dimana batu memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan
komposisi kimia dan tanpa melalui fasa cair sehingga terjadi perubahan tekstur, struktur, dan
asosiasi mineral pada batuan. Proses berubahnya sebuah batuan asal (batuan beku, atau batuan
sedimen) menjadi batuan metamorf dinamakan metamorfisme. Menurut Doe (2013)
Metamorfisme dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

 Metamorfisme Termal
Proses terjadi akibat perubahan temperatur yang tinggi, biasanya dijumpai pada
zona kontak magma, zona intrusi maupun ekstrusi, memiliki tekanan 1000-3000
atm dan suhu 300oC-800oC.
 Metamorfisme Dinamo
Proses terjadi akibat perubahan tekanan yang tinggi, biasanya dijumpai pada daerah
yang mengalami pensesaran intensif atau tekanan yang tinggi
 Metamorfisme Regional
Proses terjadi akibat prubahan tekanan dan temperatur yang tinggi akibat aktivitas
orogenesis, metamorfisme ini dibedakan menjadi tiga, yaitu: metamorfisme
orogenik, burial, dan lantai samudera.

Penulisan disini akan membahas mengenai Metamorfisme Regional lebih lanjut karena
berhubungan dengan daerah kompresi seperti subduksi dan kolisi.

1
Gambar 1 penampang yang memperlihatkan lokasi pembentukan batuan metamorf pada daerah tektonik
(metamorfisme regional)

2. Urutan Pembentukan Batuan Metamorf

Pembentukan batuan metamorf tergantung pada suhu dan tekanan yang mempengaruhi batuan
asal. Tingkat suhu dan atau tekanan yang berbeda akan menghasilkan jenis batuan metamorf yang
berbeda juga. Berikut adalah urutan pembentukan batuan metamorf dari suhu dan tekanan yang
terendah ke suh dan tekanan yang tinggi:

1. Slate
Disebut juga batusabak, mineral mika mulai hadir. Terdiri dari mineral lempung, moskovit,
biotit, andalusit, karsiderit. Berwarna abu gelap mengkilap, memiliki struktur slaty
cleavage, memiliki tekstur lepidoblastik dan granublastik, dan terdiri dari butiran halus.
2. Filit
Rekristalisasi lebih kasar daripada slate, batuan lebih mengkilap daripada slate karena
mineral mika mulai banyak, pemisahan mineral pipih dan granular belum sempurna.
Memiliki mineral kuarsa, serisit, klorit, plagioklas, mineral bijih, memiliki warna abu-abu
perak, memiliki struktur filitik, memiliki tekstur granublastik – lepidoblastik.
3. Schist
Terdapat perulangan mineral pipih dan mineral granular, orientasi mineral pipih menerus.
Memiliki mineral biotit, muskovit, kuarsa (sekis mika), klorit, talk. Warna tergantung dari

2
mineral yang dikandungnya, memiliki struktur schistose tertutup, memiliki tekstur
granublastik dan lepidoblastik, butirannya kasar.
4. Gneiss
Terdapat perulangan mineral pipih dan mineral granular, orientasi mineral pipih tidak
menerus. Memiliki mineral k-feldspar, plagioklas, biotit, muskovit, kuarsa. Warna sesuai
dengan batuan asal, memiliki struktur gneissose, memiliki tekstur granublastik dan
lepidoblastik.

3. Metamorfisme pada Zona Kompresi


Proses metamorfisme di bumi ini terkonsentrasi pada batas lempeng konvergen dan batas
lempeng divergen karena pada kedua tatanan tektonik tersebut terdapat arus perpindahan massa
dan aliran panas yang memiliki intensitasi paling tinggi sehingga sangat mendukung terjadinya
perubahan sistem dalam lingkup geology. Proses metamorfisme pada batas lempeng konvergen
ini merujuk pada subduksi, dan kolisi.
Perkembangan dan karakter proses metamorfisme ini dikontrol oleh dinamika tektonik pada
batas lempeng konvergen meliputi kecepatan pergerakan lempeng, geometri, serta proses termal
pada litosfer dan astenosfer yang berasosiasi dengan batas lempeng konvergen tersebut (Best,
2003). Batuan pada tatanan ini mengalami tekanan yang bersifat non – hidrostatis atau directed
pressure karena tegangan maksimum akan memiliki arah tegak lurus dengan sabuk orogen atau
sejajar dengan arah pergerakan lempeng yang saling bertumbukan. Batuan metamorf yang
dihasilkan disebut dengan tectonite, atau batuan metamorf yang memiliki struktur foliasi dan
ketidakseragaman pada teksturnya (anisotropic fabric). Tectonite pada batas lempeng konvergen
umumnya akan mengalami lebih dari satu proses metamorfisme yang spesifik, atau
polymetamorphism. Sehingga batuan akan mengalami beberapa tahap rekristalisasi seiring dengan
meningkatnya deformasi ductile yang berasosiasi dengan pembentukan lipatan kontraksional dan
sesar anjak (thrusting) dalam skala regional yakni sepanjang batas lempeng konvergen itu sendiri.

3.1 Metamorfisme pada Zona Subduksi


Batas lempeng konvergen terjadi ketika ada dua lempeng saling bertabrakan dan menyatu.
Pada zona subduksi terjadi penunjaman kerak samudera ke bawah kerak benua akibat pengaruh
densitasnya.

3
Gambar 2 Anatomi zona subduksi (Best,2003, p.427)

Dari gambar di atas, terdapat prisma akresi. Fasies metamorfik yang memiliki gradien P/T tinggi
akan terbentuk pada accretionary prism, sedangkan fasies metamorfik yang memiliki gradien P/T
lebih rendah akan menempati tatanan yang terletak lebih menjorok ke dalam kerak benua, dimana
faktor suhu lebih berperan karena banyaknya intrusi magma dan juga penambahan panas oleh
underplating magma dan peluruhan radioaktif.

Gambar 3 pesebaran fasies metamorfisme pada zona subduksi

4
Berdasarkan gambar diatas, fasies metamorfisme pada zona subduksi dibagi menjadi dua deret ,
yaitu deret Fransiscan dan deret Brovian.
a) Deret Fransiscan
Dicirikan dengan gradient P/T yang tinggi, terbentuk pada prisma akresi dan disekitaran
palung dengan faktor yang paling bepengaruh dalam pembentukannya adalah tekanan yang
ditimbulkan oleh gaya tektonik Fasies yang termasuk kedalam deret ini adalah Fasies
Zeolite, Prehnite-Pumpellyite, dan Blueschist.
b) Deret Barovian
Dicirikan dengan gradient P/T yang sedang, terbentuk dekat dengan pusat orogeny
dibawah busur magmatik, dimana kerak mengalami penebalan. Fasies yang termasuk
kedalam deret ini Fasies Zeolite-Greenschist-Amphibolite-Granulite.

Fasies Metamorfik yang Berkembang pada Zona Subduksi


Pembahasan fasies yang berkembang pada zona subduksi difokuskan pada deret Fransiscan
karena deret tersebut adalah ciri dari metamorfisme oada zona subduksi. Tingkat metamorfisme
yang berbeda akan menghasilkan asosiasi fasies metamorfik yang berbeda pula, hal tersebut
dipengaruhi oleh kedalaman dan posisi relatifnya terhadap palung. Berikut adalah penjelasan dari
fasies yang keterbentukannya berada pada batas lempeng subduksi.
 Fasies Zeolit
Fases Zeolit merupakan fasies yang terbentuk dalam derajat paling rendah, biasa
ditemukan pada kedalaman dangkal. Fasies ini dicirikan oleh hadirnya mineral Zeolit
seperti Analcime dan Heulandite sebagai hasil diagenesis material vulkanik yang berasal
dari erupsi gunungapi pada busur magmatik, serta mineral lain seperti Albite dan
Laumontite. Fasies ini adalah metamorfosis kuburan (burial metamorphism)
Zeolit adalah batuan yang terbentuk sempurna ketika material vulkanik yang reaktif
sangat mudah ditemukan dan memiliki karakteristik berupa silikat hidrat yang bermassa
jenis rendah, suhu stabil kurang dari 300oC. Kelompok mineral yang dapat ditemukan
berupa heulandit, analsit, kuarsa dengan mineral tanah liat (montmorillonit), khlorit,
celadonit, dan adularia K-Feldspar. Metamorfisme tingkat tinggi dapat mengakibatkan
zeolit laumonit dan albit felspar mendominasi kelompok mineral. Fasies zeolit dapat

5
ditemukan pada Selandia Baru yang mana fasies ini ditemukan pada kolom batuan dengan
ketebalan 15 km.
Umumnya batuan plutonik dan vulkanik tidak terlalu terpengaruh oleh metamorfisme
fasies zeolit, namun vesikuler basalt dan sejenisnya dapat terisi oleh mineral zeolit yang
membentuk tekstur amigodaloidal.

 Fasies Prehnite – Pumpellyite

Fasies ini terbentuk pada kondisi P yang lebih tinggi dan terletak pada tatanan yang
lebih dalam daripada fasies Zeolit dan membentuk sabuk berada lebih dekat ke arah pusat
subduksi pada daerah palung laut. Asosiasi mineralnya adalah Prehnite, Pumpellyite,
Chlorite, Albite, dan Epidote.

Fasies Prehnite merupakan fasies transisi antara fasies blueschist dan greenshicst
dan berkembang dengan baik dalam sedimen greywacke. Dua mineral prehnite dan
pumpellyite menggantikan mineral zeolite dari fasies zeolite dan dengan sendirinya
digantikan oleh mineral epidote di fasies sekis hijau dan oleh lawsonite serta piroksen di
fasies blueschist. Bebrapa mineral yang khas pada fasies ini adalah kuarsa, albit, prehnite,
dan muscovite. Fasies ini paling banyak dideskripsikan dari pegunungan yang lebih muda
di tepi Pasifik.

 Fasies Blueschist
Fasies ini berada pada pusat zona subduksi yaitu pada dasar palung dak prisma
akresi atau tepat berada pada lokasi dimana kerak samudera menunjam dibawah kerak
samudera (subduction slab). Sehingga pengaruh tekanan dari subduction slab
mengakibatkan penyerapan panas. Secara umum fasies blueschist dicirikan dengan mineral
dengan tingkat kepadatan tinggi yang mencerminkan tekanan pembentukan yang tinggi.
Batuan dari fasies blueschist terbentuk di bawah kondisi gradient termal rendah. Lokasi
untuk karakteristik fasies ini terdapat di sepanjang batas benua yang berada di bawah tepian
lempeng samudera. Blueschist juga dapat ditemukan pada wilayah yang aktivitas dan
vulkaniknya aktif, seperti margin pasifik. Asosiasi mineralnya adalah fasies metamorfik

6
berderajat tinggi yaitu glaucophane, lawsonite, jadeite, garnet, chlorite, paragonite, dan
kyanite.

 Fasies Eklogit
Eklogit terbentuk hanya pada batuan yang memiliki komposisi basaltik. Fasies ini
memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dan sedikit atau tidak ada sekistositas. Mineral
yang dapat diamati pada fasies eklogit antara lain kloritoid dan staurolit yang kaya akan
magnesium, kyanite, garnet, phengite (mika muskovit dengan magnesium dan silikon
tinggi dan alumunium rendah), klorit, dan talc. Metamorfosis eklogit terjadi pada tekanan
diatas sekitar 10 kilobar, sesuai dengan kedalaman penguburan 35 km (21,7 mil) dan pada
suhu berkisar antara 400-1000oC. suhu fasies eklogit tumpang tindih dengan suhu fasies
greenschist, amfibloit, dan granulit, tetapi terjadi pada tekanan yang lebih tinggi.

 Fasies Greenschist

Fasies greenschist berasal dari kelimpahan klorit hijau dibatuan tersebut, biasanya
menunjukkan sifat kristal platy, kehadiran foliasi menunjukkan diferensiasi metamorf
yang kuat. dan paragonit. Didalam deret Fransiscan, fasies Greenschist pada dasarnya
merupakan fasies yang dicapai selama proses metamorfisme retrogade. Reaksi metamorfik
dapat berlangsung karena ada fluida metamorfik yang dilepaskan selama proses
metamorfisme prograde. Fasies ini biasanya merupakan evolusi dari fasies Blueschist.
Mineral dominan yang terbentuk pada fasies greenschist antara lain adalah kuarsa, albit,
muskovit, klorit, epidot, kalsit, aktinolit, magnetit, biotit,

3.2 Metamorfisme pada Zona Kolisi


Proses metamorfisme umumnya terjadi pada batas lempeng konvergen karena terdapat arus
perpindahan massa dan aliran panas yang intentitasnya paling tinggi. Jenis batas lempeng
konvergen yang akan dibahas kali ini adalah kolisi. Kolisi merupakan proses tumbukan antara dua
lempeng benua dangan lempeng benua, terjadi ketika kerak samudera yang berada di depan kerak
benua pasif telah sepenuhnya menunjam di bawah kerak benua lain di sepanjang tepi benua aktif,

7
maka proses yang terjadi setalahnya adalah docking kerak benua. Sehingga menghasilkan deretan
pegunungan (orogeny).

Gambar 4 Ilustrasi zona kolisi (Winter, 2014, p.405)

Proses metamorfisme pada zona kolisi terjadi pada gradient P/T sedang, yaknipada deret
Barrovian. Kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh thermal relaxation (penyesuaian kondusi
termal kerak benua yang menebak akibat kolisi). Thermal relaxation menyebabkan gradient
geotermak meningkat pada setiap kedalaman hingga menaikkan derajat metamorfik.
Pada zona kolisi sudah tidak ada lagi peran dari heat sink sehingga suhu dapat meningkat
rata pada setiap kedalaman. Sumber panas juga dapat berasal dari peluruhan unsur radioaktif yang
terkayakan pada bagian kerak benua bagian atas.
Meningkatnya derajat metamorfik menyebabkan perubahan suhu ekstrem pada skala lokal
dan akan meleburkan sebagian kerak benua (anateksis) sehingga menghasilkan magma granitic
dan kemudian akan membentuk batuan granitoid tipe S. Jika kondisi tidak mencukupi untu
membentuk tubuh magma yang besar (pluton granitoid), maka akan membentuk Migmatite.
Migmatit merupakan pembentukan pluton granitoid gagal, akibat sejumlah volume batuan yang
sedang mengalami pelelehan sebagian akan langsung membeku lagi sebelum dapat bergerak dari
sumbernya (tidak jauh dari kurva solidus dalam diagram P-T).
Proses metamorfisme regional akibat kolisi tidak selamanya mengikuti deret Barrovian
yang terletak pada tubuh kontinen yang menebal, tetapi dapat juga terjadi pada hinterland dengan
batas antar fasiesnya vertikal sehingga derajat metamorfik akan meningkat seiring kedalaman.
Selain itu dapat juga terjadi pada zona sutur yaitu batas antara hinterland dan foreland yang
berasosiasi dengan zona deformasi, batuan yang umumnya terbentuk pada zona ini adalah

8
Mylonite. Sedangkan pada bagian bawah dari zona sutur, dimana kerak benua dari foreland
menunjam masuk ke bawah hinterland akan tercipta proses metamorfisme Ultra High Pressure
(UHP). UHP terjadi pada kerak benua yang terdesak masuk ke dalam mantel bagian atas yang
memiliki densitas lebih besar dengan kedalaman lebih dari 100 km.

hinterland

foreland

Gambar 5 skematik metamorfisme pada zona kolisi contoh pada Himalaya (Winter, 2014, p.406)

Gambar diatas menunjukkan proses anateksis (peleburan kerak benua) yang diawali dengan proses
dehidrasi dang menghasilkan leucogranite. Kerak benua India sebagai foreland terdesak ke bawah
kerak benua dari lempeng Eurasia sebagai hinterland.
Proses metamorfisme juga dapat terjadi pada bagian nappe. Nappe dihasilkan pada zona
suture di perbatasan hinterland dan foreland, dimana terdapat zona lemah dibagian tengah kerak
sehingga menyebabkan pensesaran pada tubuh kerak bagian atas. Batuan metamorf kemudian
mengalami deformasi ductile dalam waktu yang lama akibat kenaikan suhu yang tinggi. Kemudian
akibat gaya tektonik yang terus menerus sehingga terbentuklah semacam kubah. Kubah tersebut
akan semakin mengalami deformasi hingga akhirnya menjadi diapit dan membentuk morfologi
lipatan rebah (recumbent). Batuan metamorf yang menyusun nappe diantaranya adalah Gneiss dan
Migmatite yang tersingkap pada bagian bawah kubah.

9
Gambar 6 morfologi Nappe sebagai zona metamorfisme (Van der Plujm&Marshak, 2004)

Fasies Metamorfik yang Berkembang pada Zona Kolisi

Perkembangan fasies metamorfik pada zona kolisi mengikuti deret Barrovian.


Perkembangan fasies dimulai dari pembentukan fasies Subgreenschist, Greenschist, Amphibolite,
dan Granulite pada tatanan yang paling dalam. Batuan metamorf yang terbentuk pada deret
Barrovian akan memiliki ketidakseragaman tekstur (anisotropic fabric) seperti bidang – bidang
foliasi dan lineasi dikarenakan deformasi ductile yang intensif pada batuan. Deformasi bersifat
ductile karena pengaruh suhu dominan dan deformasi berjalan dalam waktu yang lama.

Perkembangan derajat metamorfisme pada deret Barrovian ditandai oleh beberapa zonasi
mineral urut dari derajat yang paling rendah ke derajat yang paling tinggi: Chlorite – Biotite –
Garnet – Staurolite – Kyanite – Silimanite.

 Fasies Subgreenschist
Dengan protolith batuan granitik dan pelitik. Mineral yang dihasilkan diantaranya
adalah mineral lempung seperti Illite, beberapa spesies mineral Zeolite, Chlorite, serta
Kuarsa.

 Fasies Greenschist
Fasies ini berada pada pusat zona subduksi yaitu pada dasar palung dak prisma
akresi atau tepat berada pada lokasi dimana kerak samudera menunjam dibawah kerak
samudera (subduction slab). Sehingga pengaruh tekanan dari subduction slab
mengakibatkan penyerapan panas. Secara umum fasies blueschist dicirikan dengan

10
mineral dengan tingkat kepadatan tinggi yang mencerminkan tekanan pembentukan
yang tinggi. Batuan dari fasies blueschist terbentuk di bawah kondisi gradient termal
rendah. Lokasi untuk karakteristik fasies ini terdapat di sepanjang batas benua yang
berada di bawah tepian lempeng samudera. Blueschis juga dapat ditemukan pada
wilayah yang aktivitas dan vulkaniknya aktif, seperti margin pasifik. Dengan protolith
batuan granitik dan pelitik akan menghasilkan susunan mineral Chlorite, Albite,
Epidote, Biotite, Muscovite, dan Chloritoid.

 Fasies Amphibolite
Fasies Amphibolite terbentuk pada tatanan yang lebih dalam daripada fasies
Subgreenschist dan Greenshist karena fasies ini terletak pada tubuh kerak benua. Fasies
amphibolite, salah satu divisi utama dari klasifikasi fasies mineral batuan metamorf,
batuan yang terbentuk dalam kondisi suhu sedang hingga tinggi (maksimum 500 ° C,
atau sekitar 950 ° F, maksimum) dan tekanan. Temperatur dan tekanan yang kurang
kuat akan membentuk batuan pada fasies epidot-amfibolit, dan suhu dan tekanan yang
lebih intens akan membentuk batuan pada fasies granulit. Amfibole, diopside, epidote,
plagioklas, almandine dan grossular garnet, Hornblende, Plagioclase, K – Feldspar,
Biotite, Garnet, Staurolite, Andalusite, dan Muscovite dan wollastonite adalah mineral
yang biasanya ditemukan di batuan fasies amfibolit. Hilangnya epidote dan peningkatan
kalsium dalam plagioklas adalah karakteristik perubahan kimiawi seiring dengan
peningkatan intensitas metamorfik melalui fasies ini. Air biasanya hilang dari batuan
induk saat perubahan ini terjadi. Batuan fasies amfibolit tersebar luas di sabuk orogenik.

 Fasies Granulite
Fasies dengan derajat yang paling tinggi dari deret Barrovian, terbentuk pada
tatanan dengan suhu yang lebih tinggi dari fasies Amphibolite, dengan demikian terletak
lebih dalam (meningkatnya suhu disebabkan karena meningkatnya gradien geotermal
setelah terjadinya thermal relaxation).
Fasies granulit, salah satu divisi utama dari klasifikasi fasies mineral batuan
metamorf, batuan yang terbentuk di bawah kondisi tekanan suhu paling intens yang
biasanya ditemukan dalam metamorfosis regional. Mineral yang ditemukan di bebatuan

11
fasies granulit termasuk piroksen, biotit, garnet, kalsium plagioklas, dan kuarsa atau
olivin. Seperti pada semua batuan metamorf, komposisi batuan induk memberikan
kontrol yang kuat pada mineralogi tertentu yang diamati. Ciri khas dari fasies ini adalah
kandungan air yang rendah, yang dipaksa keluar dari batuan oleh tekanan dan suhu yang
tinggi.

 Fasies Blueschist

Fasies ini merupakan penciri dari deret Fransiscan dan dengan demikian
mencirikan zona subduksi (high pressure metamorphism). Keberadaan fasies
Blueschist pada zona kolisi hanya pada tahapan awal saja, ketika sebagian kerak benua
foreland dipaksa menunjam masuk di bawah hinterland dan belum terjadi thermal
relaxation akibat menebalnya kerak benua. Foreland yang menunjam di bawah
hinterland berfungsi sebagai heat sink yang identik dengan subduction slab,
menyebabkan defleksi isotherm dan proses metamorfisme akan didominasi oleh
tekanan sehingga menghasilkan fasies Blueschist.

 Fasies Eclogite
Fasies ini merupakan fasies dengan derajat metamorfik tertinggi berada pada
tatanan yang sangat dalam, pada bagian dasar dari kerak benua yang menebal dan pada
bagian kerak benua yang menunjam di bawah hinterland. Mineral yang berasosisasi
dengan fasies ini diantaranya adalah mineral Kyanite, Jadeite, Garnet, Kuarsa, dan
Omphacite. Eclogite yang berada pada kedalaman ekstrem akibat kerak benua yang
menunjam masuk di bawah kerak benua yang lain merupakan hasil dari metamorfisme
UHP (Ultra High Pressure).

12
DAFTAR PUSTAKA

Britanica. Metamorhic Rock. Diakses melalui https://www.britannica.com/science/metamorphic-


rock pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 22.01

PERHIMAGI. 2021. Metamorfisme pada Zona Kolisi diakses melalui


https://www.perhimagi.org/akademik/metamorfisme-pada-zona-kolisi/ pada tanggal 28
Maret 2021 pukul 15.45

PERHIMAGI. 2021. Metamorfisme pada Zona Subduksi diakses melalui


https://www.perhimagi.org/akademik/904/ pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 21.03

Winter, John D. 2014. Principles of Igneous and Metamorphic Petrology, Second Edition.
London: Pearson Education Ltd.

13

Anda mungkin juga menyukai