Anda di halaman 1dari 24

A. Latar Belakang Siklus batuan menunjukkan kemungkinan batuan untuk berubah bentuk.

Batuan yang terkubur sangat dalam mengalami perubahan tekanan dan temperatur. Jika mencapai suhu tertentu, batuan tersebut akan melebur jadi magma. Namun saat belum mencapai titik peleburan kembali menjadi magma, batuan tersebut berubah menjadi batuan metamorf. Batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami proses metamorfosis. Proses metamorfosis hanya terjadi di dalam bumi. Proses tersebut mengubah tekstur asal batuan, susunan mineral batuan, atau mengubah keduanya sekaligus. Proses ini terjadi dalam solid state, artinya batuan tersebut tidak melebur. Meskipun demikian, penting diingat bahwa fluida (terutam air) memiliki peranan yang penting dalam proses metamorfosis. Batu gamping termetamorfosis menjadi marmer. Butiran halus kalsit pada batu gamping terkristalisasi menjadi butiran besar. perubahan yang terjadi hanya pada teksturnya. Batu serpih termetamorfosis menjadi mika dengan butir besar. Mineral lempung pada serpih tidak stabil pada temperatur tinggi. Perubahan yang terjadi selain pada teksurnya, juga mencakup pembentukan mineral baru.

B.

Tujuan

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas semester genap mata kuliah geologi umum tentang batuan metamorf. Di samping itu, makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga dapat mengembangkan kemampuan sehingga mempunyai pandangan luas tentang kedudukan dan peranan batuan metamorf.

ANALISIS BATUAN METAMORF Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi

fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pembentukan Batuan Metamorf Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisikondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimensedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimeneksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar. Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade

metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986). Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982). Pengenalan Batuan Metamorf Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik. Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah

termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes. Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada. Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 1985).

Struktur Batuan Metamorf Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur Foliasi a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.

b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih. c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung). d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.

Struktur Non Foliasi a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam. b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal. c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus. d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit. e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit. f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus. g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam. h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus ataufibrous.

Tekstur Batuan Metamorf Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut

dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast. Tekstur Kristaloblastik Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13. a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast. b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam. c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih. d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah. e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral. f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.

Tekstur Palimpset Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.

a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik. b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir. c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir. d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985). A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit). Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-

lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu. Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut: Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku. Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

A. Pengertian Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme batuan-batuan sebelumnya karena perubahan temperatur dan tekanan. Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses kristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineralmineral baru serta terjadi dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya terbentuk.

Banyak mineral yang mempunyai batas-batas kestabilan tertentu yang jika dikenakan tekanan dan temperatur yang melebihi batas tersebut maka akan terjadi penyesuaian dalam batuan dengan membentuk mineral-mineral baru yang stabil. Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H 2O) dalam jumlah bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme.

Batuan metamorf disebut juga batuan malihan. Proses metamorfisme atau malihan merupakan himpunan mineral, dan tekstur batuan. Namun dibedakan dengan proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi, di atas 200 C dan tekanan 300 Mpa, dalam keadaan padat, sedangkan proses diagenesa berlangsung di bawah suhu 200 C dan proses pelapukan

pada suhu dan tekanan jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfer. Proses metamorfosa dapat didefenisikan sebagai perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan padat (solid state) pada suhu di atas 200 C dan tekanan 300 Mpa.

B.

Proses Pembentukan Batuan Metamorf

Berbagai macam proses yang terjadi pada pembentukan batuan metamorf mempengaruhi rupa atau bentuk batuan itu. Salah satunya adalah tekstur. Tekstur pada batuan metamorf disebut dengan mineral metamorf yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat oleh karena itu disebut dengan blastos atau blastik/idioblastik. Pada dasarnya tekstur pada batuan metamorf terbagi menjadi karena proses rekristalisasi yaitu perubahan butiran halus menjadi kasar dan proses reorientasi terbagi ke dalam skistositas atau foliansi terjadi oleh karena mineral yang pipih atau membentang tersusun dalam bidang-bidang tertentu yakni bidang sekistsis. Biang ini dapat searah dengan lapisan sedimen asalnya atau searah dengan sumbu lipatannya. Kristal yang ukurannya besar disebut profiroblastik, contohnya yaitu dalam golongan metamorf dinamik, tak jarang batuan mengalami hancuran yang fragmental sifatnya.

C. Metamorfisme Metamorfisme berarti proses perubahan bentuk. Proses metamorf adalah proses yang menyebabkan perubahan komposisi mineral, tekstur, dan struktur karena suhu dan tekanan serta larutan kimia yang aktif. Hasil akhir metamorfisme adalah metamorf.

1. Jenis Metamorfisme a. Metamorfisme kataklastik (cataclastic metamorphism)

Batuan berbutir kasar, granit, mengalami differensial stress yang kuat. Butiran mineralnya hancur dan juga menjadi halus. Deformasi ini terjadi pada batuan yang bersifat tegas (britle) yang dinamakan metamorfisme kataklastik.

b.

Metamorfisme kontak (contact metamorphism)

Batuan yang terkena intrusi mengalami pemanasan dan termetamorfosa membentuk suatu lapisan di sekitar terobosan yang dinamakan aureole metamorphic (batuan ubahan).

c.

Metamorfisme timbunan (burial metamorphism)

Pengaruh deformasi mekanik kecil sehingga teksturnya mirip dengan batuan asalnya. Metamorfisme timbunan merupakan tahap pertama setelah diagenesa terjadi pada cekungan sediment yang dalam, seperti palung-palung pada batas lempeng.

2.

Zona Metamorfisme

Garis yang menghubungkan lokasi-lokasi di awal pemunculan mineral indeks dinamakan isograde, dan daerah diantara garis isograde dinamakan zona metamorfisme.

3.

Fasies Metamorfisme

Pennti Eskola dari Finlandia menyatakan bahwa dari komposisi batuan tertentu, himpunan mineral yang mencapai keseimbangan selama metamorfisme di bawah kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk fasis metamorfisme yang sama.

4.

Batas Metamorfisme

Batas atas metamorfisme pada kerak ditentukan oleh batas lelehan parsial basah (onse of partial melting). Batas atas metamorfisme adalah kisaran suhu yang bergantung pada banyaknya H2O yang ada. Bila terdapat sejumlah kecil H2O, maka lelehan yang terjadipun sedikit dan tetap terperangkap sebagai kantong (pocket)dalam batuan metamorf. Sekelompok batuan gabungan dan sedikit komponen batuan beku akibat lelehan dan batuan metamorf dinamakan migmatit. Bila terjadi sejumlah besar magma karena lelehan parsial basah, akan naik dan menerobos batuan metamorf di atasnya.

5.

Pengontrol Metamorfisme

Pengontrolan metamorfisme tergantung dari komposisi batuan asal dan kondisi metamorfosis. Komposisi kimia batuan asal sangat mempengaruhi pembentukan himpunan mineral baru, demikian pula dengan suhu dan tekanan. D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Batuan Metamorf

1.

Komposisi mineral batuan asal

Metamorfisme menghasilkan himpunan mineral baru akibat meningkatnya suhu dan tekanan. Beberapa mineral tidak dijumpai pada batuan beku atau sediment, hanya terjadi atas pengaruh pengaruh metamorfisme, diantaranya mineral chlorit, serpentin, epidot, tacl dan 3 polymorph Al2SiO5, kyanit silimanit, dan andalusit.

2.

Temperatur dan tekanan selama metamorfis

Batuan apabila dipanaskan akan membentuk mineral-mineral yang baru, yang hasil akhirnya adalah batuan metamorf. Tekanan dalam proses metamorfisme bersifat sebagai stress, mempunyai besaran serta arah. Tekstur batuan metamorf memperlihatkan bahwa batuan ini terbentuk di bawah differensial stress atau tidak sama besar dari segala arah.

a.

Tekstur

Metamorfisme berlangsung di bawah diferential stress dan hasilnya adalah tekstur yang sejajar. Apabila prosesnya terus berlangsung, mineral-mineral pipih mulai berkembang dan tumbuh berorientasi yang lembaran-lembarannya berarah tegak lurus stress maksimum dan membentuk tekstur planar yang disebut foliasi yang berarti daun. Batuan yang berfoliasi cenderung mudah pecah sebagai lembar-lembar. Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : a) Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme. b) Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran mineralmineral dalam batuan tersebut. b. Slaty cleavage

Batuan metamorf derajat rendah umumnya mempunyai butir besar yang sangat halus sehingga mineral-mineral pipihnya hanya dapat dilihat pada mikroskop, foliasinya disebut slaty cleavage. Batuan metamorf derajat rendah cenderung untuk pecah-pecah menurut belahan-belahan.

c.

Schitositas

Foliasi batuan metamorf berbutir kasar disebut schitositas (sciostosity) yang terbentuk akibat kesejajaran butiran mineral-mineral besar dan pipih, tidak perlu planar. Batuan bertekstur schitositas cenderung akan terbelah-belah menurut bidang yang bergelombang.

Batuan berbutir kasar merupakan hasil metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang tinggi. Sebaliknya, batuan berbutir halus waktunya pendek serta suhu dan tekanannya rendah.

3.

Pengaruh cahaya tektonik

Pembentukan batuan metamorf sangat kompleks. Akibat bergeraknya lempeng-lempemg tektonik dan tumbukan fragmen-fragmen kerak, batuan menjadi terkoyak, tertarik (extend), terlipat, terpanaskan dan berubah. Oleh karena perubahannya dalm keadaan padat, umumnya jejak-jejak bentuk awalnya masih dapat dikenali meskipun telah mengalami perubahan lebih dari sekali. Saat lempeng tektonik bertumbukan terbentuklah batuan metamorf tertentu sepanjang batas lempeng.

4.

Pengaruh fluida

Pori-pori pada batuan sediment atau batuan beku terisi oleh cairan yang merupakan larutan dari gas-gas, garam, dan mineral yang terdapat pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu tinggi, cairan ini lebih bersifat uap yang mempunyai peran penting dalam metamorfisme. Fungsi cairan ini adalah sebagai media transport dari larutan ke mineral atau sebaliknya sehingga mempercepat metamorfisme. Jika tidak ada larutan atau hanya ada sedikit sekali, maka metamorfisme berlangsung lambat karena perpindahannya melalui difusi antar mineral yang padat.

E.

Jenis Batuan Metamorf

a. 1.

Dari lanau mudstone Serpih (slate)

Baik lanau maupun mudstone umumnya terdiri dari mineral kuarsa, berbagai mineral lempung, kalsit, atau mungkin juga feldspar. Metamorfisme derajat rendah menjadikannya serpih atau slate.

2.

Filit (phyllite)

Peningkatan metamorfisme pada serpih ke derajat menengah, menghasilkan mineral mika berbutir lebih besar dan perubahan himpunan mineral serta membentuk foliasi. Batuannya disebut filit.

3.

Sekis (schist) dan gneiss

Apabila metamorfisme berlangsung terus maka terbentuklah batuan berbutir kasar yang dinamakan sekis. Batuan metamorf ini berderajat tinggi, butir kasar dan berfoliasi tetapi disertai lapisan-lapisan segregasi mineral-mineral, seperti kuarsa dan feldspar dan dinamakan gness.

b. 1.

Dari basalt Sekis hijau (green schist)

Bila basalt mengalami metamorfisme dimana H2O dapat masuk ke dalam batuan, maka terbentuklah himpunan mineral-mineral yang hidrcus. Kenampakannya seperti serpih (slate), akan tetapi berfoliasi seperti filit dan mempunyai warna yang khas, yaitu hijau. Karena mengandung klorit, maka dinamakan sekis hijau. 2. Amfibolit dan granit (amphibolites and granite)

Pada amfibolit juga terdapat foliasi, tetapi diabaikan karena pada umumnya tidak ada mineralmineral mika dan klorit. Pada derajat yang lebih tinggi, amfibol digantikan piroksen dan batuannya yang berfoliasi dinamakan granulit.

F.

Metasomatisme

Proses dimana komposisi kimia batuan terubah oleh penambahan atau pelepasan (remofial) ion-ion dinamakan metasomatisme.

G. Larutan Hidrotermal dan Jebakan Mineral Cairan yang menyebabkan metasomatisme kaya akan H2O dan bersuhu 2500 C atau lebih, dinamakan larutan hidroterma. Jebakan mineral berharga hasil larutan hidrotermal lebih banyak dijumpai dari tipe lainnya. Larutan hidrotermal terjadi dalam beberapa cara salah satunya magma yang terjadi oleh peleburan parsial basah yang mendingin dan mengkristal, air yang menyebabkan peleburan parsial basa di lepaskan.

H.

Tektonik Lempeng, Metamorfisme, Metasomatisme

Metamorfisme regional terjadi pada batas subduksi lempeng terjadi pada bagian bawah tumpukan tebal sedimen yang terakumulasi pada paparan benua (continental shelf) dan lereng benua (continental shope). Adanya sumber daya mineral di bumi adalh berkat kombinasi proses-proses magnetic, metamorfisme, metasomatik, yang semuanya akibat tektonik lempeng. batuan metamorf juga atau yang disebut juga dengan nama batuan malihan adalah sekelompok batuan yang merupakan hasil dari ubahan atau transformasi dari suatu tipe batuan yang sudah ada sebelumnya (protolith) oleh suatu proses yang dinamakan metamorfosis atau perubahan bentuk. Protolith atau batuan asal yang dikenai panas lebih dari 150 derajat celcius dan tekanan yang ekstrem akan mengalami perubahan fisika dan atau kimia yang besar. Batuan Protolith dapat berupa batuan beku, batuan sedmen, atau bisa juga batuan metamorf lain yang usianya lebih tua. Batu gneis, batu sabak, batu marmer

Batu gneis

batu marmer Melalui penelitian pada batuan metamorf dapat memberikan informasi yang sangat penting mengenai suhu dan tekan yang terjadi jauh di dalam pemukaan bumi. Saat ini di kawasan tertentu, bantuan metamorf telah tersingkap di atas permukaan bumi yang disebabkan oleh erosi dan pengangkatan. Batuan metamorf dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Batuan Metamorf Kontak, Batuan Metamorf Dinamo dan Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis. Berikut ini penjelasan mengenai tiga macam batuan metamorf : 1. Batuan Metamorf Kontak, adalah Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya suhu yang sangat tinggi (sebagai akibat dari aktivitas magma). Adanya suhu yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk maupun warna batuan. Contohnya batu kapur (gamping) menjadi marmer.

2. Batuan Metamorf Dinamo adalah Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya tekanan yang tinggi (berasal dari tenaga endogen) dalam waktu yang lama. Contohnya batu lumpur (mud stone) menjzdi batu tulis (slate). Batuan ini banyak dijumpai di daerah patahan atau lipatan. 3. Batuan Metamorf Kontak Pneumatolistis, adalah Batuan yang mengalami metamorfose sebagai akibat dari adanya pengaruh gas-gas yang ada pada magma. Contohnya kuarsa dengan gas fluorium berubah menjadi topas.

Anda mungkin juga menyukai