Anda di halaman 1dari 10

BAB 6

PETROLOGI BATUAN METAMORF

6.1 Pengertian Batuan Metamorf


Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan susunan kimia dan mineral (fasies metamorf). Batuan met
amorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yan
g ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur b
atuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya penambahan tempera
tur dan tekanan di bawah permukaan bumi atau disebut dengan metamorfisme.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan metamorfisme
tingkat tinggi (high-grade metamorphism). Pada batuan metamorf tingkat rendah
jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan
awalan meta, sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal
sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang
sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar 6.1 Metamorfisme


(Anonim, 2020)

6.2 Genesa Batuan Metamorf


Batuan metamorf terbentuk akibat proses yang dinamakan metamorfisme.
Metamorfisme adalah proses perubahan bentuk dan komposisi batuan yang terjadi
di bawah tekanan dan suhu tinggi di dalam kerak bumi. Metamorfisme dapat

39
40

digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan proses dan tempat


terjadinya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Metamorfisme regional
Terjadi ketika batuan mengalami tekanan dan suhu tinggi secara luas
akibat proses tektonik seperti pergerakan lempeng tektonik atau penekanan
akibat pengubahan kerak bumi. Metamorfisme regional dapat menghasilkan
batuan metamorf seperti gneiss, sekis, dan marmer.
2. Metamorfisme kontak
Terjadi ketika batuan terkena panas dari kontak langsung dengan magma
intrusi atau batuan yang sangat panas. Panas yang tinggi menyebabkan
perubahan mineralogi dan tekstur batuan, tetapi tekanan yang rendah. Contoh
batuan yang mengalami metamorfisme kontak adalah hornfels.
3. Metamorfisme dislokasi
Terjadi ketika dua lempeng tektonik bertemu dan mengalami pergeseran
relatif. Tekanan yang tinggi terjadi di sepanjang zona dislokasi, dan hal ini
dapat menyebabkan metamorfisme pada batuan yang terlibat dalam
pergerakan tersebut.
Dalam metamorfisme dislokasi, terjadi patahan dan pergeseran batuan,
yang menyebabkan tekanan yang besar dan gesekan antara bagian-bagian
batuan yang berdekatan. Tekanan ini dapat mempengaruhi mineralogi dan
tekstur batuan, mengubah struktur dan komposisi batuan. Contoh batuan yang
dapat mengalami metamorfisme dislokasi adalah milonit.
6.3 Klasifikasi Batuan Metamorf
Batuan Metamorf itu sendiri dapat di klasifikasikan berdasarkan proses meta
morfismenya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada tekanan dan temperatur di a
tas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses me
tamorfisme. Metamorfisme sendiri terbagi menjadi 3 berdasarkan tempat terbentu
knya, yaitu metamorfisme regional (cangkupannya luas dan didominasi oleh suhu
dan tekanan), metamorfisme kontak (suhu berperan dominan), dan metamorfisme
dislokasi (tekanan berperan dominan).
41

Berikut ini adalah klasifikasi batuan metamorf menurut Russel B. Travis


(1955):

Tabel 6.1 Klasifikasi Batuan Metamorf


(Travis, 1955)

6.3.1 Batuan Metamorf Regional


Metamorfosa regional dalam fasies bertekanan menengah sampai tinggi.
Berbeda dengan metamorfosa kontak yang lokal penyebaranya, metamorfosa re
gional meliputi daerah yang luas dan sselalu dalam bentuk sabuk pegunungan, y
akni dalam daerah geosinklin. Karena itu orogenesa lah yang menyertai proses
metamorfosa regional.
Baik metamorfosa kontak maupun metamorfosa regional memerlukan en
ergi. Pada metamorfosa kontak sumber energinya adalah masa pluton, sedangka
n metamorfosa regional bila dihubungkan dengan sistem tumbukan lempeng.
Tekanan pada batuan metamorfosa kontak hanyalah tekanan hidrostatik y
ang bekerja sehingga batuannya berstruktur isotop seperti batutanduk (hornfels)
Pada batuan metamorfosa regional selain tekanan hidrostatik juga tekanan terar
a sehinga terjadi skistositas.
1. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
42

metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi


dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama
berkisar antara puluhan juta tahun lalu.
2. Metamorfosa Burial
Metamorfisme burial adalah jenis metamorfisme yang terjadi akibat
penimbunan lapisan batuan di atasnya (penguburan) yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan suhu pada batuan tersebut. Proses
metamorfisme burial terjadi di dalam cekungan sedimentasi saat endapan
sedimen menumpuk di atas batuan yang sudah ada.
3. Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges).
Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan
ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya
reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
6.3.2 Batuan Metamorf Kontak
Metamorfisme kontak ialah nama yang diberikan bagi perubahan yang
terjadi saat magma disuntikkan ke batuan padat di sekelilingnya (country rock).
Perubahan ini yaitu perubahan terbesar di dimana pun magma kontak dengan
batuan karena suhu tertinggi terjadi pada batas indonesia dan menurun bila
makin jauh dengan kontak. Area yang bermetamorfisme di sekeliling batuan
beku yang terbentuk dari pendinginan magma dianggap aureole kontak
metamorfisme.
Aureole menunjukkan semua derajat metamorfisme dari area kontak
maka area non-metamorfisme (tidak berubah) pada country rock yang jauh dari
area kontak. Pembentukan mineral bijih yang penting dapat terjadi akibat
proses metasomatisme pada / di dekat zona kontak.
Ketika batuan kontak terubah oleh intrusi beku, batuan terubah ini
umumnya akhirnya menjadi lebih keras dan punya kristalin kasar. Banyak
batuan terubah dari metamorfisme kontak biasa disebut batutanduk (hornfels
43

atau hornstone). Istilah indonesia sering digunakan oleh cakap geologi untuk
menandakan mereka berbutir halus, kompak, kemudian merupakan produk
non-foliasi yang metamorfisme kontak.
Sebuah serpih bisa menjadi batutanduk berlempung gelap (argillaceous
hornfels), full dengan lempeng – lempeng biotit kecoklatan; sebuah napal atau
batugamping tidak murni dapat berubah menjadi batutanduk-silikat-gampingan
atau marmer silikaan berwarna abu-abu, kuning atau kehijauan.
Sebuah diabas atau andesit dapat berubah menjadi batutanduk diabas atau
batutanduk andesit dengan pengembangan hornblende serta biotit baru dan
rekristalisasi parsial dari feldspar dasar. Rijang atau batuapi tampaknya dapat
berubah menjadi batuan kristalin kuarsa yang halus; Batupasir yang kehilangan
sistem klastik dan diubah akhirnya menjadi mosaik butiran kecil kuarsa yang
saling berdekatan pada batuan metamorf disebut kuarsit.

Gambar 6.2 Daerah Kontak di Sekeliling Instrusi Batuan Beku


(Graha, 2007)

6.3.3 Batuan Metamorf Dislokasi


Pada batuan metamorfosa ini dijumpai pada daerah yang mengalami disl
okasi, misalnya terdapat pada daerah sesar besar. Proses metamorfosanya terja
di pada lokasi dimana batuan ini mengalami proses penggerusan oleh faktor pe
nekanan baik tegak maupun mendatar. Contoh batuannya adalah milonit.
44

Gambar 6.3 Batuan Milonit


(geology.com)

6.4 Cara Pemerian Batuan Metamorf


Pemerian pada batuan metamorf meliputi:
1. Jenis batuan.
2. Warna
3. Struktur
Kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit b
atuan. Secara umum dibedakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi.
a. Struktur foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan
matamorf. Foliasi ini dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-
mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran
(schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari
ketiga hal tersebut.
1) Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah plana
r yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Contoh batuannya adalah slate.
45

Gambar 6.7 Struktur Slaty Cleavage


(Sumber: Ptbudie.wordpress, 2021)

b. Phillitic, struktur pada batuan filit, tingkatnya lebih tinggi


dari slate, foliasi diperlihatkan oleh keping-kepingan halus
mika. Contoh batuannya adalah filit.

Gambar 6.8 Struktur Phillitic


(Sumber: Ptbudie.wordpress, 2021)

c. Schistocity, terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pi


pih, prismatik atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang ber
ukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut sekis.

Gambar 6.9 Struktur Schistocity


(Sumber: Ptbudie.wordpress, 2021)
46

d. Gneissic, terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran


mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara minera
l-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral ta
bular atau prismatik (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral
ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya d
isebut gneiss.

Gambar 6.10 Struktur Gneissic


(Sumber: Ptbudie.wordpress, 2021)

2) Struktur NonFoliasi, terbentuk oleh mineral-mineral


equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran
(granular). Struktur non foliasi tidak menunjukan adanya
penjajaran mineral dan batuan masif, ini terjadi akibat batuan
kontak dengan tubuh intrusi batuan beku. Batuan yang terbentuk
biasanya berbutir halus, dan batuan befrasal dari batuan induk
yang mempunyai mineral tunggal seperti gamping, sehingga tidak
terbentuk mineral baru, tetapi kristal-kristal yang kecil tunbuh
lebih besar dalam tekstur interlocking menjadi batuan baru.
4. Tekstur, dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu:
1) Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfisme
a. Relict/Palimset/Sis, merupakan tekstur batuan metamorf yang m
asih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan
asalnya masih meninggalkan jejak dan seperti tampak pada batu
an metamorf tersebut.
47

b. Kristaloblastik, merupakan tekstur batuan metamorf yang terben


tuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan te
kstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya
tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.

2) Berdasarkan bentuk mineral


a. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk t
abular, contohnya adalah Sekis mika.
b. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk pris
matik, contohnya adalah sekis hornblende.
c. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk gran
ular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak
teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. Contohny
a kuarsit.
d. Hornfelsik, tekstur ini tidak menunjukan penjajaran mineral,
tetapi mineral penyusunnya membutir. Contohnya Hornblende.

Gambar 6.11 Tekstur Batuan Metamorf


(Sumber: Ptbudie.wordpress, 2021)

5. Komposisi
Pada umumnya mineral yang terbentuk adalah kuarsa, mineral mika, fel
dspar, klorit, amphibol, dan piroksin. Dalam mendeskripsikan batuan meta
48

morf secara megaskopis (mata telanjang) sedikit mengalami kesulitan. Cara


mudah untuk menentukan komposisi mineral pada batuan pada hakekatnya:
1) Mineral stress (foliasi): hornblende, mika, kyanit, zeolite, klorit, se
rpentin, epidot.
2) Mineral anti stress (non foliasi): kuarsa, kalsit, feldspar, olivin, ser
pentin.
6. Petrogenesa, dalam hal ini, sesuai dengan struktur dan tekstur yang tela
h di ketahui, maka dapat ditentukan proses pembentukan batuan tersebut.
7. Nama batuan, setelah mengetahui data-data yang telah di deskripsi, dari
warna sampai petrogenesanya, barulah dapat ditentukan nama batuan terseb
ut.

Anda mungkin juga menyukai