Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan

lebih besar dari pada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit

bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat

diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa

daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda

materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.

Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi. Batuan didefenisikan

sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang terbentuk di alam secara

alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi. Batuan adalah materi yang

terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan, terdiri dari satu jenis mineral

(monominerallic) atau lebih dan umumnya terdiri dari agregat/kumpulan dari

beberapa mineral yang berbeda.

Batuan metamorf adalah merupakan batuan yang hasil dari ubahan atau

transformasi dari suatu tipe batuan yang sudah ada sebelumnya (protolith) oleh

suatu proses yang dinamakan metamorfosis atau perubahan bentuk. Siklus batuan

menunjukkan kemungkinan batuan untuk berubah bentuk. Batuan yang terkubur

sangat dalam mengalami perubahan tekanan dan temperatur. Jika mencapai suhu

tertentu, batuan tersebut akan melebur jadi magma. Namun saat belum mencapai

titik peleburan kembali menjadi magma, batuan tersebut berubah menjadi batuan

metamorf.
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum

Adapun maksud dari praktikum kali ini adalah untuk mengenalkan batuan

penyusun kerak bumi yaitu batuan metamorf. Adapun tujuan dari praktikum ini

adalah dapat mengetahui apa itu batuan metamorf.

1.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah kita dapat mengetahui

pendeskripsian batuan metamorf .

1.4 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu;

a. LKP

b. Loop

c. Lembar Kerja Praktikum

d. Komperator

e. Buku Penuntun

f. ATK

g. 5 Sampel Batuan Metamorf


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Batuan Metamorf

Batuan malihan (batuan metamorf) adalah batuan yang berasal dari

batuan induk bisa batuan beku, batuan sedimen maupun metamorf itu sendir

yang mengalami metamorfosa. Metamor-fosa (perubahan bentuk) adalah

proses rekristalisasi di dalam kerak bum yang keseluruhannya atau sebagian

besar terjadi dalam keadaan paot yaitu tanpa fase cair. Selanjutnya terbentuk

struktur dan mineralogi bar akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang

tinggi. Contohnya kapur (kalsit) berubah menjadi marmer, atau batuan kuarsa

menjadi kuarsit.

Menurut Winkler (1967), metamorfisme adalah proses-proses yang

mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau

tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana

kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-

proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis

Menurut Zuhdi (2019) Proses metamorfisme kadang-kadang tidak

berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal

tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah.

Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal

tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan

temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama

proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila sampai


mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses

metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.

2.2. Tipe – Tipe Metamorfisme

Ada beberapa tipe metamorfime yang dapat terjadi pada batuan yaitu

metamorfosa regional, metamorfosa orogenic, metamorfosa burial,

metamorfosa dasar samudera (ocean-floor), metamorfose local, metamorfosa

kontak, metamorfosa kataklastik, metamorfosa metasomatisme, metamorfosa

impact dan metamorfosa retrogade/diaropteris.

Gambar 2.1 Tipe Metamorfisme

a. Metamorfosa Orogenik

Metamorfosa orogenic terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi

proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan

metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan

membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer.

Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama dengan kisaran

puluhan juta tahun.


b. Metamorfosa Burial

Metamorfosa burial terjadi karena kenaikan tekanan dan temperature

daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian mengalami

perlipatan. Metamorfosa dasar Samudera (Ocean-Floor) Metamorfosa dasar

samudra terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar

punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges).

c. Metamorfosa Lokal

Metamorfosa Lokal terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di

sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Proses ini terjadi

karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma dan

kadangkadang juga oleh deformasi akibat gerakan magma.

d. Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme

Metamorfosa Hidrotermal terjadi akibat perkolasi fluida atau gas yang

panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan. Pada

peristiwa ini dapat terjadi perubahan komposisi mineral dan perubahan kimia.

e. Metamorfosa Impact

Metamorfosa impact terjadi akibat tabrakan sebuah meteorit dengan

kecepatan yang sangat tinggi.Kisaran waktu terjadinya hanya beberapa

mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan

stishovite.
f. Metamorfosa Retrogade/Diaropteris

Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga

kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral

stabil pada temperatur yang lebih rendah (Zuhdi, 2019)

2.3. Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf

Adapun Tekstur dan Struktur yanh terdapat pada batuan metamorf adalah
sebagai berikut:

a. Tekstur Batuan Metamorf

Penilaian tekstur batuan metamorf berhubungan dengan ukuran, bentuk, dan

susunan butir mineral batuan tersebut. Tekstur umum yang paling sering dijumpai

adalah sebagai berikut:

1. Tekstur Relic (sisa)

Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan

asalnya. Penamaannya dengan memberi awalan blasto (kemudian disambung

dengan nama tekstur sisa), misalnya: tekstur Blastoporfiritik. Penamaan

lainnya dengan memberi awalan ”meta”, misalnya Metasedimen,

Metagraywacke, Metavulkanik,

2. Tekstur Kristaloblastik

Kristaloblastik adalah setiap tekstur yang terbentuk pada saat

metamorfosa. Penamaannya dengan memberi akhiran blastik. Penamaan ini

dipakai untuk memberikan nama tekstur yang terbentuk oleh rekristalisasi

proses metamorphosis. Misalnya, tekstur porfiroblastik, yaitu batuan


metamorf yang memperlihatkan tekstur mirip porfiritik pada batuan beku,

tapi tekstur ini betul-betul akibat rekristalisasi metamorfosis.

b. Struktur Batuan Metamorf

Tekstur umum yang paling sering dijumpai adalah sebagai berikut:

1. Berfoliasi

Foliasi adalah lapisan-lapisan pada batuan metamorf yang berbentuk

seperti belahan. Merupakan penjajaran dari komposisi mineralnya.

a) Slaty cleavage. Struktur foliasi planar yang dijumpai pada bidang belah

batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir, batuannya disebut slate

(batutulis).

b) Phylitic. Rekristalisasi lebih kasar daripada slaty cleavage, batuan lebih

mengkilap daripada batusabak (mulai banyak mineral mika), mulai

terjadi pemisahan mineral pipih dan mineral granular meskipun belum

begitu jelas/belum sempurna, batuannya disebut Phyllite (Filit).

c) Sekisose. Struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular,

mineral pipih orientasinya menerus/tidak terputus, sering disebut dengan

close Sekisosity, batuannya disebut Sekis.

d) Gneisose. Struktur perulangan dari mineral pipih dan mineral granular,

mineral pipih orientasinya tidak menerus/terputus, sering disebut dengan

open Sekisosity, batuannya disebut Gneis.


2. Non-Foliasi

Non foliasi merupakan struktur batuan metamorf yang tidak memiliki lapisan-

lapisan sehingga tidak terlihat penjajaran mineral-mineral penyusun batuan

tersebut. Adapun struktur dari non foliasi adalah sebagai berikut:

a) Granulose, struktur nonfoliasi yang terdiri dari mineral-mineral granular.

b) Hornfelsik, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh mineral-mineral

equidimensional dan equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat

metamorfosa termal, batuannya disebut Hornfels.

c) Cataclastic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh pecahan/fragmen batuan

atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan

breksiasi, terjadi akibat metamorfosa kataklastik, batuannya disebut

Cataclasite (Kataklasit).

d) Mylonitic, struktur nonfoliasi yang dibentuk oleh adanya penggerusan

mekanik pada metamorfosa kataklastik, menunjukan goresan-goresan akibat

penggerusan yang kuat dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral

primer, batuannya disebut Mylonite (Milonit).

e) Phyllonitic, gejala dan kenampakan sama dengan milonitik tetapi butirannya

halus, sudah terjadi rekristalisasi, menunjukan kilap silky, batuannya disebut

Phyllonite (Filonit) (Zikri.2018).

1.4. Mineral Penciri Batuan Metamorf

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa

mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang
terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,

yaitu:

a. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf

seperti c, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.

b. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf

seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.

c. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit,

stautolit, kordierit, epidot dan klorit. (Zuhdi,2019)

1.5. Fasies Metamorfisme

Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey,

1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf

merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan

antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu.

Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang

termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral

yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu

serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan mineralogi

dalam batuan.

Fasies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik

berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan

metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan


berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau

kimia.

2.6 Klasifikasi Penamaan Batuan Metamorf

Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur

dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang

menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis

augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari

batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa

nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau

berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).

Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi

mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit;

secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik

bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh

rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan

metamorfik yang lain adalah sebagai berikut: Amphibolit: Batuan yang berbutir

sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende)

dan plagioklas. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah

piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina)

dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi

mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.

Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,

felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.


Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa

datar kuarsa dan/atau felspar. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme

thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak.

Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar

yang sama disebutgranofels. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan

yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan

mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah

dari fragmen yang tersisa.

Batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi

mika, batuannya disebut philonit. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya

terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi

klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat

feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. Skarn:

Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-

silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan

komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
3.1.1 Sampel 1

Gambar 3.1 Batuan Gneiss

Pada sampel nomor urut 2 dengan nomor peraga 502000 merupakan

jenis batuan metamorf dengan warna segar abu-abu kecoklatan dan warna

lapuknya adalah coklat kehitaman. Tekstur granonematoblastik karena

mineral penyusunnya berbentuk granular, batas mineralnya bersifat tidak

teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. Struktur foliasi gneissic

karena lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda,

umumnya antara mineral-mineral granuler dengan mineral-mineral tabular

atau prismatic, umunya penjajaran ini tidak menerus melainkan terputus-

putus. Komposisi mineral yang terkandung dalam batuan ini yaitu mineral

quarts berbentuk angular dengan warna putih sebanyak 40%, serta muscovite

berbentuk angular dengan warna putih susu sebanyak 60%. Dengan fases

amphibolite, dan nama batuan gneissic (gneiss).


3.1.2 Sampel 2

Gambar 3.2 Batuan Slate

Pada sampel nomor urut 1 dengan nomor peraga G13 merupakan

jenis batuan metamorf dengan warna segar abu-abu kehitaman dan

warna lapuknya adalah orange kecoklatan. Tekstur palimset karena

mineral penyusunnya berbentuk prismatic. Struktur slaty cleavage

karena berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh

adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan

sejajar. Komposisi mineral yang terkandung dalam batuan ini yaitu

mineral grafit berbentuk angular dengan warna abu-abu sebanyak 65%,

Biotit, dan Amfibol. Dengan fases metamorfisme dinamik, dan nama

batuanjmslatejjbatum(sabak).
3.1.3 Sampel 3

Gambar 3.3 Batuan Filit

Pada sampel nomor urut 3 dengan nomor peraga A15 merupakan

jenis batuan metamorf dengan warna segar anu-abu kehitaman dan

warna lapuknya adalah orange kecoklatan. Tekstur dari batuan ini

adalah lepidoblastik karena mineral penyusunnya berbentuk tabular.

Struktur termasuk foliasi phylitic karena rekristalisasi mulai terlihat

pemisahan mineral pipih dengan mineral granularr. Komposisi mineral

yang terkandung dalam batuan ini yaitu Muskovit, Klorit, Kuarsa, dan

Serpentine. Dan nama batuannya adalah Batuan Filit.

3.1.4 Sampel 4

Gambar 3.4 Batuan Eclogite


Pada sampel nomor urut 4 dengan nomor peraga CANTIK

merupakan jenis batuan metamorf dengan warna segar hijau kebiruan dan

warna lapuknya adalah hijau kehitaman. Tekstur kristoblastik karena

batuan ini terbentuk oleh sebab proses metamorfisme itu sendiri dan

sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.

Struktur non foliasi hornfels karena terbentuk oleh mozaik mineral-

mineral equidimensional dan umumnya berbentuk polygonal.

Komposisi mineral yang terkandung dalam batuan ini yaitu gamet

berbentuk granular dengan coklat kemerahan sebanyak 40%. Dengan

fases metamorfisme eclogite, dan nama batuan eclogite.

3.1.5 Sampel

Gambar 3.5 Batuan Aktinolit

Pada sampel nomor urut 3 dengan nomor peraga VTCB07 merupakan

jenis batuan metamorf dengan warna segar hijau kehitaman dan warna

lapuknya adalah abu kehijauan. Tekstur nematoblastik, batuan ini sudah

mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Struktur


schistosic karena susunan parallel mineral- mineral pipih, prismatic atau

lenticular. Komposisi mineral yang terkandung dalam batuan ini yaitu kuarsa

berbentuk anhedral dengan warna putih sebanyak 45%, dan Klorit 55%

Dengan fases metamorfisme hornfels, dan nama batuan Aktinolit.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Batuan malihan (batuan metamorf) adalah batuan yang berasal dari batuan

induk bisa batuan beku, batuan sedimen maupun metamorf itu sendir yang

mengalami metamorfosa. Metamor-fosa (perubahan bentuk) adalah proses

rekristalisasi di dalam kerak bum yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi

dalam keadaan paot yaitu tanpa fase cair. Selanjutnya terbentuk struktur dan

mineralogi bar akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi. Contohnya

kapur (kalsit) berubah menjadi marmer, atau batuan kuarsa menjadi kuarsit.

5.1. Saran

5.2.1 Saran Untuk Laboratorium

a. Menambahkan pendingin ruangan.

b. Menambahkan kursi diruangan laboratorium.

c. Menambahkan meja di ruangan laboratorium.

5.2.2 Saran Untuk Asisten

a. Mempertahankan keramahannya.

b. Menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

c. Membimbing praktikan yang kurang memahami materi penelitian.

5.2.3 Saran Untuk Praktikan

a. Menjaga ketenangan saat berada di laboratorium.

b. Menjaga kebersihan laboratorium.

c. Belajar terlebih dahulu sebelum penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mustaghfirin. (2013). Batuan. Jakarta : Kementrian Pendidikan.

Zuhdi, Muhammad. (2019). Buku Pengantar Geologi. Mataram : Duta Pustaka

Zikri, Khairul. (2018). Geologi Umum. Padang : Geografi UNP.

Hardian. (2014). Volkanologi Selayang Pandang Jilid I. Seri Geanarchism .

Mulyaningsih. (2015). Vulkanilogi. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Noor. (2012). Pengantar Geologi. Bogor: Universitas Pakuan.

Zuhdi. (2019). Pengantar Geologi. Lombok: Daftar Pusta Ilmu

Anda mungkin juga menyukai