Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrologi merupakan salah satu cabang ilmu dari geologi yang membahas

mengenai batuan serta proses-proses yang mempengaruhi pembentukannya.

Objek kajian dari petrologi yaitu batuan yang merupakan penyusun dari kulit

bumi.

Batuan merupakan hasil agregat dari mineral atau komponen baik yang

sejenis ataupun tidak sejenis yang memiliki komposisi kimia. Berdasarkan pada

proses terbentuknya batuan dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku, batuan

sedimen dan batuan metamorf. Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk

dari hasil pembekuan magma. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk

hasil sedimentasi, baik secara mekanik, kimia ataupun organik. Batuan metamorf

merupakan batuan yang terbentuk karena perubahan temperatur dan tekanan yang

sangat tinggi dari batuan sebelumnya. Ketiga jenis batuan tersebut memiliki

struktur dan tekstur yang masing-masing berbeda. Khususnya pada batuan

sedimen yang memiliki struktur berlapis atau tidak berlapis, dan tekstur klastik

ataupun piroklastik. Struktur dan tekstur tersebut mempengaruhi penamaan dari

batuan sedimen. Berdasarkan hal tersebut maka dilaksanakanlah praktikum ini

untuk memberi pemahaman kepada praktikan megenai bagaimana mengenali

Batuan Metamorf foliasi dan non-foliasi agar mahasiswa dapat menerapkannya

langsung di lapangan sebagai relasi antara materi yang diterima di perkuliahan

dengan penerapannya langsung di lapangan.


1.2 Maksud dan Tujuan

Praktikum ini bermaksud untuk membangun pemahaman awal serta

menambah ilmu mengenai petrologi khususnya batuan sedimen klastik dan batuan

piroklastik

Adapun tujuan dilaksanannya praktikum ini adalah:

1. Mengetahui pengertian dari metamorf foliasi dan non-foliasi

2. Mendeskripsikan jenis batuan metamorf foliasi dan non-foliasi

3. Menjelaskan proses pembentukan batuan metamorf foliasi dan non-foliasi

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

1. Referensi Petrologi

2. Alat Tulis Menulis

3. LKP

4. Komparator Batuan Sedimen

5. Sampel Batuan

6. Lup dan HCl 0,1 M


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batuan

Batuan adalah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis

yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak

memiliki susunan kimiawi yang tetap, biasanya tidak homogen. Batuan tidak

perlu padat dan keras dan biasanya merupakan agregat-agregat yang berukuran

cukup besar, tetapi dapat pula dalam ukuran yang cukup kecil atau tersusun oleh

benda gelas saja. Batuan dari segi asal dan keterdapatan di lapangan dapat

digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan

batuan metamorf. Perkembangan batuan mengikuti suatu siklus yang disebut

dengan daur batuan. (Noor. D, 2009)

Batuan dapat pula merupakan sekumpulan mineral-mineral yang menjadi

satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Lapisan lithosphere di bumi terdiri

dari batuan. Sedangkan mineral adalah substansi yang terbentuk karena

kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi fisik dan kimia. Dalam

ilmu geologi batu ( tunggal ) dan batuan ( jamak ) merupakan benda padat yang

terbuat secara alami dari mineral dan atau mineraloid. Lapisan luar padat Bumi

Litosfer terbuat dari batuan. Dalam batuan umumnya ialah tiga jenis yaitu batuan

beku, sedimen dan malihan. Penelitian ilmiah batuan disebut perrologi dan

petrologi yang merupakan komponen penting dari geologi. (Noor D, 2009)


2.2 Batuan Metamorf

Batuan metamorf diartikan sebagai batuan yang terbentuk akibat perubahan

suhu dan tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya (protolith), baik itu

batuan beku, sedimen, maupun batuan metamorf itu sendiri (Winter, 2001; Best,

2003). Perubahan itu sendiri disebut dengan proses metamorfisme. Batuan

metamorf juga disebut sebagai batuan malihan, demikian pula dengan prosesnya,

yaitu proses

metamorfisme atau malihan.

Proses metamorfisme merupakan perubahan yang terjadi pada susunan

mineral, tekstur batuan, dan komposisi kimia. Perubahan pada proses

metamorfisme sangat berbeda dengan perubahan pada batuan sedimen yang

dikenal dengan diagenesis dan proses pelapukan. Proses metamorfisme

berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi di atas 200C dan 300

MPa (megapascal) pada kedalaman tekanan 3 kbar dan terjadi dalam kondisi

padat. Proses diagenesa sendiri berlangsung pada suhu di bawah 200C dan proses

pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh di bawahnya dalam lingkungan

atmosfer.

Batuan metamorf merupakan salah satu jenis batuan yang keterdapatannya

terbatas

pada suatu daerah dengan kondisi geologi tertentu, seperti sabuk pegunungan,

batas

kontinen, dan daerah- daerah tektonik aktif. Keterdapatannya yang sangat terbatas
dan proses pembentukannya yang sangat kompleks menjadikan batuan ini

dijadikan

salah satu media oleh para ahli geologi, khususnya ahli petrologi untuk

mempelajari

dinamika bumi. Selain itu, batuan ini juga merupakan sumber mineralisasi

logam-logam ekonomis dan batu dimensi atau yang lebih dikenal dengan batu

mulia

yang bernilai sangat mahal yang banyak diburu oleh kolektor, baik dari dalam

maupun luar negeri. (Maulana, Adi).

2.3 Fasies Metamorf

Batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh

proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan

batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktivitas kimia fluida,

gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses

isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang

mengalami metamorfosa. Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa

mengalami fasa cair, dengan temperatur 2000-6500oC. Menurut (Grovi, 1931),

perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi

tersebut akan terbentuk kristal-kristal baru, begitu pula pada teksturnya. Menurut

(H.G.F Winkler 1926), metamorfisme adalah proses yang mengubah mineral

suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimia

dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses

tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.


Disamping karena pengaruh tekanan dan temperatur, metamorfisme juga

dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida dalam jumlah bervariasi di antara butiran

mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya mengandung ion terlarut akan

mempercepat proses metamorfisme. Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada

pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting dalam

metamorfosa. fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon

dioksida, asam hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut

bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan

penyetimbangan mekanis (Best M, 2002).

2.4 Struktur Batuan Metamorf

Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau

orientasi unit poligranular batuan tersebut. .

a. Struktur Foliasi

Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi

ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi

lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan

belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.

Struktur foliasi antara lain:

1. Slaty Cleavage

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir

sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-

bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.

Batuannya disebut slate (batusabak).


Gambar 2.1 Struktur Slaty Cleavage

2. Phyllitic

Stuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage

tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat

pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut

phyllite (filit).

Gambar 2.2 Struktur Phyllitic


3. Schistosic

Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih,

prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran

butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schistosic (sekis).


Gambar 2.3 Struktur Schistosic

4. Gneissic/Gnissose

Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran

mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-

mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral

tabular atau prismatic (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral

ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya

disebut gneiss.

Gambar 2.4 Struktur Gneissic

b. Struktur Non Foliasi

Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya

terdiri dari butiran- butiran (granular). Struktur nonfoliasi yang umum

dijumpai antara lain :

1. Hornfelsic/granulose

Terbentuk oleh mozaik mineral-mineral equidimensional dan

equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut


hornfels (batutanduk).

Gambar 2.5 Struktur Granulose


2. Kataklastik

Berbentuk oleh pecahan/ fragmen batuan atau mineral

berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.

Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.

Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

3. Milonitic

Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada

metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya

berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan

belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya

disebut mylonite

(milonit).

Gambar 2.6 Struktur Milonitic

4. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik

tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya adalah

kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.

Batuannya disebut phyllonite (filonit).

2.5 Tekstur Batuan Metamorf

a. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa

Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa ini tekstur

batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :

1. Relict/Palimset/Sisa

Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan

sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak

pada batuan metamorf tersebut.

2. Kristaloblastik

Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh

sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini

sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak

tampak.

b. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir

1. Fanerit bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.

2. Afanitit bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.

c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal


1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal

itu sendiri.

2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya

sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal di sekitarnya.

3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan

kristal lain di sekitarnya.

Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan

metamorf dapat dibedakan menjadi :

1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.

2. Xenoblastik/ Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal

berbentuk anhedral.

d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral

1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.

2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.

3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,

equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan

umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,

equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih

teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

2.6 Tata Nama dan Klasifikasi Batuan Metamorf


Dalam menentukan nama serta jenis batuan metamorf serta lain lainya

dapat di gunakan salah satu klasfikasi yaitu klasifikasi W.T Huang 1962

dan Klasifikasi O'Dunn dan Sill, 1986.

Tabel 2.1 Identifikasian Batuan Metamorf berdasarkan W.T. Huang 1962


Tekstur Foliasi Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan
Slaty Mika Regional Mudstone Slate
Kwarsa,
Phyllitic Regional Mudstone Phyllite
Mika,
Klorit
Schistose Kwarsa, Mika Regional Slate Schist
Amphibole, Basalt or
Schistose Regional Amphibolite
Plagioklas Gabbro
Gneissic Feldspar,
Foliasi Regional Schist Gneiss
Banding Mika,
Kwarsa Kontak or Bituminous
Karbon Anthracite Coal
Regional Coal
Kwarsa, Kontak or Metaconglomera
Conglomerate
Non fragmen Regional te
Foliasi batuan Kontak or
Kalsit Limestone Marble
Regional
Kontak or
Kwarsa Sandstone Quartzite
Regional

Gambar 2.7 Klasifikasi O'Dunn dan Sill, 1986


BAB III
METODOLOGI
Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum
3.1 Metodologi

Metode yang akan digunakan dalam praktikum acara kelima ini adalah

pengenalan batuan metamorf foliasi dan metamorf non-foliasi seperti yang di

lakukan oleh praktikan.

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan-tahapan praktikum, diantaranya:

3.2.1 Tahapan Pendahuluan

Pada tahapan awal, kami melakukan studi literatur dan terbagi kedalam

berbagai tahapan seperti asistensi acara dimana dijelaskan secara umum mengenai

materi batuan metamorf foliasi dan metamorf non foliasi. Selanjutnya akan

diberikan tugas pendahuluan mengenai materi praktikum. Tahapan terakhir dari

studi literatur ini adalah responsi sebelum praktikan dimulai.

3.2.2 Tahapan Praktikum

Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Field Geology, Departemen

Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin. Setelah responsi dilakukan, dilanjutkan

dengan kegiatan praktikum. Praktikan diberikan 10 sampel batuan untuk

kemudian di deskripsikan dan dituliskan pada lembar kerja praktikan.

3.2.3 Analisis Data


Pada tahapan ini kami melakukan diskusi beserta pengecekan ulang sampel

batuan metamorf foliasi dan metamorf non-foliasi yang telah dideskripsi di

laboratorium pada tahapan sebelumnya.

3.2.4 Pembuatan Laporan

Setelah memperoleh analisis data yang benar berdasarkan hasil asistensi dari

asisten, dilanjutkan dengan penusunan laporan sesuai dengan format laporan yang

telah ditentukan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini antara lain adalah :

1. Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen

maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur

serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur dan tekanan yang tinggi

disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi

pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Lebih lanjut, proses-proses


metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena

pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi

yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk

pelapukan dan diagenesa. Berdasarkan struktur, metamorf terbagi dua yaitu foliasi

dengan kenampakan penjajaran mineral dan non-foliasi atau tanpa penjajaran

mineral.

2. Dari hasil deskripsi di laboratorium, sampel yang dideskripsi adalah 7 sampel

batuan metamorf foliasi dan 3 sampel batuan metamorf non foliasi sehingga total

sampel yang diamati adalah 10 sampel.

3. Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,

biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi

merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-

batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat

menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas

diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses

metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan

sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat

yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama

batuan berada dalam kondisi padat. Perbedaan factor tekanan dan suhu akan

menyebabkan terjadinya penjajaran mineral (foliasi) dan tanpa penjajaran (Non-

Foliasi).

5.2 Saran
Adapun saran kami untuk praktikum kali ini antara lain :

5.2.1 Saran untuk laboratorium

1. Diharapkan tetap menjalankan protokol kesehatan

2. Melengkapi nomor peraga di setiap sampel yang akan di deskripsi

5.2.2 Saran untuk asisten

1. Semoga kedepannya tetap mematuhi protokol kesehatan

2. Agar kedepannya tetap mendampingi praktikan di saat mendeskripsi

sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Jaya, A dan Maulana, A. 2018. Pengenalan Geologi Lapangan. UPT Unhas

Press.  Makassar

Maulana, Adi. 2019. Petrologi. Ombak. Makassar

Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Program Studi Teknik Geologi,

Fakultas Teknik, Universitas Pakuan : Bogor


Zuhdi, Muhammad. 2019. Buku Ajar Pengantar Geologi. Duta Pustaka Ilmu.

Lombok

Anda mungkin juga menyukai