Anda di halaman 1dari 43

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BATUAN METAMORF

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

MUHAMMAD WAFI FANANI


21100117130037

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN


BATUBARA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
SEMARANG
MEI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrologi, acara Batuan Metamorf yang disusun oleh


Muhammad Wafi Fanani telah disahkan pada :
hari :
tanggal :
waktu :
sebagai tugas praktikum matakuliah Petrologi

Semarang, 17 Mei 2018


Asisten Acara Praktikan

Mutiari Rindianingrum Muhammad Wafi Fanani


21100116130074 21100117130037

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Mendeskripsi dan mengamati batuan Metamorf
 Mendeskripsi komposisi yang terdapat pada batuan metamorf
 Memberikan nama metamorf berdasarkan klasifikasi yang telah ada
 Mengetahui petrogenesa dari batuan metamorf
1.2 Tujuan
 Dapat mendeskripsi struktur dan tekstur yang terdapat pada batuan
metamorf
 Dapat mendeskripsi mineral yang terdapat pada batuan metamorf
 Dapat memberikan nama batuan metamorf berdasarkan klasifikasi
W.T. Huang, struktur dan tekstur, dan komposisi
 Dapat mengetahui fasies metamorf dan tipe tipe metamorfisme
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum petrologi dengan acara batuan metamorf yang pertama
dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 02 Mei 2018
Pukul : 15.30WIB – selesai
Tempat : Ruang GS 202 Gedung Pertamina Sukowati
Departemen Teknik Geologi Universitas
Diponegoro
Praktikum petrologi dengan acara batuan metamorf yang kedua
dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 09 Mei 2018
Pukul : 15.30WIB – selesai
Tempat : Ruang GS 202 Gedung Pertamina Sukowati
Departemen Teknik Geologi Universitas
Diponegoro

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1.Pengertian Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses
rekristalisasi di dalam kerak bumi yang secara keseluruhan atau sebagian
besar terjadi dalam keadaan yang padat,yakni tanpa melalui fase cair,
sehingga terbentuk steruktur dan mineralogi baru akibat pengaruh
temperatur (T) (200-650oC) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan metamorf
merupakan batuan yang berasal batuan induk, bisa batuan beku, batuan
sedimen, maupun batuan metamorf sendiri yang mengalami
metamorfisme.
2.2.Struktur
a. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi
ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi
lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan
belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.
Struktur foliasi antara lain:
1. Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat
halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang
belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya
disebut slate (batusabak).

Gambar 2.1 Struktur Slaty Cleavage


2. Phyllitic

2
Stuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi
terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat
pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya
disebut phyllite (filit)

Gambar 2.2 Struktur Phyllitic


3. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral- mineral pipih,
prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut
(sekis).

Gambar 2.3 Struktur Schistosic


4. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran
mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara
mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-
mineral tabular atau prismatic (mineral ferromagnesium).
Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan
terputus- putus. Batuannya disebut gneiss.

3
Gambar 2.4 Struktur Gneissic
b. Struktur Non Foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran- butiran (granular). Struktur nonfoliasi yang umum
dijumpai antara lain :
1. Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaik mineral-mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut
hornfels (batutanduk).

Gambar 2.5 Struktur Granulose


2. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/ fragmen batuan atau mineral berukuran
kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur
kataklastik ini terjadi akibat metamorfisme kataklastik. Batuannya
disebut cataclasite (kataklasit).
3. Mylonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfisme
kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi

4
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite
(milonit).
4. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi
umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri lainnya adalah kenampakan
kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit).
2.3.Tekstur
a. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses
Metamorfisme
Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfisme ini
tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
1.Relict/ Palimset/ Sisa
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan
sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak
pada batuan metamorf tersebut.
2.Kristaloblastik
Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab
proses metamorfisme itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah
mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.
Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
b. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir
Berdasarkan butirnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
1.Fanerit bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
2.Afanit bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi :
1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang
kristal itu sendiri.

5
2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang
permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan
kristal di sekitarnya.
3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan
kristal lain di sekitarnya.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan
metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk
euhedral.
2. Xenoblastik/ Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh
kristal berbentuk anhedral.
d. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:
1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk
tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk
prismatic.
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur)
dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih
teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
2.4.Komposisi
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa
mineral yang berasal dari batuan asal (protholit) maupun dari mineral baru
yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan
menjadi 3 yaitu :

6
a. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan metamorf
seperti kuarsa, feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen,
olivine, dan bijih besi.
b. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan
metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit
dan dolomite.
c. Mineral Indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit,
silimanit, stautolit, kordiorit, epidot dan klorit
2.5.Petrogenesis
a. Metamorfisme regional / dinamothermal
Metamorfisme regional atau dinamothermal merupakan
metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sangat luas.
Metamorfisme ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfisme
ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfisme orogenik, burial, dan
dasar samudera (ocean-floor).
1. Metamorfisme Orogenik
Metamorfisme ini terjadi pada daerah sabuk orogenik
dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi.
Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar
dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfisme ini
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta
tahun lalu.
2. Metamorfisme Burial
Metamorfisme ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan
temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi
intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai
dan reaksi antara mineral dengan fluida.
3. Metamorfisme Dasar dan Samudera
Metamorfisme ini terjadi akibat adanya perubahan pada
kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid

7
oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut
menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air
laut tersebut.
b. Metamorfisme Lokal
Merupakan metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfisme
ini dapat dibedakan menjadi :
a. Metamorfisme Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar
kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan
terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh
magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona
metamorfisme kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi
umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara
mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material.
Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
b.Pirometamorfisme/ Metamorfisme optalic/ Kaustik/ Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfisme kontak yang
menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan
dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh
pada xenolith atau pada zone dike.
c. Metamorfisme Kataklastik/ Dislokasi/ Kinematik/ Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada
patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang
mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan. Batuan yang
dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia,
fault gauge, atau milonit.
d.Metamorfisme Hidrotermal/ Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada
jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga

8
menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan
juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
e. Metamorfisme Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit.
Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya
ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfisme ini erat kaitannya dengan panas bumi (geothermal).
f. Metamorfisme Retrogade/ Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan
mineral metamorfisme tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan
mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.
2.6.Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf
Kebanyakan penamaan batuan metamorf didasarkan pada kenampakkan
struktur dan teksturnya dan beberapa nama batuan juga didasarkan jenis
penyusun utamanya atau dapat pula dinamakan berdasrkan fasies
metamorfiknya.
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur , batuan metamorf
yang lainnya yang banyak dikenal antara lain :
 Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai
kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral
prismatiknya terorientasi.
 Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya
hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin.
 Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat
(kalsit atau dolomit) dan umumnya berstektur granoblastik.
 Skarn, yaitu marmer tang tidak murni karena mengandung mineral calc-
silikat seperti garnet, epidot.
 Kuarsit, batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.

9
BAB III
HASIL DESKRIPSI
3.1 Batu Kode M-1
 Warna : Abu-abu
 Dimensi : 11cm x 7cm x 4cm
 Struktur : Foliasi (Schis)
 Tekstur
o Ketahanan : Kristaloblastik
o Bentuk Kristal : Nematoblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Idioblastik
 Komposisi
o Kuarsa (20%) : Transparan, 7SM., kilap kaca
o Mika (80%) : Transparan, kilap kaca, berlembar
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk dimana
tekanan mendominasi
pembentukan batuan ini
dibandingkan dengan
suhunya. Batuan ini terbentuk
pada tipe metamorfisme
regional yang terdapat pada
Mika sabuk orogenik.

Kuarsa

 Nama Batuan : Schis Mika (W.T. Huang, 1962)

10
3.2 Batu Kode M-3
 Warna : Hitam
 Dimensi : 16cm x 6cm x 3cm
 Struktur : Foliasi (Slatty Cleavage)
 Tekstur
o Ketahanan : Relict
o Bentuk Kristal : -
o Ukuran Kristal : Afanitik
o Hubungan :-
 Komposisi
o Lempung (100%) : berwarna hitam, kilap lemak, opac
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk dari
batuan sedimen yang berupa
batulempung yang
mengalami metamorfisme
regional dimana tekanan
lebih mendominasi
Mineral Lempung
pembentukan dibandingkan
dengan temperature atau
suhu

 Nama Batuan : Slatty (Struktur dan Tekstur)

11
3.3 Batu Kode R-6
 Warna : Putih
 Dimensi : 11cm x 6cm x 4cm
 Struktur : non Foliasi (Hornfelsik)
 Tekstur
o Ketahanan : Relict
o Bentuk Kristal : Nematoblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Idioblastik
 Komposisi
o Kuarsa (90%) : Transparan, 7SM., kilap kaca
o Protolith (10%) : Berupa batupasir kuarsa
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk pada tipe
metamorfisme lokal dimana
suhu dan temperature lebih
mendominasi pembentukan
dibandingkan dengan
tekanan. Batuan ini
merupakan batupasir kuarsa
yang mengalami
metamorfisme

Protolith Kuarsa

 Nama Batuan : Kuarsit (Komposisi)

12
3.4 Batu Kode M-9
 Warna : Putih
 Dimensi : 16cm x 9cm x 7cm
 Struktur : Foliasi (Gneis)
 Tekstur
o Ketahanan : Relict
o Bentuk Kristal : Granoblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Xenoblastik
 Komposisi
o Kuarsa (30%) : Transparan, 7SM., kilap kaca
o Zeolit (40%) : Translusent, kilap lemak
o Plagioklas (30%) : Translusent, kilap lemak, 5,5-6 SM.
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk pada tipe
metamorfisme regional
dimana tekanan mendominasi
dalam pembentukan batuan
ini dibandingkan dengan suhu
atau temperature.

Zeolit

Kuarsa Plagioklas

 Nama Batuan : Gneiss Zeolit (Struktur dan Komposisi)

13
3.5 Batu Kode M-8
 Warna : Hijau Keabu-abuan
 Dimensi : 19cm x 7cm x 5cm
 Struktur : Foliasi (Schis)
 Tekstur
o Ketahanan : Kristaloblastik
o Bentuk Kristal : Granuloblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Idioblastik
 Komposisi
o Kuarsa (20%) : Transparan, 7SM., kilap kaca
o Klorit (40%) : Hijau, menjarum-menyerabut
o Serpentin (40%) : Hijau, 2,5-3 SM.
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk pada tipe
metamorfisme regional
dengan fasies metamorfisme
berupa fasies greenschis.
Tekanan mendominasi dalam
pembentukan batuan ini
dibandingkan dengan
suhunya
Kuarsa

 Nama Batuan : Greenschist (W.T. Huang, 1962)

14
3.6 Batu Kode R-1
 Warna : Hijau
 Dimensi : 10cm x 8cm x 5cm
 Struktur : non Foliasi (Hornfelsik)
 Tekstur
o Ketahanan : Kristaloblastik
o Bentuk Kristal : -
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan :-
 Komposisi
o Zeolite (90%) : berwarna hijau, kilap lemak, opac
o Pengotor (10%)
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk pada tipe
metamorfisme lokal dimana
suhu atau temperature lebih
tinggi dibandingkan dengan
tekanan nya.

Zeolite

 Nama Batuan : Zeolit (Komposisi)

15
3.7 Batu Kode R-5
 Warna : Putih kecoklatan
 Dimensi : 10cm x 8cm x 5cm
 Struktur : non Foliasi (Hornfels)
 Tekstur
o Ketahanan : Relict
o Bentuk Kristal : Lepidoblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Idioblastik
 Komposisi
o Kuarsa (90%) : Transparan, 7SM., kilap kaca
o Protolith (10%)
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini terbentuk pada tipe
metamorfisme lokal dimana
suhu atau temperature lebih
mendominasi dibandingkan
dengan tekanananya dalam
pembentukan batuan ini.

Kuarsa

 Nama Batuan : Kuarsit (Komposisi)

16
3.8 Batu Kode R-4
 Warna : Abu-abu
 Dimensi : 18cm x 9cm x 5cm
 Struktur : non Foliasi (Hornfelsik)
 Tekstur
o Ketahanan : Relict
o Bentuk Kristal : Lepidoblastik
o Ukuran Kristal : Fanerik
o Hubungan : Idioblastik
 Komposisi
o Piroksen (30%) : Opac, kilap kaca, berwarna hitam
o Serepentin (70%) : berwarna hijau, menjarum
 Gambar  Petrogenesa
Batuan ini tebentuk pada tipe
metamorfisme lokal dimana
suhu atau temperature lebih
tinggi dibandingkan dengan
tekanan dalam pembentukan
batu ini.

Piroksen Serpentin

 Nama Batuan : Serpentinit (Komposisi)

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada hari Rabu, 02 Mei 2018 diadakan praktikum petrologi dengan acara
Batuan Metamorf pertama pada pukul 15.30 WIB. hingga selesai di ruang 202
Gedung Pertamina Sukowati Departemen Teknik Geologi Universitas Diponegoro.
Pada hari Rabu, 09 Mei 2018 diadakan praktikum petrologi dengan acara Batuan
Metamorf kedua pada pukul 15.30 WIB. hingga selesai di ruang 202 Gedung
Pertamina Sukowati Departemen Teknik Geologi Universitas Diponegoro.
Kegiatan yang dilakukan pada praktikum petrologi acara batuan metamorf ini
berupa mengamati dan mendeskripsi struktur, tekstur dan komposisi batuan
metamorf yang mana hasil deskripsi tersebut berguna untuk penamaan dan
petrogenesa batuan metamorf berdasarkan klasifikasi W.T. Huang, Struktur dan
Tekstur, Komposisi. Dalam pendeskripsian batuan metamorf terdapat 8 batu yang
telah dideskripsi diantaranya adalah batu kode M-1, batu kode M-3, batu kode R-6,
batu kode M-9, batu kode M-8, batu kode R-1, batu kode R-5 dan batu kode R-4.
Berikut pembahasan dari batu batu metamorf yang telah dideskripsi.
4.1. Batu Kode M-1
Batu kode M-1 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode M-1 ini memiliki kenampakan warna abu-abu. Jika diukur batu
kode M-1 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 11cm x 7cm x 4cm.
Batu kode M-1 dilihat pada permukaannya terlihat sebuah penjajaran
mineral dimana mineral mineral nya berbentuk prismatik mendominasi
sehingga struktur yang terdapat pada batu kode M-1 adalah schistosic. Jika
dilihat pada permukaannya lebih telilti batu kode M-1 terlihat telah
mengalami rekristalisasi sehingga tekstur batuan asalnya telah tidak tampak
lagi. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat pada batu kode M-1 ini
sangat terlihat jelas dengan menggunakan mata maka ukuran butir dari batu
kode M-1 berupa fanerik. Dilihat bentukan bentukan mineral penyusunnya

18
terlihat memiliki bentuk prismatik pada mineral tersebut sehingga bentuk
kristal batu kode M-1 adalah nematoblastik. Dilihat kembali pada mineral
penyusun kode M-1 terlihat terdapat batas batas pada tiap taip mineral yang
berhubungan maka batu kode M-1 memiliki hubungan kristal yang berupa
Idioblastik.
Batu kode M-1 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu
ini diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa
transparan, kekerasan 7SM., dan memiliki kilap kaca maka dari sifat fisik
mineral yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral kuarsa.
Mineral kuarsa pada batu kode M-1 terdapat 20% menyusun batu ini.
Mineral 2 memiliki sifat fisik yang berupa transparan, kilap kaca, dan
memiliki bentuk berlembar maka dari sifat fisik mineral yang memiliki sifat
yang sama dengan mineral 2 adalah mineral mika dengan keterdapatannya
pada batu kode M-1 berkisar 80%.
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode M-1 memiliki struktu Schistosic, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal nematoblastik,
hubungan idioblastik dan komposisinya berupa kuarsa (20%) dan mika
(80%) maka batu kode M-1 memiliki nama Schis Mica yang berdasarkan
struktur dan tekstur batuan.
Batu kode M-1 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur
batuannya yang berupa foliasi (schist) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode M-1 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme regional lebih tepatnya merupakan tipe metamorf sabuk
orogenik. Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk pada zona subduksi
dengan faktor pembentukannya berupa tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu atau temperaturenya. Jika dilihat pada
kommposisinya batu kode M-1 yang berupa mika dapat diinterpretasikan
bahwa batuan asal dari batu kode M-1 atau protolith dari batu kode M-1
berupa batulempung. Maka batu kode M-1 termasuk dalam fasies
metamorfisme yang berupa fasies greenschist karena pada bati kode M-1 ini

19
terdapat struktur schist dan juga terdapat komposisi yang berupa mika dan
kuarsa. Dari fasies tersebut maka batu kode M-1 terbentuk pada suhu 300°-
400°C dan terbentuk pada tekanan 2-8 Kbar.

Gambar 4.1 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode M-1


Batu kode M-1 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi dan juga tahap
pembentukan mineral baru. Tahap rekristalisasi pada batu kode M-1 telah
sempurna karena terlihat pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa
kristaloblastik maka dari hal tersebut terjadi pemebentukan ulang kristal
atau rekristalisasi sehingga telah tidak terdapat srtuktur dan tekstur batuan
asalnya. Tahap reorientasi pada batu kode M-1 telah terjadi karena pada
tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan mineral mineral dan
menyebabkan pembentukan struktur pada batuan. Reorientasi pada batu
kode M-1 ditandai dengan adanya struktur foliasi yang berupa schist. Tahap
pembentukan mineral aru adalah proses dimana penyusunan elemen elemen
kimiawi mineral sehingga terbentuknya mineral baru. Pembentukan mineral
baru pada batu kode M-1 adalah ditandai dengan adanya mineral mika yang
berasal dari mineral mineral lempung yang mengalami perubahan unsur
kimianya.

20
4.2.Batu Kode M-3
Batu kode M-3 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode M-3 ini memiliki kenampakan warna hitam. Jika diukur batu kode
M-3 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 16cm x 6cm x 3cm. Batu
kode M-3 dilihat pada permukaannya terlihat sebuah perlapisan yang
dibentuk oleh penjajaran penjajaran mineral, namun pada batu kode M-3 ini
mineral mineralnya tidak dapat dilihat maka batu kode M-3 memiliki
struktur Foliasi yang berupa slatty cleavage. Jika dilihat pada
permukaannya lebih telilti batu kode M-3 terlihat bahwa masih terdapat
struktur struktur batuan asalnya sehingga batu kode M-3 memiliki
ketahanan kristal yang berupa relict. Jika dilihat pada mineral mineral yang
terdapat pada batu kode M-3 ini sangat sulit dilihat dengan menggunakan
mata maka ukuran butir dari batu kode M-3 berupa afanitik. Batu kode M-
3 karena memiliki ukuran kristal afanitik maka untuk tekstur batu kode M-
3 yang berupa bentuk kristal dan hubungan antar kristal nya tidak dapat
dideskripsi atau diidentifikasi.
Pada batu kode M-3 ini memiliki komposisi dimana hanya berupa
mineral mineral lempung yang telah mengalami metamorfisme sehingga
memiliki sifat fisik berupa berwarna hitam, kilap lemak, opac.
Berdasarkan hasil deskripsi dan pengamatan batu kode M-3 yang
memiliki struktur Foliasi slatty cleavage, tekstur yang berupa ketahanan
kristal relict dan ukuran kristal afanitik, komposisi batu kode M-3 yang
berupa mineral lempung 100%. Sehingga nama batu kode M-3 adalah slatty
berdasarkan penamaan struktur dan tekstur.
Batu kode M-3 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur
batuannya yang berupa foliasi (slaty cleavage) dapat diinterpretasikan
bahwa batu kode M-3 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme regional lebih tepatnya merupakan tipe metamorf sabuk
orogenik. Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk pada zona subduksi
dengan faktor pembentukannya berupa tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu atau temperaturenya. Jika dilihat pada

21
kommposisinya batu kode M-3 yang berupa mineral lempung yang telah
termetamorfisme dapat diinterpretasikan bahwa batuan asal dari batu kode
M-3 atau protolith dari batu kode M-3 berupa batulempung. Maka batu kode
M-3 termasuk dalam fasies metamorfisme yang berupa fasies zeolit karena
pada batu kode M-3 ini terdapat struktur slaty cleavage dan juga terdapat
komposisi yang berupa mineral lempung. Dari fasies tersebut maka batu
kode M-3 terbentuk pada suhu 50°-200°C dan terbentuk pada tekanan 1-4
Kbar.

Gambar 4.2 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode M-3


Batu kode M-3 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi dan juga tahap
pembentukan mineral baru. Tahap rekristalisasi pada batu kode M-3 telah
terjadi namun belum sempurna karena terlihat pada tekstur ketahanan
kristalnya yang berupa relict maka dari hal tersebut terjadi pemebentukan
ulang kristal atau rekristalisasi namun masih tedapat struktur dan tekstur
batuan asala`nya. Tahap reorientasi pada batu kode M-3 telah terjadi karena
pada tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan mineral mineral dan
menyebabkan pembentukan struktur pada batuan. Reorientasi pada batu
kode M-3 ditandai dengan adanya struktur foliasi yang berupa slatty
cleavage. Tahap pembentukan mineral baru adalah proses dimana
penyusunan elemen elemen kimiawi mineral sehingga terbentuknya mineral

22
baru. Pembentukan mineral baru pada batu kode M-3 adalah ditandai
dengan adanya mineral mika yang berasal dari mineral mineral lempung
yang mengalami perubahan unsur kimianya.
4.3. Batu Kode R-6
Batu kode R-6 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode R-6 ini memiliki kenampakan warna putih. Jika diukur batu kode
R-6 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 11cm x 6cm x 4cm. Batu
kode R-6 dilihat pada permukaannya tidak terlihat sebuah penjajaran
mineral hanya terlihat mineral mineral yang berbentuk polygonal sehingga
batu kode R-6 ini memiliki struktur non foliasi yang berupa hornfels. Jika
dilihat pada permukaannya lebih telilti batu kode R-6 masih terlihat struktur
struktur batuan asalnya sehingga batu kode R-6 memiliki ketahanan kristal
relict. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat pada batu kode R-6
ini sangat terlihat jelas dengan menggunakan mata maka ukuran butir dari
batu kode R-6 berupa fanerik. Dilihat bentukan bentukan mineral
penyusunnya terlihat memiliki bentuk prismatik pada mineral tersebut
sehingga bentuk kristal batu kode R-6 adalah nematoblastik. Dilihat
kembali pada mineral penyusun kode R-6 terlihat terdapat batas batas pada
tiap taip mineral yang berhubungan maka batu kode R-6 memiliki hubungan
kristal yang berupa Idioblastik.
Batu kode R-6 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu ini
diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa
transparan, kekerasan 7SM., dan memiliki kilap kaca maka dari sifat fisik
mineral yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral kuarsa.
Mineral kuarsa pada batu kode R-6 terdapat 90% menyusun batu ini. Pada
batu kode R-6 ini terlihat pula batuan asalnya atau protolith nya yang berupa
batu pasir yang masih terdapat pada permukaannya. Keterdapatan protolith
pada batu kode R-6 adalah 10%.
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode R-6 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal nematoblastik, hubungan

23
idioblastik dan komposisinya berupa kuarsa (90%) dan protolith (10%)
maka batu kode R-6 memiliki nama Kuarsit yang berdasarkan komposisi
yang terdapat pada batu kode R-6.
Batu kode R-6 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur batuannya
yang berupa non foliasi (hornfelsik) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode R-6 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme lokal lebih tepatnya merupakan tipe metamorfisme thermal .
Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk akibat dari suhu atau temperature
yang tinggi dibandingkan dengan tekananannya. Jika dilihat pada
kommposisinya batu kode R-6 yang berupa kuarsa dapat diinterpretasikan
bahwa batuan asal dari batu kode R-6 atau protolith dari batu kode R-6
berupa batupasir kuarsa yang mengalami metamorfisme. Maka batu kode
R-6 termasuk dalam fasies metamorfisme yang berupa fasies hornfels
karena pada batu kode R-6 ini terdapat struktur hoprnfelsik dan juga
terdapat komposisi yang berupa mineral kuarsa. Dari fasies tersebut maka
batu kode R-6 terbentuk pada suhu 250°-800°C dan terbentuk pada tekanan
0-1 Kbar.

Gambar 4.3 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode R-6


Batu kode R-6 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi. Tahap rekristalisasi
pada batu kode R-6 telah terjadi namun belum sempurna karena terlihat

24
pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa relict maka dari hal tersebut
terjadi pemebentukan ulang kristal atau rekristalisasi namun masih tedapat
struktur dan tekstur batuan asalanya. Tahap reorientasi pada batu kode R-6
telah terjadi karena pada tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan
mineral mineral dan menyebabkan pembentukan struktur pada batuan.
Reorientasi pada batu kode R-6 dapat dikatakan belum sempurna karena
ditandai dengan adanya struktur non foliasi yang berupa honfelsik. Tahap
pembentukan mineral baru pada batu kode R-6 tidak terjadi dikarenakan
mineral penyusun batu kode R-6 merupakan mineral kuarsa dimana mineral
ini merupakan mineral yang resisten dan sulit untuk diubahkan.
4.4. Batu Kode M-9
Batu kode M-9 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode M-9 ini memiliki kenampakan warna putih. Jika diukur batu kode
M-9 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 16cm x 9cm x 7cm. Batu
kode M-9 dilihat pada permukaannya terlihat sebuah penjajaran
mineralnamun penjajaran mineral yang terdapat pada batu kode M-9 ini
terlihat tidak teratur dan telah mengacak besar kecilnya mineral maka batu
kode M-9 memiliki struktur foliasi yang berupa gneissic. Jika dilihat pada
permukaannya lebih telilti batu kode M-9 terlihat telah mengalami
rekristalisasi sehingga tekstur batuan asalnya telah tidak tampak lagi
sehingga ketahanan kristal batu kode M-9 adalah kristaloblastik. Jika dilihat
pada mineral mineral yang terdapat pada batu kode M-9 ini sangat terlihat
jelas dengan menggunakan mata maka ukuran butir dari batu kode M-9
berupa fanerik. Dilihat bentukan bentukan mineral penyusunnya terlihat
memiliki bentuk dimana batas anatr mineralnya tidak teratur maka bentuk
kristal pada batu kode M-9 adalah granoblastik. Dilihat kembali pada
mineral penyusun kode M-9 terlihat tidak terdapat batas batas pada tiap taip
mineral yang berhubungan maka batu kode M-9 memiliki hubungan kristal
yang berupa Hypidioblastik.
Batu kode M-9 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu
ini diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa

25
transparan, kekerasan 7SM., dan memiliki kilap kaca maka dari sifat fisik
mineral yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral kuarsa.
Mineral kuarsa pada batu kode M-9 terdapat 30% menyusun batu ini.
Mineral 2 memiliki sifat fisik yang berupa berwarma hijau, kilap lemak,
translusent maka dari sifat fisik mineral yang memiliki sifat yang sama
dengan mineral 2 adalah mineral zeolit dengan keterdapatannya pada batu
kode M-9 berkisar 40%. Mineral 3 memiliki sifat fisik yang berupa
berwarma putih, kilap lemak, translusent maka dari sifat fisik mineral yang
memiliki sifat yang sama dengan mineral 3 adalah mineral zeolit dengan
keterdapatannya pada batu kode M-9 berkisar 30%
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode M-9 memiliki struktur Gneissic, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal nematoblastik,
hubungan idioblastik dan komposisinya berupa kuarsa (20%) dan zeolit
(40%) dan plagioklas (40%) maka batu kode M-9 memiliki nama Gneiss
yang berdasarkan struktur dan tekstur batuan.
Batu kode M-9 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur
batuannya yang berupa foliasi (gneiss) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode M-9 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme regional lebih tepatnya merupakan tipe metamorf sabuk
orogenik. Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk pada zona subduksi
dengan faktor pembentukannya berupa tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu atau temperaturenya. Jika dilihat pada
kommposisinya batu kode M-9 yang berupa zeolith dapat diinterpretasikan
bahwa batuan asal dari batu kode M-9 atau protolith dari batu kode M-9
berupa batulempung. Maka batu kode M-9 termasuk dalam fasies
metamorfisme yang berupa fasies zeolite karena pada bati kode M-9 ini
terdapat struktur gneiss dan juga terdapat komposisi yang berupa zeolite dan
kuarsa. Dari fasies tersebut maka batu kode M-1 terbentuk pada suhu 100°-
200°C dan terbentuk pada tekanan 0-4 Kbar. Struktur gneiss pada batu kode
M-9 terbentuk akibat adanya penjajaran mineral yang sebelumnya telah

26
terbentuk kemudian mengalami tekanan dan suhu yang tinggi membuat
mineral yang terdapat pada batu M-9 mengalami pembentukan kembali
sehingga terbentuk mineral yang berbentuk granoblastik.

Gambar 4.1 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode M-1


Batu kode M-9 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi dan juga tahap
pembentukan mineral baru. Tahap rekristalisasi pada batu kode M-9 telah
sempurna karena terlihat pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa
kristaloblastik maka dari hal tersebut terjadi pemebentukan ulang kristal
atau rekristalisasi sehingga telah tidak terdapat srtuktur dan tekstur batuan
asalnya. Tahap reorientasi pada batu kode M-9 telah terjadi karena pada
tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan mineral mineral dan
menyebabkan pembentukan struktur pada batuan. Reorientasi pada batu
kode M-9 ditandai dengan adanya struktur foliasi yang berupa gneiss. Tahap
pembentukan mineral aru adalah proses dimana penyusunan elemen elemen
kimiawi mineral sehingga terbentuknya mineral baru. Pembentukan mineral
baru pada batu kode M-9 adalah ditandai dengan adanya mineral zeolite
yang berasal dari mineral mineral lempung yang mengalami perubahan
unsur kimianya.

27
4.5.Batu Kode M-8
Batu kode M-8 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode M-8 ini memiliki kenampakan warna putih. Jika diukur batu kode
M-8 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 19cm x 7cm x 5cm. Batu
kode M-8 dilihat pada permukaannya terlihat sebuah penjajaran mineral
namun penjajaran mineral yang teratur antara mineral berbentuk serabut
dengan mineral berbentuk granulo maka batu kode M-8 memiliki struktur
foliasi yang berupa Schistosic. Jika dilihat pada permukaannya lebih telilti
batu kode M-8 terlihat telah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur
batuan asalnya telah tidak tampak lagi sehingga ketahanan kristal batu kode
M-8 adalah kristaloblastik. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat
pada batu kode M-8 ini sangat terlihat jelas dengan menggunakan mata
maka ukuran butir dari batu kode M-8 berupa fanerik. Dilihat bentukan
bentukan mineral penyusunnya terlihat memiliki bentuk dimana batas anatr
mineralnya teratur maka bentuk kristal pada batu kode M-8 adalah
granuloblastik. Dilihat kembali pada mineral penyusun kode M-8 terlihat
tidak terdapat batas batas pada tiap taip mineral yang berhubungan maka
batu kode M-8 memiliki hubungan kristal yang berupa Hypidioblastik.
Batu kode M-8 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu
ini diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa
transparan, kekerasan 7SM., dan memiliki kilap kaca maka dari sifat fisik
mineral yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral kuarsa.
Mineral kuarsa pada batu kode M-8 terdapat 10% menyusun batu ini.
Mineral 2 memiliki sifat fisik yang berupa berwarma hijau, kilap lemak,
translusent maka dari sifat fisik mineral yang memiliki sifat yang sama
dengan mineral 2 adalah mineral klorit dengan keterdapatannya pada batu
kode M-8 berkisar 45%. Mineral 3 memiliki sifat fisik yang berupa
berwarma hijau, kilap kaca, translusent maka dari sifat fisik mineral yang
memiliki sifat yang sama dengan mineral 3 adalah mineral serpentin dengan
keterdapatannya pada batu kode M-8 berkisar 45%

28
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode M-8 memiliki struktur schistosic, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal nematoblastik,
hubungan idioblastik dan komposisinya berupa kuarsa (10%) dan klorit
(45%) dan serpentin (45%) maka batu kode M-8 memiliki nama Greenschist
yang berdasarkan struktur dan komposisi batuan.
Batu kode M-8 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur
batuannya yang berupa foliasi (schist) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode M-8 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme regional lebih tepatnya merupakan tipe metamorf sabuk
orogenik. Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk pada zona subduksi
dengan faktor pembentukannya berupa tekanan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu atau temperaturenya. Jika dilihat pada
kommposisinya batu kode M-8 yang berupa klorit dan serpentin dapat
diinterpretasikan bahwa batuan asal dari batu kode M-8 atau protolith dari
batu kode M-8 berupa batuan beku basalt. Maka batu kode M-8 termasuk
dalam fasies metamorfisme yang berupa fasies greenschist karena pada bati
kode M-8 ini terdapat struktur schist dan juga terdapat komposisi yang
berupa serpentin dan klorit. Dari fasies tersebut maka batu kode M-8
terbentuk pada suhu 300°-400°C dan terbentuk pada tekanan 2-8 Kbar.

Gambar 4.5 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode M-8

29
Batu kode M-8 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi dan juga tahap
pembentukan mineral baru. Tahap rekristalisasi pada batu kode M-8 telah
sempurna karena terlihat pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa
kristaloblastik maka dari hal tersebut terjadi pemebentukan ulang kristal
atau rekristalisasi sehingga telah tidak terdapat srtuktur dan tekstur batuan
asalnya. Tahap reorientasi pada batu kode M-8 telah terjadi karena pada
tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan mineral mineral dan
menyebabkan pembentukan struktur pada batuan. Reorientasi pada batu
kode M-8 ditandai dengan adanya struktur foliasi yang berupa schist. Tahap
pembentukan mineral aru adalah proses dimana penyusunan elemen elemen
kimiawi mineral sehingga terbentuknya mineral baru. Pembentukan mineral
baru pada batu kode M-8 adalah ditandai dengan adanya mineral klorit dan
serpentin yang berasal dari mineral mineral piroksen dan klorit yang
mengalami perubahan unsur kimianya.
4.6.Batu Kode R-1
Batu kode R-1 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode R-1 ini memiliki kenampakan warna hijau. Jika diukur batu kode
R-1 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 10cm x 8cm x 5cm. Batu
kode R-1 dilihat pada permukaannya tidak terlihat sebuah penjajaran
mineral hanya terlihat mineral mineral yang berbentuk polygonal sehingga
batu kode R-1 ini memiliki struktur non foliasi yang berupa hornfels. Jika
dilihat pada permukaannya lebih telilti batu kode R-1 sudah tidak terlihat
struktur struktur batuan asalnya sehingga batu kode R-1 memiliki ketahanan
kristal kristaloblastik. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat pada
batu kode R-1 ini tidak terlihat jelas dengan menggunakan mata maka
ukuran butir dari batu kode R-1 berupa afanitik. Karena batu kode R-1
memiliki ukuran afanitik maka untuk tekstur batu kode R-1 yang berupa
bentuk kristal dan hubungan antar kristal tidak dapat diindentifikasi atau
tidak dapat dideskripsi.

30
Batu kode R-1 hanya memiliki i mineral penyusun yang berupa
mineral lempung yang telah mengalami metamorfisme sehingga
membentuk mineral zeolit yang memiliki sifat fisik berupa berwarna hijau,
dengan kilap lemak, translusent dan kekerasan 5-6,5 SM.
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode R-1 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal relict, ukuran kristal afanitik, komposisinya yang berupa mineral
zeolit (100%) maka batu kode R-1 memiliki nama Zeolit yang berdasarkan
komposisi yang terdapat pada batu kode R-1.
Batu kode R-6 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur batuannya
yang berupa non foliasi (hornfelsik) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode R-1 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme lokal lebih tepatnya merupakan tipe metamorfisme
hidrothermal . Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk akibat dari suhu
atau temperature yang tinggi dibandingkan dengan tekananannya. Jika
dilihat pada kommposisinya batu kode R-1 yang berupa zeolite dapat
diinterpretasikan bahwa batuan asal dari batu kode R-1 atau protolith dari
batu kode R-1 berupa batulempung yang terkena oleh fluida panas. Maka
batu kode R-1 termasuk dalam fasies metamorfisme yang berupa fasies
zeolite karena pada batu kode R-1 ini terdapat struktur hornfelsik dan juga
terdapat komposisi yang berupa mineral zeolite. Dari fasies tersebut maka
batu kode R-1 terbentuk pada suhu 0°-200°C dan terbentuk pada tekanan 0-
4 Kbar.

31
Gambar 4.6 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode R-1
Batu kode R-1 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi. Tahap rekristalisasi
pada batu kode R-1 telah terjadi namun belum sempurna karena terlihat
pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa relict maka dari hal tersebut
terjadi pemebentukan ulang kristal atau rekristalisasi namun masih tedapat
struktur dan tekstur batuan asalanya. Tahap reorientasi pada batu kode R-1
telah terjadi karena pada tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan
mineral mineral dan menyebabkan pembentukan struktur pada batuan.
Reorientasi pada batu kode R-6 dapat dikatakan belum sempurna karena
ditandai dengan adanya struktur non foliasi yang berupa honfelsik. Tahap
pembentukan mineral baru merupakan tahap dimana mineral mineral batuan
asal batu kode R-1 mengalami perubahan senyawa kimia maupun sifat
fisiknya, pemebentukan mineral baru pada batu kode R-1 ditandai dengan
adanya mineral zeolite yang mengisi penuh batu ini.
4.7.Batu Kode R-5
Batu kode R-5 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode R-5 ini memiliki kenampakan warna putih. Jika diukur batu kode
R-5 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 11cm x 6cm x 4cm. Batu
kode R-5 dilihat pada permukaannya tidak terlihat sebuah penjajaran
mineral hanya terlihat mineral mineral yang berbentuk polygonal sehingga

32
batu kode R-5 ini memiliki struktur non foliasi yang berupa hornfels. Jika
dilihat pada permukaannya lebih telilti batu kode R-5 masih terlihat struktur
struktur batuan asalnya sehingga batu kode R-5 memiliki ketahanan kristal
relict. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat pada batu kode R-5
ini sangat terlihat jelas dengan menggunakan mata maka ukuran butir dari
batu kode R-5 berupa fanerik. Dilihat bentukan bentukan mineral
penyusunnya terlihat memiliki bentuk prismatik pada mineral tersebut
sehingga bentuk kristal batu kode R-5 adalah nematoblastik. Dilihat
kembali pada mineral penyusun kode R-5 terlihat terdapat batas batas pada
tiap tiap mineral yang berhubungan maka batu kode R-5 memiliki hubungan
kristal yang berupa Idioblastik.
Batu kode R-5 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu ini
diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa
transparan, kekerasan 7SM., dan memiliki kilap kaca maka dari sifat fisik
mineral yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral kuarsa.
Mineral kuarsa pada batu kode R-5 terdapat 90% menyusun batu ini. Pada
batu kode R-5 ini terlihat pula batuan asalnya atau protolith nya yang berupa
batu pasir yang masih terdapat pada permukaannya. Keterdapatan protolith
pada batu kode R-5 adalah 10%.
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode R-5 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal nematoblastik, hubungan
idioblastik dan komposisinya berupa kuarsa (90%) dan protolith (10%)
maka batu kode R-5 memiliki nama Kuarsit yang berdasarkan komposisi
yang terdapat pada batu kode R-5.
Batu kode R-5 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur batuannya
yang berupa non foliasi (hornfelsik) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode R-5 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme lokal lebih tepatnya merupakan tipe metamorfisme thermal .
Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk akibat dari suhu atau temperature
yang tinggi dibandingkan dengan tekananannya. Jika dilihat pada

33
kommposisinya batu kode R-5 yang berupa kuarsa dapat diinterpretasikan
bahwa batuan asal dari batu kode R-5 atau protolith dari batu kode R-5
berupa batupasir kuarsa yang mengalami metamorfisme. Maka batu kode
R-5 termasuk dalam fasies metamorfisme yang berupa fasies hornfels
karena pada batu kode R-5 ini terdapat struktur hoprnfelsik dan juga
terdapat komposisi yang berupa mineral kuarsa. Dari fasies tersebut maka
batu kode R-5 terbentuk pada suhu 250°-800°C dan terbentuk pada tekanan
0-1 Kbar.

Gambar 4.7 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode R-5


Batu kode R-5 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi. Tahap rekristalisasi
pada batu kode R-5 telah terjadi namun belum sempurna karena terlihat
pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa relict maka dari hal tersebut
terjadi pemebentukan ulang kristal atau rekristalisasi namun masih tedapat
struktur dan tekstur batuan asalanya. Tahap reorientasi pada batu kode R-5
telah terjadi karena pada tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan
mineral mineral dan menyebabkan pembentukan struktur pada batuan.
Reorientasi pada batu kode R-5 dapat dikatakan belum sempurna karena
ditandai dengan adanya struktur non foliasi yang berupa honfelsik. Tahap
pembentukan mineral baru pada batu kode R-5 tidak terjadi dikarenakan

34
mineral penyusun batu kode R-5 merupakan mineral kuarsa dimana mineral
ini merupakan mineral yang resisten dan sulit untuk diubahkan.
4.8.Batu Kode R-4
Batu kode R-4 jika dilihat secara langsung atau secara megaskopis
batu kode R-4 ini memiliki kenampakan warna putih. Jika diukur batu kode
R-4 ini memiliki panjang x lebar x tinggi yaitu 11cm x 6cm x 4cm. Batu
kode R-4 dilihat pada permukaannya tidak terlihat sebuah penjajaran
mineral hanya terlihat mineral mineral yang berbentuk polygonal sehingga
batu kode R-4 ini memiliki struktur non foliasi yang berupa hornfels. Jika
dilihat pada permukaannya lebih telilti batu kode R-4 masih terlihat struktur
struktur batuan asalnya sehingga batu kode R-4 memiliki ketahanan kristal
relict. Jika dilihat pada mineral mineral yang terdapat pada batu kode R-4
ini sangat terlihat jelas dengan menggunakan mata maka ukuran butir dari
batu kode R-4 berupa fanerik. Dilihat bentukan bentukan mineral
penyusunnya terlihat memiliki bentuk tabular dan menjarum pada mineral
tersebut sehingga bentuk kristal batu kode R-4 adalah lepidoblastik. Dilihat
kembali pada mineral penyusun kode R-4 terlihat terdapat batas batas pada
tiap tiap mineral yang berhubungan maka batu kode R-4 memiliki hubungan
kristal yang berupa Idioblastik.
Batu kode R-4 memiliki beberapa mineral mineral penyusun batu ini
diantaranya terdapat mineral 1 yang memiliki sifat fisik yang berupa
berwarna hijau, kilap kaca, opac, dan menjarum maka dari sifat fisik mineral
yang sama dengan sifat fisik mineral 1 adalah mineral serpentin. Mineral
kuarsa pada batu kode R-4 terdapat 30% menyusun batu ini. Pada batu kode
R-4 ini memiliki penyusun mineral 2 dimana memiliki sifat fisik berwarna
hitam, kilap logam, menjarum maka mineral yang meiliki sifat fisik yang
sama dengan mineral 2 adalah mineral piroksen dengan keterdapatannya
pada batu kode R-4 adalah 70%
Berdasarkan hasil pengamatan dan deskripsi diatas yang berupa batu
kode R-4 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa ketahanan
kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal lepidoblastik, hubungan

35
idioblastik dan komposisinya berupa serpentin (30%) dan piroksen (70%)
maka batu kode R-4 memiliki nama serpentinit yang berdasarkan komposisi
yang terdapat pada batu kode R-4.
Batu kode R-4 setelah dideskripsi jika dilihat dari struktur batuannya
yang berupa non foliasi (hornfelsik) dapat diinterpretasikan bahwa batu
kode R-4 merupakan batuan metamorf yang terbentuk dari tipe
metamorfisme lokal lebih tepatnya merupakan tipe metamorfisme kontak.
Dari tipe tersebut maka batu ini terbentuk akibat dari suhu atau temperature
yang tinggi dibandingkan dengan tekananannya. Jika dilihat pada
kommposisinya batu kode R-4 yang berupa mineral serpentin dapat
diinterpretasikan bahwa batuan asal dari batu kode R-4 atau protolith dari
batu kode R-4 berupa batu beku basalt yang terkena kontak pada daerah
subduksi. Maka batu kode R-4 termasuk dalam fasies metamorfisme yang
berupa fasies hornfels karena pada batu kode R-4 ini terdapat struktur
hornfelsik dan juga terdapat komposisi yang berupa mineral serpentin. Dari
fasies tersebut maka batu kode R-4 terbentuk pada suhu 250°-800°C dan
terbentuk pada tekanan 0-1 Kbar.

Gambar 4.8 Plot Fasies Metamorfisme Batu Kode M-1


Batu kode R-4 ini telah mengalamai beberapa tahap tahap metamorfisme
dimana terjadi tahap rekristalisasi, tahap reorientasi. Tahap rekristalisasi
pada batu kode R-4 telah terjadi namun belum sempurna karena terlihat

36
pada tekstur ketahanan kristalnya yang berupa relict maka dari hal tersebut
terjadi pemebentukan ulang kristal atau rekristalisasi namun masih tedapat
struktur dan tekstur batuan asalanya. Tahap reorientasi pada batu kode R-4
telah terjadi karena pada tahap ini berupa pengorientasian kembali susunan
mineral mineral dan menyebabkan pembentukan struktur pada batuan.
Reorientasi pada batu kode R-4 dapat dikatakan belum sempurna karena
ditandai dengan adanya struktur non foliasi yang berupa honfelsik. Tahap
pembentukan mineral baru merupakan tahap dimana mineral mineral batuan
asal batu kode R-4 mengalami perubahan senyawa kimia maupun sifat
fisiknya. Tahap pembentukan mineral baru batu kode R-4 ini ditandai
dengan adanya mineral serpentin yang berasal dari mineral piroksen dan
mineral olivin.

37
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
 Batu kode M-1 memiliki struktu Schistosic, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk
kristal nematoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya
berupa kuarsa (20%) dan mika (80%) maka batu kode M-1 memiliki
nama Schis Mica yang berdasarkan struktur dan tekstur batuan.
 Batu kode M-3 yang memiliki struktur Foliasi slatty cleavage,
tekstur yang berupa ketahanan kristal relict dan ukuran kristal
afanitik, komposisi batu kode M-3 yang berupa mineral lempung
100%. Sehingga nama batu kode M-3 adalah slatty berdasarkan
penamaan struktur dan tekstur.
 batu kode R-6 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal
nematoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya berupa
kuarsa (90%) dan protolith (10%) maka batu kode R-6 memiliki
nama Kuarsit yang berdasarkan komposisi yang terdapat pada batu
kode R-6.
 Batu kode M-9 memiliki struktur Gneissic, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk
kristal nematoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya
berupa kuarsa (20%) dan zeolit (40%) dan plagioklas (40%) maka
batu kode M-9 memiliki nama Gneiss yang berdasarkan struktur dan
tekstur batuan.
 Batu kode M-8 memiliki struktur Gneissic, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal kristaloblastik, ukuran kristal fanerik, bentuk
kristal nematoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya
berupa kuarsa (10%) dan klorit (45%) dan serpentin (45%) maka

38
batu kode M-8 memiliki nama Greenschist yang berdasarkan
struktur dan komposisi batuan.
 Batu kode R-1 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal relict, ukuran kristal afanitik, komposisinya yang
berupa mineral zeolit (100%) maka batu kode R-1 memiliki nama
Zeolit yang berdasarkan komposisi yang terdapat pada batu kode R-
1.
 Batu kode R-5 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal
nematoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya berupa
kuarsa (90%) dan protolith (10%) maka batu kode R-5 memiliki
nama Kuarsit yang berdasarkan komposisi yang terdapat pada batu
kode R-5.
 Batu kode R-4 memiliki struktur Hornfels, dengan tekstur berupa
ketahanan kristal relict, ukuran kristal fanerik, bentuk kristal
lepidoblastik, hubungan idioblastik dan komposisinya berupa
serpentin (30%) dan piroksen (70%) maka batu kode R-4 memiliki
nama serpentinit yang berdasarkan komposisi yang terdapat pada
batu kode R-4.
5.2.Saran
 Diharapkan praktikan lebih serius dala mendeskripsikan batuan
 Diharapkan praktikan lebih aktif dalam bertanya kepada asisten

39
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Petrologi. 2017. Buku Panduan Praktikum Petrologi. Departemen


Teknik Geologi Universitas Diponnegoro

40
LAMPIRAN

41

Anda mungkin juga menyukai