Anda di halaman 1dari 9

RESUME

BATUAN METAMORF

A. Definisi
Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk akibat perubahan
secara fisik dari komposisi mineralnya serta perubahan tekstur dan strukturnya
akibat pengaruh tekanan dan temperatur yang cukup tinggi untuk temperaturnya
diperkirakan sekitar 200 - 800 derajat celcius. Pada batuan metamorf ini ada
kondisi yang terpenuhi dalam pembentukannya diantaranya yaitu terjadi dalam
suasana padat, bersifat isokimia, terbentuknya mineral baru yang merupakan
mineral khas metamorfosa dan juga terbentuknya tekstur dan struktur baru.
Batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses
metamorfosa. Proses batuan metamorf akan mengubah batuan induk yang berupa
batuan beku ataupun batuan sedimen menjadi batu metamorf dengan
karakteristikdan bentuk serta warna yang berbeda disbanding dengan aslinya.
Batuan metamorf muncul sebagai hasil metamorfisme batuan batuan yang
telah ada sebelumnya. Agen utama penyebab terjadinya proses metamorfisme
dalam kerak bumi adalah tekanan, tegangan geser, peningkatan suhu, efek cairan
kimia aktif dan gas. Berat dari sedimen-sedimen overburden akan berpengaruh
kecil pada transformasi, selain pemadatan dan litifikasi yang termasuk cairan
pelarut yang mengankut material-material dan sekaligus berperan sebagai
pengikat butiran di batuan sedimen. Awalnya semua batuan metamorf berasal dari
batuan induk yang dikenal sebagai protolith batu ini kemudian terkena proses
metamorphosis yang dipengaruhi oleh tekanan tinggi dan suhu yang tinggi. Proses
metamorfisme tersebut secara perlahan-lahan mengubah karakteristik batuan
protolith menjadi batuan lain yang bersifat metamorf.

Sumber: Luqi, 2021


Gambar 1
Batuan metamorf
B. Genesa Batuan Metamorf
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda
dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa
kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas
kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses
metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping
faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini tergantung pada
jenis batuan asalnya.
Metamorfisme terjadi pada keadaan padat (padat ke padat) meliputi proses
kristalisasi, riorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru serta terjadi dalam
lingkungan yang sama sekali berbeda dengan lingkungan batuan asalnya
terbentuk. Disamping itu juga karena ada pengaruh tekanan dan temperatur.
Metamofisme juga bisa dipengaruhi oleh fluida, dimana fluida (H2O) dalam jumlah
bervariasi di antara butiran mineral atau pori-pori batuan yang pada umumnya
mengandung ion terlarut akan mempercepat proses metamorfisme. Proses itu
terjadi pada permukaan bumi dengan kedalaman kurang lebih 3 km – 20 km.
Proses keterbentukan batuan metamorf ini bisa dikatakan tidak sempurna,
sebab proses perubahan batuan aslinya tidak terlalu besar yang berubah hanyalah
kekompakannya saja. Dan pada peningkatan suhu yang ekstrim suhu hampir
mengenai titik lebur batuan ataupun sampai meleburkan batuan itu sendiri, proses
tersebut sudah bukan lagi dikatakan sebagai proses keterbentukan batuan
metamorf lagi melainkan sudah masuk kedalam proses keterbentukan batuan
menjadi magma. Sehingga proses keterbentukan batuan metamorf ini harus
benar-benar dalam keadaan padat dan pada suhu yang sesuai dengan suhu
pembentukan batuan metamorf.

Sumber: Khariswirastama, 2013


Gambar 2
Metamofisme
B. Mineral Penyusun Batuan Metamorf
Seperti yang sudah diketahui bahwa batuan metamorf ini berasal dari
batuan asalnya yang dimana batuan asalnya itu batuan beku dan batuan sedimen
sehingga mineral yang ada di dalamnya memilki mineral yang sama seperti
kuarsa, albit, ortoklas, biotit, hornblenda, kalsit dan dolomit. Tapi pada batuan
metamorf ini sedikit berbeda dari batuan beku dan batuan sedimen yang dimana
batuan metamorf ini memiliki mineral-mineral khusus diantaranya: silimanit
(regional), kyanit (regional), andalusit (regional), garnet (thermal), staurolit
(regional), clhorite (kimiawi), talk (regional), korundum (thermal), grafit (regional
dan thermal), wollastonit (thermal dan kimiawi) dan pidot (kimiawi).

C. Klasifikasi Batuan Metamorf


Klasifikasi batuan metamorf lokal, pada metamorf jenis ini penyebaran
metamorfosanya sangat terbatas hanya memeiliki beberapa kilometer, yang
termasuk kedalam jenis ini diantaranya sebagai berikut:
1. Metamorfisme kontak thermal, pada pembentukan batuan jenis ini terjadi
akibat suhu, perubahan kimia yang terjadi karena intrusi magma dan
tekanan, namun yang mendominasinya adalah suhu. Yang dimana
suhunya berkisaran dari 400 – 800 derajat celsius. Perubahan ini
merupakan perubahan terbesar dimana pun magma kontak dengan karena
suhu tertinggi terjadi pada batas ini dan menurun bila semakin jauh dengan
kontak.
2. Metamorfisme kataklastik, metamorfosa yang terjadi akibat kenaikan
tekanan atau terjadi akibat dari deformasi mekanis seperti tubuh batuan
bergeser melewati satu sama lain sepanjang zona sesar. Gesekan
disepanjang zona geser menghasilkan panas dan batuan terdeformasi
secara mekanis.
3. Metamorfisme shock, terjadi karena ketika material luar bumi, seperti
meteorit atau komet jatuh ke bumi Bumi atau jika ada ledakan gunung
berapi yang sangat besar, tekanan sangat tinggi dapat terjadi pada batuan-
batuan yang terkena dampak. Tekanan-tekanan yang sangat tinggi dapat
menghasilkan mineral yang hanya stabil pada tekanan yang sangat tinggi,
seperti polimorf SiO2 seperti koesit dan stishofit. Selain itu mereka dapat
menghasilkan tekstur yang dikenal sebagai shock lamellae di butiran
mineral, dan tekstur seperti kerucut pecah di batuan yang berdampak.
Klasifikasi batuan metamorf regional, pada penyebaran jenis ini
metamorfismenya sangat luas, dapat mencapai beberapa ribu kilometer. Yang
termasuk kedalam jenis ini diantaranya sebagai berikut:
1. Metamorfisme dynamo thermal, terjadi akibat adanya pergeseran atau
dislokasi pada batuan. Metamorfisme ini juga sering diakitkan dengan
orogenesa. Jadi faktor yang memegang peranan penting dalam
metamorfisme dynamo ini adalah tekanan atau pressure dengan daerah
yang relatif sempit. Tekanan yang berpengaruh disini ada dua macam
yaitu; hidrostatis, yang mencakup ke segala arah dan stress, yang
mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah kerak bumi pengaruh
tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada bagian kulit
bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfisme semacam ini
biasanya didapatkan di daerah sesar atau patahan. Adanya tekanan dari
arah yang berlawanan menyebabkan butiran-butiran mineral menjadi pipih
dan ada yang mengkristal kembali.
2. Metamorfosis ini diagenesis sampai batas tertentu, dan metamorfisme ini
dapat berubah menjadi metamorfisme regional seiring meningkatnya suhu
dan tekanan.

Sumber: Khariswirastama, 2013


Gambar 3
Metamorfisme pembebanan
3. Mid ocean ridge, atau matmorfisme dasar samudra ini terjadi akibat adanya
pergerakan kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera.
Metamorfisme semacam ini melibatkan adanya penambahan unsur dalam
batuan yang dibawa oleh larutan panas dan lebih dikenal dengan
metasomatisme.
D. Tekstur Dan Struktur Batuan Sedimen
Struktur batuan metamorf merupakan kenampakan batuan yang
berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut
Mengenai struktur ini juga meliputi susunan bagian masa batuan termasuk
hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-
bagian tersebut. Secara umum batuan metamorf memiliki 2 kelompok besar pada
strukturnya, struktur tersebut yaitu struktur foliasi dan struktur non-foliasi.
Keduannya akan dijelaskan dibawah ini:
1. Struktur foliasi merupakan lapisan-lapisan pada batuan metamorf yang
berbentuk seperti belahan atau foliasi ini juga merupakan struktur paralel
yang dibentuk oleh mineral pipih/ mineral prismatik, seringkali terjadi pada
metamorfosa regional dan metamorfosa kataklastik. Ada beberapa struktur
foliasi yang umumnya ditemukan diantaranya:
a. Slaty cleavage merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai
pada bidang belah batu sabak/slate, mineral mika mulai hadir,
batuannya disebut slate (batusabak).
b. Phylitic merupakan rekristalisasi lebih kasar daripada slaty
cleavage, batuannya lebih mengkilap daripada batusabak (mulai
banyak mineral mika), mulai terjadi pemisahan mineral pipih dan
mineral granular meskipun belum begitu jelas atau belum
sempurna, batuannya disebut phyllite (filit).
c. Schistose merupakan struktur perulangan dari mineral pipih dan
mineral granular, mineral pipih orientasinya menerus atau tidak
terputus, sering disebut dengan close schistosity, batuannya
disebut schist (sekis).
d. Gneisose merupakan struktur perulangan dari mineral pipih dan
mineral granular, mineral pipih orientasinya tidak menerus atau
terputus, sering disebut dengan open schistosity, batuannya
disebut gneis.
2. Struktur non-foliasi merupakan salah satu batuan metamorf yang tidak
memiliki berbagai lapisan-lapisan sehingga tidak terlihat penjajaran
mineral-mineral dari penyusun batuan tersebut atau non-foliasi juga dapat
diartikan sebagai. Ada beberapa struktur non-foliasi yang umumnya
ditemukan diantaranya:
a. Hornfelsik, dicirikan dengan adanya butiran-butiran yang seragam,
berbentuk pada bagian dalam daerah kontak sekitar tubuh batuan
beku. Dan ini dibentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan
equigranular, tidak terorientasi, khusus akibat metamorfosa termal,
batuannya disebut hornfels.
b. Milonitik, yaitu struktur yang berkembang karena adanya
penghancuran batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo.
c. Pilonitik, yaitu struktur yang menyerupai milonitik tetapi butirannya
lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe filitik.
d. Kataklastik yaitu struktur non-foliasi yang dibentuk oleh pecahan
atau fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya
membentuk kenampakan breksiasi, terjadi akibat metamorfosa
kataklastik, batuannya disebut cataclasite (kataklasit)
f. Granulosa, hampir sama dengan hornfelsik hanya butirannya
mempunyai ukuran yang berbeda-beda.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Zidane, Anung. 2017. “Batuan Metamorf”. Universitas Semarang,


Semarang.

2. Ali, Furqon, 2015, "Laporan batuan metamorf/malihan” Universitas Islam


Bandung, Bandung.

3. M.B.A, Resvani, 2017., "Tambang Untuk Negeri", Gramedia, Jakarta.


4. Safei, Rendra 2018. “Laporan Batuan Metamorf”. Universitas Islam
Bandung, Bandung

5. Noor Djauhari. 2012. “Pengantar Geologi Bogor”: Pakuan university pres

6. Syamsuddin. 2009. “Geologi Dasar”. Departemen Geofisika, Universitas


Hasanuddin: Makassar.

7. Noor, Djauhari. 2009. “Pengantar Geologi, Edisi Pertama”. Universitas


Pakuan: Bogor.
FORM PENILAIAN RESUME

RESUME

Format (30) Isi (70)

TOTAL NILAI

Anda mungkin juga menyukai