Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN BATUAN METAMORF

Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur
sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik
lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm)
disebut batuan metamorf. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan malihan atau
ubahan, demikian pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau
malihan merupakan perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan
denag proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses dimana terjadi
perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang
tinggi, diatas 200 C dan 300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan
proses diagenesa berlangsung pada suhu dibawah 200 C dan proses pelapukan pada
suhu dan tekanan normal, jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfir.
Preses metamorfosa dapat didefinisikan sebagai:
Perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid slate)
pada suhu diatas 200 C dan tekanan 300 Mpa.
Batuan metamorf memerlukan perhatian tersendiri, karena perubahannya berlangsung
dalam keadaan padat. Saat lempeng-lempeng tektonik bergerak dan fragmen kerak
bertabrakan, batuan terkoyak, tetarik (extended), terlipat, terpanaskan dan berubah dengan
cara yang kompleks. Tetapi meskipun batuan sudah mengalami perubahan dua kali atau
lebih, biasanya bekas atau bentuk batuan semula masih tersimpan, karena perubahannya
terjadi dalam keadaan padat. Padat tidak seperti cair atau gas cenderung untuk menyimpan
peristiwa-peristiwa (events) pengubahannya. Diantara kelompok batuan, batuan metamorf
merupakan yang paling kompleks, tetapi juga paling menarik karena didalamnya tersimpan
semua cerita yang telah terjadi pada kerak bumi.Proses metamorfisme tersebut terjadi di
dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan
bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan
pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam
kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa.
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik
(tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk menyusun
susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap
(isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.

-tahap proses metamorfisme:


1. Rekristalisasi
Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi penyusunan kembali
kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya.
2. Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini pengorientasian kembali dari
susunan kristak-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
3. Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang
sebelumnya sudah ada.
a. Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi mineral, yang tetap
adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa melalui fase cair).
b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya.
c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal :
1) Progresive metamorfosa : perubahan dari P & T rendah ke P & T tinggi.
2) Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke P & T rendah.
Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan tekstur.
1) Tekanan : - Tekanan Hidrostatik
- Tekanan searah (stress)
Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :
a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap tekanan.
Contoh : staurolit, kinit
b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai pada batuan yang
mengalami stress.
Contoh : olivin, andalusit
2) Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif daripada perubahan
tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan mineralogi.
Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada metamorfose bertemperatur
rendah.
Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :
(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga
memudahkan kontak antar larutan nimia dengan fragen-fragmen.
3) Fluid
4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan
batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa

kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya
terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak
mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan
temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
1. Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuanbatuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahanperubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan
reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun
juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati
pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada
pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain
yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit,
albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang
berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya
150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur
pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu
kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas
dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit.

Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya


muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
A. Berdasarkan Tingkat Malihan
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1)
metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme
tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf
tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya
menggunakan awalan meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf
tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk
migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur
beku atau igneous).

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah


medium dan tingkat tinggi (ODunn dan Sill, 1986).
B. Berdasarkan Penyebabnya
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga
didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi
menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2)
Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3)
Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak
terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi)
dengan lebar antara 2 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada
daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut
mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi
bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11).
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).

Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
2. Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakankenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan

akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin


mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa
tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan premetamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama
metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai
oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari
tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut
disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang
berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan
kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau
prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagaigneis.
Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineralmineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebut skistosity.
Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan
yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral)
atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat
tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur
diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun
berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya
sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi,
misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan
metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa
kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal
terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya
perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).

Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton,
1985).
3. Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur
foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
A. Struktur Foliasi

a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit,


muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,
jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap
batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang
berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa
yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar
dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran
beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus
atau fibrous.
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya
mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang
berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum
satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar
tersebut dinamakanporphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat
dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian
mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam
hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan

kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan
poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih
cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang
menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mulamula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau
poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulankumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik.
Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan
lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat
dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal
besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan
berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik
yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk
anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama
dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.

Komposisi Batuan Metamorf


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya
sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal
lain

yang

baik,

sedang

atau

perkembangan

sisi

muka

yang

jelek;

kristal

ini

dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf


disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun
batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti
stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk
pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi
tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan
kordierit.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).


A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast
euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose

dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit
dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto
milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)

Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan
tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada
kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh
awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis
augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku
yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies
metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung
yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus
yang

mempunyai

belahan

batuan

yang

baik

sekali

dinamakan slate.

Bilamana

metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada


batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir
halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan

pecahan

porpiroblast

yang

kecil

licin

mencerminkan

permukaan

belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini

biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat
membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah
menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat
diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit.
Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda
menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari
lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari
mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi
mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan
asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan
berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik.Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit
mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat.
Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya
lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin
ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.

Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

Anda mungkin juga menyukai