Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur
sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik
lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm)
disebut batuan metamorf. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan malihan atau
ubahan, demikian pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau
malihan merupakan perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan
denag proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses dimana terjadi
perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang
tinggi, diatas 200 C dan 300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan
proses diagenesa berlangsung pada suhu dibawah 200 C dan proses pelapukan pada
suhu dan tekanan normal, jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfir.
Preses metamorfosa dapat didefinisikan sebagai:
Perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid slate)
pada suhu diatas 200 C dan tekanan 300 Mpa.
Batuan metamorf memerlukan perhatian tersendiri, karena perubahannya berlangsung
dalam keadaan padat. Saat lempeng-lempeng tektonik bergerak dan fragmen kerak
bertabrakan, batuan terkoyak, tetarik (extended), terlipat, terpanaskan dan berubah dengan
cara yang kompleks. Tetapi meskipun batuan sudah mengalami perubahan dua kali atau
lebih, biasanya bekas atau bentuk batuan semula masih tersimpan, karena perubahannya
terjadi dalam keadaan padat. Padat tidak seperti cair atau gas cenderung untuk menyimpan
peristiwa-peristiwa (events) pengubahannya. Diantara kelompok batuan, batuan metamorf
merupakan yang paling kompleks, tetapi juga paling menarik karena didalamnya tersimpan
semua cerita yang telah terjadi pada kerak bumi.Proses metamorfisme tersebut terjadi di
dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan
bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan
pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam
kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak
termasuk pelapukan dan diagenesa.
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik
(tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk menyusun
susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap
(isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.
kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya
terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak
mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan
temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
1. Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuanbatuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahanperubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di
bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang
mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan
berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti
pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang
elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme
adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan
pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan
reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun
juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati
pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200C 350C yang tergantung pada
pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain
yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit,
albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang
berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya
150C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi
pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur
pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu
kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas
dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit.
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
2. Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakankenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan
Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton,
1985).
3. Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur
foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
A. Struktur Foliasi
kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan
poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih
cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang
menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mulamula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau
poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari
kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulankumpulan ini disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik.
Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan
lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran kata blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat
dilihat pada Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal
besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan
berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik
yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk
anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama
dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.
yang
baik,
sedang
atau
perkembangan
sisi
muka
yang
jelek;
kristal
ini
dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit
dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto
milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan
tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada
kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh
awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis
augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku
yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang
didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies
metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung
yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi
mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus
yang
mempunyai
belahan
batuan
yang
baik
sekali
dinamakan slate.
Bilamana
pecahan
porpiroblast
yang
kecil
licin
mencerminkan
permukaan
belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini
biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat
membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah
menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat
diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit.
Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda
menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari
lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari
mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi
mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan
asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan
berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium
mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik.Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit
mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat.
Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya
lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin
ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).