Anda di halaman 1dari 55

BATUAN METAMORF

Mei 30
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di bumi ini terdapat banyak sekali kandungan sumber daya alamnya,
diantaranya yaitu batuan dan bahan tambang. Batuan dan bahan tambang
mempunyai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Batuan
merupakan kumpulan dari satu atau lebih mineral, batuan penyusun kerak
bumi berdasarkan kejadiannnya (genesis), tekstur, dan komposisi mineralnya
dapat dibagi menjadi 3, yaitu : Batuan beku (Igneous Rocks), Batuan sedimen
(Sedimentary Rocks), Batuan metamof/malihan (Metamorphic Rocks).
Batuan dan mineral merupakan sumber daya alam yang banyak dibutuhkan
dan digunakan untuk kehidupan manusia, dan bahan dasar industri. Batuan
terbentuk dari kumpulan magma yang membeku di permukaan bumi dan
berakhir menjadi berbagai jenis batuan. Sedangkan mineral terbentuk secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan
memiliki atom-atom yang tersusun secara teratur, mineral merupakan
komponen batuan yang membentuk lapisan kerak bumi. Bahan tambang di
Indonesia terdapat di darat dan di laut. Bahan tambang jika diolah
memerlukan modal yang banyak, tenaga ahli dan teknologi yang tinggi.
Sedangkan untuk memperolehnya,dapat juga dilakukan secara tradisional
seperti mendulang emas dan lain-lain.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah:


1. Mengetahui pengertian batuan matamorf.
2.Mangetahui agen-agen, facies-facies, dan jenis-jenis metamorfisme.
3. Mengidentifikasi mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

BAB II

LANDASAN TEORI

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses


metamorfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur,
tekstur) dan chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan
tekanan tinggi dalam kerak bumi atau Batuan metamorf adalah batuan yang
berasal dari batuan induk yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan
sedimen, maupun batuan metamorf sendiri yang telah mengalami
proses/perubahan mineralogi, tekstur maupun struktur sebagai akibat
pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi. Proses metamorfosa terjadi
dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair, dengan temperatur 200oC
6500C. Menurut Grovi (1931) perubahan dalam batuan metamorf adalah hasil
rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk kristal-kristal baru,
begitupula pada teksturnya.
Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adealah proses yang
mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap
kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda
dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dandiagenesa.
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat
proses perubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada
sebelumnya. Akibat bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan
sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk
batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan
tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu
lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu
kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-
batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk
magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi
batuan-batuan baru lagi.

Batuan metamorf memiliki beragam karakteristik. Karakteristik ini dipengaruhi


oleh beberapa faktor dalam pembentukan batuan tersebut ;

Komposisi mineral batuan asal

Tekanan dan temperatur saat proses metamorfisme

Pengaruh gaya tektonik

Pengaruh fluida

Pada pengklasifikasiannya berdasarkan struktur, batuan metamorf


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

Foliasi, struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari


pengaruh tekanan diferensial (berbeda) pada saat proses metamorfisme.
Non foliasi, struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan
penjajaran mineral-mineral dalam batuan tersebut.

Jenis-jenis Metamorfisme
1. Metamorfisme kontak/termal
Metamorfisme oleh temperatur tinggi pada intrusi magma atau ekstrusi lava.

1. Metamorfisme regional
Metamorfisme oleh kenaikan tekanan dan temperatur yang sedang, dan
terjadi pada daerah yang luas.

1. Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme akibat tekanan diferensial yang tinggi akibat pergerakan
patahan lempeng.

Facies Metamorfisme
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik
berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan
metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.

Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat


dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan
dalam facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor
dominan, dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang),
struktur akan semakin berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan
semakin tampak kasar dan besar.

BAB III

PEMBAHASAN

Pengertian Batuan Metamorf


Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk yang lain,
dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf sendiri
yang telah mengalami proses/perubahan mineralogi, tekstur maupun struktur
sebagai akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair,
dengan temperatur 200oC 6500C. Menurut Grovi (1931) perubahan dalam
batuan metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut
akan terbentuk kristal-kristal baru, begitupula pada teksturnya.
Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adealah proses yang
mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap
kondisi fisika dan kimia dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda
dengan sebelumnya. Proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat
proses perubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada
sebelumnya. Akibat bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan
sebelumnya akan berubah tekstur dan strukturnya sehingga membentuk
batuan baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan
tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu
lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu
kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-
batuan yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk
magma yang kemudian mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi
batuan-batuan baru lagi.

2.2Agen-agen Metamorfisme
Adapun agen-agen metamorfisme yaitu:
1. Panas (temperatur).

Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang berperan
dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu atau temperatur dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau pengkristalan
kembali mineral-mineral dalam batuan yang telah ada dengan tidak melalui
fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350-1200 derajat celcius.
2. Takanan.

Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari proses
metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadi perubahan dan
rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada sebelumnya. Pada
kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson).
3. Cairan panas/aktivitas larutan kimia.
Adanya kenaikan temperatur, tekanan dan aktivitas larutan kimia,
menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi yaitu proses
pengkristalan kembali mineral-mineral dan batuan yang telah ada dengan
tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350oC 1200oC
dan tekanan 1 10000 bar (Jackson) = (0,9869) atm.

BEBERAPA SIFAT BATUAN METAMORFOSA


Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3-20 km)
yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat,
yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogy
baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan (P) dan
tempertur (T) tertentu.

Batuan sedimen merupakan jenis yang mineraloginya stabil disekitar


permukaan bumi yakni pada tekanan dan temperature rendah, sedangkan
batuan beku tersusun oleh mineral yang stabil pada temperature 700
1100 dengan tekanan 10.000 atmosfer, selain itu juga jenis batuan yang
terjadi disesuaikan dengan kondisi kimia.

Proses metamorfosa suatu proses yang tidak mudah untuk dipahami karena
sulitnya menyelidiki kondisi dikedalaman dan panjangnya waktu.

Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf Mineral dalam batuan metamorfosa


disebut mineral metamorfosa yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam
suasana padat, dan bukan mengkristal dalam suasana cair. Karena itu Kristal
yang terjadi disebut blastos. Idiomorf untuk mineral metamorfosa adalah
idioblastik, sedangkan xenomorf adalah xenoblastik. Kristal yang ukurannya
lebih besar daripada massa dasarnya disebut profiroblastik.

Batuan metamorf menyusun sebagian besar dari kerak Bumi dan digolongkan
berdasarkan tekstur dan dari susunan kimia dan mineral (fasies metamorf)
Mereka terbentuk jauh dibawah permukaan bumi oleh tegasan yang besar dari
batuan diatasnya serta tekanan dan suhu tinggi. Mereka juga terbentuk oleh
intrusi batu lebur, disebut magma, ke dalam batuan padat dan terbentuk
terutama pada kontak antara magma dan batuan yang bersuhu
tinggi.Penelitian batuan metamorf (saat ini tersingkap di permukaan bumi
akibat erosi dan pengangkatan) memberikan kita informasi yang sangat
berharga mengenai suhu dan tekanan yang terjadi jauh di dalam permukaan
bumi.Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf
(Jackson, 1970).

a.TeksturBatuanMetamorf.
Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa, diantaranya:
Relict /Palimpset /Sisa; masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya.
Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini.
Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan meta beku
atau metasedimen.
Kristaloblastik; terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan
dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya
tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran blastik.
Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir
Fanerit; butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata.
Afanit; butiran kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
Tekstur Berdasarkan Bentuk Individu Kristal
Euhedral; bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri.
Subhedral; bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri
dan sebagian oleh bidang permukaan kristal di sekitarnya.
Anhedral; bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain
di sekitarnya.
Idioblastik; bila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk euhedral.
Hypidioblastik; bila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk subhedral
Xenoblastik; bila mineralnya didominasi oleh kristal berbentuk anhedral.
Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral
Lepidoblastik; bila mineral penyusunnya berbentuk tabular.
Nematoblastik; bila mineral penyusunnya berbentuk prismatik.
Granoblastik; bila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya sutured (tidak teratur) dan umumnya
berbentuk anhedral.
Granuloblastik; bila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya unsutured (lebih teratur) dan umumnya
kristalnya berbentuk anhedral.
Tekstur khusus yang umumnya akan tampak pada pengamatan petrografi :
Porfiroblastik; terdapat beberapa mineral yang ukurannya lebih besar dari
mineral lainnya. Kristal yang lebih besar tersebut sering disebut sebagai
porphyroblasts.
Poikiloblastik/sieve texture; tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts
tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
Mortar texture; fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa
dasar material yang berasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan
(crushing).
Decussate texture; tekstur kristaloblastik batuan polimineralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
Sacaroidal texture; tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.

Berdasarkan jumlah tekstur yang dimilikinya, tekstur batuan metamorf dibagi


menjadi dua, yaitu :
Homeoblastik; jika batuan metamorf tersebut hanya memiliki satu tekstur
batuan.
Heteroblastik; jika batuan metamorf tersebut memiliki lebih dari satu jenis
tekstur batuan.
Berbagai macam proses yang terjadi pada pembentukan batuan metamorf
mempengaruhi rupa atau bentuk batuan itu. Salah satunya adalah tekstur.
Tekstur pada batuan metamorf disebut dengan mineral metamorf yang terjadi
karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat oleh karena itu disebut
dengan blastos atau blastik/idioblastik. Pada dasarnya tekstur pada batuan
metamorf terbagi menjadi karena proses rekristalisasi yaitu perubahan butiran
halus menjadi kasar dan proses reorientasi terbagi ke dalam skistositas atau
foliansi terjadi oleh karena mineral yang pipih atau membentang tersusun
dalam bidang-bidang tertentu yakni bidang sekistsis. Biang ini dapat searah
dengan lapisan sedimen asalnya atau searah dengan sumbu lipatannya.
Kristal yang ukurannya besar disebut profiroblastik.
Contohnya yaitu dalam golangan metamorf dinamik, tak jarang batuan
mengalami hancuran yang fragmental sifatnya.
Penelitian menunjukkan bahwa batuan metamorf (saat ini tersingkap di
permukaan bumi akibat erosi dan pengangkatan) memberikan kita informasi
yang sangat berharga mengenai suhu dan tekanan yang terjadi jauh di dalam
permukaan bumi.Menurut struktur yang terbentuk, batuan metamorf dibagi
menjadi 2, yaitu batuan metamorf foliasi dan batuan metamorf non foliasi.
telah kita ketahui bahwa batuan metamorf itu terbentuk dari suatu proses
penambahan temperatur dan suhu yang terjadi pada suatu batuan.
b. Struktur batuan metamorf.
Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur yang memperlihatkan adanya suatu
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri
atas :
1. Struktur Slatycleavage
2. Struktur Gneissic
3. Struktur Phylitic
4. Struktur Schistosity
Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi merupakan struktur yang tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
1. Struktur Hornfelsik
2. Struktur Milonitik
3. Struktur Kataklastik
4. Struktur Flaser
5. Struktur Pilonitik
6. Struktur Augen
7. Struktur Granulosa
8. Struktur Liniasi

2.4 Jenis-jenis Metamorfisme


Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Metamorfosa Lokal
Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas hanya beberapa
kilometer saja. Termasuk dalam tipe metamorfosa ini adalah:
a. Metamorfosa kontak/thermal
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur yang tinggi,
dan biasanya jenis ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi
magma/ekstrusi dengan batuan di sekitarnya dengan lebar 2 3 km. Salah
satu contohnya pada zona intrusi yang dapat menyebabkan pertambahan
suhu pada daerah disekitar intrusi.

b.Metamorfosadinamo/dislokasi/kataklastik
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang
berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke
segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah
kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan
pada bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfosa
semacam ini biasanya didapatkan di daerah sesar/patahan.

2. Metamorfosa Regional
Tipe metamorfosa ini penyebarannya sangat luas, dapat mencapai beberapa
ribu kilometer. Termasuk dalam tipe ini adalah:
a. Metamorfosa regional/dinamothermal
Terjadi pada kulit bumi bagian dala, dimana faktor yang mempengaruhi adalah
temperatur dan tekanan yang tinggi. Proses ini akan lebih intensif apabila
diikuti oleh orogenesa.

b.Metamorfosa beban/burial
Proses ini tidak ada hubungannya dengan orogenesa dan intrusi, tetapi terjadi
pada daerah geosinklin, hingga karena adanya pembebanan sedimen yang
tebal di bagian atas, maka lapisan sedimen yang ada di bagian bawah
cekungan akan mengalami proses metamorfosa.

2.5 Mineral-mineral Penyusun Batuan Metamorf


1. Amphibole/Hornblende
Amphibole adalah kelompok mineral silikat yang berbentuk prismatik atau
kristal yang menyerupai jarum. Mineral amphibole umumnya mengandung
besi (Fe), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), dan Alumunium (Al), Silika (Si), dan
Oksigen (O). Hornblende tampak pada foto yang berwarna hijau tua
kehitaman. Mineral ini banyak dijumpai pada berbagai jenis batuan beku dan
batuan metamorf.
2. Biotite
Semua mineral mika berbentuk pipih, bentuk kristal berlembar menyerupai
buku dan merupakan bidang belahan (cleavage) dari mineral biotite. Mineral
biotite umumnya berwarna gelap, hitam atau coklat sedangkan muscovite
berwarna terang, abu-abu terang. Mineral mika mempunyai kekerasan yang
lunak dan bisa digores dengan kuku.
3. Plagioclase feldspar
Mineral Plagioclase adalah anggota dari kelompok mineral feldspar. Mineral ini
mengandung unsur Calsium atau Natrium. Kristal feldspar berbentuk
prismatik, umumnya berwarna putih hingga abu-abu, kilap gelas. Plagioklas
yang mengandung Natrium dikenal dengan mineral Albite, sedangkan yang
mengandung Ca disebut An-orthite.
4. Potassium feldspar (Orthoclase)
Potassium feldspar adalah anggota dari mineral feldspar. Seperti halnya
plagioclase feldspar, potassium feldspars adalah mineral silicate yang
mengandung unsur Kalium dan bentuk kristalnya prismatik, umumnya
berwarna merah daging hingga putih.
5. Mica
Mica adalah kelompok mineral silicate minerals dengan komposisi yang
bervariasi, dari potassium (K), magnesium (Mg), iron (Fe), aluminum (Al) ,
silicon (Si) dan air (H2O).
6. Quartz
Quartz adalah satu dari mineral yang umum yang banyak dijumpai pada kerak
bumi. Mineral ini tersusun dari Silika dioksida (SiO2), berwarna putih, kilap
kaca dan belahan (cleavage) tidak teratur (uneven) concoidal.
7. Calcite
Mineral Calcite tersusun dari calcium carbonate (CaCO3). Umumnya berwarna
putih transparan dan mudah digores dengan pisau. Kebanyakan dari binatang
laut terbuat dari calcite atau mineral yang berhubungan dengan lime dari
batugamping.

Macam Macam Batuan Metamorf

1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme
batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan
suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas
butir-butir yang sangat halus (very fine grained).

Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone

Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah

Ukuran butir : Very fine grained

Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)

Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite

Derajat metamorfisme : Rendah

Ciri k. Filit
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite
mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.

Asal : Metamorfisme Shale

Warna : Merah, kehijauan

Ukuran butir : Halus

Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)

Komposisi : Mika, kuarsa

Derajat metamorfisme : Rendah Intermediate

Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang

has : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

2. Filit
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite
mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.

Asal : Metamorfisme Shale

Warna : Merah, kehijauan

Ukuran butir : Halus

Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)


Komposisi : Mika, kuarsa

Derajat metamorfisme : Rendah Intermediate

Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang

3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku
dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh
rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.

Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit

Warna : Abu-abu

Ukuran butir : Medium Coarse grained

Struktur : Foliated (Gneissic)

Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling


dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.

4. Sekis
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit,
horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-
berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.

Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt

Warna : Hitam, hijau, ungu

Ukuran butir : Fine Medium Coarse

Struktur : Foliated (Schistose)

Komposisi : Mika, grafit, hornblende

Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi


Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang
terdapat kristal garnet

5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga
mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari
kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.

Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone

Warna : Bervariasi

Ukuran butir : Medium Coarse Grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kalsit atau Dolomit

Derajat metamorfisme : Rendah Tinggi

Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang


terdapat fosil, bereaksi dengan HCl.

6. Kuarsit
Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika
batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika
batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami
rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus
oleh proses metamorfosis .

Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)

Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah

Ukuran butir : Medium coarse

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kuarsa

Derajat metamorfisme : Intermediate Tinggi

Ciri khas : Lebih keras dibanding glass


7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi
dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran
butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti
schistose.

Asal : Metamorfisme dinamik

Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru

Ukuran butir : Fine grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Dapat dibelah-belah

8. Filonit
Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari
Slate. Umumnya terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone.
Filonit mirip dengan milonit, namun memiliki ukuran butiran yang lebih kasar
dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu, filonit merupakan
milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika)

Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone

Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman

Ukuran butir : Medium Coarse grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll)

Derajat metamorfisme : Tinggi

Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau


9. Serpetinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine
dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization).
Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang
menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic
teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.

Asal : Batuan beku basa

Warna : Hijau terang / gelap

Ukuran butir : Medium grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Serpentine

Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

10. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh
temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti
dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.

Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone

Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam

Ukuran butir : Fine grained

Struktur : Non foliasi

Komposisi : Kuarsa, mika

Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak

Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata

BAB IV
PENUNUP

1. Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses


metam
orfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur, tekstur) da
n chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan tekanan
tinggi
dalam kerak bumi.
2. Agen-agen atau faktor-faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme
melip
uti suhu (temperatur), tekanan (Pressure), dan aktivitas larutan kimia.
3.Secara umum metamorfisme terbagi menjadi 3 yaitu metamorfisme sentuh
ata
u kontak, metamorfisme dynamo, dan metamorfisme regional.
4.Secara umum ada beberapa fasies dari batuan metamorf yang meliputi:

Fasies metamorfisme kontak

Fasies metamorfisme regional

Fasies granulit

Fasies eklogite

5. Mineral penyusun batuan metamorf merupakan mineral-mineral yang ada


pada batuan yang telah ada sebelumnya, baik mineral yang berasal dari
batuan beku, s edimen, maupun metamorf.

3.2

Saran

Untuk lebih memperdalam pemahaman dan pengetahuan mengenai batuan


metamorf sebai knya banyak membaca literatur-literatur yang lebih variatif
yang berkaitan denga n batuan metamorf serta mengkajinya secara
mendalam dan dibarengi dengan pengama tan batuan di laboratorium dan
pengamatan langsung singkapan batuan metamorf di lapangan.
BATUAN METAMORF
A. PENGERTIAN BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku,
batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami
perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat
adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di
bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan
yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf.
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada
kedalaman lebih kurang 3 km 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena
pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di
dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari
proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi
serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis,
sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin
mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada
tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah
pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan
lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan
batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari
perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama
batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di
dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa
dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang
tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh,
metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun
juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi
ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi
antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan
potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme
adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-
masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,
temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana
kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu
variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi
dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu
kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi
tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa
darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang
lain.
B. PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari
proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi
serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis,
sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin
mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada
tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah
pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan
lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan
batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari
perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama
batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di
dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen
lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif.
Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa
dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang
tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat
dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh,
metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun
juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi
ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi
antara 200C 350C yang tergantung pada pH dan kandungan
potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral
lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme
adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-
masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada
150C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan,
temperatur di sekitarnya 150C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana
kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu
variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi
dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu
kisaran dari 650C 800C menutup sebagian besar kondisi
tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini
menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa
darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang
lain.
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami
metamorfisme tingkat rendah medium dan tingkat tinggi
(ODunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada


tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga
yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan;
(2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik,
pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional,
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak
terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh
magma (intrusi) dengan lebar antara 2 3 km. Metamorfisme
dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada
lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan.
Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi
bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh
orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali
mencapai ribuan kilometer.

Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen,


1982).

C. PENGENALAN BATUAN METAMORF


Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui
kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari
batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan
yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami
aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi.
Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf
mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross
bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama
metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama,
khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering
menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur.
Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut
disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari
mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya
akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-
seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau
prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut
menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut
disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral
pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit)
disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan
skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang
kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan
jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur
dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama
dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada
penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral)
(Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan
berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah
penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf
baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi
dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis;
gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak.
Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama
batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf
secara umum (Gillen, 1982)

D. STRUKTUR BATUAN METAMORF


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan
metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur
foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh
adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf,
sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
1. Struktur Foliasi
Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran
mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding
mineral butiran.
Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran
mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak
dibanding mineral pipih.
Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose,
kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral
lempung).
Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage,
hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2. Struktur Non Foliasi
Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-
butiran mineral relatif seragam.
Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh
adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran
mineralnya halus.
Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari
belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran
mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur
batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar
milonit.
Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya
terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya
butirannya mempunyai ukuran beragam.
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya
mineral yang berbentuk jarus ataufibrous.
Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

E. TEKSTUR BATUAN METAMORF


Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme
secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai
akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang
berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang
hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar
tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam
pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris
(pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan
dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik.
Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan
butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini
disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk
oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa
mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat
diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang
lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang
melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena
bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan
mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan
mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri
dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau
elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini
disebut augen (German untuk mata), dan umumnya hasil dari
kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa
kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum
untuk agregat adalah porphyroklast.
1. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan
asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan
kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran katablastik.
Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan
beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-
butir mineral seragam.
Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan
susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk
mineral pipih.
Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-
mineral berbentuk euhedral.
Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun
mineralnya berbentuk anhedral.
2. Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari
batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya
menggunakan awalan katablasto.
Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan
asal yang porfiritik.
Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.
Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik;
B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di
kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D.
Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur
Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika
halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di
dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di
dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I.
Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

F. KOMPOSISI BATUAN METAMORF


Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi
dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal
lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek;
kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik.
Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral
tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan
metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress
dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang
stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular,
prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress
meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin,
silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan
antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang
terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk
equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan
kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita
harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur
penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada
batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf
terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur.
Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang
menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur
(contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh
skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan
yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit)
atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai
batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan
perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal
menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung
yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah
yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai
hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate.
Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi
dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran
butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus
ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap
sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan
menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin
mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat
metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa.
Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan
memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang
menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi
lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini
sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik
seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang
jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar
dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur
gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri
dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan
kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi
mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur
gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan
metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam
kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku
tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek
metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya
berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun
hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal
bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik
bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa,
dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang.
Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai
berikut:
1. Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar
komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan
plagioklas.
2. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah
piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan
diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai
komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang
lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
3. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral
(terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin)
mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur
gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa
dan/atau felspar.
4. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri
dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak.
Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-
butiran kasar yang sama disebut granofels.
5. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang
dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih
kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa.
Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan
sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari
mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori
meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada,
seperti olivin dan piroksen.
7. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung
kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan
sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

G. TIPE-TIPE METAMORFOSA
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan
tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas.
Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas.
Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa
orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana
terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi.
Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar
dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan
juta tahun lalu.
Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan
temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi
intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah
rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic
ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut
menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan
air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang
sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja.
Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi
Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar
kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan
terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan
oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona
metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi
umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi
antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan
efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan
magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada
xenolith atau pada zone dike.
Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif,
seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya
mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi
batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal
sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas
pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan
sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah
meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan
umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya
dengan panas bumi (geothermal).
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga
kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi
kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah
(Combs, 1961).

Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme

H. MACAM-MACAM BATUAN METAMORF

1. Marmer

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses


metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu
dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan
terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai
foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal
batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer
Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau
berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi
keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer
akan selalu ada batugamping, walaupun tidak setiap ada
batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer
berhubungan dengan proses gaya endogen yang
mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan
temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer
tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada. Penggunaan
marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada
dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe
ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi,
meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio
sering dipakai untuk seni pahat dan patung. Ditemukan di
gunung Jokotuwo, Bayat, Klaten.

2. Marmer merah
Warna yang cenderung ngejreng dan terkesan vokal, membuat
jeni batu ini menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini
pun sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan untuk
mempercantik bangunan. Hingga saat ini jenis batu marmer
merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior dan
eksterior. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.
3. Sekismika
Batuan sekis mika memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih,
dengan komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf
foliasi. Pada deretan batuan sekis mika ini terdapat aliran sungai
yang merupakan arah aliran subsekuaen karena sungainya
sejajar dengan arah straight. Pada struktunya terdapat rekahan
yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang masuk ke celah-celah
rekahan tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terdapat
komponen mika dan kuarsa. Terbentuk karena akibat tektonik
yang merupakan fanerik lepidoblastik skistosa. Batuan dengan
mineral mika yang berkilauan ketika tertimpa sinar matahari ini
adalah batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Ditemukan di
bayat, Klaten.

4. Sekis hijau
Batuan Sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua
sebagai basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian
timur daerah penyelidikan. Luas penyebarannya cukup luas
sekitar 20% menutupi daerah penelitian dengan ketebalan
diperkirakan lebih dari 300 meter (?). Batuan Sekis hijau ini
tersingkap pada penorehan struktur sesar dijumpai pada bagian
tebing sungai Binangga hingga ke bagian selatan didaerah desa
Pakuli dan Simoro. Batuan ini tersingkap sebagai Sekis hijau,
berwarna hijau tua, berlapis sebagai bidang foliasi, kompak,
berbutir halus, lanau sampai lempung dan setempat-setempat
rekahan terisi oleh urat-urat kwarsa maupun kalsit. Ditemukan di
sadang, Kebumen.

5. Sekis biru
Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic
biru amp hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite.
Ditemukann di sadang, Kebumen.
6. Gneis
Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini
terbentuk pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang
terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan
temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli
batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur
lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat
dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi.
Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari
mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada
batuan batuan sediment. Ditemukan di Pulau bangka, belitung.

7. Filit
Filit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal.
Batuan ini terbentuk selama proses penunjaman serta
merupakan batuan metamorf berderajat rendah. Proses tektonik
dan deformasi lebih lanjut berupa patahan geser searah aliran
sungai, membentuk lipatan-lipatan kecil serta struktur gores
garis pada batuan filit. Ditemukan di Bayat, klaten.
8. Agate
Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa ( silika ), ditandai
oleh kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski
agates dapat ditemukan di berbagai jenis batu, mereka klasik
terkait dengan gunung berapi batu tetapi dapat umum di
beberapa batu metamorfik dan lainnya chalcedonies diperoleh
lebih dari 3.000 tahun yang lalu dari Sungai Achates, sekarang
disebut Dirillo , di Sisilia . Agate adalah salah satu yang paling
bahan umum digunakan dalam seni ukir hardstone , dan telah
pulih di sejumlah situs kuno, yang menunjukkan penggunaan
meluas dalam dunia kuno, misalnya, pemulihan arkeologi di
Knossos situs di Kreta menggambarkan perannya dalam Zaman
Perunggu Minoan budaya. Ditemukan di karangsambunng,
Kebumen.
9. Nefrit
Nefrit adalah permata , berbagai amphibole , bersama dengan
giok giok dikenal nama. (Jadeit je pyroxen.) warna giok adalah
bayam hijau tua, mineral memiliki kekerasan sekitar 7 derajat
skala Mohs, seperti kuarsa, tetapi lebih sulit karena struktur
mikrokristalin. Setelah polishing sangat estetika, dengan kemilau
kaca sempurna. Ditemukan di Karang sambung Kebumen.

10. Horenfels
Hornfels ( Jerman , yang berarti "hornstone," setelah sering
hubungan dengan glasial "puncak" tanduk di Alps, menjadi batu
yang sangat keras dan dengan demikian lebih mungkin untuk
menolak tindakan glasial dan tanduk berbentuk seperti bentuk
puncak Matterhorn ) adalah kelompok peruntukan untuk
serangkaian metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan
indurated oleh panas mengganggu massa beku dan telah
diberikan besar, keras, splintery, dan dalam beberapa kasus yang
sangat tangguh dan tahan lama. Ditemukan di watumpang,
Kebumen.
11. Asbes

Asbes merupakan mineral yang berbentuk serat-serat yang mudah


terpisah. Ukuran sebuah serat asbes sangat kecil dan halus.
Karena itulah mudah beterbangan di udara. Apabila terhirup,
asbes akan segera masuk ke dalam rongga pernapasan,
kemudian menimbulkan berbagai kerusakan. Ditemukan di
karangsambung, Kebumen.
Pada postingan sebelumnya we have talked about one kind of plutonik
rock yaitu jenis batuan ultrabasa dan konco konconya.. sekarang kita akan
mendiskusikan batuan plutonik jenis lainnya yang tentu saja berbeda
lebih felsik (sangat) atau lebih asam (banget..) gak pake pemanis, pemahit,
atau pengasin buatan ya sob.

granit merupakan batuan fanertik, kristalin yang komposisi fase (mineral)


paling banyak adalah kuarsa dan K-feldspar. istilah granitik dipake oleh
geologis maupun non geologis untuk menunjukan berbagai jenis batuan
fanertitik, granular yang mengandung banyak feldspar atau kursa.
sementara granitoid merupakan istilah untuk batuan plutonik, bertekstur
granular (butirnya kasar kasar) dengan komposisi utama berupa kuarsa-
feldspar dan komposisi lain yang lebih bervariasi tempat batuan granit
berada di dalamnya. dari batasan ini kita tahu granit atau granitoid itu
pluton teksturnya faneritik dan kuarsa+feldspar merupakan komposisi
yang paling banyak.

selain kuarsa dan feldspar (menempati 2/3 dari total feldspar yang hadir
di dalamnya) juga ada mika, sodic plagioklas, dan amfibol.

berdsaarkan definisi IUGS (Streckeisen 1967) merupakan jenis batuan


yang menandung rasio kaursa dan kuarsa + alkali feldspar + feldspar
sebesar 0.2 sampai 0.6, rasio alkali felsdspar dan plagioklas antara 9:1 dan
35:65, dengan indeks warna kurang dari 90, kisaran komposisi ini
termasuk untuk granit dan monzonit kuarsa (quartz monzonite). definisi
ini telah diterma secara luas.

banyak granit yang dijumpai dialam berumur fanerozoik (dalam bentuk


pluton). tapi ada juga yang prekambrian (tua tua bener ya sob). batuan
granitik secara khas memiliki tekstur hipidiomorphic-granular (bentuk
kristal kasar tapi tersusun dari kristal-kristal berbentuk dalam kisaran
euhedral-subhedral) dari akumulasi fase fase dominannya tadi (kuarsa
dan K-feldspar). Bisa hadir juga tipe ini bersama granit berupa applite
(berbutir medium-halus), pegmatit yang merupakan batuan betekstur
sangat kasar ukuran mineralnya bisa mencapai 3 cm. karena lokasi pluton
granit ini adanya ditempat dalam tekanan di sana sangat edan.. maka
banyak yang telah terubah (termetamorfkan) menjadi gneiss.

Kimia, mineralogi, dan tekstur batuan


untuk diorit dan gabbro kandungan silikanya kurang dari 50% sedangkan
pada granit kandungannya bisa melebihi 77%, khusus untuk batuan
bertekstur pegmatitik dan aplitic kandungan silikanya bisa mencapai
100%. ketika kandungan silika meningkat, alumina, besi, magnesium dan
kalsium menurun. sementara total alkali (Kalium) meningkat bersama
silika, karena meningkatnya kadar potasium (Kalium). Kandungan Mg
dalam gabbro kaya olivin dapat mencapai 0.8 sedangkan dalam granit
hanya 0.10.

identifikasi geokimia yang sistematis telah diajukan oleh Shand (1948)


dimana tipe pembagian batuan granitoid ini didasarkan atas perbandingan
jumla oksida alumina terhadap jumlah oksida potas, sodium, dan lime
(kalsium) semoga suatu saat kita bisa mendiskusikan hal ini lebih detail.
dari pembagian itu didapat setidaknya ada tiga kategori: batuan
peraluminous: Al2O3>CaO+Na2O+K2O, metaluminous:
CaO+Na2O+K2O>Al2O3>Na2O+K2O, dan batuan peralkalin:
Al2O3<Na2O+K2O.

komposisi geokimia yang disebutkan diatas mencirikan tipe tipe granit


tersendiri berdsasarkan setting geologinya. rasio isotop dan data unsur
jejk juga menunjukan kisaran nilai tersendiri, nilai rasio isotop Sr yang
sering dipakai untuk menunjukan source dari mamga, berada pada
kisraran kurang dari 0.702 atu terkadang juga dapat mencapai 0.706.
begitu juga isotop Nd, Pb, dan O yang menunjukan variasi.

mineraloginya secara umum batuan ini memiliki ciri khas kaya akan
kuarsa dan alkali feldspar (kaya Kalium). umumnya, granit mengandung
butiran plagioklas sodik yang tersendiri. batuan intermediet-monzonit
kuarsa, graonidiorit, dan diorit lainnya- memiliki kadar alkali feldspar dan
plagioklas sodik, yang cukup berimbang, sementara batua calcic plagioklas
sampai intermediet merupakan satu satunya feldspar yang hadir yaitu
pada batuan diorit kuarsa, dan beberapa diorit lain dan gabbro.

mineral asesoris yang hadir mencirikan fungsi kimia batuan, khusunya


saturasi alumina, dan total kelimpahan Na2O, K2O, dan CaO. granit
peraluminous biasanya mengandung muskovit atau muskovit dan biotit,
namun juga mengandung garnet, alumunium silikat (seperti andalusit,
silimanit), topas, kordierit, atau korundum. mienral asesoris ini juga hadri
dalam batuan granitotoid peraluminus intemrediet. batuan granit
peralkalin mengandung piroksen sodik (seperti aegirin) dan amfibol sodik
(riebektit, arfvedsonite). hipersten hadir dalam karnokit (granit
hipersten), dan fayalit secara lokal muncul sebagai fase mafik dalam
batuan granit yang mengalami pengayaan besi. pada diorit metaluminus,
granodiorit, diorit kuarsa, dan gabbro, piroksen, biotit, dan hornblenda.
augit merupakan jenis piroksen yang paling umum dalam batuan
granitoid, khususnya yang lebih calcic , namun diopsid piroksen juga
dapat hadir dalam batuan alkalin. dalam gabbro, klinopiroksen umum dan
dianggap oleh beberapa petrologis sebagai komposisi yang penting. juga
dalam gabbro, ortopiroksen dapat hadir sendiri atau dengan bersama
augit, dan olivin kaya Mg merupakan fsae yang umum juga.

mineral asesoris minor seperti apatit, magnetit, ilmenit, hematit, pirit, dan
sfen, juga turmalin, zirkon, rutil, garnet, dan fluorit, kandungannya
kurang dari 5 % dalam batuan. mineral altersi seperti lempung, kalsit,
epirodt, mika putih, klorit, serta hematit. merupakan jenis mineral alterasi
yang hadir dalam granit. sedangkan olivin dan piroksen yang hadir, dapat
membentuk laterasi serpentint.

teksturnya?
secara khas menunjukan hipidiomorfik-granular. tapi dalam quartz
monzonite umumnya menunjukan tekstur porfiritik, dengan alkali
feldspar bertekstur pokilitik sebagai fenokris. tekstur seriate dan
allotriomorphic-granular (aplitic) juga hadir, pada batuan yang lebih
mafic, khususnya gabbro, tekstur diabas juga umum. trakoid, subophitic,
ophitic, dan berbagai tekstur cumulate tidak begitu banyak hadir dalam
gabbro di granitoid. perlu diketahui batuan granitoid itu berbeda dengan
granit meski memiliki ciri umum yang sama granit memiliki kandungan
dua pertiga total mineral pengisinya adalah kuarsa (25%) dan feldspar
granitoid juga demikian hanya saja persentase kuarsanya lebih sedikit
dibandingkan granit (20%). tekstur pegmatit hadir pada seluruh kisaran
batuan granit, namun umumnya hadir dalam batuan siliceous seperti
granit.

kebanyakan granit memiliki empat tekstur yang umum; hipidomorfik-


granular, pegmatitik, allotriomorphic-granular, dan porphyritic.

memahami berbagai bentuk tekstur penting untuk memahami asal muasal


dari batuan ketika batuan tersebut terbentuk. S.E. Swanson (1977)
melakukan percobaan untuk menghasilkan simulasi tekstur granit dengan
melakukan studi pada komposisi sintetis dalam sistem KAlSi3O8-
NaAlSi3O8-CaAl2Si2O8-SiO2. beberapa variasi persentase air telah
ditambahkan sekitar 3.5 wt % pada 8 kb (0.8 Gpa), Swanson menemukan
bahwa undercooling yang besar menghasilkan tekstur hipidiomorfik-
granular, karena densitas nukleasi dan tingkat pertumbuhan menjadi
tinggi. sementara, pada studi sintetik granit dan sintetik grnodiorit
menyatakan bahwa undercooling yang kecil akan menghasilkan tekstur
porfiritk, karena, meskipun growth rates dari alkali felspar tinggi, densitas
nukleasinya rendah.

ekstrapolasi dari studi Swanson (1977) ini terhadap penurunan tekanan,


sistem kaya-alkali, dan kandungan air yang tinggi tidak merubah hasil
secara daramatis. Swanson (1977) beranggapan bahwa penurunan
tekanan tidak signifikan merubah bentuk umum dari kurva nukleasi dan
pertumbuhan kristal, yang mana tekstur yang sama dapat terbentuk pada
tekanan tinggi juga pada tekanan yang lebih rendah. tentu saja pada
tekanan rendah sistem dalam granit menjadi hypersolvus (tekanan rendah
dan hanya satu jenis feldspar yang hadir ex: K-felspar saja plagioklas tidak
ada). kandungan air yang tinggi akan merubah sikuen kristalisasi (J.A
Whitney, 1975). maka kuarsa atau alkali feldspar dapat hadir sebelum
plagioklas, tapi tidak ada alasan saat kehadiran yang mengganggap bahwa
kehadiran ini merubah kurva nukleasi dan pertumbuhan kristal. pada
akhirnya meningkatnya jumlah alkali nilai lime (Ca) menurun,
menghasilkan plagioklas yang kurang calcic dan menghasilkan menrunnya
fase Ca seperti titanit, namun kondisi ini tidak secara serta emrta emrubah
bentuk dari nukleasi dan kurva pertumbuhan.

tekstur allotriomorfik-granular merupakan tekstur yang paling umum


dalam batuan granitoid yang disebut aplite. aplite umumnya dianggap
terbentuk melalui proses pressure quenching (Jahns dan Tuttle, 1963).
proses in terjadi ketika magma granitoid terfraksionasi dan menjadi kaya
silika, alkali, dan fase uap kaya air. fracturing yang terjadi pada batuan
samping dapat meyebabkan terbebasnya uap ini, yang akan menurunkan
tekanan dari sistem dan meningkatnya temperatur dari kurva likuidus dan
solidus (Raymond, 2002). hasil dari undercooling dan densitas nukleasi
tinggi ini, suatu melt yang stabil dalam bentuk likuid yang erada dibawah
tekanan air awal yang tinggi (PH2O) menjadi tidak stbil dibawah PH2O
rendah dan membentuk fase padat (solid), melalui nukleasi yang banyak
dan pertumbuhan kristal cepat. pendinginan cepat (rapid chilling) atau
pengosongan (depletion) speies kimia dalam melt, diikuti proese lain,
dapat mengawali perkembangan tekstur allotriomorphic-granular (Jahns,
1955; Jahns dan Tuttle, 1963).
mengingat bahwa tekstur pegmatitik didominasi kristal-kristal yang gede
gede (>3 cm) meskipun komposisi batuannya bersifat pegmatitik, granit
pegmatitik merupakan satu yang langka dari tipe granit yang umum
lainnya. banyak yang menganggap bahwa pegmatit itu sinonim untuk
granit pegmatit ini sebetulnya salah (Raymond, 2002). kategori umum
dari tekstur pegmatitik, terdapat beberapa jenis tekstur yang khusus yang
hadir. tekstur ini termasuk tekstur hipidiomorfik granular yang kasar,
tekstur grafik, tekstur dendritik (snowflake), perthitic, poikilitic,
spherulitic, dan gneissose. setiap tekstur menunjukan detail dari sejarah
kristalisasi batuan. tekstur perthitic sebagai contoh merupakan ahsil dari
kristalisasi hypersolvus dan exolution, gneissose atau layered texture
dapat menghasilkan zola crystallization (kristalisasi terjadi secara radial ke
arah dlaam dari wall dari dike, floating layer, atau cavity), aliran selama
kristalisasi, atau deformasi dari postkristalisasi.
tekstur sferulitik, dendritik, dan grafik memberikan petunjuk penting pada
keseluruhan deformasi dari pegmatit. mengingat tekstur sferulitik
merupakan hasil dari nukleasi, tapi dendritk terbentuk dalam komposisi
kaya silika, dan tingkat pendingina yang cepat, pertumuhan cepat, dan
sedikit tempat nuklasi yang hadir, serta derajat undercooling yang besar.
D.R. Simpson (1962) mendemonstrasikan bahwa geometri butir dari
kuarsa dalam batuanb etkstur grafik sebenarnya saling terhubung,
membentuk kristal skeletas yang besar. kristal kuarsa bertekstur
snowflake dendritk berhubungan dengan kristal kuarsa dari batuan
bertekstur grafik, hal ini menunjukan bukti bahwa beberapa pegmatit
rupanya memiliki struktur quartez dendrit yang melebar (berkembang)
dari tekstur snowflake ke tekstur grafik. sementara Swanson dan Fenen
(1986) beranggapan rapid cooling, dan tingkat perbumhuan kristal yang
tinggi, dan/atau beberapa lokasi nukleasi yang hadir merupakan proses
yang paling mengontrol tekstu tekstur ini disamping derajat undercooling
yang rendah.

Strukturnya?
batuan granitoid hadir dalam bentuk pluton entah batolith, stock ataupun
dike, dalam bentuk yang seehrana dan tubuh pegmatit yang komplek,
serta dike aplite. setiap struktur ini memiliki tekstur yang tersendiri,
memberikan petunjuk untuk mengetahui asal muasal dari batuan yang
hadir.

garanit dengan tekstur hipidiomorfik granular secara khas hadir dalam


tubuh pluton terzonasi (zoned), tidak beraturan, atau lenticular. pada
beberapa pluton granit dapat membentuk suatu zona khas yang
merupakan unit intrusi yang menunjukan tahap akhir dari proses
diferensiasi yang terjadi, terdapat tubuh magma mafic yang hadir
menunjukan hal itu. sama halnya dengan magma dengan originnya hasil
anatektik, garnit dapat membetuk lensa pluton atau atau secara geometris
dapat saja tidak braturan. dalam berbagai kasus ini, diketahui bahwa
bentuk intrusi dikontrol oleh bentuk dari dapur magma yang dapat saja
lentikular atau memberntuk lempengan, tabular, atau menyerupai dike,
silindrikal sampai domikal, inverted tear drop-shaped, atau tidak
beraturan.

tubuh pegmatit dari batuan granitoid memiliki bentuk tabular, elptikal,


rod-shaped, atau lentikular tak beraturan. secara internal pegmatit
memiliki dua tipe tipe sederhana dan kompleks (lihat ilustrasi dibawah).
simple pegmaatite body secara khas terdiri dari; (1) area yang
mengandung butiran sangat kasar yang berada dalam batuan yang
berbutir halus, (2) melensa pada batuan metamorf ber-grade tinggi (T
tinggi, P tinggi). secara tekstural umumnya berupa batuan hipidiomorfik-
granular sangat kasar, tapi tekstur grafik atau tekstur ineauigranular
lainnya dapat hadir. secara mineralogi, pegmatit sederhana biasanya
terdiri dari mineral minral yang mencirikan batuan granitoid lainnya,
mineral ini seperti kuarsa dan felspar, dengan atau tanpa muskovit, biotit,
dan bebarpa mineral asesoris. tipe pegmatit kedua berupa pegmatit
kompleks, meskipun kurang umum dibandingkan pegmatit sederhana,
tipe struktur yang ini lebih menarik karena teksturnya, strukturnya, dan
kandungan mineralnya yang tidak biasa.
cemacem struktur pluton granitoid
zoned pegmatite (pegmatit terzonasi) sepreti ilustrasi diatas dapat
membentuk layer, lensa, shells, atau berupa massa tidak beraturan. pada
bagian inti yang hadir dalam zona ini diisi oleh kuarsa, umumnuya hadir
di dekat pusat tubuh batuan (intrusi). pegmatite yang hadir pada
kedalman yang relatif rendah, intinya mengandung miarolitic cavities,
mineral-mineral yang hadir berupa topaz, beryle, dan tourmaline (Jahns,
1955, 1982). untuk yang pegmatite composite complex menunjukan dua
tahap perkembangan yang berbeda, tahap akhir terdiri dari pergantian
dari mienral mineral yang telah ada sebelumnya, frcture filling yang
memotoing minral yang terbentuk lebih awal, atau keduanya (ilustrasi
dibawah yang gambar 10.8d). tubuh komposit komplek dapat berbentuk
terzonasi atau tidak terzonasi. secara mineralogi, pegmatit komplek dapat
mengandung satu atau lebih minral yang tidak biasa seperti lepidolt,
spodumen, topaz, beril, turmalin, tantalite, triphyllite, zeolite seperti
laumonitek, lempung seperti beidelite, dan mineral eksotis lainnya yang
berasal dari host.

aplite hadir dalam bentuk dike, layer, lensa, atau massa tidak beraturan
(Jahns dan Tuttle, 1963). dike memotong masa batuan metamorfik dan
berbagai tubuh batuan plutonik, termasuk tubuh pegmatit. tubuh yang
tidak beraturan hadir pada batas layer sepanjang tepi tubuh pegmatit
sebagai assa dalam batuan pegmatitik.
struktur internal pluton granitoid

bagaimana keterjadian dan jenis jenis batuan granitoid ini berdasarkan


setting tektoniknya?

batuan granitoid anorogenik dijumpai di daerah kontnental yang secara


tektonik passive, atau bisa juga pada daerah y ang tektoniknya aktif tapi
bukan orogenik, sebagai contoh batuan granitoid dari cekunga dan range
province bagian barat amerika serikat, jurasic magmatic provcince di utara
nigeria bagian abarat aftrika, fold belt Lachlan devon atas Australia
selatan.

daerah oseanik juga mengandung batuan granitoid disimpulkan terbentuk


di lingkungan oseanik dengan kandungan mineral feromagnesian miskin
albit-kuarsa yang dikenal dengan plagiogranit (R.G Coleman dan
Peterman, 1975). potasium-feldspar-bearing granitoid rock merupakan
kandungan yang jarang pada daerah di spreading centtre dan sikuen busur
gunung api laut.

berbagai subdivisi dari batuan beku berdasarkan setting tektoniknya


pertama kali dibagi oleh A. Harker (1909 hal 90ff.) pertama dibagi
kedalam batuan beku tipe atlantik dan pasifik dua tipe ini dibagi
berdasarkan kontrol tektoniknya. Hyndman (1972) membagi batuan
kedalam fase pertumbuhan pegunungan (orogenik) (1)preorogenic dan
suite orogenik awal, (2) synorogenic sute, dan (3) postorogenic
suites.setiap suit dapat terdiri dari batuan dengan karakterisitik yang
salng melingkupi. maka, batuan dibagi berdasarkan kriteria yang dapat
diamat dan menunjukan asal muaslanya dan parentage (induk dari mana).
Rodgers dan Greenberg (1990) menggunakan setting tektonik dan tipe
asosiasi batuan yang membagi granit k dalam (1) orogenic akhir, (2)
postorogenik, (3) anorothosite/rapiviki, (4) ring complex types.

dalam usaha menghubungkan kimia dan tektonik G.C. Brown (1982) dan
G.C. Brown (1982), Thorpe, dan Webb (1984) membagi kelompok dasar
dari batuan granitoid (1) arc dan (2) back arc dan anorogenic- berdasarkan
kandungan kimia elemen major dan trace. sementara Pearce, Harris, dan
Tindle (1984) membagi batuan granitoid dalam empat kategori ocean
ridge granite, volcanic arc granite, within-plate granite, and collision
granite- setiapnya berasosiasi dengan lokasi tektonik yang disebutkan.
yang pertama dan yang ketiga berasosiasi dengan lingkungan anorogenik,
sementara yang kedua dan keempat berasosiasi dengan orogenik.

Didier, Duthon, dan Lameyre (1982) membagi klasifikasi bautan granitoid


berdasarkan genesis magmanya kedalam tipe C (Crustal) dan tipe M
(mantle atau mantle + crust). white (1979) yang pertama kali menganggap
tipe M ini ada. kemudian Didier et al (1986) membagi tipe C berdasarkan
source melting (magmanya) bila dari sedimen (tipenya CS) bila dari
material batuan beku yang melting (tipenya namanya tipe CI).

sementara itu White dan Cappble (1977) menemukan tipe lain di Australia
timur, berdsaran data kimia, minrealogi dan lapangan, yaitu tipe I
(igneous-type magma) dan tipe S (sedimen type magma source). untuk
mengetahui ini mereka melakukan pendekatan dari inklusi yang hadir
dalam pluton (xenolith, autolith, xenocryst, etc). white menganggap tipe I
dan S ini berasal dari hasil crustal melting (sedimen, metasedimen dan
batuan beku). Loiselle dan Wones (1979) memperkenalkan tipe granit
yang lain yaitu tipe A (anorogenic).

kemudian akhirnya W.S. Pitcher (1982) menyimpulkan hasil penelitian


dua kelompok ilmuwan ini (White and Cappell serta Loiselle and Wones)
menjadi tipe M (mantle derive), tipe A (anorogenic), tipe S (sediment
crustal melting generated in collision zone), dan tipe I.

Origin (petrogenesis) dan teori keterbentukannya?


setidaknya ada 4 (empat) tipe proses petrogenesis terjadinya granit ini:
grantisasi (Granitization), kristalisasi fraksional dari magma basaltis
(Fractional crystallization of basaltic magma), hibridisasi (Hybridization),
dan anateksis (Anatexis).

Granitization
granitisasi adalah transformasi tahap-padat dari batuan yang suda ada
sebelumnya membentuk komposisi mienral granitoid dan teksturnya, dan
proses ini lebih dekat ke metamorfik dibandngkan igneous. proses
metamorfisme ini dibantu oleh kontak metasomatisme atau pertukaran
ion unsur dalam batuan oleh fluida lain yang membawa ion tersebut tentu
saja dibantu oleh proses lainnya seperti anatexis dan fractional
crystallization. dalam proses ini ion K dan Na yang dibawa dapat
mengganti ion Ca yang sudah ada di dalam batuan dan terbentuklah
granit.

proses ini juga dikenal sebagai ultrametamorfisme karena kenaikan suhu


yang cukup tinggi. ketika fluida ini terinjeksi kedalam pori batuan maka
dapat terjadi granitisasi dan metamorfisme secara bersamaan dalam
tubuh batuan (menhert, 1963). ini teori klasik tentang keterbentukan
granit. masih dipakai? masih meski banyak kontroversi karena tidak
sederhana haha

Fractional Crystallization of basaltic magma

proses ini terjadi ketika magma mulai berdiferensiasi (tekanan dan


temperatur menurun membentuk jenis magma lain). ketika magma
bermigrasi keatas maka terjadilah penurunan temperatur kristal2
(mineral2) yang dapat terkristalisasi pada temperatur tinggi akan
terbentuk lebih awal sedangkan sisanya akan terus berada dalam fase melt
(cair) atau magma.. dan magma sisa dalam dapur magma ini akan lebih
bersifat siliceous (kaya silika lebih asam) dan inilah yang akan menjadi
cikal bakal granitoid itu.

bukti terjadinya proses ini oleh para ahli diketahui berdasarkan (1) kontak
tajam diskordan antara country tock dan dike, apophyses, dan pluton
lainnya, (2) kontak metamorfisme dari cuntry rock, (3) chilled margin,
(4)xenolith menyudut dalam batuan pada tepi pluton, yang sama dengan
bentuk/jenis batuan pada country rock (yang menunjukan terhentinya
intrusi magma), (5) tekstur ang mengindikasikan kristalisasi magmatik.
bukti diatas kurang spesifik karena menjelaskan batas-batas tepi granit
tempat kristalisasi fraksional terjadi.. bukti lain yang lebih spesifik (kita
pake kode F ya biar gampang bedain nomor2nya sama proses petrogenesis
granit yang lain):

F1. pluotn yang berzona dan berlapis (zoned and layer pluton)
memberikan bukti lapangan bahwa kristalisasi fraksional dari magma
yang lebih basic untuk menghasilkan diferensiasi siliceous terjadi.

F2. nature (bentuk alami) dari internal layeringnya dalam beberapa pluton
dianggap terjadi akibat gravitational settling dari ristal dalam magma
(dapur magma).

F3. stdui eksperimental dari fase ekilibria mendemonstrasikan bahwa


fraksionasi dapat hadir dan menghasilkan mineral mineral sisa dalam seri
fraksionasi ini (deret bowen) seperti kuarsa dan alkali feldspar, yang pada
nantinya menjadi komposisi utama granit.

F4. feldspar terzonasi (zoned feldspar) yang konsisten terhadap


kristalisasi fraksional.

F5. material groundmass berupa gelas atau segregasi dari batuan basaltis
memiliki komposisi siliceous.

F6. konsentrasi dan rasio dari elemen jejak dalam beberapa batuan
grantiik dirasa sesuai (cocok) dengan mantel (dibawa dari mantel or matle
derived), ocean island basalt dan diferensiasinya, yang hanya dapat
terbentuk melalui proses kristalisasi fraksional.

F7. pengayaan, pemiskinan (wkwkwk depletion masksudnya sob), atau


partitioning dari silika, alkali, dan elemen jejak dalam batuan felsik dari
kelompok dari pluton pluton yang berasosiasi secara spasial dapat
dijelaskan melalui proses kristalisasi fraksional. contohnya batuan
granitoid dengan anomali Eu negatif dalam REE diagram menunjukan
terjadinya fraksionasi plagioklas.
F8. kalkulasi dari sikuen yang hilang dari elemen major dan trace oleh
kristalisasi dari fase fase mieneral tertentu mengindikasikan kristalisasi
fraksional.

F9. ploting analisis kimia dari elemen major dan jejak menunjukan pola
cuvilinear dalam diagram Harker, AFM, dan diagram variasi (variation
diagram) lainnya.

ilustrasi hubungan proses fraksional kristalisasi pluton granit terhadap country rock (liat ada
xenolith batuan granit lain hasil proses ini yang menyudut masuk ke tubuh pluton)
contoh hasil ploting pada variation diagram untuk granit yang gambar a berpola curvilinier

meski begitu tetap saja banyak kontroversi seperti pertanyaan pertanyaan


yang menyatakan bahwa apakah benar proses kristalisasi fraksional ini
cukup untuk membentuk seluruh magma granitis dalam batolith? apakah
benar komposisi dari cairan terfraksionasi sama dengan batolith
granitoid? dan apakah pengaruh (bukti) dari yang disebtukan tadi
merupakan hasil dari kritaslisasi fraksinal, atau malah proses lain yang
dapat bekerja lebih cocok untuk menjelaskan bukti itu?? jawaban
pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan kita jawab.. karena yang nulis ini
mahasiswa S1 wkwkwkwk berat Om nanti aja siapa tau ada yang mau
ngambil S2 cari tau jawabannya sendiri

Hybridization

proses yang ini simpel aja dimana terjadi modifikasi dari pencampuran
magma melalui asimilasi (dengan batuan samping) atau mixing dengan
magma lain yang sangat siliceous. pertama kali diperkenalkan Daly (1905,
1906, 1914, 1917, 1933) dan disebut juga hibridisasi syntexis.

mekanisme ini dijelaskan oleh Daly berupa suatu proses dimana magma
basaltis yang sangat panas (superheated solvent) yang dapat melarutkan
(meleburkan lebih tepatnya) batuan lain yang ada disekitarnya sperti
sedimen siliceous, granitoid ataupun batuan metamorf yang sudah ada
sebelumnya, dan kemudian mengalami kristalisasi membentuk granit.

kita perlu bukti kakak iye ini buktinye:

H1. distribusi umum dari batuan di kerak.

H2. bukti lapangan dan petrografi dari asimilasi batuan sedimen dalam
magma basaltis dari sill, dike, dan pluton2 yang lebih gede lagi.

H3. pola analisis kimia yang koheren, curviliniear dari AFM, Harker, dan
diagram variasi lainnya, yang menggambarkan proses mixing dari
komposisi endmember (batuan yang terbentuk diakhir).

H4. data unsur jejak dan isotop.

Anatexis

proses terakhir adalah proses anatexis yang dianggap juga dapat


menjelaskan petrogenesis dari granit. anateksis atau partial melting dari
batuan yang sudah ada sebelumnya, merupakan proses yang paling
akhirdapat menjelaskan origin dari magma yang menhgahasilkan batolith
granitoid dan pluton lainnya. teori anateixis ini telah berkembangdan
memberikan bebrapa kelebihan: (1) teori granitisasi dan aspek aspek
magmatik lainnya dpat dikombinasikan dari proses ini, (2) konsisten
dengan kisaran data kimai yang jauh, (3) didukung melalui studi
eksperimental (lab). beberapa granitisasionist (gile ternyata ada juga ya
ilmuan yang punya gelar begitu kerjanya ngubek ngubek granit doang :D)
menganggap bahwa proses anatexisi ini merupakan proses yang
mendukung granitisasi (seperti yang dijelaskan sebelumnya).

teori anatektik dari batolith granitoid memiliki dua bagian. pertama, yang
mengaggap material origin dari granitoid ini naik keatas masuk kedalam
batolith atau pluton lainnya, teori ini menganggap magma terbentuk pada
bagian tengah sampai bawah kerak atau pada uppermantle. suatu teori
anatektik konemporer menyatakan bahwa genesis magma dari anateksis
dari batuan kerak-yang dihasilkan dari melt plus residu dari material yang
tidak ikut mengalami melting, umumnya disebut restite- terpisahkan dari
melt (White dan Chappel, 1977). dari model unmixing restite ini, menjadi
sumber magma (granitoid). kedua, teori anateksis memudahkan
kristalisasi dari magma, juga kristalisasi ekilibrium yang trjadi atau
melalui kristalisasi fraksional.

bukti dari andil proses ini dalam pembentukan magma granitis adalah:

A1. bukti sejaerah magmatis, didukung oleh analisis petrotektonik dan


batasan geografis untuk amssa granitoid besar di daerah kontinental dan
arc, menunukan bahwa granit berhubungan dengan kerak kontinen.
hubungan ini menunjukan bahwa crustal melts merupakan parent
(magma) untuk batuan granitoid (A. HOlmes, 1932). juga posisi dari sabuk
batolit berumur fanerozoik ke arah darat (benu) dari zona subduksi
(Younker dan Vogel, 1976) konsisten dengan generasi dari anatektik dari
magma granitoid pada aera ini (Dickinson, 1970).

A2. kehadiran yang paling umum dari lensa granitoid dan pods (dapur
magma) dalam metamorfik terane ber grade tinggi (P dan T tinggi),
khususnya yang mengandung sekis mika dan amfibolit, menunjukan
terjadinya proses anateksis lokal.

A3. komposis normatif dari batuan dari hasil ploting ditunjukan oleh
Washington (1917) bahwa 80% normatif q+ab+thermal minimum sistem
granit. yang mana hal ini kompatibel dengan asal usul origin darimagma
yang menghasilkan batuannya.

A4. studi elemen major dan trace, termasuk isotop dari kebanyakan
batuan granitoid jelas mengindikasikan sumber dari granit selain batuan
mafic hingga ultramafic. sumber mafic ini diindikasikan mellaui data, yang
menjadi magma induk (sumber) dari melt (magma) granitoid.

A5. studi experimental melting menunjukan bahwa magma dengan


komposisi yang tepat dapat dihasilkan melalui anatexis dari batuan kerak
dalam berbagai variasi kedalaman.

A6. analisis teoritis dan kemografi mendukung kemungkinan terjadinya


anatexis (A.B Thompson dan Algor, 1977).

adakah kontroversi dari bukti bukti diatas??? tentu tidak akan kita bahas
lagi kapok saya.. hahaha tapi apapun itu.. tak perlu terlalu skeptis..
terima aja teori teori diatas :P
seperti biasa brader and sister ditunggu caci makinya.

Anda mungkin juga menyukai