Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Metamorfisme

Metamorfisme adalah proses reaksi rekristalisasi di dalam kerak bumi


pada kedalaman antara (3-20 km) yang pada keseluruhannya atau sebagian
besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fase cair sehingga
terbentuk struktur dan mineral yang baru, akibat dari pengaruh temperatur (T)
dan dari tekanan (P) yang tinggi. Sedangkan menurut H.G.F. Winkler (1976)
proses metamorfosa adalah suatu proses yang mengubah mineral pada suatu
batuan dalam fase padat karena suatu pengaruh atau response terhadap kondisi
fisika dan juga kimia di dalam kerak bumi, dimana pada kondisi fisika, dan
kimia tersebut berbeda dengan kondisi yang sebelumnya. Proses-proses
tersebut tidak termasuk pelapukan (H.M. Munir, 1995).

B. Proses Metamorfisme

Proses metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada


menjadi batuan metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang
besar. Batuan asal dari batuan metamorf tersebut dapat batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri
adalah perubahan bentuk. Agen atau media menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan
perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.

Kadangkala proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna,


sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar hanya
kekompakkannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna
menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi
perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur
batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap
dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur samapi meleburkan
batuan, maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme
lagi, tetapi sudah menjadi proses aktivitas magma. Proses metamorfisme
terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang tidak
sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi
tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang
baru maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada
kondisi tekanan dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa
kilometer di bawah permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat
jauh di bawah permukaan, maka proses pembentukan batuan metamorf sangat
sulit dipelajari oleh geologiawan.

Proses metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga fenomena
pembentukan batuan metamorf. Pertama, pada proses pembentukan
pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami
tekanan dan perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi
pada batuan tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada
daerah yang sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme
regional. Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan aktivitas
magma, akan terjadi proses metamorfisme kontak. Pada proses ini perubahan
disebabkan terutama oleh peningkatan temperatur yang sangat tinggi dari
magma, sehingga terjadi efek pemanggangan (baking efect) pada batuan
disekitar magma. Ketiga, merupakan proses metamorfime yang sangat jarang,
terjadi perubahan sepanjang zona sesar. Pada proses ini batuan disepanjang
zona tersebut mengalami penghancuran menjadi material yang sangat halus
yang disebut milonat, atau material yang kasar yang disebut breksi sesar,
karena kenampakannya seperti breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut
proses metamorfisme dinamik.

Proses metamorfisme seringkali membentuk mineral-mineral baru.


Batuan samping darisuatu tubuh magma yang besar, akan mengalami ubahan
oleh ion-ion yang banyak terdapatdalam larutan hidrotermal. Perkolasi air laut
pada batuan kerak samudera yang baru terbentuk banyak mengandung ion-
ion yang aktif yang bereaksi dengan batuan yang sudah ada. Prosesini
menyebabkan banyak batuan kerak samudera kaya akan bijih tembaga.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa proses metamorfisme dapat


menyebabkanterjadinya perubahan pada batuan termasuk peningkatan
densitas batuan, pertumbuhankristal-kristal besar, reorientasi dari butiran
mineral menjadi perlapisan atau penjajaran yangdisebut foliasi, dan
transformasi dari mineral stabil pada temperatur tinggi. Juga ion-ion yangaktif
dapat membentuk mineral baru yang bersifat ekonomis.

C. Agen Proses Metamorfisme

Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah


panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja
bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi
derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda.
Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan
hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen.
Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit
dibawah kondisi proses peleburan batuan.

1. Panas Sebagai Agen Metamorfisme

Panas merupakan agen metamorfisme yang paling penting. Batuan


yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau
mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma dari
dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat
apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini
terjadi karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu
berbeda dengan kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian
hanya akan terjadi proses pembakaran saja pada batuan yang disebut
baking efect. Batuan yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami
perubahan temperatur yang tinggi apabila batuan tersebut mengalami
proses penimbunan yang dalam. Seperti telah diketahui bahwa temperatur
akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman (gradien geothermal).
Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan temperatur sekitar 30oC
per kilometer. Pada pertemuan lempeng tektonik yang konvergen, batuan
dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam yaitu
pada zona subduksi. Pada pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya
beberapa kilometer, mineral tertentu seperti mineral lempung menjadi
tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral yang lebih
stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral lain yang umumnya
dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi temperatur dan
tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme pada
kedalaman sekitar 30 kilometer.

2. Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme


Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan
meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan sama
besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini
merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan
batuan di atasnya. Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu
terjadinya proses pembentukan pegunungan atau deformasi. Pada keadaan
ini batuan akan mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan.
Batuan pada tempat yang dalam akan menjadi platis pada waktu
mengalami proses deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat
permukaan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu
mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat rapuh (brittle) akan
hancur dan menjadi mineral yang halus.
3. Cairan kimia aktif sebagai agen metamorfisme
Larutan kimia aktif, umumnya adalah air yang mengandung ion-
ion terlarut, juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme.
Perubahanmineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas,
telah banyak dipelajari di beberapa daerah gunung berapi. Di sepanjang
pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada batuan
masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna
gelap menjadi mineral-mineral metamorf seperti serpentin dan talk.

D. Adapun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfisme:

Faktor penyebab terjadinya metamorfosa yaitu Perubahan temperatur,


tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).

a. Perubahan temperatur dapat terjadi karena pemanasan akibat intrusi


magmatik dan perubahan gradien geothermal.
b. Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi
besarnya.
c. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air, karbondioksida, asam
hidroklorik, dan hidrofluorik; umumnya bertindak sebagai katalis atau
solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan
mekanis (Huang, 1962).
d. Komposisi protolith, seperti mafic protolith (basalt, diabas, dan gabro)
akan membentuk metamorf yang berwarna gelap seperti amphibolith,
sedangkan felsic protolith (granit, ryolit, mudstone, sandstone,
conglomerate, breccia) akan membentuk metamorf yang berwarna
terang
e. Waktu, reaksi metamorfisme dan tekstur berubah dalam skala waktu
yang panjang.

Tabel pembentukan batuan berdasarkan temperatur dan kedalaman

Temperatur ( ⁰C Tahapan Kedalaman Proses (km)


)
20 Sedimentasi 0 Proses Permukaan
↓ terkubur
100 Diagenesa 5 Saling melingkupi

200 Metamorfisme 10-30 Metamorfisme

650 Sebagian meleleh 35-40 Saling melingkupi

800-1200 Larutan magma 50-100 Batuan beku

E. Tipe-Tipe Metamorfosa
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan
geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Metamorfosa regional / dinamothermal


Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa
yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada
daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu :
metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
a. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi
dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama
berkisar antara puluhan juta tahun lalu.
b. Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur
pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian
terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral
dengan fluida.
c. Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera
di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan
metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa.
Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia
antara batuan dan air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi :
a. Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa
batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh
panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi
akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole.
Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral,
reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
 Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang
menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak
batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi
volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
 Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi
intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena
gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi
batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal
sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.
 Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang
panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan
batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral
dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining
pressure.

Gambar Tipe-tipe metamorfosa

b. Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan
terbentuknya mineral coesite dan stishovite. Metamorfosa ini erat
kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal).

c. Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan
mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral
stabil pada temperature yang lebih rendah. (Combs, 1961)

Hubungan antara tipe metamorfisme dengan agen yang


mempengaruhinya :
Tipe Agen Deskripsi
Metamorfisme
Kontak Panas Aureole sekitar intrusi
batuan beku
Burial(terpendam) Panas, tekanan beban Pada dasar batuan sedimen
yang tebal
Dinamik Tekanan langsung Zona Patahan
Regional Panas,tekanan beban,tekanan Daerah yang luas, daerah
langsung dan fluida kimia aktif pembentukan pegunungan
Retrogresif Tekanan langsung dan fluida Zona gerusan (shear)
kimia aktif
Tumbukan Tekanan dan panas langsung Kawah meteorit
F.

Anda mungkin juga menyukai