Anda di halaman 1dari 8

Ammara Aliya Nadhira Maharani

5017231074 / A

1. Jelaskan tentang proses metamorfisme dan tipe metamorfisme berupa


metamorfisme regional dan metamorfisme lokal!
Jawab : Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari batuan yang
telah ada sebelumnya dari proses malihan yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase
padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi
kimia di kerak bumi menurut Ehlers and Blatt. Seperti yang disebutkan oleh
Diktat Prakitikum Petrologi tahun 2006 batuan metamorf terjadi karena adanya
perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa
merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan,
temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor
tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi
penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa.
Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair.

Proses metamorfisme atau metamorfase terjadin melalui langkah – langkah


dibawah ini :
1. Tekanan dan Suhu Tinggi:
 Batuan induk (protolith) mengalami tekanan dan suhu yang
tinggi, yang biasanya terjadi pada kedalaman yang dalam di
dalam bumi.
 Tekanan dapat bersumber dari proses tektonik, seperti
tumbukan lempeng tektonik atau subduksi, yang dapat
menyebabkan tekanan horizontal dan vertikal pada batuan.
2. Rekristalisasi Mineral:
 Kristal-kristal mineral dalam batuan mulai tumbuh kembali
(rekristalisasi) pada suhu yang tinggi.
 Kristal baru yang terbentuk dapat memiliki ukuran dan
bentuk yang berbeda dari mineral asalnya dalam batuan
protolith.
3. Metamorfisme Kontak atau Regional:
 Metamorfisme dapat terjadi secara lokal (metamorfisme
kontak) di sekitar sumber panas, seperti magma, atau pada
skala yang lebih besar (metamorfisme regional) sebagai
respons terhadap tekanan dan suhu yang tinggi yang
melibatkan pergerakan lempeng tektonik.
4. Deformasi:
 Batuan dapat mengalami deformasi, yaitu perubahan bentuk
dan struktur akibat tekanan dan pergeseran.
 Foliasi, yaitu pengaturan mineral dalam arah tertentu, sering
kali terbentuk selama deformasi, memberikan karakteristik
batuan metamorf foliasi seperti lempung pualam dan ardesit.
5. Pergantian Mineral:
 Beberapa mineral dapat mengalami perubahan kimia selama
metamorfisme, menghasilkan mineral baru yang lebih stabil
pada kondisi tekanan dan suhu yang tinggi.
 Contohnya, mineral mika dalam batuan sedimen dapat
berubah menjadi mineral garnet atau staurolit selama
metamorfisme.
6. Pembentukan Batuan Metamorf:
 Akibat tekanan, suhu, dan perubahan mineral, batuan
metamorf terbentuk.
 Batuan metamorf dapat berupa batuan foliasi (seperti
lempung pualam dan ardais), batuan non-foliasi (seperti
kuarsit dan marmer), atau batuan metamorf yang khas dari
kondisi tertentu.

Proses Metamorfase dapat terbagi menjadi 2 jenis yakni metamorfase regional


dan lokal, seperti yang dijelaskan pada uraian dibawah :
1. Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini
terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi
tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-
floor).
 Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana
terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi.
Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran
mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar
dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta
tahun lalu.
 Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan
temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi
intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai
dan reaksi antara mineral dengan fluida.
 Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic
ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya
berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut
menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan
air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi :
 Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar
kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan
terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh
magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona
metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi
umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi
antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
 Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan
efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan
magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada
xenolith atau pada zone dike.
 Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif,
seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya
mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan.
Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai
fault breccia, fault gauge, atau milonit.
 Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas
pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan
sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
 Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit.
Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya
ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi
(geothermal).
 Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga
kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi
kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah
(Combs, 1961).

2. Jelaskan secara lengkap mengenai grade metamorfisme!


Jawab : Grade metamorfisme mengacu pada tingkat intensitas perubahan yang
dialami oleh batuan selama proses metamorfisme. Grade ini dicirikan oleh suhu
dan tekanan yang dikenakan pada batuan selama transformasi metamorfik.
Semakin tinggi grade metamorfisme, semakin tinggi suhu dan tekanan yang
dialami batuan. Terdapat beberapa skala yang digunakan untuk menggambarkan
grade metamorfisme, dan salah satu yang umum digunakan adalah skala
metamorfik yang disebut dengan skala Facies Metamorfik.
Berikut adalah beberapa tingkatan grade metamorfisme dan ciri-ciri umumnya:
1. Low Grade Metamorphism:
 Suhu: Kurang dari 400°C.
 Ciri-Ciri:
o Transformasi awal batuan sedimen menjadi batuan
metamorfik.
o Terjadi recrystallization mineral, namun mineral-
mineral asal masih dapat dikenali.
o Contoh batuan: Serpih berubah menjadi lempung
pualam, batu pasir berubah menjadi kwarsit.
2. Intermediate Grade Metamorphism:
 Suhu: 400°C - 600°C.
 Ciri-Ciri:
o Rekristalisasi mineral yang lebih intens, menghasilkan
mineral baru.
o Kemungkinan mulai terbentuknya foliasi.
o Contoh batuan: Lempung pualam berkembang
menjadi lempung hijau atau lempung klorit, kwarsit
menjadi schist.
3. High Grade Metamorphism:
 Suhu: 600°C - 800°C.
 Ciri-Ciri:
o Transformasi signifikan batuan, dan foliasi menjadi
lebih jelas.
o Batuan sedimen yang lebih tua dapat berubah menjadi
batuan metamorf foliasi yang lebih kompleks.
o Terbentuknya mineral-mineral seperti garnet, staurolit,
dan kyanite.
o Contoh batuan: Schist berkembang menjadi gneiss,
lempung hijau berkembang menjadi amfibolit.
4. Very High Grade (Ultrahigh Grade) Metamorphism:
 Suhu: Lebih dari 800°C.
 Ciri-Ciri:
o Terjadi transformasi lebih lanjut, dengan mineral-
mineral baru seperti silimanite atau sillimanit.
o Struktur batuan dapat mengalami deformasi dan
peleburan parsial.
o Contoh batuan: Gneiss dapat berkembang menjadi
batuan dengan granulit dan migmatit.

3. Sebutkan dan jelaskan jenis fasies metamorfisme!


Jawab :
Fasies metamorfisme mengacu pada kelompok batuan metamorfik yang
memiliki karakteristik mineral tertentu dan membentuk dalam kondisi tekanan
dan suhu tertentu. Klasifikasi ini berguna dalam membantu geolog untuk
memahami kondisi metamorfisme dan evolusi batuan selama proses tersebut.
Adapun klasifikasi nya dapat terlihat pada gambar dan uraian dibawah ini :

1. Fasies Sanidinite:
 Karakteristik Mineral: Sanidin (feldspar potasium), piroksen
(augit atau hedenbergit), hornblende, dan biotit.
 Kondisi Te dan P: Suhu tinggi, tekanan rendah hingga sedang.
 Ciri-Ciri:
o Fasies sanidinite terbentuk pada suhu yang sangat
tinggi dan tekanan yang relatif rendah.
o Umumnya terkait dengan batuan yang mengalami
metamorfisme kontak, sering kali di sekitar intrusi
magma felsik (kaya silika).
o Batuan yang terbentuk dalam fasies sanidinite
memiliki warna yang cerah dan tekstur yang halus.
o Sanidin yang jelas adalah salah satu karakteristik
utama fasies ini.
2. Fasies Hornfels:

 Karakteristik Mineral: Kuart, feldspar, piroksen, amfibol, dan


mika.
 Kondisi Te dan P: Suhu tinggi, tekanan rendah hingga sedang.
 Ciri-Ciri:
o Fasies hornfels umumnya terbentuk pada suhu yang
tinggi dan tekanan yang rendah hingga sedang selama
metamorfisme kontak atau regional.
o Batuan yang mengalami fasies hornfels sering kali
memiliki struktur yang sangat padat dan seragam.
o Komposisi mineral batuan cenderung
mempertahankan komposisi batuan asal (protolith),
tetapi mineralnya mengalami rekristalisasi dan
pertumbuhan yang lebih halus.
o Warna batuan hornfels bisa bervariasi, tergantung
pada komposisi mineralnya.

3. Fasies Zeolit:
 Karakteristik Mineral: Zeolit, prehnit, klorit, epidot.
 Kondisi Te dan P: Suhu rendah, tekanan rendah hingga
sedang.
 Ciri-Ciri: Umumnya terjadi pada batuan yang mengalami
metamorfisme kontak atau pada zona epitermal.
4. Fasies Prehnit-Pumpellyit:
 Karakteristik Mineral: Prehnit, pumpellyit, klorit, epidot.
 Kondisi Te dan P: Suhu rendah hingga sedang, tekanan
rendah hingga sedang.
 Ciri-Ciri: Umumnya terjadi pada batuan yang mengalami
metamorfisme kontak atau pada zona epitermal.
5. Fasies Blueschist:
 Karakteristik Mineral: Glaukofan, lawsonit, jadeit, epidot.
 Kondisi Te dan P: Suhu rendah, tekanan tinggi.
 Ciri-Ciri: Biasanya terbentuk di zona subduksi (subduction
zones) dalam lempeng tektonik.
6. Fasies Greenschist:
 Karakteristik Mineral: Klorit, epidot, albite, amfibol
(actinolit).
 Kondisi Te dan P: Suhu sedang, tekanan rendah hingga
sedang.
 Ciri-Ciri: Terjadi di zona subduksi dan area tektonik aktif.
7. Fasies Amfibolit:
 Karakteristik Mineral: Amfibol (hornblende), plagioklas,
biotit.
 Kondisi Te dan P: Suhu sedang hingga tinggi, tekanan sedang
hingga tinggi.
 Ciri-Ciri: Biasanya terjadi dalam konteks metamorfisme
regional, terkait dengan pembentukan pegunungan.
8. Fasies Granulit:
 Karakteristik Mineral: Ortoklas, piroksen, amfibol (augit),
granat.
 Kondisi Te dan P: Suhu tinggi, tekanan tinggi.
 Ciri-Ciri: Terjadi pada kondisi metamorfisme yang sangat
tinggi, seringkali terkait dengan dasar lempeng tektonik yang
tebal.

Anda mungkin juga menyukai