Anda di halaman 1dari 35

Kata “metamorfosa” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metamorphism”

dimana “meta” yang artinya “berubah” dan “morph” yang artinya


“bentuk”.
Dengan demikian pengertian “metamorfosa” dalam geologi adalah
merujuk pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan yang
terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan temperature yang
berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan tersebut pertama
kalinya terbentuk.

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 – 20


km ) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan
padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan
mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P
) dan temperatur ( T ) tertentu.
Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang
mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana
kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis.
Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna,
sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar,
hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses
metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal
tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim,
peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan
batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat.
Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan
lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfisme
Metamorphism terjadi sebab beberapa mineral stabil hanya di bawah
kondisi tekanan dan temperature tertentu. Ketika terjadi perubahan tekanan
dan temperatur, terjadi reaksi kimia yang menyebabkan mineral dalam
batuan berubah hingga mencapai kestabilan pada tekanan dan temperature
tertentu.
Adapun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfisme:

1. Temperature sepanjang Gradien Geothermal.


Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab
antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan
gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat
adanya gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan.
Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada
suhu 1500 ± 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-
carpholite, Glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite atau
stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum
terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 – 11000 C, tergantung jenis
batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).

2. Tekanan bertambah seiring dengan bertambahnya,


Pressure dan temperature akan bervariasi dalam tiap kedalaman. Tekanan
didefinisikan sebagai gaya yang dihasilkan dari segala arah. Ada beberapa
tipe stress, disebut hydrostatic stress, atau uniform stress. Jika stress tidak
sama dari segala arah, stress seperti ini disebut differential stress.
- Jika differential stress ada saat atau selama metamorphism, akan
mempengaruhi tekstur batuan yang terbentuk.
- Rounded grains bisa menjadi bentuk sejajar dalam arah maximum stress.
- mineral yang mengkristal atau tumbuh dalam differential bidang stress
dapat mempunyai orientasi lebih. Khususnya, pada minerals silicate
(micas: biotite dan muscovite, chlorite, talc, dan serpentine).

Lembaran-Lembaran Silika akan tumbuh dengan lembaran-lembaran yang


berorientasi perpendicular pada arah tegasan maksimum (maximum
stress). Orientasi dari lembaran silika menyebabkan batuan dapat pecah
sepanjang lembaran yang sejajar. Struktur seperti ini disebut foliasi.

3. Fluid Phase
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir
batuan mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif
yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam
hidroklorik dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak
sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan
penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).

4. Time
Reaksi kimia dalam metamorfisme, selama recrystallization, dan
pembentukan mineral-mineral baru berjalan sangat lambat. Melalui
percobaan laboraturium dikatakan bahwa proses metamorfisme dengan
waktu yang lebih lama, akan menghasilkan mineral-mineral berbutir besar.
Dengan demikian batuan metamorf coarse grained telah melalui tahap
metamorfisme yang lama. Eksperimen menyatakan bahwa waktunya
dilibatkan adalah berjuta-juta tahun.
5. Agen atau Media Metamorfisme
Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas,
tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja
bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi
derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda.
Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan
hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen.
Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit
dibawah kondisi proses peleburan batuan.

3. TIPE METAMORFOSA
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat
dibedakan menjadi dua:
1. Metamorfosa regional/ dinamothermal
Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang
terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi
tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses
deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf
yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan
membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer.
Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara
puluhan juta tahun.

Gambar 3. Zona Subduksi

Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada
daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat.
Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan
fluida.

Gambar 4. Cekungan sedimentasi


Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di
sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan
metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa.
Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia
antara batuan dan air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada
daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja.
Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :
Metamorfosa Kontak
Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di
sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan
terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma
serta kadang oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa
kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa
rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta
penggantian/penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya
berbutir halus.

Gambar 1.intrusi magma


Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan
yang berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang
mencakup ke segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin
dalam ke arah kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar.
Sedangkan tekanan pada bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan
saja, metamorfosa semacam ini biasanya didapatkan di daerah
sesar/patahan.

Gambar 2. zona sesar


Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme
Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas
yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan
sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah
meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya
ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga
kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan
mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.

4. FASIES METAMORFIK
Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey,
1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf
merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat
hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat
metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan
kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan
oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan
dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi
kimia dan mineralogi dalam batuan.
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik
berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan
metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.

Zeolite fasies (LP / LT)


The zeolit fasies adalah fasies metamorf dengan terendah grade metamorf. Pada
suhu dan tekanan rendah proses dalam batu disebut diagenesis. The fasies ini
dinamai zeolit, sangat terhidrasi tectosilicates.
Prehnite-pumpellyite-fasies (LP / LT)
The prehnite-pumpellyite fasies adalah sedikit lebih tinggi tekanan dan
temperatur daripada fasies zeolit. Hal ini dinamai dari mineral prehnite (a Ca -
Al - phyllosilicate) dan pumpellyite (a sorosilicate).
Greenschist fasies (MP / MT)
Greenschist fasies menengah berada pada tekanan dan temperatur. The fasies ini
dinamai khas schistose tekstur dari batu dan warna hijau mineral klorit, epidote
dan actinolite.
Amphibolite-fasies (MP / MT-HT)
The amphibolite fasies adalah fasies tekanan menengah dan rata-rata suhu
tinggi. Hal ini dinamai amphiboles yang terbentuk dalam keadaan seperti itu.
Granulite fasies (MP / HT)
The granulite fasies adalah nilai tertinggi di metamorphism tekanan menengah.
Kedalaman di mana hal ini terjadi tidak konstan. Karakteristik mineral fasies ini
dan pyroxene-hornblende fasies adalah orthopyroxene.
Blueschist fasies (MP-HP/LT)
The blueschist fasies berada pada suhu relatif rendah, tetapi tekanan tinggi,
seperti terjadi pada batuan di zona subduksi. The fasies ini dinamai menurut
karakter schistose bebatuan dan mineral biru glaucophane dan lawsonite.
Eclogite fasies (HP / HT)
The eclogite fasies adalah fasies pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Hal ini
dinamai untuk metabasic batu eclogite.
Albite-epidote-hornfels fasies (LP / LT-MT)
The albite-epidote-hornfels fasies adalah fasies pada tekanan rendah dan suhu
relatif rendah. Ini adalah nama untuk kedua mineral albite dan epidote,
meskipun mereka adalah lebih stabil dalam fasies. Hornfels adalah sebuah batu
terbentuk di kontak metamorphism, sebuah proses yang khas melibatkan suhu
tinggi tetapi tekanan rendah / kedalaman.
Hornblende hornfels fasies(LP / MT)
hornblende-hornfels fasies adalah fasies dengan tekanan rendah yang sama tapi
sedikit lebih tinggi suhu sebagai albite-epidote fasies. Walaupun dinamai
mineral hornblende, munculnya mineral yang tidak dibatasi fasies ini.

Pyroxen hornfels fasies(LP / MT-HT)


Pyroxene-hornfels fasies adalah fasies metamorf kontak dengan suhu tertinggi
dan adalah, seperti granulite fasies, dicirikan oleh mineral orthopyroxene.
Sanidinite fasies(LP / HT)
The sanidinite fasies adalah fasies langka yang sangat tinggi suhu dan tekanan
rendah. Itu hanya bisa dicapai di bawah metamorf kontak tertentu-keadaan.
Karena suhu tinggi pengalaman batu mencair parsial dan kaca terbentuk. Fasies
ini diberi nama untuk mineral sanidine.

5. MINERALOGI
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral
yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk
akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf
seperti c, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf
seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit,
stautolit, kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat
dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement
(Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan
pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang
terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth
adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang
pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral
lama oleh mineral baru.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama
satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan
Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik
yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah
membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih
rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan
euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan
metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu
stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang
kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata
lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut
umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti
sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit.
Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan
menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap
tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi
kuat. Contoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin,
potasium felspar dan anortit.

6. DERAJAT METAMORFOSA

Berdasarkan tekanan dan temperatur yang berada diatas kondisi diagenesa,


maka ada 3 tingkat derajat metamorfosa yang dapat dikenal, yaitu derajat
metomorfosa rendah, sedang dan tinggi. Adapun batas antara metamorfosa dan
peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan jumlah air yang terdapat
dalam batuan.

Metamorfosa Burial dicirikan oleh tekanan, temperatur, yang rendah dan


kedalaman yang relatif dangkal. Tipe metamorfosa akan meningkat seiring
dengan meningkatnya tekanan, temperatur, dan kedalaman, yaitu dari Burial
Metamorfosa berubah menjadi Metamorfosa Regional Derajat Rendah dan
kemudian dengan semakin meningkatnya tekanan, temperatur dan kedalaman
Metamorfosa Regional Derajat Rendah dapat berubah menjadi Metamorfosa
Regional Derajat Tinggi, sedangkan pada kedalaman (D > 20 km), Tekanan (P
> 7 kilobars), dan Temperatur (T > 700° C ) batuan akan mengalami peleburan
(mencair) menjadi magma.

Perubahan yang terjadi didalam kelompok mineral mencerminkan suatu


peningkatan dalam derajat metamorfosa (contoh, burial sedimentary atau
penebalan kerak akibat tektonik) yang dikenal dengan “prograde
metamorphism”. Perubahan yang disebabkan oleh suatu penurunan dalam
derajat metamorfosa ( contoh, adanya pengangkatan tektonik dan erosi) dikenal
dengan “retrograde”.

Perubahan dalam kelompok mineral pada suatu batuan metamorf didorong oleh
komponen-komponen kimiawinya untuk mencapai konfigurasi energi yang
terendah pada kondisi tekanan dan temperatur yang ada. Jenis jenis mineral
yang terbentuk tergantung tidak saja pada T dan P tetapi juga pada komposisi
mineral yang terdapat dalam batuan. Apabila suatu tubuh batuan mengalami
peningkatan tekanan dan atau temperatur maka batuan tersebut berada dalam
keadaan “prograde metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan derajat
metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang dipakai
untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan metamorf
terbentuk.

Metamorfosa derajat rendah terjadi pada temperatur antara 200° – 320° C dan
tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf derajat rendah dicirikan oleh
berlimpahnya mineral-mineral hydrous, yaitu mineral-mineral yang
mengandung air (H2O) didalam struktur kristalnya). Contoh dari mineral-
mineral hydrous yang terdapat pada batuan-batuan metamorf derajat rendah:
a. Mineral Lempung
b. Serpentine
c. Chlorite

Metamorfosa derajat tinggi terjadi pada temperatur lebih besar dari 320°C dan
tekanan yang relatif tinggi. Seiring dengan meningkatnya derajat metamorfosa,
maka mineral-mineral hydrous akan semakin kurang hydrous dikarenakan
hilangnya unsur H2O dan mineral-mineral non-hydrous menjadi bertambah
banyak. Contoh mineral-mineral yang kurang hydrous dan mineral-mineral non-
hydrous yang mencirikan batuan metamorfosa derajat tinggi adalah:
Batuan yang berada jauh didalam perut bumi dapat mengalami penurunan
tekanan dan temperatur apabila mengalami erosi sebagai akibat dari
pengangkatan secara tektonik. Peristiwa tersingkapnya batuan akibat erosi ini
memungkinan batuan mengalami pembalikan proses metamorfosa, yaitu batuan
kembali pada kondisi awal sebelum mengalami metamorfosa. Pembalikan
proses metamorfosa seperti ini dikenal dengan istilah metamorfosa retrogresif.
Apabila proses metamorfosa retrogresif merupakan sesuatu yang bersifat
umum, maka batuan jenis ini seharusnya juga umum dijumpai dipermukaan
bumi, namun demikian kenyataannya bahwa batuan metamorfosa retrogresif
jarang dijumpai tersingkap dipermukaan bumi. Alasan alasan mengapa batuan
retrogresif tidak umum dijumpai adalah:Reaksi kimia juga akan dipercepat
dengan hadirnya fluida, tetapi jika fluida tidak berfungsi sebagai pendorong
pada proses metamorfosa retrogresif, maka percepatan reaksi kimia tidak terjadi
selama proses metamorfosa retrogresif berlangsung.Pada dasarnya metamorfosa
terjadi karena beberapa mineral hanya akan stabil pada kondisi tekanan dan
temperatur tertentu. Ketika tekanan dan temperaturnya berubah, reaksi kimia
terjadi akan menyebabkan mineral-mineral yang terdapat dalam batuan berubah
menjadi sekumpulan mineral yang stabil pada kondisi tekanan dan temperatur
yang baru. Namun demikian proses ini sangat komplek, seperti seberapa besar
tekanan yang diperlukan agar supaya batuan berubah, waktu yang dibutuhkan
untuk merubah batuan, ada tidaknya larutan fluida selama proses
metamorfosa.Tekanan juga akan meningkat dengan kedalaman bumi, dengan
demikian tekanan dan temperatur akan bervariasi disetiap tempat di kedalaman
bumi. Tekanan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja kesegala arah secara
seimbang dan tekanan jenis ini disebut sebagai “hydrostatic stress” atau
“uniform stress”. Jika tekanan kesegala arah tidak seimbang maka disebut
sebagai “differential stress”.Jika tekanan diferensial hadir selama proses
metamorfosa, maka tekanan ini dapat berdampak pada tektur batuan. Butiran
butiran yang berbentuk membundar (rounded) akan berubah menjadi lonjong
dengan arah orientasinya tegak lurus dengan tekanan maksimum dari tekanan
diferensial. Mineral-mineral yang berbentuk kristal atau mineral yang tumbuh
dalam kondisi tekanan diferensial dapat membentuk orientasi. Hal ini terutama
terjadi pada mineral-mineral silikat, seperti mineral biotite dan muscovite,
chlorite, talc, dan serpentine. Mineral-mineral silikat yang tumbuh dengan
lembarannya berorientasi tegak lurus terhadap arah maksimum tekanan
diferensial akan menyebabkan batuan mudah pecah sejajar dengan arah
oerientasi dari lembaran mineralnya. Struktur yang demikian disebut sebagai
Keberadaan setiap rongga antar butir dalam suatu batuan menjadi potensi untuk
diisi oleh larutan fluida, dan umumnya larutan fluida yang paling dominan
adalah H2O, tetapi berisi material mineral. Fase fluida adalah fase yang penting
karena rekasi kimia yang melibatkan sau mineral padat berubah menjadi
mineral padat lainnya hanya dapat dipercepat oleh adanya fluida yang berfungsi
sebagai pembawa ion-ion terlarut. Dengan naiknya tekanan pada proses
metamorfosa, maka ruang antar butir tempat fluida mengalir menjadi berkurang
dan dengan demikian fluida menjadi tidak berfungsi sebagai penggerak reaksi.
Dengan demikian tidak ada larutan fluida ketika temperatur dan tekanan
berkurang sehingga metamorfosa retrogresif menjadi sulit terjadi.
Reaksi kimia yang terlibat dalam metamorfosa, selama re-kristalisasi, dan
pertumbuhan mineral-mineral baru terjadi pada waktu yang sangat lambat. Hasil
uji laboratorium mendukung hal tersebut dimana dibutuhkan waktu yang lama
dalam proses metamorfosa untuk membentuk butiran butiran mineral yang
ukurannya cukup besar. Jadi, batuan metamorf yang berbutir kasar akan
memerlukan waktu yang lama, diperkirakan membutuhkan waktu hingga jutaan
tahun.

BATUAN METAMORF
Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada
sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral,
tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat
adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers
& Blatt, 1982).
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan
yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu
massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh
efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.
Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat,
dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-
proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan
penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha,
D.S, 1987 .)
Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa
batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik
dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat
tanpa melalui fase cair.

1. Pembentukan Batuan Metamorf


Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-
batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat
yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama
batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan
kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri
dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral
yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk
secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan
muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.
Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-
eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada
temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada
pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-
mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat


rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
2. Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-
tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral)
3. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf
Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan
beku atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada
kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan
kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut,
misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama
batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss).
Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya
(contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies
metamorfiknya (misalnya granulit).
a. Klasifikasi Batuan Metamorf (Berdasarkan komposisi kimianya)
Klasifikasi ini di tinjau dari unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam batuan
metamorf yang akan mencirikan batuan asalnya. Berdasarkan komposisi
kimianya batuan metamorf terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu :
Calcic Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya
unsur Al), umumnya terdiri atas batulempung dan serpih. Contoh: batusabak
dan Phyllite.
Quartz Feldsphatic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa
dan feldspar. Contoh : Gneiss
Calcareous Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batugamping dan dolomit. Contoh :
Marmer
Basic Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semibasa dan
menengah, serta tufa dan batuan sedimen yang bersifat napalan dengan
kandungan unsur K, Al, Fe,
Magnesia Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan Mg. Contoh :
serpentit, sekis.

b. Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur
foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih
(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,
jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral
relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-
butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.
c. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,
batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan
porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka
dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-
butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast
biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar
disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat
diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat
daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk
material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya)
arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur
helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran
yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini
disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam
butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan Spasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lempung.

d. Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf


lainnya yang banyak dikenal antara lain :
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar
dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan
aluminium) dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang
tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan
garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur
gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit
atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-
silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi
batuan disekitar kontak dengan batuan beku.
Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi
akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa
yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)

BEBERAPA CONTOH BATUAN METAMORF


1. Slate

Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan


sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang
rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir
yang sangat halus (very fine grained).
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir : Very fine grained
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : Rendah
Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

2. Filit

Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica
dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
Asal : Metamorfisme Shal
Warna : Merah, kehijauan
Ukuran butir : Halus
Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang

3. Gneiss

Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku


dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh
rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna : Abu-abu
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Foliated (Gneissic)
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis
kaya amphibole dan mika.

4. Sekis

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit,
horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas
bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

5. Marmer

Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga


mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium
karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna : Bervariasi
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi
dengan HCl.

6. Kuarsit

Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika
batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika
batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami
rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus
oleh proses metamorfosis .
Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)
Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah
Ukuran butir : Medium coarse
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Lebih keras dibanding glass

7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi
dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-
butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti
schistose.
Asal : Metamorfisme dinamik
Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Dapat dibelah-belah

8. Serpetinit

Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana
mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi
adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan
tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-
hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Asal : Batuan beku basa
Warna : Hijau terang / gelap
Ukuran butir : Medium grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Serpentine
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

9. Hornfels

Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh


temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti
dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone
Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merat

Kata “metamorfosa” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “metamorphism” dimana


“meta” yang artinya “berubah” dan “morph” yang artinya “bentuk”.
Dengan demikian pengertian “metamorfosa” dalam geologi adalah merujuk
pada perubahan dari kelompok mineral dan tekstur batuan yang terjadi dalam
suatu batuan yang mengalami tekanan dan temperature yang berbeda dengan
tekanan dan temperatur saat batuan tersebut pertama kalinya terbentuk.

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 – 20 km )


yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni
tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang
sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T )
tertentu.
Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang
mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana
kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-
proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis.
Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga
perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan
pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna
menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi
perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur
batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap
dalam keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses
tersebut bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfisme
Metamorphism terjadi sebab beberapa mineral stabil hanya di bawah kondisi
tekanan dan temperature tertentu. Ketika terjadi perubahan tekanan dan
temperatur, terjadi reaksi kimia yang menyebabkan mineral dalam batuan
berubah hingga mencapai kestabilan pada tekanan dan temperature tertentu.
Adapun Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Metamorfisme:
1. Temperature sepanjang Gradien Geothermal.
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara
lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatik dan perubahan gradien
geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya
gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan
silikat batas bawah terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 1500 ± 500 C
yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite, Glaucophane,
lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas
terjadinya metamorfosa sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 –
11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
2. Tekanan bertambah seiring dengan bertambahnya,
Pressure dan temperature akan bervariasi dalam tiap kedalaman. Tekanan
didefinisikan sebagai gaya yang dihasilkan dari segala arah. Ada beberapa tipe
stress, disebut hydrostatic stress, atau uniform stress. Jika stress tidak sama dari
segala arah, stress seperti ini disebut differential stress.
- Jika differential stress ada saat atau selama metamorphism, akan
mempengaruhi tekstur batuan yang terbentuk.
- Rounded grains bisa menjadi bentuk sejajar dalam arah maximum stress.
- mineral yang mengkristal atau tumbuh dalam differential bidang stress dapat
mempunyai orientasi lebih. Khususnya, pada minerals silicate (micas: biotite
dan muscovite, chlorite, talc, dan serpentine).

Lembaran-Lembaran Silika akan tumbuh dengan lembaran-lembaran yang


berorientasi perpendicular pada arah tegasan maksimum (maximum stress).
Orientasi dari lembaran silika menyebabkan batuan dapat pecah sepanjang
lembaran yang sejajar. Struktur seperti ini disebut foliasi.
3. Fluid Phase
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan
mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak
berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan hidroflourik.
Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta
bersifat membantu reaksi kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).
4. Time
Reaksi kimia dalam metamorfisme, selama recrystallization, dan pembentukan
mineral-mineral baru berjalan sangat lambat. Melalui percobaan laboraturium
dikatakan bahwa proses metamorfisme dengan waktu yang lebih lama, akan
menghasilkan mineral-mineral berbutir besar. Dengan demikian batuan
metamorf coarse grained telah melalui tahap metamorfisme yang lama.
Eksperimen menyatakan bahwa waktunya dilibatkan adalah berjuta-juta tahun.

2. Agen atau Media Metamorfisme


Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas,
tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-
sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat
metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses
metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit
diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses
metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses
peleburan batuan.

3. TIPE METAMORFOSA
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat dibedakan
menjadi dua:
1. Metamorfosa regional/ dinamothermal
Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi
pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu
metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses
deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang
dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk
yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun.

Gambar 3. Zona Subduksi


Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada
daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat.
Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan fluida.

Gambar 4. Cekungan sedimentasi


Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di
sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf
yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan
air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut
tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah
yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa
ini dapat dibedakan menjadi :
Metamorfosa Kontak
Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar
kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena
pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang oleh
deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar
mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian/penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.

Gambar 1.intrusi magma


Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik
Yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan tekanan. Tekanan yang
berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencakup ke segala
arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah kerak
bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada
bagian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfosa semacam
ini biasanya didapatkan di daerah sesar/patahan.

Gambar 2. zona sesar


Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme
Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang
panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga
menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga
dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Metamorfosa Impact
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit.
Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan
terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga
kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan
mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.

4. FASIES METAMORFIK

Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey,
1994). Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf
merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat
hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat
metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah fasies metamorfik merupakan
kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan
oleh kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan
dan temperatur tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antara komposisi
kimia dan mineralogi dalam batuan.
Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik
berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan
metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia.

Zeolite fasies (LP / LT)


The zeolit fasies adalah fasies metamorf dengan terendah grade metamorf. Pada
suhu dan tekanan rendah proses dalam batu disebut diagenesis. The fasies ini
dinamai zeolit, sangat terhidrasi tectosilicates.
Prehnite-pumpellyite-fasies (LP / LT)
The prehnite-pumpellyite fasies adalah sedikit lebih tinggi tekanan dan
temperatur daripada fasies zeolit. Hal ini dinamai dari mineral prehnite (a Ca -
Al - phyllosilicate) dan pumpellyite (a sorosilicate).
Greenschist fasies (MP / MT)
Greenschist fasies menengah berada pada tekanan dan temperatur. The fasies ini
dinamai khas schistose tekstur dari batu dan warna hijau mineral klorit, epidote
dan actinolite.
Amphibolite-fasies (MP / MT-HT)
The amphibolite fasies adalah fasies tekanan menengah dan rata-rata suhu
tinggi. Hal ini dinamai amphiboles yang terbentuk dalam keadaan seperti itu.
Granulite fasies (MP / HT)
The granulite fasies adalah nilai tertinggi di metamorphism tekanan menengah.
Kedalaman di mana hal ini terjadi tidak konstan. Karakteristik mineral fasies ini
dan pyroxene-hornblende fasies adalah orthopyroxene.
Blueschist fasies (MP-HP/LT)
The blueschist fasies berada pada suhu relatif rendah, tetapi tekanan tinggi,
seperti terjadi pada batuan di zona subduksi. The fasies ini dinamai menurut
karakter schistose bebatuan dan mineral biru glaucophane dan lawsonite.
Eclogite fasies (HP / HT)
The eclogite fasies adalah fasies pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Hal ini
dinamai untuk metabasic batu eclogite.
Albite-epidote-hornfels fasies (LP / LT-MT)
The albite-epidote-hornfels fasies adalah fasies pada tekanan rendah dan suhu
relatif rendah. Ini adalah nama untuk kedua mineral albite dan epidote,
meskipun mereka adalah lebih stabil dalam fasies. Hornfels adalah sebuah batu
terbentuk di kontak metamorphism, sebuah proses yang khas melibatkan suhu
tinggi tetapi tekanan rendah / kedalaman.
Hornblende hornfels fasies(LP / MT)
hornblende-hornfels fasies adalah fasies dengan tekanan rendah yang sama tapi
sedikit lebih tinggi suhu sebagai albite-epidote fasies. Walaupun dinamai
mineral hornblende, munculnya mineral yang tidak dibatasi fasies ini.

Pyroxen hornfels fasies(LP / MT-HT)


Pyroxene-hornfels fasies adalah fasies metamorf kontak dengan suhu tertinggi
dan adalah, seperti granulite fasies, dicirikan oleh mineral orthopyroxene.
Sanidinite fasies(LP / HT)
The sanidinite fasies adalah fasies langka yang sangat tinggi suhu dan tekanan
rendah. Itu hanya bisa dicapai di bawah metamorf kontak tertentu-keadaan.
Karena suhu tinggi pengalaman batu mencair parsial dan kaca terbentuk. Fasies
ini diberi nama untuk mineral sanidine.
5. MINERALOGI

Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral


yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk
akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf
seperti c, biotit, hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf
seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit,
stautolit, kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat
dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan replacement
(Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth merupakan
pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang
terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growth
adalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya untuk membuat ruang
pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral
lama oleh mineral baru.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama
satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan
Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik
yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah
membuat ruang pertumbuhan dengan mendesak mineral pada seri yang lebih
rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan
euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan
metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu
stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang
kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata
lain merupakan mineral yang tahan terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut
umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat. seperti
sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit.
Sedangkan antistress mineral adalah mineral yang kisaran stabilitasnya akan
menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap
tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi
kuat. Contoh mineralnya antara lain andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin,
potasium felspar dan anortit.

6. DERAJAT METAMORFOSA

Berdasarkan tekanan dan temperatur yang berada diatas kondisi diagenesa,


maka ada 3 tingkat derajat metamorfosa yang dapat dikenal, yaitu derajat
metomorfosa rendah, sedang dan tinggi. Adapun batas antara metamorfosa dan
peleburan sangat dipengaruhi oleh jenis batuan dan jumlah air yang terdapat
dalam batuan.

Metamorfosa Burial dicirikan oleh tekanan, temperatur, yang rendah dan


kedalaman yang relatif dangkal. Tipe metamorfosa akan meningkat seiring
dengan meningkatnya tekanan, temperatur, dan kedalaman, yaitu dari Burial
Metamorfosa berubah menjadi Metamorfosa Regional Derajat Rendah dan
kemudian dengan semakin meningkatnya tekanan, temperatur dan kedalaman
Metamorfosa Regional Derajat Rendah dapat berubah menjadi Metamorfosa
Regional Derajat Tinggi, sedangkan pada kedalaman (D > 20 km), Tekanan (P
> 7 kilobars), dan Temperatur (T > 700° C ) batuan akan mengalami peleburan
(mencair) menjadi magma.

Perubahan yang terjadi didalam kelompok mineral mencerminkan suatu


peningkatan dalam derajat metamorfosa (contoh, burial sedimentary atau
penebalan kerak akibat tektonik) yang dikenal dengan “prograde
metamorphism”. Perubahan yang disebabkan oleh suatu penurunan dalam
derajat metamorfosa ( contoh, adanya pengangkatan tektonik dan erosi) dikenal
dengan “retrograde”.

Perubahan dalam kelompok mineral pada suatu batuan metamorf didorong oleh
komponen-komponen kimiawinya untuk mencapai konfigurasi energi yang
terendah pada kondisi tekanan dan temperatur yang ada. Jenis jenis mineral
yang terbentuk tergantung tidak saja pada T dan P tetapi juga pada komposisi
mineral yang terdapat dalam batuan. Apabila suatu tubuh batuan mengalami
peningkatan tekanan dan atau temperatur maka batuan tersebut berada dalam
keadaan “prograde metamorphism” atau batuan mengalami peningkatan derajat
metamorfosanya. Derajat metamorfosa adalah istilah yang umum yang dipakai
untuk menjelaskan kondisi tekanan dan temperatur dimana batuan metamorf
terbentuk.

Metamorfosa derajat rendah terjadi pada temperatur antara 200° – 320° C dan
tekanan yang relatif rendah. Batuan metamorf derajat rendah dicirikan oleh
berlimpahnya mineral-mineral hydrous, yaitu mineral-mineral yang
mengandung air (H2O) didalam struktur kristalnya). Contoh dari mineral-
mineral hydrous yang terdapat pada batuan-batuan metamorf derajat rendah:
a. Mineral Lempung
b. Serpentine
c. Chlorite
Metamorfosa derajat tinggi terjadi pada temperatur lebih besar dari 320°C dan
tekanan yang relatif tinggi. Seiring dengan meningkatnya derajat metamorfosa,
maka mineral-mineral hydrous akan semakin kurang hydrous dikarenakan
hilangnya unsur H2O dan mineral-mineral non-hydrous menjadi bertambah
banyak. Contoh mineral-mineral yang kurang hydrous dan mineral-mineral non-
hydrous yang mencirikan batuan metamorfosa derajat tinggi adalah:
Batuan yang berada jauh didalam perut bumi dapat mengalami penurunan
tekanan dan temperatur apabila mengalami erosi sebagai akibat dari
pengangkatan secara tektonik. Peristiwa tersingkapnya batuan akibat erosi ini
memungkinan batuan mengalami pembalikan proses metamorfosa, yaitu batuan
kembali pada kondisi awal sebelum mengalami metamorfosa. Pembalikan
proses metamorfosa seperti ini dikenal dengan istilah metamorfosa retrogresif.
Apabila proses metamorfosa retrogresif merupakan sesuatu yang bersifat
umum, maka batuan jenis ini seharusnya juga umum dijumpai dipermukaan
bumi, namun demikian kenyataannya bahwa batuan metamorfosa retrogresif
jarang dijumpai tersingkap dipermukaan bumi. Alasan alasan mengapa batuan
retrogresif tidak umum dijumpai adalah:Reaksi kimia juga akan dipercepat
dengan hadirnya fluida, tetapi jika fluida tidak berfungsi sebagai pendorong
pada proses metamorfosa retrogresif, maka percepatan reaksi kimia tidak terjadi
selama proses metamorfosa retrogresif berlangsung.Pada dasarnya metamorfosa
terjadi karena beberapa mineral hanya akan stabil pada kondisi tekanan dan
temperatur tertentu. Ketika tekanan dan temperaturnya berubah, reaksi kimia
terjadi akan menyebabkan mineral-mineral yang terdapat dalam batuan berubah
menjadi sekumpulan mineral yang stabil pada kondisi tekanan dan temperatur
yang baru. Namun demikian proses ini sangat komplek, seperti seberapa besar
tekanan yang diperlukan agar supaya batuan berubah, waktu yang dibutuhkan
untuk merubah batuan, ada tidaknya larutan fluida selama proses
metamorfosa.Tekanan juga akan meningkat dengan kedalaman bumi, dengan
demikian tekanan dan temperatur akan bervariasi disetiap tempat di kedalaman
bumi. Tekanan didefinisikan sebagai gaya yang bekerja kesegala arah secara
seimbang dan tekanan jenis ini disebut sebagai “hydrostatic stress” atau
“uniform stress”. Jika tekanan kesegala arah tidak seimbang maka disebut
sebagai “differential stress”.Jika tekanan diferensial hadir selama proses
metamorfosa, maka tekanan ini dapat berdampak pada tektur batuan. Butiran
butiran yang berbentuk membundar (rounded) akan berubah menjadi lonjong
dengan arah orientasinya tegak lurus dengan tekanan maksimum dari tekanan
diferensial. Mineral-mineral yang berbentuk kristal atau mineral yang tumbuh
dalam kondisi tekanan diferensial dapat membentuk orientasi. Hal ini terutama
terjadi pada mineral-mineral silikat, seperti mineral biotite dan muscovite,
chlorite, talc, dan serpentine. Mineral-mineral silikat yang tumbuh dengan
lembarannya berorientasi tegak lurus terhadap arah maksimum tekanan
diferensial akan menyebabkan batuan mudah pecah sejajar dengan arah
oerientasi dari lembaran mineralnya. Struktur yang demikian disebut sebagai
Keberadaan setiap rongga antar butir dalam suatu batuan menjadi potensi untuk
diisi oleh larutan fluida, dan umumnya larutan fluida yang paling dominan
adalah H2O, tetapi berisi material mineral. Fase fluida adalah fase yang penting
karena rekasi kimia yang melibatkan sau mineral padat berubah menjadi
mineral padat lainnya hanya dapat dipercepat oleh adanya fluida yang berfungsi
sebagai pembawa ion-ion terlarut. Dengan naiknya tekanan pada proses
metamorfosa, maka ruang antar butir tempat fluida mengalir menjadi berkurang
dan dengan demikian fluida menjadi tidak berfungsi sebagai penggerak reaksi.
Dengan demikian tidak ada larutan fluida ketika temperatur dan tekanan
berkurang sehingga metamorfosa retrogresif menjadi sulit terjadi.
Reaksi kimia yang terlibat dalam metamorfosa, selama re-kristalisasi, dan
pertumbuhan mineral-mineral baru terjadi pada waktu yang sangat lambat. Hasil
uji laboratorium mendukung hal tersebut dimana dibutuhkan waktu yang lama
dalam proses metamorfosa untuk membentuk butiran butiran mineral yang
ukurannya cukup besar. Jadi, batuan metamorf yang berbutir kasar akan
memerlukan waktu yang lama, diperkirakan membutuhkan waktu hingga jutaan
tahun.

BATUAN METAMORF

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada
sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral,
tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat
adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers
& Blatt, 1982).
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan
yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh suatu
massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh
efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.
Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat,
dengan perubahan kimiawi dalam batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-
proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru dengan
penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha,
D.S, 1987 .)
Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa
batuan metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik
dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat
tanpa melalui fase cair.
1. Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika,
biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi
merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-
batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai
dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat
yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama
batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan
kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri
dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral
yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk
secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan
muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah.
Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan
konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-
eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada
temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada
pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-
mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah
laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk
pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara
umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah
permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik
kira-kira 500 bar.

Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat


rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
2. Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu
didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-
tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral)
3. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf
Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan
beku atau sedimen. Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada
kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan
kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut,
misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis klorit) atau nama
batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss).
Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya
(contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan fasies
metamorfiknya (misalnya granulit).
a. Klasifikasi Batuan Metamorf (Berdasarkan komposisi kimianya)
Klasifikasi ini di tinjau dari unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam batuan
metamorf yang akan mencirikan batuan asalnya. Berdasarkan komposisi
kimianya batuan metamorf terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu :
Calcic Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya
unsur Al), umumnya terdiri atas batulempung dan serpih. Contoh: batusabak
dan Phyllite.
Quartz Feldsphatic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa
dan feldspar. Contoh : Gneiss
Calcareous Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batugamping dan dolomit. Contoh :
Marmer
Basic Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku basa, semibasa dan
menengah, serta tufa dan batuan sedimen yang bersifat napalan dengan
kandungan unsur K, Al, Fe,
Magnesia Metamorphic Rock
adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan yang kaya akan Mg. Contoh :
serpentit, sekis.

b. Struktur Batuan Metamorf


Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur
foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan
metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih
(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular,
jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral
relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran
terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-
butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.
c. Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal
penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya,
batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda
lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan
porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin
membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka
dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari
matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-
butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast
biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar
disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat
diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat
daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk
material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya)
arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur
helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran
yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini
disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik
(penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam
butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak
kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam
penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya
kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal
masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran
butirnya sama dengan Spasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lempung.

d. Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf


lainnya yang banyak dikenal antara lain :
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral utama penyusunnya adalah amfibol(umumnya hornblende) dan
plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan
mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan
aluminium) dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang
tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit piroksen dan
garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur
gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir
semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang dijumpai mineral
tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit
atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat
seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena perubahan komposisi batuan
disekitar kontak dengan batuan beku.
Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi
akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan beku ultrabasa
yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)

BEBERAPA CONTOH BATUAN METAMORF


1. Slate

Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan


sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang
rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir
yang sangat halus (very fine grained).
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir : Very fine grained
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : Rendah
Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis

2. Filit

Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica
dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
Asal : Metamorfisme Shal
Warna : Merah, kehijauan
Ukuran butir : Halus
Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang
3. Gneiss

Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku


dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh
rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole.
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna : Abu-abu
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Foliated (Gneissic)
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis
kaya amphibole dan mika.

4. Sekis

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit,
horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas
bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap.
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet

5. Marmer

Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga


mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium
karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna : Bervariasi
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi
dengan HCl.

6. Kuarsit

Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika
batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika
batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami
rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus
oleh proses metamorfosis .
Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)
Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah
Ukuran butir : Medium coarse
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Lebih keras dibanding glass

7. Milonit

Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi


dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-
butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti
schistose.
Asal : Metamorfisme dinamik
Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Dapat dibelah-belah

8. Serpetinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana
mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi
adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan
tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-
hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Asal : Batuan beku basa
Warna : Hijau terang / gelap
Ukuran butir : Medium grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Serpentine
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari

9. Hornfels

Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh


temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti
dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone
Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merat

retrograde

secara umum, perubahan kumpulan mineral dan komposisi mineral yang


terjadi selama pemakaman dan pemanasan disebut metamorfosis sebagai
prograd, sedangkan mereka yang terjadi selama pengangkatan dan
pendinginan batu mewakili metamorfosis retrograde. Jika kesetimbangan
termodinamika selalu dipertahankan, orang mungkin berharap semua reaksi
yang terjadi selama prograd metamorfosis akan dipulihkan selama mengangkat
berikutnya dari batu dan reexposure di permukaan bumi; dalam kasus ini,
batuan metamorf akan pernah terlihat di singkapan. Dua faktor mitigasi
terhadap kemunduran lengkap batuan metamorf, namun, selama mereka
kembali ke permukaan bumi. Pertama adalah penghapusan efisien air dan
karbon dioksida dilepaskan selama reaksi prograd devolatilisasi oleh migrasi ke
atas cairan sepanjang batas butir dan melalui patah tulang. Karena hampir
semua air yang dilepaskan selama pemanasan dengan reaksi seperti

dihapus dari situs reaksi, reaksi tidak dapat dikembalikan selama pendinginan
kecuali air kemudian ditambahkan ke batu. Dengan demikian, garnet dapat
dipertahankan di permukaan bumi meskipun termodinamika tidak stabil pada
suhu dan tekanan rendah. Alasan kedua bahwa reaksi metamorf tidak biasanya
beroperasi secara terbalik selama pendinginan adalah bahwa reaksi tarif
meningkat dengan meningkatnya suhu. Selama pendinginan, kinetika reaksi
menjadi lamban, dan kumpulan mineral metastabil dan komposisi dapat
terjaga dengan baik di luar bidang stabilitas normal mereka. Dengan demikian,
reaksi prograd umumnya lebih efisien daripada reaksi retrograde, dan
kumpulan metamorf indikasi suhu bahkan sangat tinggi atau tekanan atau
keduanya ditemukan terkena seluruh dunia. Hal ini umum, namun, untuk
menemukan setidaknya beberapa tanda-tanda kemunduran di sebagian besar
batuan metamorf. Misalnya, garnet sering berbingkai oleh sejumlah kecil klorit
dan kuarsa, menunjukkan bahwa jumlah air yang terbatas yang tersedia untuk
kebalikan dari reaksi yang diberikan di atas untuk melanjutkan selama
pendinginan. Fitur retrograde seperti rims reaksi ini dapat dipetakan untuk
menghasilkan informasi tentang jalur migrasi fluida melalui bebatuan selama
mengangkat dan pendinginan. Dalam batuan lainnya, seperti gneisses suhu
tinggi, komposisi mineral seringkali mencerminkan suhu terlalu rendah untuk
berada dalam kesetimbangan dengan kumpulan mineral diawetkan; dalam
sampel ini, jelas bahwa reaksi pertukaran tertentu dioperasikan dalam arti
retrograde bahkan ketika reaksi net transfer dibekukan di saat prograd
metamorfosis.

Anda mungkin juga menyukai