Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum

Agrogeologi

BATUAN METAMORF

NAMA : ANNISA ROYANI FAJAR


NIM : G051211016
KELAS : ILMU TANAH A
KELOMPOK :8
ASISTEN : DINDA AMALIA ANANDAH

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batuan malihan/ubahan (metamorphic), Yunani : meta = berubah, morphe =


bentuk berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang termalihkan (terubah)
di dalam bumi mengenai batuan metamorf yang termalihkan (terubah) di dalam
bumi sebagai akibat tekanan dan temperature yang sangat tinggi yang
mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimia dari batuan asal. (Herdarsyah,
2017).
Terbentuk batuan metamorf menurut (Herdarsyah, 2017). Yaitu sebagai
akibat adanya terobosan (intrusi) magma, panas yang ditimbulkan saat terjadi
penerobosan mengakibatkan batuan sekelilingnya terubah menjadi batuan
malihan. Sekelilingnya terubah menjadi batuan malihan zona sentuh antara intrusi
magma denganbatuan sekitarnya disebut daerah pemanggangan (baked zone).
Contoh: marmer, kuarsit, hornfel, epidorit. Pembentukan batuan malihan sebagai
akibat adanya tekanan yang kuat yang menyebabkan terlipatnya serta terubah satu
lapisan batuan. Terlipatnya serta terubah satu lapisan batuan. Karena
pembentukan batuan malihan ini meliputi cakupan daerah yang sangat luas maka
disebut juga malihan regional.
Kandungan mineral yang terdapat dalam batuan metamorf,
umumnyamerupakan mineral-mineral yang lebih resisten dari batuan lainnya,
karena dihasilkan dari proses metamorfisme (penambahan tekanan dan temperatur
yang tinggi), Contohnya: kyanit, garnet, mica, kuarsa dan mineral lainnya. Proses
pelapukan pada batuan metamorf tentu saja akan memakan waktu yang lebih
panjang dibanding batuan beku. Hal ini berakibat pada lambatnya pembentukan
solum tanah. Tanah yang berkembang dari batuan metamorf umumnya dangkal
dan tidak subur. Hal ini diakibatkan karena batuan metamorf mengandung mineral
yang resisten sehingga hara yang dapat tersedia bagi tanaman juga sangat terbatas
bahkan hampir tidak ada, meskipun wilayah yang melingkupinya memiliki curah
hujan yang tinggi. Oleh sebab itu pengembangan wilayah yang berbatuan induk
batuan metamorf harus menambahkan banya bahan ameliorasi untuk memperbaiki
kondisi tanah agar dapat menjadi media yang baik untuk pengembangan bidang
pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan praktikum identifikasi batuan
metamorf untuk mengetahui ciri khusus dari batuan metamorf.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah memperkenalkan kepada mahasiswa bagaimana
model batuan metamorf dalam bentuk hand specimen di laboratorium.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah dapat menambah pemahaman
kepada mahasiswa tentang berbagai jenis batuan metamorf.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil transformasi atau
perubahan yang terjadi akibat pengaruh tekanan dan temperatur yang cukup tinggi
pada batuan beku dan sedimen, sehingga terjadi perubahan fisik dan komposisi
mineralnya. Batuan metamorf terbentuk akibat perubahan suhu dan tekanan.
Batuan metamorf terbentuk karena adanya perubahan dari kelompok mineral dan
tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang mengalami tekanan dan
temperatur yang berbeda dengan tekanan dan temperatur saat batuan tersebut
pertama kalinya terbentuk. Metamorfisme memiliki arti yang sama dengan alterasi
(perubahan) batuan, sepanjang batuan tersebut tidak hancur dan tidak berubah
menjadi cair. Proses terbentuk dari batuan-batuan sebelum nya yang berubah agar
sesuai dengan keadaan lingkungan yang baru (Adha, 2007).
Batuan metamorf merupakan batuan yang mengalami perubahan bentuk
oleh faktor tekanan, suhu, dan waktu. Batuan metamorf ini dapat berasal dari
batuan beku ataupun berasal dari batuan sedimen. Batuan metamorf yang berasal
dari batuan beku misalnya dari granit menjadi gneis, sedangkan yang berasal dari
batuan sedimen misalnya batu kapur menjadi batu marmer (Bambang, 2007).
Batuan metamorf (metamorphic rocks) adalah batuan yang berasal dari
batuan beku maupun batuan sedimen yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi mineral akibat adanya tekanan dan perubahan temperature. Batuan
metamorf sering juga disebut batuan malihan dan terbentuk jauh di dalam bumi.
(Wirastuti, 2006).
2.2 Proses Pembentukan Batuan Metamorf
Proses terbentuknya batuan metamorf menurut (Adha, 2007) yaitu:
1. Batuan metamorposis atau metamorfosa atau metamorf (metamorphic rock)
membentuk sebagian besar kerak bumi dan membentuk 12% luas permukaan
bumi.
2. Batuan ini diklasifikasikan berdasarkan tekstur, kandungan kimia dan mineral.
Batuan ini mungkin terbentuk berada jauh di bawah permukaan bumi,
mengalami suhu tinggi dan tekanan besar oleh lapisan batu di atasnya.
3. Batuan ini juga dapat terbentuk dari proses tektonik seperti benturan
kontinental, yang menyebabkan tekanan horisontal, gesekan dan distorsi.
4. Batuan metamorf juga terbentuk saat batuan dipanaskan oleh intrusi batuan
cair panas yang disebut magma yang berasal dari interior bumi.
Studi tentang batuan metamorf yang tersingkap / terpapar di permukaan bumi
memberikan informasi tentang suhu dan tekanan yang terjadi pada kedalaman
yang dalam di dalam kerak bumi. Beberapa contoh batuan metamorf adalah
gneiss, slate, marmer, schist, dan kuarsit. Contoh batuan metamorfosa dari jenis
kuarsit. Metamorfosis adalah himpunan proses dimana batuan mengalami
perubahan mineralogi, tekstur, atau keduanya untuk mencapai ekuilibrium
(keseimbangan) dengan lingkungannya pada kondisi solid/padat. Istilah
metamorphism berasal dari bahasa Yunani "meta" yang berarti "berubah" dan
"morph" yang berarti "bentuk". Dapat di simpulkan bahawa batuan metamorfosa
adalah transisi satu batu ke yang lain oleh suhu dan atau tekanan dan membentuk
batuan baru. Batuan metamorfik dihasilkan dari (batuan induk): Batuan beku,
Batuan sedimen atau Batu metamorf lainnya.
Agen utama atau penyebab metamorfosis adalah perubahan suhu, tekanan,
dan kandungan kimia. Perubahan terjadi pada batuan padat. Perubahan ini terjadi
untuk mengembalikan keseimbangan ke bebatuan yang terkena lingkungan yang
berbeda dengan lingkungan yang semula terbentuk. Berikut merupakan agen
metamorfosa menurut (Adha, 2007) yaitu:
1. Suhu

Suhu merupakan agen utama pada proses metamorfik yang paling penting.
Meningkatnya suhu bisa disebabkan oleh penguburan (tekanan batuan yang
berada diatasnya atau gradien panas bumi) atau karena intrusi magma.
Keseimbangan suhu meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Seiring dengan
meningkatnya suhu batuan, mineral mulai berubah dari keadaan padat ke keadaan
cair, dan reaktivitas pori-pori fluida di batuan meningkat. Namun, dibawah 200°
C, sebagian besar mineral akan tetap tidak berubah. Pada kondisi suhu yang lebih
rendah dari ini, perubahan pada batuan terjadi melalui pelapukan (di permukaan)
atau diagenesis (selama penguburan). Jika suhu naik sampai 650°C, kisi kristal
pecah dan bereaksi dengan menggunakan kombinasi yang berbeda dari ion yang
sama dan struktur atom yang berbeda. Mineral baru akan mulai muncul. Jika suhu
lebih tinggi dari 700°C maka batu akan menjadi magma. Mineral yang berbeda
akan memerlukan suhu yang berada untuk mencapai kesetimbangannya. Selain
suhu akibat penambahan tekanan diatas batuan tersebut, peningkatan suhu juga
dapat diperoleh dari intrusi magma. Batuan disekitar intrusi magma akan
mendapat suhu yang sangat tinggi, namun masih kurang dari 700°C. Semakin
jauh dari sumber intrusi magma, maka suhu semakin menurun.

2. Tekanan
Ada dua jenis tekanan yang penting sebagai agen metamorfosis:
Tekanan beban atau confining presure (atau tekanan seragamatau tekanan
pengikat atau tekanan litostatik).Tekanan ini seragam bekerja ke segala arah,
disebabkan oleh berat batuan di atasnya karena bertambahnya kedalaman batuan
tersebut. Bobot tekanan batuan di atas sebuah batuan bisa diperoleh dengan =
densitas (kg / m3) x konstanta gravitasi (m / s2) x kedalaman (m). Satuan dari
tekanan adalah Pascal (Newton/m2). Kenaikan tekanan adalah diperkirakan
sekitar 25 sampai 30 MPa per kilometer tergantung kepadatan bebatuan yang
berada diatasnya. Tekanan beban khas pada kedalaman 35 kilometer adalah
sekitar 1000 MPa. Tekanan yang diarahkan (Directed Presure/Differential Stress)
atau tekanan geser atau tegangan diferensial. Tekanan ini tidak seragam, tidak
sama di semua arah, dan disebabkan oleh kekuatan tektonik. Kekuatan tersebut
menyebabkan perkembangan struktur utama seperti lipatan dan patahan, serta
dapat bertindak sebagai agen metamorf. Jumlah tekanan yang diarahkan tidak
terkait dengan kedalaman posissi batua.

3. Cairan Kimia Aktif

Air dan karbon dioksida sering ditemukan dalam jumlah kecil di sekeliling kristal
mineral atau di ruang pori batuan. Ruang pori ini dipenuhi cairan berair, yang
dikenal sebagai cairan intergranular, bisa berupa cairan, atau pada suhu tinggi bisa
berupa uap. Cairan sebagian besar air, tetapi juga mengandung garam dan volatil
dan unsur lainnya. Cairan intergranular biasanya kaya akan air, meskipun karbon
dioksida mungkin merupakan komponen penting, terutama pada batuan yang
mengandung karbonat (seperti batu gamping). Bila dicampur, cairan yang
dihasilkan meningkatkan metamorfosis dengan melarutkan ion dan dengan
menyebabkan reaksi kimia. Biasanya, produk akhir dari proses ini adalah
penciptaan mineral baru dengan substitusi, pemindahan, atau penambahan ion
kimia. Terkadang cairan juga bisa meresap dari magma yang berdekatan Cairan
intergranular berperan penting selama metamorphosis yaitu sebagai:
Reaksi pada batuan kering sangat lamban dansedikit perubahan terjadi. Cairan
bertindak sebagai katalis, mereka mempercepat reaksi mineralogi yang lambat.
Batuan kering adalah konduktor panas yang buruk. Cairan mentransfer panas dari
sumber panas seperti pendinginan pluton ke batuan yang lebih dingin yang
mendorong pertumbuhan mineral baru. Pengangkutan atom melalui bahan padat
melalui difusi adalah proses yang sangat lambat. Cairan mengangkut padatan
terlarut ke dan dari massa batuan dan karenanya sangat berperan dalam
pembentukan mineral baru.
2.3 Karakteristik Batuan Metamorf

Menurut (Ahmad, 2012) bahwa tekanan dan temperatur yang membentuk batuan
metamorf, memberikan kenampakan fisik yang sangat menarik dan berbeda dari
batuan lainnya. Kenampakan fisik ini dapat terlihat dari tekstur batuan. Tektur
adalah kenampakan butir mineral dalam tubuh batuan metamorf. Tekstur pada
batuan metamorf pada dasarnya dibagi atas dua bagian besar, yaitu:
1. Homeoblastik.
Batuan metamorf bertekstur homeoblastik jika secara umum batuan hanya
tersusun atas satu jenis bentuk tekstur yang mendominasi. Bentuk tekstur batuan
metamorf terbagi atas:
1. Bentuk tekstur lepidoblastik; jika batuan tersusun oleh mineral-mineral
yang terbentuk pipih.
2. Bentuk tekstur nematoblastik; jika batuan tersusun oleh mineralmineral
berbentuk prismatik.
3. Bentuk tekstur granoblastik/granuloblastik; jika batuan tersusun oleh
mineral-mineral berbentuk equidimensional.
2. Heteroblastik
Batuan metamorf bertekstur heteroblastik jika secara umum batuan tersusun atas
dua atau lebih bentuk tekstur yang mendominasi. Misalnya batuan metamorf
gneiss memiliki bentuk tekstur heteroblatik karena tersusun atas bentuk tekstur
nematoblastik dan lepidoblastik. Selain kedua bentuk tekstur di atas, batuan
metamorf juga memiliki tekstur yang membawa ciri khas tekstur batuan asalnya.
Tekstur ini digolongkan sebagai tekstur sisa. Tekstur ini dapat terjadi jika tekanan
dan panas yang mengenai batuan asal tidak terlalu tinggi sehingga tidak membawa
perubahan yang signifikan, hanya membuat batuan asal lebih keras dan kompak.
contohnya tekstur pada batuan serpih yang memperlihatkan kesan menyerpih
(perlapisan yang tidak menerus), jika mengalami metamorfisme tingkat rendah
dan tekstur asalnya (menyerpih) masih dapat dikenali, disebut dengan tekstur
blasto serpih. Demikian juga dengan tekstur dari batuan beku yang
memperlihatkan mineral-mineral yang euhedral/idiomorf jika mengalami
metamorfisme tingkat rendah dan tekstur asalnya masih dapat dikenali disebut
dengan tekstur idio blast
3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 30nSeptember 2021 di Laboratorium
Genesis dan Klasifikasi Tanah, Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin.
3.2Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah lap kasar, lap halus, pipet tetes,
penuntun praktikum, format praktikum dan lup.
Adapun bahan yang digunakan yaitu sampel/contoh batuan metamorf, air
dan cairan HCl.
3.3Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini, yaitu:
1. Melakukan pengamatan batuan yang mewakili setiap jenis dan golongan batuan
metamorf.
2. Mengamati warna batuan, warna utama, warna yang menyertainya serta warna
pelapukannya.
3. Melakukan pengamatan tekstur batuan metamorf dengan bantuan lup.
4. Melakukan pengamatan komponen batuan metamorf.
5.Memberi penamaan batuan sesuai dengan klasifikasi penamaan batuan
metamorf oleh Russel B.T (1955)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Identifikasi Batuan Metamorf
Warna Keterangan Nama
Tekstur Komposisi batuan
No Jenis Struktur Gambar
Khusus Mineral
Batuan
Lapuk Segar Jenis Agen
metamorfisme metamorfisme
1 Metamorf - Hitam Heteroblastik Pyrit Gneissose Regional Suhu dan Phyrit
tekanan Spotted
Slated

2 Metamorf Abu-abu Cokelat - Kuarsa Palimpset Katalastik Tekanan Metasedim


kecoklat en
an
3 Metamorf Cokelat Abu-abu Heteroblastik Kuarsa, Gneissose Kataklastik Tekanan Piroksin
piroksin Quartz
Gneiss

4 Metamorf Abu-abu Hijau Heteroblastik Chlorit, Chistose Regional Tekanan dan Chlorit
kehitam biotot suhu Biotit
an Schist

5 Metamorf Cokelat Putih Lepidoblastik Kuarsa Regional Regional Tekanan dan Mica Schist
muda kekunin suhu
gan
6 Metamorf Kuning Abu- Granula Kuarsa Granulose Thermal Suhu Marble
Jingga Abu blastik Muskovit /hornfelsi (marmer)
k

7 Metamorf Kuning Putih Nematoblastik Kuarsa Filitik Thermal Suhu Flaster


kecoklat Conglomer
an at

8 Metamorf Cokelat Cokelat Heteroblastik Kuarsa Milonitik Thermal Suhu Milonitik


kekunin kemerah
gan an
9 Metamorf - Hitam Lepidoblastik Biotit Slaty Kataklistik Tekanan Silty Slate
Clevage

10 Metamorf Abu-abu Abu-abu Heteroblastik Kuarsa, Filitik Regional Suhu, Tekanan Quartz-
gelap Piroksin Phylitic
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan batuan metamorf yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa dari proses genesanya batuan-batuan tersebut telah
mengalami pengaruh dari tekanan dan suhu. Dari kenampakannya, dapat dilihat
bahwa batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral resisten seperti pyrit,
biotit, dan kuarsa. Hal ini sesuai pendapat Ibrahim dan Asmita (2012) yang
menyatakan bahwa, pada batuan metamorf mineral yang terbentuk akan lebih
stabil dan umumnya mineral-mineral yang lebih resisten, karena dihasilkan dari
proses metamorfisme. Dari pengamatan diperoleh beberapa nama batuan
metamorf, antara lain Piroksin quartz , Pyrit Spotted slated, Mica schist,
Milonitik, Flaster conglomerat, Marmer, Metasabak, Quartz phylitik, dan
Chlorit biotit schist.
Batuan metamorf dengan tingkat foliasi yang sangat kuat, seperti jenis
phyrit spotted, Metasabak, dan mica schist, terjadi metamorfosa pada wilayah
yang sangat luas dimana tingkat deformasi yang tinggi dibawah tekanan
diferensial. Metamorfasa regional menghasilkan batuan metamorf dengan foliasi
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Endarto (2005), metamorfosa yang
terjadi pada wilayah yang sangat luas dimana tingkat deformasi yang tinggi
dibawah tekanan diferensial. Metamorfosa jenis ini biasanya akan menghasilkan
batuan metamorf dengan tingkat foliasi yang sangat kuat. Tekanan diferensial
berasal dari gaya tektonik yang berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi),
dan tekanan ini umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan
satu dengan lainnya. Hasil dari tekanan kompresi pada batuan yang terlipat dan
adanya penebalan kerak dapat mendorong batuan kearah bagian bawah sehingga
menjadi lebih dalam yang memiliki tekanan dan temperatur lebih tinggi.
Batuan metamorf Milonitik, Marmer, dan Flaster conglomerat
merupakan jenis batuan metamorf yang dimana seiring dengan meningkatnya
derajat metamorfosa maka lembaran-lembaran dari mineral silikat menjadi tidak
stabil dan mineral-mineral berwarna gelap. Milonitik, Marmer, dan Flaster
conglomerat juga termasuk dalam metmorf thermal. Hal ini didukung oleh
pendapat Noor (2009), bahwa seiring dengan naiknya derajat metamorfosa maka
lembaran-lembaran dari mineral silikat menjadi tidak stabil dan mineral-mineral
berwarna gelap seperti Flaster conglomerat dan pyroxene mulai tumbuh.
Mineral-mineral berwarna gelap ini cenderung akan memisahkan diri dalam
kelompok yang jelas di dalam batuan.
Batuan metamorf jenis metasedimen dan Piroksine quarts gneiss
termasuk ke dalam metamorfisme katalastik yang terjadi pada wilayah yang
sangat luas. Selain itu, batuan ini memiliki struktur berfoliasi yang berarti bila
batuan ini dipecahkan searah dengan arah orientasi mineralnya dan batuan ini
memilki mineral yang berbentuk lonjong atau pipih akibat tekanan diferensial
selama proses metamorfosa. Metasabak memiliki komposisi mineral yang terdiri
atas silikat, dan olivin begitu pula dengan Piroksine quarts gneiss. Hal ini sesuai
pendapat Endarto (2005), bahwa mineral silikat yang tumbuh dengan
lembarannya berorientasi tegak lurus terhadap arah maksimum tekanan
diferensial akan menyebabkan batuan mudah pecah sejajar dengan arah orientasi
dari lembaran mineralnya sehingga struktur yang demikian disebut foliasi.
5. KESIMPULAN

Berdasarkan identifikasi batuan metamorf yang telah dilakukan, dapat


disimpulkan bahwa
1. Batuan metamorf adalah batuan yang dihasilkan melalui proses
metamorfisme yakni adanya pengaruh dari suhu dan tekanan.
2. Adapun salah satu jenis batuan metamorf yaitu Piroksin spotted slated dengan
karakteristik warna segarnya hitam, bertekstur heterob klastik, dengan
komposisi mineral pyrit dan termasuk jenis batuan metamorfisme regional.
DAFTAR PUSTAKA

Adha, I. (2007). Petrogenesis Batuan Metamorf di Perbukitan Jiwo Barat, Bayat,


Klaten, Jawa Tengah. Departemen Teknik Geologi UNDIP, 1-7.

Dewi Titisari, A. I. (2004). Mineralogi untuk Ilmu Pertanian. Yogyakarta:


Jurusan Teknik Geologi.

Ibrahim, Bachrul dan Asmita Ahmad. 2012. Buku Ajar Agrogeologi dan
Mineralogi Tanah. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Wirastuti W. dan Dini Natalia, 2006. Geografi. Jakarta: Grasindo
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor: CV. Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai