Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan
adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat
adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi ( Ehlers & Blatt, 1982).
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahan-perubahan fundamental batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang
intensif yang dipancarkan oleh suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh efek tekanan dan panas pada batuan
yang terkubur sangat dalam.
Namun perlu dipahami bahwa proses metamorfosa terjadi dalam keadaan padat, dengan perubahan kimiawi dalam
batas-batas tertentu saja dan meliputi proses-proses rekristalisasi, reorientasi dan pembentukan mineral-mineral baru
dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimia yang sebelumnya telah ada. ( Graha, D.S, 1987 .)
Menurut Turner (1954, lihat Williams dkk, 1954:161-162) menyebutkan bahwa batuan metamorf adalah batuan yang
telah mengalami perubahan mineralogik dan struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat
tanpa melalui fase cair.

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses
metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas
kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak
terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara
2000 C- 8000 C, tanpa melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab antara lain oleh adanya pemanasan akibat
intrusi magmatik dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga bisa terjadi akibat adanya
gesekan/friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya
metamorfosa umumnya pada suhu 1500 500 C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-carpholite,
Glaucophane, lawsonite, paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa
sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500 11000 C, tergantung jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antar butir batuan mempunyai peranan yang penting
dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida , asam hidroklorik dan
hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membantu reaksi
kimia dan penyetimbangan mekanis (Huang, 1962).
2. PROSES METAMORFISME
Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi ( 3 20 km ) yang keseluruhannya atau sebagian
besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru
yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu.
Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase
padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan
kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis.
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan
metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa.
Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal
tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna
menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan
temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam
keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses metamorfisme
tetapi proses aktivitas magma.
Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media
tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme
dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan
tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme
tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
Tahap-Tahap Proses Metamorfisme
Rekristalisasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen
kimia yang sudah ada sebelumnya sudah ada.
Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan
berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah ada.
3. TIPE METAMORFOSA
Bucher & Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
III.1. Metamorfosa regional/ dinamothermal
Metamorfosa regional/dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas.
Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga, yaitu metamorfosa orogenik, burial dan dasar samudera(Ocean-floor).
III.1.1. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi.
Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang teroreintasi dan membentuk sabuk yang
melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa memerlukan waktu yang sangat lama berkisar
antara puluhan juta tahun.
III.1.2. Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami
sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisasi dan reaksi antara mineral dengan
fluida.
III.1.3. Metamorfosa dasar Samudera(Ocean-Floor)
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid
oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air
laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
III.2. Metamorfosa Lokal
Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa
meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :
(1) Metamorfosa Kontak
Metamorfosa kontak terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif
maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta kadang
oleh deformasi akibat gerakan magma. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi
umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antar mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian/penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
(2) Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal
Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada
kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik, contohnya pada xenolith atau pada zona
dike.
(3) Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinematik/Dinamik
Metamorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang
terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan granulasi batuan. Batuan yang dihasilkan
bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.
(4) Metamorfosa Hidrotermal/Metasomatisme
Metamorfosa hidrothermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau
pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga
dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
Gambar Tipe-tipe metamorfosa
(5) Metamorfosa Impact
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa
mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
(6) Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi
berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah.
IV. MINERALOGI
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun
dari mineral baru yang terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi 3,yaitu :
Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit,
hornblende, piroksen, olivin dan bijih besi.
Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral
lempung, kalsit dan dolomit.
Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit, silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat dapat dibedakan menjadi secretionary
growth, concentrionary growth dan replacement(Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary
growth merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan yang terbentuk akibat
adanya tekanan pada batuan tersebut. Concentrionary growthadalah proses pendesakan kristal oleh kristal lainnya
untuk membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan proses penggantian mineral lama oleh
mineral baru. Secara umum model pertumbuhan kristal ini dapat dilihat pada gambar IV.1.
Kemampuan mineral untuk membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970). Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik
yang menunjukkan bahwa mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan dengan
mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan kristaloblastik tinggi umumnya besar dan
euhedral.
Tekanan merupakan faktor yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962). Dalam hal ini
dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress mineral. Stress mineral merupakan mineral yang
kisaran stabilitasnya akan semakin besar bila terkena tekanan atau dengan kata lain merupakan mineral yang tahan
terhadap tekanan. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang terkena deformasi sangat kuat.
seperti sekis. Contoh stress mineral antara lain kloritoid, stauroilit dan kianit. Sedangkan antistress mineral adalah
mineral yang kisaran stabilitasnya akan menurun pada kondisi tekanan yang sama. Mineral ini tidak tahan terhadap
tekanan tinggi sehingga tidak pernah ditemukan pada batuan yang terdeformasi kuat. Contoh mineralnya antara lain
andalusit, kordierit, augit, hypersten, olivin, potasium felspar dan anortit.
V. FASIES METAMORFIK
Konsep fasies metamorfik diperkenalkan oleh Eskola, 1915 (Bucher & Frey, 1994). Eskola mengemukakan bahwa
kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat
hubungan antara kumpulan mineral dan kompisisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dengan kata lain sebuah
fasies metamorfik merupakan kelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh
kumpulan mineral yang tetap. Tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperatur tertentu serta dicirikan
oleh hubungan teratur antara komposisi kimia dan mineralogi dalam batuan.
VI. STRUKTUR BATUAN METAMORF
Struktur batuan metamorf adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular
batuan tersebut(Jackson, 1970). Pembahasan mengenai struktur juga meliputi susunan bagian massa batuan termasuk
hubungan geometrik antar bagian serta bentuk dan kenampakan internal bagian-bagian tersebut. (Bucher & Frey,
1994).
Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi.
VI.1. Struktur Foliasi
Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa batuan (Bucher & Frey, 1994). Foliasi ini
dapat terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissosity), orientasi
butiran(schistosity), permukaan belahan planar(cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jackson, 1970).
Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-
bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
Struktur Slaty Cleavage
2. Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat
pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)
3. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang
berukuran butir sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).
4. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara
mineral-mineral granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral
ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut
gneiss.
VI.2. Struktur Non Foliasi.
Struktur ini terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular).
Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain :
1. Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal.
Batuannya disebut hornfels (batutanduk)
2. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan
breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).
3. Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya
berbutir halus, menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral
primer. Batiannya disebut mylonite (milonit).
4. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri
lainnya adlah kenampakan kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite
(filonit)
VII. TEKSTUR BATUAN METAMORF
Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi butir mineral individual
penyusun batuan metamorf (Jackson, 1970). Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan
awalan blastoatau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur tersebut akan dibahas
pada bagian berikut ini.
VII.1. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa
Berdasarkan ketahanannya terhadap proses metamorfosa ini tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
1) Relict/Palimset/Sisa
Tekstur ini merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur
batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut. Awalan blasto digunakan untuk penamaan tekstur
batuan metamorf ini. Contohnya adalah blastoporfiritik yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku
asalnya masih bisa dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku atau
metasedimen.
2) Kristaloblastik
Tekstur kristloblastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri.
Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya
menggunakan akhiran blastik.
VII.2. Tekstur berdasarkan ukuran butir
Berdasarkan ukuran butirnya, tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
Afanit, Bila butiran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
VII.3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan kristal itu sendiri
Subhedral, bila kristal dibatasi sebagian oleh bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan
kristal disekitarnya.
Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain disekitarnya.
Pengertian bentuk kristal ini sama dengan yang dipergunakan pada batuan beku. Berdasarkan bentuk kristal tersebut
maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
(1) Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh Kristal berbentuk euhedral
(2) Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral.
VII.4. Tekstur berdasarkan bentuk mineral
Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
(1) Lepidoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular
(2) Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic
(3) Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya
bersifat sutured(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
(4) Granuloblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya
bersifat unsutured(lebih teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya yang umumnya akan tampak pada
pengamatan petrografi, Yaitu:
Porfiroblastik, apabila terdapat beberapa mineral yangh ukurannya lebih besar tersebut sering disebut
sebagai porphyroblasts
Poikiloblastik/Sieve Texture yaitu tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal
yang lebih kecil.
Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat pada massa dasar material yang berasal dari kirstal
yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.
Sacaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut bertekstur homeoblastik, sedangkan batuan
yang mempunyai lebih dari satu tekstur disebut bertekstur heteroblastik.
VIII. PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORF
Tatanama batuan metamorf secara umum tidak sesismatik penamaan batuan beku atau sedimen. Kebanyakan nama
batuan metamorf didasarkan pada kenampakan struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan
kata tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut, misalnya keberadaan mineral pencirinya
(contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya granite gneiss).
Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula
dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit).
Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak dikenal antara lain :
Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah
amfibol(umumnya hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya
terorientasi.
Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral penyusun utamanya adalah
piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.
Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan
felspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok
serpentin. Kadang dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang umumnya berwarna hijau.
Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur
granoblastik.
Skarn, Yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya
terjadi karena perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.
Kuarsit, Yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.
Soapstone, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.
Rodingit, Yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku
basa didekat batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi. (Diktat praktikum petrologi, 2007)
TABEL IDENTIFIKASI BATUAN METAMORF
STRUKTUR CIRI LAIN KOMPOSISI
MINERAL UTAMA
GENESA NAMA
BATUAN
FOLIAS
I
SLATY
CLEAVAG
E
- Abu-abu
kehitaman,
hijau, merah
- Kilap
suram
- Belahan
berkembang
baik
Klori
t
Mik
a
Kwars
a
-
Metamorfosa
regional
- Dari
mudstone,
siltstone,
claystone dll
BATU
SABAK
(SLATE)
- Kehijauan
atau merah
- Kilap
sutera
- Belahan

FILIT
tidak
berkembang
baik
SCHISTOS
E
- Foliasi
kadang-
kadang
bergelomban
g
- Kadang-
kadang hadir
garnet
Amphibol
e
Metamorfosa
Regional
SEKIS
GNEISSIC Kwarsa dan
feldspar
nampak
berselang
seling
dengan
lapisan tipis
yang kaya
amphibol
dan mika
Pirokse
n
Metamorfosa
Regional
GENIS
NON FOLIASI - Warna
beragam
- Lebih keras
dibanding
kaca
KWARSA
KWARSIT
- Warna
gelap
- Berbutir
halus
- Lebih
keras
dibanding
gelas
KWARSA/MIKA Metamorfosa
Termal/Konta
k
HORNFELS
- Warna
putih sampai
dengan hitam
- Kadang
masih
terdapat fosil
- Lebih keras
dibanding
kuku jari
- Bereaksi
dengan HCl
DOLOMIT
Atau
KALSIT

MARMER
- Hijau
terang
sampai gelap
- Kilap
berminyak
- Lebih
keras dari
kuku jari
SERPENTIN
SERPENTIN
- Hitam
- Pecahan
konkoidal
ANTRASIT
E
COAL
- Lebih
keras dari
kuku jari
- Abu-abu
hijau sampai
abu-abu biru
- Kilap
berminyak
- Lebih
lunak dari
kuku jari
TALK
SOAP
STONE

Anda mungkin juga menyukai