Anda di halaman 1dari 25

Modul Pengenalan Batuan

BATUAN METAMORF

A. PENDAHULUAN

1. Pengertian
Metamorfisme adalah proses yang melibatkan perubahan isi/komposisi dan atau struktur
mikro batuan, secara dominan pada kondisi padat. Proses ini utamanya berkaitan dengan
penyesuaian batuan terhadap perbedaan kondisi pada saat batuan itu terbentuk serta antara
kondisi normal di permukaan bumi dengan zona diagenesis. Proses tersebut berdampingan
dengan pelelehan sebagian (partial melting) dan bisa menyebabkan perubahan komposisi kimia
utama batuan. (Fettes dan Desmond, 2007)

2. Limitasi
a. Batas Bawah Suhu Metamorfisme
Pada kebanyakan batuan, transformasi mineral diawali segera setelah sedimentasi
dan berlanjut seiring dengan penambahan kedalaman batuan tersebut terpendam. Proses ini
dinamakan diagenesa, dan menjadi batas bawah dari metamorfisme. Jadi, proses
metamorfisme terjadi dalam satuan rangkaian kenaikan suhu yang berawal dari kenaikan
suhu permukaan. Batas bawah suhu metamorfisme berkisar pada 150 oC ± 50 oC (Butcher
dan Grapes, 2011; Gambar 3.1) dan pada kebanyakan diagram fasa ditunjukkan di atas 200
o
C atau 300 oC.
b. Batas Atas Suhu Metamorfisme
Pada suhu tinggi, batuan akan mulai meleleh, dan bersinggungan dengan magma
sebagai subjek dalam batuan beku. Proses pelelehan parsial (partial melting) merupakan
aspek gabungan metamorfisme dan batuan beku. Batuan yang mencirikan hasil pelelehan
parsial adalah migmatit, yang terdiri dari sisa metamorfirme dan komponen batuan beku.
Namun, suhu pelelehan batuan didefinisikan sebagai batas atas suhu metamorfisme. Suhu
pelelehan bergantung pada tekanan, komposisi batuan, dan kuantitas kandungan air. Sebagai
contoh, pada tekanan 500 MPa dan kehadiran fluida, batuan granitik akan meleleh pada
kisaran suhu 660 oC, sedangkan batuan basaltik membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu
sekitar 800 oC. Jika tidak terdapat H2O, suhu pelelehan akan makin tinggi. Batuan metamorf
yang terdapat pada kondisi suhu tertinggi tercatat pada suhu 1000–1150 oC (Lamb dkk,
1986; Ellis, 1980; Harley dan Motoyoshi, 2000; Hokada, 2001; Sajev dan Osanai, 2004

35
Modul Pengenalan Batuan

dalam Butcher dan Grapes, 2010; Gambar 3.1) yang ditentukan oleh metode tidak langsung
termobarometri.
c. Batas Bawah Tekanan Metamorfisme
Naiknya magma silikat panas merupakan fenomena yang umum terjadi pada daerah
geologi aktif. Panas yang dilepaskan seiring pendinginan magma mengakibatkan
metamorfisme pada batuan dinding di sekelilingnya, menghasilkan kontak aureoles pada
kedalaman yang dangkal dan tekanan beberapa megapascal.
d. Batas Atas Tekanan Metamorfisme
Pada awalnya, dipercaya bahwa tekanan maksimum batuan kerak bumi yang
mengalami metamorfisme tidak lebih dari 1.0 GPa, yang berhubungan dengan tekanan
litostatis pada dasar kerak benua dengan ketebalan 30–40 km. Namun, terdapat kumpulan
mineral pada beberapa jenis batuan metamorf kerak bumi yang tercatat telah terbentuk pada
tekanan 1.5–2.0 GPa. Batuan tersebut berupa eklogit yang merepresentasikan densitas dan
tekanan yang tinggi (Eskola, 1992). Perubahan batuan pada tekanan tinggi tersebut
dinamakan Ultra-High-Pressure (UHP) Metamorphism. Jelas bahwa tekanan yang sangat
tinggi tersebut berhubungan dengan pergerakan kerak menuju kedalaman yang sangat besar
(>100 km).

Gambar 3.1. Limitasi P-T metamorfisme (Bucher dan Grapes, 2011).


36
Modul Pengenalan Batuan

B. TIPE, GRADE DAN FASIES BATUAN METAMORF

1. Tipe Batuan Metamorf


Tipe metamorfisme dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya:
a. Luasan dimana metamorfisme terjadi, apakah metamorfisme regional ataupun
metamorfisme lokal.
b. Tatanan geologi, seperti metamorfisme orogenik, metamorfisme burial, metamorfisme dasar
samudra, metamorfisme dislokasi, metamorfisme kontak dan metamorfisme hot-slab.
c. Sebab tertentu dari metamorfisme yang lebih spesifik, seperti metamorfime tumbukan
(impact metamorphism), metamorfisme hidrotermal, metamorfisme pembakaran
(combustion metamorphism), metamorfisme akibat sambaran petir (lightning
metamorphism); beberapa tipe metamorfisme pada poin dua juga dimasukkan dalam
kategori ini, seperti metamorfisme kontak dan metamorfisme hot-slab.
d. Apakah dihasilkan dari kejadian tunggal atau jamak, yaitu monometamorfisme dan
polimetamorfisme
e. Apakah diikuti oleh kenaikan atapun penurunan suhu, yaitu metamorfisme prograde dan
retrograde.
Klasifikasi utama metamorfisme dari sudut pandang luasan, tatanan tektonik dan penyebabnya
seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2. Istilah-istilah seperti metamorfisme termal,
metamorfisme dinamik, metamorfisme dinamotermal, metamorfisme deformasi, metamorfisme
terbalik (up-side-down metamorphism), metamorfisme kataklastik dll, tidak digunakan karena
istilah tersebut bertampalan dengan istilah yang digunakan dalam gambar 3.2 atau memiliki
penggunaan yang ambigu. Beberapa tipe utama batuan metamorf dengan lingkungan tektoniknya
dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.2. Tipe-tipe utama metamorfisme (Fettes dan Desmond, 2007).

37
Modul Pengenalan Batuan

Metamorfisme regional adalah tipe metamorfisme yang meliputi area sangat luas dan
mempengaruhi volume batuan yang sangat besar. Metamorfisme ini berasosiasi dengan proses
tektonik skala besar seperti pemekaran dasar samudra, penebalan kerak berkaitan dengan
tumbukan lempeng, penurunan dasar cekungan yang dalam, dll.
Metamorfisme lokal adalah tipe metamorfisme meliputi area (volume) terbatas dimana
metamorfisme dapat secara langsung berhubungan dengan penyebab lokal ataupun sumber
khusus, seperti intrusi magma, patahan ataupun tumbukan meteor.
Metamorfisme orogenik adalah tipe metamorfisme skala regional yang berhubungan
dengan pembentukan sabuk orogenik. Metamorfismenya ini bisa berasosiasi dengan beberapa
fase pembentukan pegunungan dan melibatkan proses kompresi maupun ekstensi. Efek dinamik
dan suhu dapat berkombinasi dalam proporsi dan skala waktu yang berbeda, serta rentang
kondisi P-T yang besar.
Metamorfisme burial adalah tipe metamorfisme, umumnya skala regional, yang
mempengaruhi batuan yang terpendam dalam di bawah tumpukan material sedimen maupun
vulkanik dan umumnya tidak berasosiasi dengan deformasi maupun magmatisme. Batuan yang
dihasilkannya sebagian atau seluruhnya mengalami rekristalisasi dan umumnya tidak berfoliasi
atau berfoliasi lemah. Umumnya melibatkan suhu metamorfime yang sangat rendah hingga
sedang serta perbandingan P/T yang sedang hingga menengah.
Metamorfisme dasar samudra adalah tipe matemorfisme skala regional maupun lokal
yang berhubungan dengan tingginya gradien geothermal di sekitar pusat pemekaran dalam
lingkungan samudra. Rekristalisasinya, yang umumnya tidak komplit, meliputi beragam suhu.
Metamorfisme ini berasosiasi dengan sirkulasi fluida panas (berhubungan dengan
metasomatisme) dan umumnnya menunjukkan kenaikan suhu metamorfisme terhadap
kedalaman.
Metamorfisme dislokasi adalah tipe metamorfisme skala lokal, berasosiasi dengan patahan
atau zona sesar. Pengurangan ukuran butir umumnya terjadi pada batuan dan batuan yang
terbentuk umumnya milonit dan kataklastik.
Metamorfisme tubrukan (impact) adalah tipe metamorfisme skala lokal disebabkan oleh
penjalaran gelombang kejut akibat tubrukan benda angkasa pada permukaan planet.
Metamorfisme ini termasuk proses pelelehan dan penguapan batuan akibat tumbukan.
Metamorfisme kontak adalah tipe metamorfisme skala lokal yang mempengaruhi batuan
yang diterobos (country rock) di sekitar tubuh magma yang terletak pada berbagai lingkungan
dari vulkanik sampai mantel bagian atas, pada kerak samudra maupun benua. Metamorfisme ini

38
Modul Pengenalan Batuan

pada dasarnya disebabkan oleh transfer panas dari tubuh magma yang mengintrusi kepada
batuan yang diterobos, dengan perbedaan suhu metamorfisme bisa sangat besar. Metamorfisme
ini bisa dibarengi oleh deformasi yang signifikan tergantung dinamika intrusinya.
Pirometamorfisme adalah tipe metamorfisme kontak yang dicirikan oleh suhu yang sangat
tinggi pada tekanan yang sangat rendah, dibentuk oleh tubuh vulkanik ataupun sub-vulkanik.
Metamorfisme ini umumnya terbentuk pada xenolith dalam tubuh intrusi, dan dapat diikuti oleh
beberapa derajat partial melting.
Metamorfisme hidrotermal adalah tipe metamorfisme skala lokal yang disebabkan oleh
fluida panas dengan banyak kandungan H2O. Metamorfisme ini umumnya skala lokal yang
berhubungan dengan penyebab spesifik (yaitu di mana intrusi batuan beku menghasilkan fluida
yang bereaksi dengan batuan sekitarnya). Namun, pada lokasi dimana intrusi batuan beku terjadi
berulang-ulang (seperti pada pusat pemekaran lantai samudra) perulangan sirkulasi fluida panas
ini dapat meningkakan efek regional seperti pada metamorfisme dasar samudra. Metasomatisme
umumnya berasosiasi dengan tipe metamorfisme ini.
Metamorfisme hot-slab adalah tipe metamorfisme skala lokal yang terjadi di bawah tubuh
lempeng tektonik panas (contohnya adalah metamorfosa kontak berdimensi kecil di bagian
bawah dari obduksi kerak samudera). Gradien termal dari tipe metamorfisme ini umumnya
terbalik dan curam.
Metamorfisme pembakaran (combustion metamorphism) adalah tipe metamorfisme skala
lokal yang dihasilkan dari proses pembakaran spontan material-material alami, seperti batuan
bituminous, batubara maupun minyak.
Metamorfisme akibat petir (lightning metamorphism) adalah tipe matemorfisme skala
lokal yang disebabkan sambaran petir. Batuan yang dihasilkan umumnya berupa fulgurite, yaitu
batuan yang hampir keseluruhannya berupa gelas.

39
Modul Pengenalan Batuan

Gambar 3.3. Beberapa tipe utama batuan metamorf dan lokasi pembentukannya (Press dkk, 2003 dengan
modifikasi).

2. Grade Metamorfisme
Istilah grade metamorfisme (metamorphic grade) digunakan untuk menjelaskan kondisi
relatif pada proses metamorfisme. IUGS (International Union of Geological Sciences)
Subcommision on the Systematic of Metamorphic Rocks mengacu pada Turner dan Verhoogen
(1951), Miyashiro (1973) dan Winkler (1974) menjelaskan bahwa grade metamorfisme harus
mengacu hanya kepada suhu metamorfisme, dan bukan pada kondisi tekanan metamorfisme. Hal
ini untuk mencegah kebingungan apakah grade metamorfisme mengacu pada suhu atau tekanan
relatif, atau kombinasi keduanya. Jika suhu metamorfisme dibagi menjadi lima kelompok yaitu
very low, low, medium, high, dan very high, kelompok ini juga mengacu pada grade
metamorfisme dengan pembagian yang sama, yaitu very low, low, medium, high dan very high
grade of metamorphism (Gambar 3.4).

40
Modul Pengenalan Batuan

Gambar 3.4. Grafik P dan T yang menunjukkan grade metamorfisme dan 3 zona kondisi metamorfisme
(Fettes dan Desmond, 2007 dengan modifikasi).

Dalam grade metamorfisme, terdapat beberapa istilah yang penting dan umum
digunakan, antara lain :
a. Prograde (=progressive) metamorphism, adalah proses metamorfisme yang menghasilkan
pembentukan mineral-mineral dari grade yang lebih tinggi (dengan kata lain, suhu yang
lebih tinggi) dibandingkan fase mineral-mineral asalnya.
b. Retrograde (=retrogressive) metamorphism, adalah proses metamorfisme yang
menghasilkan pembentukan mineral-mineral dari grade yang lebih rendah (dengan kata lain,
suhu yang lebih rendah) dibandingkan fase mineral-mineral asalnya.
c. Isograd, merupakan suatu permukaan yang melewati sekuen batuan, diwakili oleh garis
pada peta, ditentukan oleh kemunculan atau hilangnya suatu mineral, komposisi mineral
tertentu atau asosiasi mineral, yang dihasilkan sebagai produk dari reaksi tertentu. Sebagai
contoh, isograd ‘staurolit-in’ didefinisikan oleh reaksi:
Garnet + Klorit + Muskovit = Staurolit + Biotit + Kuarsa + H2O.
Isograd merepresentasikan reaksi mineral dan bukan komposisi kimia batuan.

41
Modul Pengenalan Batuan

3. Fasies Metamorfisme
Fasies metamorfisme adalah suatu kumpulan mineral-mineral metamorfik, secara
berulang berasosiasi dalam ruang dan waktu dan menunjukkan hubungan umum antara
komposisi mineral dan komposisi kimia secara keseluruhan. Oleh karena itu fasies
metamorfisme terkait dengan kondisi metamorfisme yang berbeda, pada suhu dan tekanan yang
khusus, walaupun beberapa variabel, seperti PH2O juga dapat dipertimbangkan (Fettes dan
Desmond, 2007). Posisi relatif dari fasies metamorfik terhadap P-T dan lokasi pembentukan
fasies metamorfik pada zona subduksi dapat dilihat pada gambar 3.4 dan 3.5 secara berurutan.

Gambar 3.4. Fasies metamorfisme yang digambarkan oleh wilayah-wilayah pada grafik P-T (Winter,
2010).

a. Fasies Zeolite
Fasies zeolite merupakan fasies tingkat rendah, umumnya terbentuk dari alterasi
gelas vulkanik menjadi mineral zeolite berupa heulandite atau stibnite (terkadang berupa
analcime), bersama dengan mineral-mineral phyllosilicate, seperti celadonite, smectite,
kaolinite, atau montmorillonite, dan kuarsa atau mineral karbonat sekunder. Mineral kristalin

42
Modul Pengenalan Batuan

batuan beku tidak mengalami perubahan. Pada kedalaman yang sedikit lebih dalam, mineral
klorit dapat muncul, dan heulandite digantikan oleh laumontite, dan analcime oleh albite.
Wairakite merupakan mineral zeolite lain yang dapat terbentuk, yang umumnya lebih stabil
pada grade yang lebih tinggi dibandingkan laumontite.

b. Fasies Prehnite-pumpellyite
Fasies prehnite-pumpellyite merupakan salah satu fasies tingkat rendah selain fasies
zeolite. Pada bagian atas dari fasies zeolite, laumontite akan hilang dan digantikan oleh
mineral prehnite + pumpellyite + kuarsa yang menjadi stabil. (umumnya bersama dengan
albite, chlorite, phengite dan titanite). Fasies ini terbentuk sesaat sebelum fasies blueschist
dan greenschist terbentuk.

c. Fasies Greenschist
Dalam kondisi tekanan dan suhu fasies greenschist, batuan metabasaltik asal
punggungan tengah samudra (mid oceanic ridge basalt – MORB) terubah menjadi
greenschist dengan kumpulan mineral asosiasi berupa aktinolit + klorit + epidot + albit ±
kuarsa. Tiga mineral pertama memberikan warna hijau. Keempat mineral pertama
merupakan mineral yang harus ada dalam greenschist dan penciri fasies greenschist.
Fasies greenschist terbentuk pada suhu 300 oC hingga 500 oC dengan tekanan
rendah-menengah. Transisi antara fasies greenschist dan amphibolite bergradasi. Pada suhu
sekitar 450 oC, batuan metabasa akan membentuk mineral hornblende (menggantikan
aktinolit) sebagai hasil reaksi antara epidot dan klorit serta terbentuk pula plagioklas yang
lebih basa.

d. Fasies Amphibolite
Di bawah kondisi tekanan dan suhu fasies amphibolites, metabasalt terubah menjadi
amphibolites dengan kandungan plagioklas (oligoklas–andesine) + hornblende ± kuarsa.
Mineral hornblende menjadi penciri utama fasies ini hingga > 50 %. Pada suhu lebih rendah
dalam fasies ini, mineral epidot mungkin masih tersisa. Mineral garnet juga melimpah pada
banyak jenis amphibolites. Pada tingkat yang lebih tinggi dalam fasies ini, klinopiroksen
bisa hadir, tentu dalam kondisi tekanan tinggi.

43
Modul Pengenalan Batuan

e. Fasies Granulite
Fasies granulite terdiri dari batuan-batuan tingkat tinggi yang terbentuk pada suhu
tertinggi dari metamorfisme orogenik. Mineral penciri fasies ini terdiri dari klinopiroksen +
plagioklas ± kuarsa ± ortopiroksen. Klinopiroksen pada fasies ini merupakan hasil
replacement dari hornblende pada fasies amphibolite. Mineral-mineral hydrous lain seperti
mika tidak hadir dalam fasies ini, karena batuan dalam fasies ini terdehidrasi secara kuat dan
pembentukannya dipengaruhi oleh tekanan air yang tinggi.

f. Fasies Blueschist
Nama fasies blueschist berasal dari kehadiran glaukofan dan mineral-mineral sodic
amfibol yang lainnya. Mineral-mineral tersebut umumnya dijumpai bersama dengan mineral
lawsonit, zoisit, epidot, garnet, klorit, phengite, paragonit, kloritoid, talk, kyanit, jadeit,
ankerit dan aragonit. Dalam fasies ini mineral feldspar dan biotit tidak hadir dalam batuan.
Fasies blueschist terbentuk pada suhu rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu di
sepanjang gradien geotermal rendah yang terkait dengan proses subduksi.

g. Fasies Eclogite
Pada fasies eclogite, batuan dicirikan dengan kehadiran kelompok mineral ompachite
+ garnet, sementara plagioklas tidak hadir pada fasies ini. Eklogit merupakan batuan tekanan
tinggi yang terbentuk pada rentang suhu yang luas, dan terjadi pada tatanan geodinamik
yang berbeda. Low-T eklogit dihasilkan dari proses subduksi kerak samudra. Umumnya
dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral hydrous seperti kloritoid, zoisit dan talk disamping
mineral omfasit dan garnet. Intermediate-T eklogit dihasilkan dari penebalan akibat akresi
antara kerak benua. Eklogit tipe ini masih mengandung mineral hydrous, umumnya berupa
zoisit + phengite. Pada high-T eklogit, mineral hydrous tidak dijumpai lagi dan dicirikan
dengan kehadiran kyanit yang berasosiasi dengan omphacite dan garnet.
Fasies eclogite yang berupa lherzolite dapat mengandung pasangan mineral olivin +
garnet. Tidak ada batas tekanan pada fasies eclogite, namun istilah ultra-high pressure
metamorphism (UHPM) digunakan untuk batuan fasies eclogite yang mengandung mineral
coesite, yang telah mengalami metamorfosa pada kondisi di mana mineral coesite dapat
stabil.

44
Modul Pengenalan Batuan

h. Fasies Hornfels
Fasies Hornfels merupakan fasies yang terbentuk pada kondisi tekanan yang rendah
dan hanya dipengaruhi oleh perubahan temperatur yang signifikan pada daerah kontak
metamorfisme. Fasies ini terbagi menjadi 3, yaitu fasies albite-epidote hornfels, hornblende
hornfels, dan pyroxene hornfels. Fasies sanidite sangat jarang ditemukan, karena umumnya
hanya terbatas pada xenolith dalam magma basa atau pada bagian paling dalam dari zona
aureol kontak yang berhubungan dengan intrusi basa atau anorthosit. (pirometamorfisme).

Gambar 3.5. Lokasi pembentukan fasies-fasies metamorfisme pada zona subduksi (Winter, 2010).

C. STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

1. Struktur Batuan Metamorf


Struktur adalah susunan bagian massa batuan yang tidak tergantung kepada skala,
termasuk hubungan antara bagian-bagiannya, ukuran relatif, bentuk dan bentuk internal dari
masing-masing bagian. Secara umum struktur batuan metamorf dibagi menjadi 2 yaitu foliasi
dan non foliasi.
a. Foliasi, adalah struktur planar pada batuan metamorf sebagai akibat dari pengaruh tekanan
pada saat proses metamorfosa. Beberapa contoh diantaranya adalah:

45
Modul Pengenalan Batuan

1. Slaty cleavage, adalah tipe struktur yang menunjukkan belahan kontinyu dimana individu
butiran kristal terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Contoh batuan: Slate.
2. Phyllitic, adalah struktur batuan metamorf yang memiliki ukuran butir halus sampai
sedang yang dicirikan oleh kilap yang berkilau serta skistositas baik yang dihasilkan oleh
susunan parallel filosilikat. Contoh batuan: Phyllite.
3. Schistosic, adalah tipe struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang baik.
Skitositas tersebut bisa tersebar seragam di seluruh batuan maupun membentuk zona
berulang dengan jarak antar zonanya kecil, beberapa sentimeter atau kurang. Contoh
batuan: Schist.
4. Gneissic, merupakan tipe struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang buruk
, atau jika skistositasnya berkembang baik, maka akan memiliki spasi yang luas, lebih
dari 1 cm. Contoh batuan: Gneiss.
5. Mylonitic, adalah struktur yang dicirikan oleh skistositas yang berkembang baik
dihasilkan dari pengurangan ukuran butir akibat tektonik. Pada umumnya mengandung
porfiroklas bundar serta fragmen litik yang memiliki komposisi yang sama dengan
komposisi matriksnya. Contoh batuan: Mylonite.
b. Non foliasi, adalah struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan penjajaran
mineral-mineral dalam batuan tersebut. Beberapa contoh diantaranya adalah:
1. Granofelsic, adalah tipe struktur yang dihasilkan oleh ketidakhadiran skistositas seperti
pada butiran-butiran mineral ataupun agregat butiran mineral yang equant (persegi). Atau
jika tidak persegi memiliki orientasi yang acak. Bisa terdapat perlapisan secara
mineralogi maupun litologi. Contoh batuan: Granofels.
2. Hornfelsic, adalah struktur yang memiliki ukuran butir halus yang saling mengunci
(interlocking), ukuran dan bentuknya bisa bervariasi. Contoh batuan: Hornfels.
3. Cataclastic, adalah struktur yang dicirikan oleh ketidakhadiran skistositas, porfiroklas
umumnya runcing serta fragmen litik tertanam dalam matriks yang berukuran lebih halus
serta memiliki komposisi yang sama. Contoh batuan: Cataclastite.

2. Tekstur Batuan Metamorf


Tekstur adalah ukuran relatif, bentuk serta hubungan antar bentuk butiran internal pada
batuan. Kata kunci: pengamatan utama pada sayatan tipis. Beberapa tekstur batuan metamorf
diantaranya adalah:
a. Ukuran kristal,

46
Modul Pengenalan Batuan

- <0.1 mm sangat halus - 5-10 mm kasar


- 0.1-1 mm halus - > 10 mm sangat kasar
- 1-5 mm sedang
b. Bentuk kristal,
- Idioblastic : jika butiran kristal euhedral
- Subidioblastic : jika butiran kristal subhedral
- Xenoblastic : jika butiran kristal anhedral
c. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfisme,
1. Relict / sisa masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya. Awalan ‘blasto’ digunakan
untuk penamaan tekstur batuan metamorf ini. Contoh tekstur: blasto-porfiritik, blasto-
ofitik, dll. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini sering disebut batuan metabeku
atau metasedimen.
2. Kristaloblastik terbentuk karena proses metamorfisme itu sendiri. Batuan dengan tekstur
ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya
menggunakan akhiran -blastik. Contoh tekstur: granuloblastik, porphyroblastik, dll.
d. Tekstur utama pada batuan metamorf, (angka dalam kurung menunjukkan ilustrasi tekstur
yang sesuai dalam gambar 3.6.)
1. Tekstur batuan tanpa orientasi mineral yang khas = tipe tekstur granoblastik
(1) Isogranular : mineral xenomorfik dengan ukuran kristal seragam.
(2) Polygonal, mosaic : seperti isogranular namun batas mineral terlihat lebih lurus
ataupun sedikit lengkung dengan banyak triple junction.
(3) Heterogranular : mineral dengan ukuran beragam.
2. Tekstur batuan yang sangat tergantung pada unsur pokoknya.
(4) Lepidoblastik : mineral pipih, lebih kurang berorientasi.
(5) Nematoblastik : seperti jarum atau mineral panjang prismatik.
(6) Porfiroblastik : banyak poikiloblst dengan inklusi helicitic.
(10) Tekstur sheaf
(11) Tekstur rosette
(13) Tekstur vermicular
3. Tekstur batuan yang dihasilkan oleh kombinasi A+B
(7) Grano-lepidoblastik = (1), (2), atau (3) + (4)
(8) Grano-nematoblastik = (1), (2), atau (3) + (5)
(9) Grano-porfiroblastik (1), (2), atau (3) + (6)

47
Modul Pengenalan Batuan

4. Tekstur batuan yang memperlihatkan mineral atau grup mineral yang bundar atau
spheroidal.
(12) Tekstur nodular (15) Tekstur augen (lensa)
(14) Tekstur coronitic (korona)

48
Modul Pengenalan Batuan

Gambar 3.6. Ilustrasi tekstur dalam batuan metamorf

49
Modul Pengenalan Batuan

D. MINERAL-MINERAL UMUM PADA BATUAN METAMORF

Mineral yang hadir pada batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh tipe protolith (batuan
asal sebelum termetamorfosa) dan proses metamorfosa itu sendiri. Beberapa tipe protolith yang
umum pada batuan metamorf adalah:
1. Ultramafik – Kandungan Mg, Fe, Ni, Cr sangat tinggi  Serpentinit
2. Mafik – Kandungan Fe, Mg dan Ca tinggi  Metabasa
3. Shale (pelitic) – kandungan Al, K, Si tinggi  Metapelite
4. Karbonat – kandungan Ca, Mg, CO2 tinggi  Marmer
5. Kuarsa – hampir murni SiO2  Kuarsit
6. Kuarsa – feldspar – kandungan Si, Na, K, Al tinggi  metapsammite
Beberapa mineral-mineral indeks pada batuan metamorf berdasarkan protolith dan fasies
metamorfosa dapat dilihat pada tabel 3.1.

E. TATANAMA

Tidak seperti batuan beku dan sedimen yang telah memiliki tatanama dan klasifikasi yang
pasti, batuan metamorf menerapkan klasifikasi dan tatanama yang lebih simpel dan fleksibel.
Pemberian nama dan identifikasi pada batuan metamorf dapat berdasarkan jenis protolith,
struktur dan tekstur, nama spesifik, dan kombinasi mineralogi dari elemen-elemen tersebut.
Contoh tatanama pada batuan metamorf :
1. Berdasarkan jenis protolith
Tatanama batuan metamorf menggunakan protolith dapat digunakan dengan 2 alasan:
a. Asal mula batuan sebelum termetamorfosa dianggap penting untuk menjelaskan sejarah
geologi dari daerah penelitian.
b. Proses metamorfosa yang terjadi tidak dominan sehingga mineralogy, struktur dan tekstur
batuan asal masih dapat diamati dengan jelas.
Contoh penggunaan tatanama ini adalah: metatonalite, metabasalt, meta-arkose, dll.
2. Berdasarkan struktur dan tekstur
Struktur dan tekstur pada batuan metamorf telah dijelaskan pada subbab sebelumnya dan
dapat digunakan sebagai nama batuan metamorf. Contoh : spotted-schist, gneiss, phyllite,

50
Modul Pengenalan Batuan

augen-mylonite, dll. Karena tatanama tersebut dianggap masih luas dan tidak spesifik,
penggunaannya sering dikombinasikan dengan komposisi mineral.
3. Berdasarkan nama spesifik
Nama spesifik batuan metamorf dapat pula berasosiasi dengan fasies batuan metamorf atau
tidak. Beberapa contoh nama spesifik batuan metamorf yang umum adalah:

Amfibolit Sekishijau Sekisbiru


Cataclasite Hornfels Kuarsit
Eklogit Marmer Serpentinit
Granulit Migmatit Skarn

4. Kombinasi mineralogi
Tatanama batuan metamorf dengan kombinasi mineralogi adalah yang paling umum
digunakan oleh ahli-ahli petrologi batuan metamorf. Pada beberapa kasus, tatanama ini tidak
serta-merta bisa digunakan langsung pada pengamatan megaskopis. Seringkali tatanama ini
membutuhkan pengamatan detil dengan menggunakan mikroskop dan kimia mineral.
Mineral yang digunakan pada tatanama ini adalah mineral indeks atau mineral penting yang
hadir pada proses metamorfosa dengan menambahkan tanda penghubung (-) pada tiap
mineral. Untuk tatanama dalam bahasa inggris, nama batuan metamorfnya diletakkan di
belakang, sedangkan pada bahasa Indonesia diletakkan di depan. Contoh penggunaan
tatanama ini adalah: garnet-mica-quartz schist (Ing; Ind: sekis garnet-mika-kuarsa),
amfibolit garnet-biotit, granulit garnet-silimanit, milonit garnet-mika-kuarsa, dll.

Prosedur identifikasi dan tatanama batuan metamorf secara resmi dari IUGS dapat dilihat pada
gambar di halaman selanjutnya.

51
Modul Pengenalan Batuan

52
Modul Pengenalan Batuan

GL 1. If the rock features are dominated by those of the protolith or the protolith may be determined by the context of the
rock then a protolith name may be applied. Protolith-based names are particularly recommended for weakly metamorphosed
rocks, especially where the use of a structural root name would be considered contrary to established practice For example,
with a metamorphosed sandstone the name 'biotite-quartz-feldspar metasandstone' should take precedence over 'biotite-
quartz-feldspar gneiss (or granofels)'.
GL 2. If the rock contains =75% modally of one mineral then it may be named by adding the suffix 'ite' to the dominant
mineral (for example, biotitite, epidotite, glaucophanite).
GL 3a. If the rock fits the definition of one of the well-known and commonly used specific names then it is generally
appropriate to use that specific term There is no absolute rule on when to use or not to use a specific name. However a
specific name will generally take preference over the equivalent systematic/structural root name if the specific name is well
established or understood or if it is more concise or gives greater detail than the systematic alternative (for example marble
rather than calcite granofels, amphibolite rather than hornblende-plagioclase granofels, slate and phyllite as types of schist).
Conversely, a systematic name is more appropriate where there is no specific name or a possible specific name is little used,
ambiguous or poorly defined.
GL 3b. If the context or genesis (that is, the metamorphic processes forming the rock) of the rock is known and particularly
if it is desirable to emphasise this or give additional or detailed information about the context or genesis of the rock then the
appropriate specific name should be used (for example, nebulite, blastomylonite, tektite, hornfels). In this case the names
should conform to those in the relevant SCMR paper

53
Modul Pengenalan Batuan

Tabel 3.1. Mineral indeks pada batuan metamorf (Bucher dan Grapes,
2011)

54
Modul Pengenalan Batuan

F. CONTOH DESKRIPSI BATUAN METAMORF

1. Foliasi
No Peraga : 001
Deskripsi Batuan:
Batuan berwarna abu-abu, tekstur berdasarkan ukuran kristal sedang (1-5 mm), tekstur
berdasarkan bentuk kristal subidioblastik, tekstur berdasarkan ketahanan terhadap
metamorfisme kristaloblastik, tekstur utama lepidoblastik, struktur foliasi skistosik,
komposisi mineral muskovit, biotit, plagioklas dan klorit.
Deskripsi Mineralogi :
- Muskovit berwarna … (dst; seperti deskripsi mineral pada praktikum mineralogi)
- Biotit berwarna … (dst; seperti deskripsi mineral pada praktikum mineralogi)
- Plagioklas berwarna … (dst; seperti deskripsi mineral pada praktikum mineralogi)
- Klorit berwarna … (dst; seperti deskripsi mineral pada praktikum mineralogi)
Nama Batuan
- Berdasarkan kombinasi mineralogi : Sekis mika

2. Non-Foliasi
No Peraga : 008
Deskripsi Batuan:
Batuan berwarna kuning, tekstur berdasarkan ukuran kristal sedang (1-5 mm), tekstur
berdasarkan bentuk kristal xenoblastik, tekstur berdasarkan ketahanan terhadap
metamorfisme kristaloblastik, tekstur utama isogranular, struktur non-foliasi hornfelsik,
komposisi mineral kuarsa.
Deskripsi Mineralogi :
- Kuarsa berwarna … (dst; seperti deskripsi mineral pada praktikum mineralogi)
Nama Batuan
- Berdasarkan nama spesifik : Kuarsit

35
Modul Pengenalan Batuan

G. REFERENSI

Bard, J.P., 1980, Microtextures of Igneous and Metamorphic Rocks, Riedel Publishing
Company, Holland.
Butcher, K., dan Grapes, R., 2011, Petrogenesis of Metamorphic Rock, Springer, New
York.
Fettes dan Desmond, 2007, IUGS Subcommission on the Systematics of Metamorphic
Rocks: Web version 01/02/07

36
Modul Pengenalan Batuan

Lampiran
Daftar singkatan mineral

37
Modul Pengenalan Batuan

38
Modul Pengenalan Batuan

39

Anda mungkin juga menyukai