Nim : G011191086
Asisten : Irwan Febriawan
Oleh karena itu, tidak jarang batuan metamorf memiliki bentuk, tekstur, dan warna yang
relatif lebih unik dan menarik dibandingkan dengan batuan-batuan lainnya.
batuan metamorf hanya terbentuk ketika terjadi proses metamorfisme khusus di permukaan
bumi. Batuan ini tidak terbentuk secara langsung, melainkan harus melalui proses
metamorfisme ini. Proses ini akan mengubah batuan induk yang berupa batuan beku ataupun
batuan sedimen menjadi batu metamorf dengan karakteristik dan bentuk serta warna yang
berbeda dibandingkan dengan batuan aslinya.
Secara umum, proses pembentukan batuan metamorf dapat disederhanakan menjadi beberapa
tahapan
Awalnya, semua batuan metamorf berasal dari batuan induk yang dikenal sebagai protolith.
Batuan ini kemudian terkena proses metamorfisme yang dipengaruhi oleh tekanan tinggi dan
suhu yang tinggi pula.
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme batuan.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
Temperatur
Tekanan
Perubahan Kimiawi
Agar kalian dapat dengan lebih mudah memahami ketiga faktor dan proses diatas, dibawah
ini kita akan membahas secara lebih detail ketiganya
Perubahan Temperatur
Temperatur juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme.
Temperatur yang tinggi dapat membuat batuan meleleh dan membeku kembali. Jika
dipadukan dengan tekanan yang tinggi, suatu batu dapat melampaui titik lelehnya tanpa
meleleh, sehingga menciptakan bentuk kristalisasi dan komposisi yang unik. Umumnya,
perubahan temperatur ini disebabkan oleh masuknya batuan protolith ke dalam kerak bumi.
Seperti yang kita ketahui, semakin dalam lapisan bumi, maka semakin tinggi suhunya.
Selain itu, perubahan temperatur ini juga dapat disebabkan oleh gesekan antara batuan. Gaya
gesek antara dua batuan dapat menyebabkan terjadinya panas di perbatasan kedua batuan
tersebut. Umumnya, pada proses metamorfisme, suhu yang mempengaruhi proses tersebut
berada di kisaran 350-1200 derajat celsius.
Perubahan Tekanan
Tekanan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses metamorfisme. Tekanan
yang tinggi dapat membuat batu mengalami rekristalisasi atau pembentukan kristal-kristal
baru, sehingga mengubah tekstur dan juga kondisi pengkristalannya. Untuk menyebabkan
rekristalisasi dan metamorfisme, menurut Jackson dibutuhkan setidaknya tekanan sekitar
10.000 bar.
Perubahan tekanan ini umumnya disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik, longsoran,
ataupun aktivitas lainnya yang menimbun dan menekan batuan protolith tersebut. Semakin
banyak lapisan tanah dan batuan yang menekan batu induk tersebut, maka semakin tinggi
pula tekanannya dan semakin cepat proses metamorfisme terjadi.
Perubahan Kimiawi
Selain faktor tekanan dan juga suhu, aspek perubahan kimiawi juga penting dalam proses
metamorfisme. Hal ini umumnya terjadi ketika ada katalis seperti air, asam hidroklorik,
karbon dioksida, ataupun zat kimiawi lainnya yang mempengaruhi batuan induk tersebut.
Proses kimiawi ini dapat menyebabkan batuan mengalami rekristalisasi dan perubahan
struktur/komposisi tanpa harus melewati fase pencairan terlebih dahulu.
Fasies Metamorfisme
Menurut Turner, fasies metamorfisme terbagi menjadi dua jenis yaitu fasies metamorfisme
kontak dan fasies metamorfisme regional. Berikut ini kita akan mencoba untuk membahas
kedua jenis fasies ini
Fasies metamorfisme kontak sesuai dengan namanya, dipengaruhi oleh penambahan suhu dan
juga kontak dengan magma yang panas. Secara umum, terdapat 4 tingkatan metamorfisme
kontak
Fasies sanadinit
Fasies Hornfels-Epidot umumnya berkembang pada bagian luar dari kontak magma sehingga
dipengaruhi oleh suhu dan tekanan yang tidak terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya
rekristalisasi dan metamorfosa yang tidak sempurna.
Ciri dari fase ini adalah terbentuknya struktur relic yang tidak stabil dari batuan induknya.
Fasies Hornfels-Hornblende terbentuk pada tekanan yang masih rendah, namun suhu yang
lebih tinggi dari fasies hornfels-epidot. Fasies ini memiliki ciri khusus yaitu tidak
ditemukannya mineral klorit.
Oleh karena itu, kondisi ini hanya bisa dicapai disekitar daerah yang dekat dengan zona
kontak magma. Namun, suhunya tidak boleh terlalu tinggi karena nanti akan melebur dan
melewati fase cair dalam siklus batuan menjadi magma.
Selain metamorfisme kontak, ada pula fasies metamorfisme regional yang dipengaruhi oleh
tekanan dan juga suhu yang tinggi. Fasies ini dibedakan menjadi 7 fase yaitu
Fasies zeolit
Fasies prehnite-pumpellyite
Fasies green schist
Fasies blue schist
Fasies amfibolit
Fasies granulit
Fasies eklogit
Sesuai dengan namanya, fasies ini meliputi daerah yang persebarannya luas dan umumnya
masuk kedalam sabuk pegunungan yang dipengaruhi oleh gerak orogenesis.
Jika temperatur dan tekanan sudah lumayan tinggi, maka akan masuk kepada fasies green
schist. Fasies ini memiliki persebaran yang sangat luas di permukaan bumi. Mineral utama
penyusunnya adalah Glaukofan, Lawsonite, dan Jadeite. Contoh dari batuan yang masuk
kedalam fasies ini adalah Basalt, Tuff, Greywacke, dan Rijang.
Setelah fasies green schist, seiring dengan penambahan tekanan dan suhu, akan bergerak
kepada fasies amfibolit. Fasies ini terbentuk pada suhu yang tinggi dan tekanan yang
menengah. Persebaran fasies ini tidak seluas fasies sekis hijau diatas.
Fasies selanjutnya adalah fasies granulite. Fasies ini terbentuk pada tekanan menengah dan
suhu yang sangat tinggi. Fasies ini adalah hasil metamorfisme derajat tinggi dan
menghasilkan batuan metamorf gneiss.
Fasies metamorfisme terakhir adalah eklogit yang menempati fasies paling tinggi karena
terbentuk pada tekanan dan temperatur yang sangat tinggi. Batuan ini umumnya terbentuk
pada zona penimbunan yang cukup dalam di bawah permukaan bumi.
Jenis-Jenis Metamorfisme
Setelah mempelajari 3 faktor dan proses yang mempengaruhi metamorfisme, sekarang kita
akan meninjau jenis-jenis metamorfisme yang ada pada proses pembentukan batuan
metamorf.
1. Metamorfisme Kontak/Termal
2. Metamorfisme Dinamo
3. Metamorfisme Regional
4. Metamorfisme Kataklastik
5. Metamorfisme Hidrotermal
6. Metamorfisme TIndihan
7. Metamorfisme Impact/Tumbukkan
Proses metamorfisme ini, meskipun terjadi secara masif, tetap membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mengubah batuan induk menjadi batuan metamorf sempurna. Selain waktu
yang lama, proses ini juga membutuhkan kondisi lingkungan sekitar yang mendukung.
Metamorfisme Kontak
Metamorfisme kontak atau kerap disebut sebagai metamorfise termal adalah proses
perubahan batuan induk menjadi batuan metamorf yang disebabkan oleh kontak dengan
magma yang menyebabkan perubahan suhu.
Batuan yang berbeda-beda memiliki respon yang berbeda pula terhadap proses metamorfisme
kontak ini. Ada batuan yang langsung berubah menjadi batuan lain, ada pula batuan yang
perlu waktu yang lebih lama.
Selain itu, jarak dari batu tersebut dengan dapur magma atau intrusi magma juga
berpengaruh. Semakin dekat maka derajat metamorfisme nya pun akan lebih tinggi. Hal ini
terjadi karena gradien temperatur nya pun menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah sekitarnya.
Metamorfisme Dinamo
Metamorfisme dinamo atau kerap disebut pula sebagai metamorfisme tekanan adalah
metamorfisme yang terjadi karena adanya tekanan terhadap batuan induk.
Umumnya, tekanan yang tinggi ini disebabkan oleh peristiwa tektonik dimana ada tekanan
dari lempeng tektonik terhadap suatu batuan. Contohnya adalah pada bidang kontak dari
sesar dan juga patahan-patahan yang membentuk cermin gesekan ataupun tepung milonit.
Metamorfisme Regional
Metamorfisme regional, atau kerap dikenal juga sebagai metamorfisme dinamik adalah
proses dimana batuan induk mengalami perubahan karena tertimbun dibawah permukaan
bumi.
Metamorfisme ini disebut sebagai metamorfisme regional karena umumnya terjadi di wilayah
yang luas dan secara masif. Penimbunan ini menyebabkan batuan tersebut mendapatkan
tekanan yang tinggi dari material penimbunnya serta suhu yang tinggi pula karena ada efek
gradien temperatur bumi. Sebagian besar bagian bawah kerak benua merupakan batuan
metamorf yang mengalami metamorfisme regional dan efek metamorfisme kontak pula pada
saluran-saluran magma dekat gunung berapi.
Metamorfisme Kataklastik
Metamorfisme kataklastik terjadi akibat deformasi mekanis pada suatu batuan. Contohnya
adalah ketika dua batuan bergeser melewati satu dengan yang lainnya sepanjang zona sesar.
Gerakan tersebut akan menghasilkan tekanan mekanis sehingga terjadi deformasi mekanis,
selain itu, akan terjadi juga deformasi karena efek panas dari gesekannya. Metamorfisme
jenis ini cukup langka dan hanya dapat ditemukan pada zona antar lempeng ataupun zona
lainnya dimana aktivitas tektonik cukup aktif dan menghasilkan bentang alam seperti patahan
dan sesar.
Metamorfisme Hidrotermal
Metamorfisme Tindihan
Metamorfisme tindihan pada dasarnya cukup mirip dengan metamorfisme regional, namun,
perbedaannya adalah disini tidak perlu ada stress ataupun tekanan diferensial yang tinggi.
Ketika batuan, umumnya batuan sedimen terkubur hingga kedalaman beberapa ratus meter,
tekanan dan suhu yang cukup tinggi pada daerah tersebut akan menyebabkan batuan
mengalami proses metamorfisme batuan. Material utama yang dihasilkan oleh proses
metamorfisme ini adalah mineral zeolit. Seiring dengan meningkatnya luas wilayah, suhu,
serta tekanan yang diterima batuan induk, maka metamorfisme ini dapat berubah menjadi
metamorfisme regional yang sudah dijelaskan diatas.
Metamorfisme Impact/Tumbukkan
Metamorfisme tumbukan terjadi ketika material dari luar bumi seperti komet ataupun
meteorit jatuh dan menghantam permukaan bumi. Tumbukan ini menyebabkan tekanan yang
sangat besar pada batu-batuan sehingga mentransformasikannya menjadi batuan metamorf.
Tekanan ini menciptakan material-material yang hanya stabil pada tekanan tinggi, salah
satunya adalah polimorf SiO2 seperti Koesit dan Stishofit.
Selain itu, tekanan yang tinggi ini juga dapat menghasilkan tekstur kerucut-pecah yang
dikenal sebagai shock lamellae pada batuan yang terdampaknya. Umumnya, metamorfisme
impact ini akan menghasilkan batu-batuan metamorf yang memiliki karakteristik, bentuk, dan
warna yang unik dibandingkan dengan batuan lainnya.
Batuan metamorf memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan batuan lain pada
umumnya. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri yang yang dapat kalian gunakan untuk
membedakan batuan ini
Warna
Tekstur
Struktur
Bentuk Kristal
Komposisi Mineral
Agar kalian dapat memahami dengan lebih baik kelima ciri yang sudah dijelaskan diatas, kita
akan mencoba untuk membahas secara lebih rinci kelima ciri tersebut dibawah ini
Warna
Proses metamorfisme dan komposisi mineral yang berbeda-beda pada batuan induknya
menyebabkan batuan metamorf hasil metamorfisme ini memiliki warna yang berbeda-beda
pula.
Contohnya adalah feldspar, kuarsa, mika, dan plagioklas yang berwarna terang keputih-
putihan. Tentu saja batuan yang mengandung mineral tersebut akan menghasilkan batuan
metamorf yang berbeda dengan yang mengandung ortoklas, olivin, ataupun muksovit. Oleh
karena itu, warna dapat kalian gunakan untuk membeda-bedakan batuan metamorf dan
menerka batu apa yang menjadi batuan induknya atau protolith nya.
Tekstur
Tekstur terdiri dari bentuk, susunan, dan ukuran butir mineral yang ada pada batuan tersebut.
Secara umum, terdapat 2 macam tekstur yang dapat kalian temukan pada batuan metamorf
yaitu tekstur relik dan kristaloblastik. Relik atau sisaan adalah tekstur batuan asal yang masih
dapat kalian lihat dan amati pada batuan metamorf dengan mata telanjang. Hal ini dapat
mempermudah kalian untuk menerka batu apa yang menjdi penyusun batuan metamorf
tersebut. Kristaloblastik adalah mineral yang terkandung pada batuan yang sudah
terkristalisasi. Tekstur kristalisasi ini terbentuk karena proses metamorfisme itu sendiri,
bukan berasal dari batuan asalnya.
Struktur
Secara umum, terdapat 2 jenis struktur yang ada pada batuan metamorf, yaitu struktur foliasi
dan non-foliasi. Struktur foliasi artinya adalah terdapat lapisan-lapisan yang menyerupai
garis-garis atau lembaran pada batu tersebut. Hal ini merupakan akibat dari aktivitas
pensejajaran mineral ketika mengalami proses metamorfisme. Seiring dengan meningkatnya
derajat metamorfisme, umumnya garis foliasinya pun semakin jelas terlihat.
Struktur non-foliasi adalah batuan metamorf yang tidak memiliki garis-garis sejajar tersebut.
Hal ini terjadi karena proses pensejajaran terjadi dengan tidak sempurna, atau terdapat proses
pensejajaran yang sporadis sehingga tidak membentuk lapisan-lapisan yang jelas terlihat.
Bentuk Kristal
Bentuk kristal pada batuan metamorf umumnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu kristal berjenis
Euhedral
Subhedral
Anhedral
Euhedral adalah bentuk kristal sempurna yang memiliki batasan-batasan yang jelas, tegas,
dan teratur, sesuai dengan pola-pola kristal pada umumnya. Bentuk kristal ini adalah yang
paling baik dan jelas diantara ketiga jenis kristal yang ada. Subhedral adalah kristal yang
terbatasi dengan tidak jelas serta kurang teratur jika dibandingkan dengan euhedral. Anhedral
adalah kristal yang batasan bidang-bidangnya tidak jelas serta memiliki pola kristal yang
tidak teratur. Kristal ini merupakan kristal yang paling tidak teratur dan tidak sempurna
pembentukannya.
Komposisi Mineral
Mineral yang mendukung dan banyak terlibat pada proses metamorfisme antara lain adalah
garnet, andalusit, kyanite, silimanit, dan stauroli. Minera-mineral tersebut berfungsi sebagai
pembentuk batuan metamorf dan dikenal sebagai mineral metamorfik. Mineral ini pada
akhirnya bisa membentuk batuan metamorf melalui proses metamorfisme yang dipengaruhi
oleh tekanan dan suhu yang tinggi di perut bumi.
Secara umum, terdapat 3 jenis batuan metamorf yang ada dan dapat kita amati pada
kehidupan sehar-hari. Ketiga jenis batuan ini antara lain adalah
Agar kalian dapat dengan lebih mudah memahami ketiga jenis batuan tersebut, kita akan
mencoba membahas secara lebih detail satu per satu dibawah ini
Batuan metamorf kontak adalah batuan yang mengalami metamorfisme karena adanya
aktivitas magma ataupun suhu yang sangat tinggi disekitar batuan induknya. Temperatur
yang sangat tinggi dari magma ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, warna, dan
karakteristik dari batuan induk tersebut,
Pada batuan metamorf kontak, semakin dekat batuan tersebut dengan sumber panas yaitu
magma ataupun intrusi magma, maka semakin tinggi pula derajat metamorfismenya. Contoh
dari batuan metamorf kontak ini adalah batu kapur yang berubah menjadi batu marmer.
Contoh lainnya adalah batuan batolit, lakolit, dan juga sill yang dipengaruhi oleh intrusi
magma ke dalam lapisan-lapisan batuan di kerak bumi.
Batuan metamorf dinamo adalah batuan yang mengalami metamorfisme karena efek tekanan
yang tinggi dari aktivitas tenaga endogen dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, tekanan
yang tinggi dari penimbunan oleh material lain juga dapat menciptakan batuan jenis ini.
Umumnya, batuan ini terbentuk pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas tektonik aktif
seperti daerah sesar, patahan ataupun perbatasan lempeng bumi. Hal ini terjadi karena daerah
tersebut senantiasa mengalami tekanan dan juga pergerakan-pergerakan kecil.
Berbeda dengan batuan metamorf kontak, batuan dinamo ini umumnya ditemukan di bagian
atas kerak bumi. Hal ini terjadi karena proses metamorfisme tekanan ini umumnya terjadi
pada permukaan bumi alih-alih di dalam perut bumi. Meskipun begitu, banyak juga batuan
metamorf di dalam perut bumi yang mengalami metamorfisme regional penimbunan
sehingga membentuk batuan dinamo dan juga batuan kontak serta gabungan antara keduanya.
Contoh dari batuan metamorf ini adalah batu lumpur yang berubah menjadi batu tulis
atau slate. Contoh lainnya adalah batuan serbuk atau serpih. Batu bara juga dapat dianggap
sebagai contoh batuan metamorf dinamo ini karena terbentuk dari penyatuan massa organik
menjadi suatu batuan yang kompak dalam waktu yang cukup lama.
Batuan metamorf kontak penumatolistis adalah batuan yang mengalami metamorfisme akibat
adanya pengaruh gas-gas yang ada pada magma. Gas-gas panas tersebut menyebabkan
perubahan komposisi kimiawi dan mineral pada batuan tersebut. Contohnya adalah batu
kuarsa yang berubah menjadi turmalin berkat kontak dengan gas borium. Kuarsa juga dapat
berubah menjadi topaz dengan bantuan gas florium
Untuk lebih memahami batuan metamorf yang sudah dijelaskan diatas, ada baiknya kita
melihat contoh-contohnya di kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa batuan
metamorf yang kerap kalian temukan
Batu tulis/Slate
Filit
Gneiss
Sekis/Schist
Marmer
Kuarsit
Milonit
Filonit
Serpetinit
Hornfels
Agar kalian bisa lebih memahami karakteristik setiap batuan tersebut, maka kita akan
mencoba untuk membahas satu per satu batuan yang disebutkan diatas
Slate
Batu tulis atau slate terbentuk dari proses metamorfisme terhadap batuan sedimen
mudstone, shale, ataupun batu lempung. Proses ini terjadi pada temperatur dan tekanan yang
rendah. Umumnya, batu tulis memiliki struktur foliasi slaty cleavage dan tersusun atas butir
yang sangat halus.
Seperti yang kita lihat diatas, karena batuan ini mengalami metamorfisme pada tekanan dan
suhu yang rendah, maka derajat metamorfismenya pun relatif lebih rendah.
Filit
Filit merupakan batuan metamorf yang tersusun dari mineral kuarsa, cericite, mika, dan
klorit. Batuan ini merupakan kelanjutan dari proses metamorfisme yang terjadi pada batuan
Slate diatas.
Gneiss
Gneiss adalah batuan metamorf yang terbentuk dari proses metamorfisme batuan beku dalam
kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi. Pada batuan ini, kita dapat menemukan
rekristalisasi dan foliasi dari mineral kuarsa, feldspar, mika, serta amphibol.
Warna : Abu-abu
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar yang tampak berselang-seling dengan lapisan tipis
amphibole dan mika.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, karena mengalami proses metamorfisme yang cukup
lama dalam kondisi tekanan dan suhu yang tinggi, maka derajat metamorfisme dari batuan
gneiss ini juga tergolong tinggi.
Schist
Btauan Schist atau kerap disebut sebagai sekis adalah batuan yang mengandung mineral
mika, grafit, dan hornblende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi lapisan-
lapisan yang bergelombang yang ditunjukkan dengan adanya krista-kristal yang mengkilap.
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
Batuan sekis ini merupakan salah satu batuan yang mengalami derajat metamorfisme cukup
tinggi dan mengalami foliasi karena dipengaruhi oleh proses metamorfisme yang cukup
intens.
Marmer
Batu marmer adalah salah satu batuan yang cukup terkenal dan sering kita lihat di kehidupan
sehari-hari. Ternyata, batu ini adalah batuan metamorf yang terbentuk dari batuan gamping.
Batu gamping mendapat tekanan dan panas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
perubahan struktur dan rekristalisasi kalsit pada batuan tersebut. Oleh karena itu, batu ini
umumnya terdiri dari kalsium karbonat yang telah terpadatkan, kompak, dan tidak memiliki
foliasi apapun.
Warna : Bervariasi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi
dengan HCl.
Kuarsit
Batuan kuarsit adalah sejenis batuan metamorf yang tergolong keras dan kuat. Batu ini
terbentuk ketika batu pasir (sandstone) mendapat tekanan dan suhu yang tinggi, sehingga
menyebabkan proses metamorfisme.
Komposisi : Kuarsa
Proses metamorfisme ini menyebabkan kuarsa yang terkandung pada batu pasir mengalami
rekristalisasi, sehingga menghasilkan batu kuarsit yang memiliki struktur dan ciri yang jauh
berbeda dari struktur batuan induknya. Selain itu, batuan ini tidak memiliki struktur foliasi
meskipun derajat metamorfismenya cukup tinggi.
Milonit
Milonit adalah batuan metamorf kompak yang terbentuk dari rekristalisasi dinamis mineral
pokok saat proses metamorfisme. Proses ini menyebabkan pengurangan ukuran butir-butir
batuan sehingga menjadi lebih kompak dan kecil.
Pada batuan milonit, meski derajat metamorfismenya cukup tinggi, tidak ada foliasi yang
terbentuk dengan jelas. Selain itu, butiran-butiran yang terbentuk pada batuan milonit ini
umumnya cukup halus dan dapat dibelah, layaknya batuan Schist diatas.
Filonit
Filonit adalah batuan metamorf yang memiliki derajat metamorfisme lebih tinggi
dibandingkan dengan batuan Slate. Batuan ini umumnya terbentuk dari proses metamorfisme
pada batuan Shale dan mudstone. Batuan Filonit ini cukup mirip dengan milonit, namun
ukuran butirannya lebih besar dan kasar dibandingkan dengan milonit serta tidak memiliki
orientasi yang jelas. Selain itu, batuan ini juga kaya aka mineral filosilikat yaitu Klorit dan
Mika.
Sama seperti milonit, meskipun batuan ini memiliki derajat metamorfisme yang cukup tinggi,
tetap tidak ada struktur foliasi yang terbentuk dengan jelas pada batuan Filonit.
Serpetinit
Serpentinit adalah batuan yang terdiri dari satu atau lebih mineral serpentine. Batuan ini
terbentuk melalui proses serpentinisasi yaitu sebuah proses metamorfisme temperatur rendah
yang melibatkan air.
Komposisi : Serpentine
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari
Pada proses serpentinisasi, keberadaan tekanan dan air akan mengoksidasi serta
menghidrolisasi mineral silika mafic dan batuan ultramafic sehingga berubah menjadi
serpentinit.
Hornfels
Batuan Hornfels terbentuk ketika batu Shale dan Claystone mengalami metamorfisme yang
disebakan oleh temperatur dan intrusi batuan beku. Metamorfisme ini kerap dikenal sebagai
metamorfisme kontak ataupun termal.
Karena proses metamorfismenya yang melibatkan panas, maka hornfels umumnya terbentuk
dekat dengan kantung magma. Meskipun begitu, metamorfisme ini tidak dapat menghasilkan
foliasi yang jelas terlihat.
Batuan metamorf memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, berikut ini adalah
beberapa contoh penggunaan batuan metamorf untuk menunjang aktivitas manusia.
Batuan metamorf yang memiliki kilauan unik dan karakteristik menarik kerap digunakan
sebagai bahan perhiasan ataupun dekorasi rumahan. Contoh yang cukup terkenal adalah
batuan Lapis Lazuli berwarna biru yang kerap digunakan sebagai bahan gelang dan perhiasan
lainnya.
Selain itu, marmer dan batuan metamorf lain yang memiliki pola-pola unik juga sering
digunakan sebagai lantai atau bahan dekoratif rumahan lainnya. Contohnya sebagai meja
makan dan dapur (kitchen countertop) ataupun sebagai pilar-pilar pada fasad bangunan.
Bahan Konstruksi
Marmer adalah salah satu batuan metamorf yang identik dengan bangunan mewah atau karya
seni skala besar seprti patung ataupun monumen lainnya. Hal ini terjadi karena marmer
memiliki kilau dan pola yang dianggap menarik.
Contoh yang paling jelas adalah bangunan Parthenon di Yunani kuno yang menggunakan
lebih dari 22 ribu ton marmer dalam proses pembangunannya. Begitu pula dengan Taj Mahal
yang banyak sekali memanfaatkan marmer dalam konstruksinya.
Selain itu, batuan Slate juga dapat digunakan sebagai material atap rumah yang cukup baik.
Batuan yang tahan air ini cukup kuat dan relatif tahan lama.