Anda di halaman 1dari 8

RESUME

ANALISIS GEOLOGI STRUKTUR


DALAM BIDANG PERTAMBANGAN

A. Aplikasi Gologi Struktur


Adanya bidang diskontinu pada batuan akan mempengaruhi banyak hal
yang berhubungan dengan aktifitas penambangan. Diantaranya adalah pengaruh
terhadap kekuatan dari batuan. Semakin banyak bidang diskontinu yang
memotong massa batuan, semakin kecil pula kekuatan dan batuan tersebut.
Bidang-bidang diskontinu yang ada pada massa batuan inilah yang memiliki
potensi untuk menyebabkan terjadinya failure pada batuan yang diekskavasi.
Selain itu adanya bidang diskontinu juga akan memberikan pengaruh lain dalam
sebuah kegiatan pertambangan. Hal ini berkaitan dengan ukuran fragmentasi
material yang ditambang. Spasi antar bidang diskontinu adalah jarak antara
bidang-bidang lemah seperti kekar, sesar dan bidang perlapisan dalam massa
batuan. Suatu rekahan yang pararel disebut set dan set-set yang saling
berpotongan disebut joint set sistem. Dari semua jenis bidang diskontinu yang ada,
joint adalah yang paling sering menjadi pertimbangan. Hal ini disebabkan joint
merupakan bidang diskontinu yang telah pecah dan terbuka, sehingga bidang joint
merupakan bidang yang lemah. Selain itu joint sering bahkan hampir selalu ada
pada suatu massa batuan. Oleh sebab itu, dalam pertimbangan geoteknik,
seringkali joint lebih menjadi perhatian dibandingkan jenis bidang diskontinu
lainnya.
Proses terbentuknya deformasi terjadi pada zona di bidang diskontinu,
dimana pada zona tersebut gaya-gaya terdistribusi. Adanya bidang diskontinu
pada batuan akan mempengaruhi aktifitas penambangan, diantaranya
berpengaruh terhadap kekuatan batuan. Semakin kecil kekuatan batuan maka
semakin banyak bidang diskontinu yang memotong massa batuan. Bidang
diskontinu yang ada pada massa batuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
longsoran. Contohnya longsoran bidang, longsoran baji, longsoran guling dan
longsoran busur. Dari semua jenis bidang diskontinu yang ada, kekar atau joint
yang paling sering muncul dan selalu menjadi bahan pertimbangan ahli geoteknik
karena menyangkut masalah keselamatan pekerja dan infrastruktur operasional
penambangan.
Dalam pengertian lain bidang diskontinu merupakan bidang yang
memisahkan massa batuan menjadi bagian yang terpisah. Keterjadian bidang
diskontinu tidak terlepas dan masalah perubahaan stress (tegangan), temperatur,
strain (regangan), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi pada massa batuan
dalam waktu yang panjang. Struktur geologi dan diskontinuitas pada batuan
merupakan bidang-bidang lemah dan jalur perembesan air tanah. Keberadaan
struktur geologi dan diskontinuitas akan mengurangi tingkat kekuatan geser
batuan dan implikasi utamanya adalah meningkatkan peluang terjadinya longsor.
Dengan munculnya bidang lemah tersebut, maka batuan yang tadinya utuh akan
berubah menjadi massa batuan dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dari
sebelumnya. Seiain itu, beban yang diterima oleh massa batuan juga akan
diteruskan secara anisotrop ke sekitarnya, sehingga dengan demikian tingkat
kestabilan lereng juga akan menurun.

B. Lereng
Lereng merupakan suatu kenampakan permukaan alam disebabkan
adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan
jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (clope).
Lereng juga dapat didefinisikan sebagai kenampakan permukaan alam
disebabkan karena beda tinggi. Kemiringan lereng ini merupakan suatu
perbandingan antara jarak lurus mendatar dengan beda tinggi suatu tempat.
Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan.
Dalam pengertian lain lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam
dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian
tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana
suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia, dan biologi,
sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman.
Salah satunya dengan membuat peta kemiringan lereng (peta kelas lereng).
Dengan pendekatan rumus “Went-Worth” yaitu pada peta topografi yang menjadi
dasar pembuatan peta kemiringan lereng dengan dibuat grid atau jaring-jaring
berukuran 1 cm kemudian masing-masing bujur sangkar dibuat garis horizontal.
C. Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng dilakukan terhadap lereng tunggal dan lereng
keseluruhan. Berpedoman pada kondisi massa batuan yang ada, kemudian
dilakukan perhitungan nilai faktor keamanan untuk berbagai tinggi dan kemiringan
menggunakan metode elemen hingga, dengan kondisi lereng staticdan bidang
diskontinu terisi air penuh. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka
diperoleh nilai faktor keamanan dengan simulasi metode elemen hingga pada
rancangan geometri lereng tunggal yang digunakan untuk merancang lereng
keseluruhan. Setelah mendapatkan nilai faktor keamanan untuk berbagai material
lereng dapat ditentukan dimensi lereng keseluruhan.
Kegiatan penggalian pada massa batuan dapat mengganggu kestabilan
lereng. Salah satu dari berbagai macam tindakan antisipasi kestabilan lereng yaitu
pemantauan lereng. Antisipasi pergerakan terhadap lereng sebelum mengalami
kelongsoran dilakukan dengan pengamatan secara instrumentasi yaitu penerapan
peralatan dan elektronik. Stabilitas lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan
tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini
berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan,
misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk
konstruksi, penambangan dan lain-lain. Dalam menentukan kestabilan atau
kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan
perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang
menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil.

D. Longsoran Pada Lereng


Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan
menjadi empat macam diantaranya yaitu longsoran bidang (plane failure),
longsoran baji (wedge failure), longsoran guling (toppling failure) dan longsoran
busur (circular failure).
1. Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut
dapat berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-
syarat terjadinya longsoran bidang adalah bidang luncur mempunyai arah
sejajar atau hampir sejajar (maksimum 200) dengan arah lereng. Jejak
bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus muncul di
muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari
kemiringan lereng. Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut
geser dalamnya. Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran.
2. Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih
berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng
Longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu
longsoran tunggal (single sliding) dan longsoran ganda (double sliding).
Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang,
sedangkan untuk longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan
kedua bidang. Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat
sebagai jika kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis
potong kedua bidang lemah (ψfi > ψi). Sudut garis potong kedua bidang
lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya (ψfi > φ).
3. Longsoran Guling (Toppling Failure) longsoran ini umumnya terjadi pada
lereng yang terjal dan pada batuan yang keras di mana struktur bidang
lemahnya berbentuk kolom. Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-
bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng.
4. Longsoran Busur (Circular Failure) longsoran jenis ini umumnya terjadi
pada material yang bersifat lepas (lose material) seperti material tanah.
Sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur. Batuan
hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi
besar akan cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran. Pada
longsoran busur yang terjadi pada daerah timbunan, biasanya faktor
struktur geologi tidak terlalu berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan.
Pada umumnya, kestabilan lereng timbunan bergantung pada karakteristik
material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada serta faktor luar
yang mempengaruhi kestabilan lereng pada lereng timbunan. Longsoran
jenis ini sering terjadi di alam, terutama pada material tanah atau batuan
yang lunak. Untuk longsoran pada batuan dapat terjadi bila batuan
mempunyai pelapukan yang tinggi dan mempunyai spasi kekar yang rapat,
sehingga batuan tersebut akan mempunyai sifat seperti tanah.
E. Klasifikasi Massa Batuan
Kekuatan dan kondisi suatu massa batuan yang terdapat di alam dapat
diketahui dan dikelompokkan kedalam kelas-kelas massa batuan dari lemah
hingga sangat kuat. Kelas massa batuan tersebut didapatkan dari hasil
pengklasifikasian massa batuan dengan beberapa metode klasifikasi seperti RMR
dan GSI. Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dan material
batuan berupa mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang
diskontinu, membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua
elemen sebagai suatu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh
frekuensi bidang-bidang diskontinu yang terbentuk, oleh sebab itu massa batuan
akan mempunyai kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh.
Massa batuan adalah batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem
struktur seperti joint, sesar dan bidang perlapisan. Pengaruh orientasi bidang
diskontinu terhadap kekuatan massa batuan sangat penting untuk diketahui,
sebab dengan cara tersebut dapat dinilai kemampuan massa batuan untuk
menahan beban atau tegangan pada arah-arah tertentu yang sesuai dengan
kondisi dilapangan dan juga sebagai informasi perancangan lereng tambang.
Selain orientasi, jarak kerapatan kekar juga berpengaruh terhadap kekuatan
massa batuan. Apabila suatu batuan mempunyai kekuatan tinggi tetapi jarak spasi
antar kekar sangat dekat maka massa batuan tersebut lemah. Efek ukuran pada
batuan yang terkekarkan dengan kuat akan lebih jelas daripada batuan dengan
kekar sedikit, karena efek tersebut lebih dominan pada tarikan yang rekahannya
terbuka dibandingkan dengan rekahan yang tertutup. Faktor penting lain yang
mempengaruhi massa batuan adalah kemenerusan kekar. Semua faktor tersebut
terdapat dalam bidang diskontinu dan hal tersebut dapat mempengaruhi kekuatan
dari massa batuan yang terdapat di alam dan juga dibidang pertambangan,
adanya bidang diskontinu berpengaruh sekali terhadap stabilitas lereng pada
tambang terbuka maupun stabilitas terowongan pada tambang dalam. Massa
batuan adalah batuan in-situ yang mempunyai kecacatan struktural berupa bidang
diskontinuitas yaitu bidang atau celah yang menyebabkan batuan bersifat tidak
menerus antara lain berupa perlapisan, kekar, dan sesar. Kekuatan pada massa
batuan (jointed rock masses) dipengaruhi oleh faktor diantaranya sebagaii berikut
orientasi dan jarak kerapatan bidang diskontinu dan kondisi bidang diskontinu.
KESIMPULAN

Untuk mengetahui adanya potensi tipe longsoran pada suatu aktifitas


pemotongan lereng batuan, perlu dilakukan pemetaan orientasi diskontinuitas
yang dilakukan, baik sebelum maupun sesudah lereng batuan tersebut tersingkap.
Sementara itu, rnetode analitik untuk memprediksi potensi longsoran batuan dan
cara penanggulangannya seringkali tidak efektif. Oleh karena itu, penggunaan
desain empiris dan klasifikasi massa batuan menjadi penting
Kestabilan lereng timbunan baik yang ditempatkan di dalam pit (inpit)
maupun di luar pit (outpit) menjadi salah satu faktor penting dalam proses suatu
kegiatan penambangan terbuka pada tambang batubara. Disamping itu,
parameter desain yang menyangkut geometri lereng timbunan untuk kebutuhan
data dalam pembuatan desain tambang menjadi hal yang sangat penting karena
setiap gejala ketidakstabilan yang berupa longsoran dinding tambang tentunya
dapat mengganggu aktifitas penambangan secara keseluruhan.
Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut
sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan)
yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada longsoran
bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan
kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas. Pada tanah
pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang
paling kecil hambatannya.
Rock Mass Rating (RMR) adalah salah satu dari metode klasifikasi massa
batuan yang hasilnya digunakan sebagai bahan perbandingan maupun acuan
dalam meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan, memberikan
informasi/data kuantitatif untuk tujuan rancangan, serta dapat membantu dalam
memberikan data untuk keperluan pada suatu proyek tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jamil, Reza. 2020. “Geologi Struktur” Universitas Padjajaran, Bandung.

2. Mulyono, Asep, 2017. “Kondisi Geologi dan Pemodelan Kestabilan


Lereng”. Universitas Indonesia, Bogor

3. M.B.A, Resvani, 2017., "Tambang Untuk Negeri", Gramedia, Jakarta.


4. Furqon, Ali, 2019. “Laporan Analisis Longsoran”. Universitas Islam
Bandung, Bandung

5. Noor Djauhari. 2012. “Pengantar Geologi Bogor”: Pakuan university pres

6. Sabardono, Agus, 2017. “Analisis Kesetabilan Lereng”. Universitas


Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

7. Noor, Djauhari. 2009. “Pengantar Geologi, Edisi Pertama”. Universitas


Pakuan: Bogor.
FORM PENILAIAN RESUME

RESUME

Format (30) Isi (70)

TOTAL NILAI

Anda mungkin juga menyukai