Anda di halaman 1dari 13

19

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Pengertian Batu dan Tanah

Tanah, dalam pengertian rekayasa adalah sekumpulan mineral, bahan

organik dan sedimen yang relatif lepas yang terdapat diatas suatu batuan dasar

(bedrock). Tanah dengan mudah dapat dihancurkan menjadi butiran – butiran

mineral atau bahan organik (Holtz & Kovacs.1981). Sedangkan menurut

Bieniawski (1973), Tanah adalah material bentukan alam yang memunyai kuat

tekan uniaksial kurang dari 1 MPa.

Secara kualitatif tanah mempunyai pengertian sebagai material yang

rapuh, dan letaknya dekat dengan permukaan bumi. Sedangkan batuan, menurut

para ahli geoteknik adalah suatu bahan yang keras dan koheren yang terkonsolidas

dan tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul atau belincong

( Made Astawa Rai,1998 ). Menurut Talobre, orang yang pertama kali

memperkenalkan Mekanika Batuan di Perancis pada tahun 1948, mendefenisikan

batuan sebagai material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida yang berada

didalamnya ( air, minyak dan lain – lain ). Sedangkan menurut ASTM Batuan

adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa yang

berukuran besar ataupun berupa fragmen – fragmen. Dari defenisi diatas dapat

disimpulkan bahwa batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai

material yang “mobile”, rapuh dan letaknya dekat dengan permukaan bumi.

19
20

3.2 Pengertian Kestabilan Lereng

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan

tertentu dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena

proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara

alamiah contohnya seperti lereng bukit ataupun lereng pada tebing sungai yang

kebanyakan pada dasarnya merupakan lereng yang alami, sedangkan lereng

buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunan tanah untuk membuat suatu

kegiatan seperti jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai

ataupun lereng pada tambang,yang dalam hal ini adalah tambang terbuka.

Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai

kondisi material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang

mungkin bekerja pada lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai,

analisis hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang kasar

sehingga kegunaan dari hasil analisis dapat dipertanyakan.

3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng Batuan

Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain : geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik

dan mekanik batuan serta gaya-gaya yang bekerja pada lereng.

a. Geometri Lereng

Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya.

Semakin besar kemiringan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapan lerengnya
21

akan semakin kecil.

b. Struktur Batuan

Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah

bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut

merupakan bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya

air, sehingga batuan lebih mudah longsor.

c. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi

(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser,

kohesi dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga

mempengaruhi kemantapan lereng.

 Bobot Isi

Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang

longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak

yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian,

kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.

 Porositas

Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan

demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil

kemantapan lereng.

 Kandungan Air

Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori

menjadi besar juga. Dengan demikian nilai kuat geser batuannya akan
22

menjadi semakin kecil, sehingga kemantapannya pun berkurang.

 Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser

Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined

compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear

strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.

 Kohesi dan Sudut Geser Dalam

Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan

akan semakin besar juga dengan demikian akan lebih mantap.

 Pengaruh Gaya

Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng

antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng,

peledakan, gempa bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar

tegangan geser sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

3.4 Klasifikasi Longsoran Batuan

Berdasarkan proses longsorannya, longsoran batuan dibedakan menjadi

empat, yaitu

1. Longsoran Busur

Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berbentuk

busur disebut longsoran busur. Longsoran busur paling umum terjadi di alam,

terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur

hanya dapat terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan
23

mempunyai bidang – bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat

dikenal lagi kedudukannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu

pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh

karena itu batuan yang telah lapuk cendrung mempunyai sifat seperti tanah. Tanda

pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan

atas atau muka lereng, kadang – kadang disertai dengan menurunnya sebagian

permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini

menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran

lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng tersebut.

Syarat – syarat terjadinya Longsoran Busur adalah :

 Adanya bidang bebas sehingga tidak adanya gaya penahan

 Kemiringan bidang luncur lebih kecil dibandingkan kemiringan lereng

Sumber : Hoek & Bray (1981)


Gambar 3.2
Bentuk Longsoran Busur
24

2. Longsoran Bidang

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi

disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat

berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya

longsoran bidang adalah

 Bidang luncur mempunyai arah sejajar atau hampir sejajar (maksimum 200)

dengan arah lereng.

 Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus muncul

di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari

kemiringan lereng.

 Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya

Sumber : Hoek & Bray (1981)

Gambar 3.3
Longsoran Bidang
25

3. Longsoran baji

Longsoran Baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu

bidang lemah yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah

tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya tetapi lebih kecil dari

kemiringan lereng.

Sumber : Hoek & Bray (1981)

Gambar 3.4
Longsoran Baji

4. Longsoran Guling ( Topling )

Longsoran guling biasanya terjadi pada suatu lereng yang terjal dengan

batuan yang keras dan arah kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang

lemahnya. Kondisi untuk menggelincir atau menggelinding ditentukan oleh sudut

geser dalam dan kemiringan sudut bidang gelincirnya.

Berikut adalah contoh gambar bentuk Longsoran Guling


26

Sumber : Hoek & Bray (1981)

Gambar 3.5

Longsoran Guling

3.5 Metode Analisis Kemantapan Lereng

Dalam metode analisis kemantapan lereng terdapat dua metode yang

sering digunakan untuk menganalisis yaitu metode kesetimbangan batas

(Equilibrium Limmit), metode elemen hingga ( Finnite Element) dan metode beda

hingga ( Different Element ). Metode elemen hingga merupakan metode yang

faktor keamanan lereng dihitung pada permukaan lereng tertentu, sedangkan

metode elemen hinga adalah metode yang faktor keamanan lereng dihitung

dengan menggunakan pendekatan strength reduction dimana parameter kuat geser

diturunkan secara bertahap, sehingga lereng mengalami keruntuhan, sedangkan

metode ini digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial parsial secara


27

numerik, dengan menggunakan deret taylor yang diputus pada orde tertentu sesuai

kebutuhan yang ada. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode

kesetimbangan batas khususnya metode Spencer dan metode Bishop Simplified..

3.5.1 Metode Kesetimbangan Batas

Kemantapan suatu lereng tergantung terhadap besarnya gaya penahan dan

gaya penggerak yang terdapat pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan

merupakan gaya yang menahan terjadinya suatu longsoran sedangkan gaya

penggerak merupakan gaya yang menyebabkan terjadinya suatu longsoran.

Kemantapan suatu lereng dapat dinyatakan dengan suatu nilai faktor keamanan

(FK) yang merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak.

Secara matematis rumus faktor keamanan (FK) lereng dapat dinyatakan

sebagai berikut :

Resultan gaya penahan longsor


FK  ………………………………….....3.1
Resultan gaya penyebab longsor

Untuk pedoman lereng dalam keadaan mantap untuk lereng tunggal adalah

FK ≥ 1,20 dan untuk lereng keseluruhan FK ≥ 1,30. Ketentuan dan pedoman ini

diperoleh dari faktor keamanan minimum (Canmet, 1979).

Untuk Saat sekarang pada metode kesetimbangan batas telah dibantu dengan

software Slide. Kesetimbangan batas merupakan teori yang digunakan pada


28

program Slide v6.0. Teori ini yang kemudian menjadi dasar perhitungan dalam

menentukan nilai faktor keamanan lereng tanah atau batuan

Tabel 3.2
Faktor Keamanan Minimum (Canmet, 1979)

Pendekatan I* II*
Parametereter kuat geser puncak** 1.5 1.3
Parametereter kuat geser sisa** 1.3 1.2
Masukan faktor gempa bumi 1.2 1.1

Sumber : Diktat Geoteknik UPN

Keterangan:

(*) I : longsoran dianggap akan mengakibatkan kerusakan berat.

II : longsoran dianggap tidak akan mengakibatkan kerusakan berat.

(**) 1. Kuat geser puncak digunakan bila massa tanah atau batuan yang

potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas dan belum

pernah mengalami pergerakan.

2. Kuat geser sisa digunakan bila massa tanah atau batuan yang

potensial longsor mempunyai bidang diskontinuitas dan atau pernah

mengalami pergerakan (walaupun tidak memiliki bidang

diskontinuitas).

Formulasi yang komprehensif dari Slide v6.0 membuatnya mampu

menganalisis dengan mudah kasus stabilitas baik yang sederhana maupun yang

kompleksi dalam perhitungan faktor keamanannya. Slide v6.0 dapat diterapkan

pada analisis pekerjaan perancangan dalam bidang geoteknik, dan pertambangan.


29

Pada metode kesetimbangan batas terdapat 4 metode yang diterapkan

dalam menganalisis kestabilan lereng, diantaranya adalah metode Bishop

Simplified, metode Janbu Simplified, metode Fellenius dan metode Spencer

a. Metode Bishop simplified

Metode Bishop simplified merupakan metode Bishop yang sudah

disederhanakan. Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng

dan juga titik pusat bususr lingkaran bidang luncur. Metode ini memiliki

anggapan bahwa gaya antar irisan adalah gaya normal, mengasumsikan

bidang longsor berupa busur lingkaran.

b. Metode Janbu simplified

Sama halnya seperti metode Bishop simplified, metode ini telah mengalami

penyederhanaan. Metode ini memenuhi keseimbangan gaya akan tetapi tidak

memenuhi keseimbangan momen,mengganggap gaya antar irisan adalah gaya

normal dan bidang longsor berupa busur lingkaran.

c. Metode Felenius

Metode Fellenius memenuhi kondisi saat ekuilibrium, gaya normal dan geser

antar irisan adalah gaya normal dan bidang longsor berupa busur lingkaran.

d. Metode Spencer

Metode Spencer merupakan metode yang mengasumsikan bidang

kelongsoran yang berbentuk non-circular. Metode ini berdasarkan pada

asumsi dari gaya-gaya yang bekerja di sekitar bidang irisan adalah paralel

sehingga gaya-gaya tersebut memiliki sudut kemiringan yang sama.

Berdasarkan penjelasan mengenai beberapa metode pada metode kese-


30

timbangan batas, maka di pilih metode Spencer untuk analisis kestabilan lereng

berdasarkan lokasi permasalahan yang ada. Metode Spencer digunakan untuk

menganalisis lereng lowwall.

3.5.1.1 Metode Spencer

Metode Spencer merupakan metode yang mengasumsikan bidang

kelongsoran yang berbentuk non-circular. Metode ini berdasarkan pada asumsi

dari gaya – gaya yang bekerja disekitar bidang irisan yang adalah paralel sehingga

gaya – gaya tersebut memiliki sudut kemiringan yang sama yaitu :

………………………………………………………………….3.3

Menyatakan bahwa adalah sudut dari resultan gaya yang bekerja

disekitar bidang irisan terhadap horizontal. Metode ini menjumlahkan setiap gaya

yang tegak lurus memperoleh gaya normal yang bekerja pada bidang irisan.

( ) ( )
P= ............................................................3.4
( )

Dengan memperhitungkan kesetimbangan gaya dan momen, akan

dihasilkan 2 jenis faktor keamanan , yaitu Ff dan Fm. Faktor keamanan momen

(Fm) yang berpusat pada satu titik menghasilkan persamaan faktor keamanan.

( ( ) )
Fm = ...........................................................................................3.5

Faktor keamanan berdasarkan kesetimbangan gaya (Ff) dengan

menggunakan asumsi dari spencer maka nilai dari faktor keamanan didapat dari

persamaan :
31

( ( ) )
Ff = ( ( ))
....................................................................................3.6

Keterangan :

P = Gaya Normal

C’ = Kohesi (Jika analisa dalam kondisi undrained diambil nilai Cu jika

dalam kondisi drained diambil nilai kohesi efektif )

Wn = Gaya akibat beban tanah ke - n

a = Sudut antara titik tengah bidang irisan dengan titik pusat busur bidang

longsor

= Sudut geser dalam

U `= Tekanan air pori

Xl,Xr = Gaya gesek yang bekerja di tepi irisan

Dalam analisa perhitungan ini dilakukan dengan cara trial and error

untuk menyelesaikan persamaan ini. Faktor keamanan didefenisikan sebagai

faktor dimana kekuatan material harus dikurangi hingga mendapatkan

kesetimbangan batas yang tetap yaitu dimana suatu gaya pendorong yang bekerja

sama dengan gaya penahan yang bekerja.

Anda mungkin juga menyukai