TINJAUAN PUSTAKA
1
2
2. Longsoran Translasi
Longsoran translasi terjadi karena adanya kekuatan geser yang berbeda pada
lapisan tanah yang berbatasan, dimana lapisan tanah yang berbatasan berada
pada kedalaman yang relatif dangkal di bawah permukaan lereng. Bidang
4
gelincir pada tipe longsoran ini hampir lurus dan sejajar muka tanah. Dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
Menurut Terzaghi dan Peck (1967), pergerakan tanah dapat terjadi secara
perlahan-lahan atau tiba-tiba, dengan atau tanpa penyebab yang jelas.
Pergerakan ini biasanya karena kehilangan kekuatan tanah secara bertahap atau
akibat adanya perubahan kondisi geometri lereng.
5
τ u ' s = σ + u……………………………………………………….……(2.3)
Dengan:
τs = Kekuatan geser (kN/m²)
σ’ = Tegangan efektif (kN/m²)
u = Tegangan air pori (kN/m²)
Uji geser triaksial adalah uji yang paling dapat diandalkan untuk menentukan
parameter tegangan geser. Uji ini telah digunakan secara luas untuk keperluan
pengujian biasa ataupun untuk keperluan riset. Gambar skematik dari uji ini
diberikan pada Gambar 2.7.
Pada uji triaxial umumnya digunakan sebuah sampel tanah kira-kira berdiameter
1,5 inchi (38,1 mm) dan panjang 3 inchi (76,2 mm). Sampel tanah (benda uji)
tersebut ditutup dengan membran karet yang tipis dan diletakkan di dalam sebuah
bejana silinder dari bahan plastik (atau juga gelas) yang kemudian bejana tersebut
diisi dengan air atau larutan gliserin. Di dalam bejana, benda uji tersebut akan
9
mendapat tekanan hidrostatis. (Catatan: untuk media penekan dapat juga digunakan
udara).
Untuk menyebabkan terjadinya keruntuhan geser pada benda uji, tegangan aksial
(vertikal) diberikan melalui suatu piston vertikal (tegangan ini biasanya juga disebut
tegangan deviator). Pembebanan arah vertikal dapat dilakukan dengan dua cara:
1) Dengan memberikan beban mati yang berangsur-angsur ditambah (penambahan
setiap saat sama) sampai benda uji runtuh (deformasi arah aksial akibat
pembebanan ini diukur dengan sebuah arloji ukur/dial gage);
2) Dengan memberikan deformasi arah aksial (vertikal) dengan kecepatan
deformasi yang tetap dengan bantuan gigi-gigi mesin atau pembebanan hidrolis.
Cara ini disebut juga sebagai uji regangan terkendali.
Beban aksial yang diberikan diukur dengan bantuan sebuah proving ring
(lingkaran pengukur beban) yang berhubungan dengan piston vertikal. Juga alat ini
dilengkapi dengan pipa-pipa untuk mengalirkan air ke dan dari dalam sampel tanah
dimana pipa-pipa tersebut juga berguna sebagai sarana pengukur tegangan air pori
(pada kondisi uji). Ada tiga tipe standar dari uji triaksial yang biasanya dilakukan:
a. Consolidated-drained test atau drainde test (CD test);
b. Consolidated-undrained test (CU test);
c. Unconsolidated-undrained test atau undrainded test (UU test).
Pengujian laboratorium yang diuraikan diatas dilakukan sesuai dengan prosedur
Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti tampak pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1 Penyelidikan Lapangan dan Pengujian Laboratorium yang Mengacu
Terhadap SNI
Standar Nasional Indonesia
Metode Pengujian Tabel SNI
Metode Pengujian Berat Jenis Tanah SNI 03-1964-1990
Metode Pengujian Kadar Air Tanah SNI 03-1965-1990
Metode Pengujian Triaxial SNI 03-2455-1991
Tata Cara Pemetaan Geologi Teknik Lapangan SNI 03-2849-1992
Metode Pengujian Penetrasi Dengan SPT SNI 03-4148-1996
Metode Penyiapan Benda Uji dari Contoh Tanah
SNI 03-6790-1992
Terganggu
Metode Uji Lapangan dengan Alat Sondir SNI 03-2827-1992
(Sumber: Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknik Pekerjaan Geoteknik, 2005)
10
Faktor keamanan didefinisikan sebagai nilai perbandingan antara gaya yang menahan
dan gaya yang menggerakan. Faktor keamanan dapat dilihat dari persamaan berikut:
τ
FK = .......................................................................................................... (2.6)
τd
Dengan:
FK = Faktor keamanan
τ = Tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (kN/m2)
τd = Tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor (kN/m2)
2.2.4 Mohr Coloumb
Mohr (1980) memperkenalkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material
yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis
antara tegangan normal dan geser, bukan hanya akibat tegangan normal dan geser dalam
kondisi maksimum saja.
τf = f (σ).....................................................................................................….(2.7)
Garis keruntuhan yang dinyatakan oleh persamaan di atas sebenarnya berbentuk
garis lengkung, tetapi dalam berbagai permasalahan besar mekanika tanah, garis
tersebut didekati oleh sebuah garis lurus yang menunjukan hubungan linear antara
11
tegangan normal dan geser (Coulomb, 1776). Hubungan tersebut dikenal sebagai
kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb yang dapat ditulis sebagai berikut:
τf = c + σ tan φ .........................................................................................…(2.8)
Di mana:
c = kohesi
φ = sudut geser dalam
σ = tegangan normal
Pada kondisi jenuh air, tegangan normal (σ) berubah menjadi tegangan efektif (σ’)
σ’ = σ - u .....................................................................................................…(2.9)
u = tegangan pori tanah (kN/m2)
Persamaan tegangan geser tanah (τ) menjadi:
τ = c + (σ - u) tan(ϕ)…………………………………………………….…..(2.10)
Ketika tegangan normal dan geser bekerja pada suatu bidang massa tanah, maka
keruntuhan geser tidak akan terjadi pada bidang tersebut. Ketika tegangan normal dan
geser tepat pada garis keruntuhan, maka keruntuhan geser akan terjadi pada bidang
tersebut. Untuk mengetahui suatu tanah runtuh atau tidak dapat dilihat dari grafik
lingkaran Mohr seperti pada Gambar 2.8.
Rumus dasar faktor keamanan (safety factor, F) lereng (material tanah) yang
diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan oleh Lambe & Whitman
(1969) dan Parcher & Means (1974) dinyatakan dalam Rumus 2.11, Rumus 2.12 dan
Rumus 2.13 sebagai berikut dan dapat dilihat sketsanya pada Gambar 2.9 dan
Gambar 2.10:
τ = cL + {(W+V) cos α - µ} tan ϕ……………………........................(2.11)
s = (W+V) sin α…………………………..………..............................(2.12)
F = Σ τ/s……………………………...………………..…...................(2.13)
Dengan:
F = faktor kemanan lereng
L = Panjang segmen bidang gelincir (m)
τ = gaya ketahanan geser/ tahanan geser sepanjang L (ton/m2)
s = gaya dorong geser (ton/m2)
c = kohesi massa lereng (ton/m2)
ϕ = sudut geser dalam massa lereng (derajat)
W = bobot massa di atas segmen L (ton)
V = beban luar (ton)
µ = tekanan pori (γair x h x L)
h = Panjang garis ekuipotensial ke titik berat L (m)
α = sudut yang dibentuk oleh bidang gelincir dengan bidang horizontal (derajat)
Adapun nilai-nilai faktor keamanan (FK) atau safety factor (SF) untuk menilai
kestabilan suatu lereng menurut Joseph E. Bowles (1984) sebagai berikut:
SF < 1,07 : Keruntuhan biasa terjadi (labil)
1,07 < SF < 1,25 : Keruntuhan pernah terjadi (kritis)
SF ≥ 1,25 : Keruntuhan jarang terjadi (stabil)
tanah lateral aktif (a) dan tegangan tanah lateral pasif (p) menggunakan Teori
Rankine.
2.4 Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Tiang bor (bored pile) merupakan salah satu jenis pondasi yang merupakan
bagian dari konstruksi yang terbuat dari beton dan tulangan baja. Fungsi pondasi ini
untuk mentransfer beban-beban dari atas ke lapisan tanah. Bentuk distribusi beban dapat
berbentuk beban vertikal melalui dinding tiang. Dengan kata lain daya dukung tiang
dapat dikatakan merupakan kombinasi tahan selimut dengan tahanan ujung tiang.
Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya
dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored pile dipasang ke
dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan
dan dicor beton. (Christian Harsanto, 2015).
2.4.1 Kapasitas Kuat Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir
Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT)
seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. Cone penetration test
(CPT) atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi
tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung bearing
capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas
daya dukung ultimit dari pondasi tiang. (Ulfa Jusi, 2015).
Untuk menghitung kuat dukung bored pile berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan :
Metode Aoki dan De Alencar Kuat dukung ultimit pondasi bored pile dinyatakan
dengan rumus :
Qu = (q A ) b b (1) .................................................................................... (2.14)
Keterangan : Qult = Kapasitas daya dukung bored pile (kN)
qb = Tahanan ujung sondir (kN/m2 )
Ab = Luas penampang tiang (m2 )
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit
dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut:
15
qca(base )
qb = ..............................................................................................
Fb
(2.15)
Keterangan :
qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D di atas ujung tiang, 1,5D di
bawah ujung tiang.
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Tabel 2.2 Faktor empiric Fb
Tipe Tiang Pancang Fb
Bored Pile 3.5
Baja 1.75
Beton Pratekan 1.75
(Sumber : Titi & Farsakh, 1999)
Keterangan :
Ab = Luas penampang tiang (cm2 )
As = Luas selimut tiang (cm2 )
fb = Tahanan ujung satuan (kg/cm2 )
fs = Tahanan gesek satuan (kg/cm2 )
qca = Tahanan konus rata-rata (kg/cm2)
qf = Tahanan gesek sisi konus (kg/cm2)
Kf = Koefisien tak berdimensi
= Koefisien korelasi
Keterangan :
fb = Tahanan ujung satuan (kg/cm2 )
= Koefisien korelasi yang bergantung pada OCR (tabel 2)
qca = ½ (qc1 + qc2) (kg/cm2)
qc1 = qc rata-rata pada zona 0,7d atau 4d di bawah dasar tiang (kg/cm2)
qc2 = qc rata-rata pada zona 8d di atas dasar tiang (kg/cm2)
n = Nilai eksponensial [(1 untuk pasir longgar (qc < 5 Mpa), (2 untuk
pasir kepadatan sedang (5 Mpa < qc < 12 Mpa), (3 untuk pasir padat
(qc > 12 Mpa)]
Jika tiang bor dasarnya berdiameter lebih dari 120 cm, maka besarnya
fb dapat mengakibatkan penurunan lebih besar dari 25 mm (1 inci). Untuk
memenuhi syarat penurunan ijin, O’Neil dan Reese (1989) menyarankan fb
direduksi menjadi fbr dengan :
fbr = 4,17(dr /db )fb bila db 1200 mm (15) ............................... (2.28)
Keterangan :
dr = Lebar referensi = 300 mm
db = Lebar ujung bawah tiang bor
20
Nilai tahanan ujung satuan yang dipakai dalam perancangan adalah fbr.
Sebagai alternatif, O’Neil dan Reese (1989) menyarankan untuk
melakukan analisis penurunan, kemudian merubah perancangan tiang
sedemikian hingga penurunannya masih dalam batas-batas toleransi. Jika
penurunan toleransi dibolehkan lebih besar atau lebih kecil dari 25 mm,
dan diameter tiang dimana penurunan berlebihan menjadi masalah, maka
cara-cara penyesuaian dalam analisis hitungan fb perlu dilakukan.
2). Tahanan gesek ultimit
fs = ' r......................................................................................... (2.29)
= K tan ...................................................................................... (2.30)
Keterangan :
fs = Tahanan gesek satuan (kN/m2)
r' = Tekanan overbuden di tengah-tengah lapisan tanah (kN/m2 )
= Sudut gesek antara tanah dan tiang (derajat)
Keterangan :
dr = Lebar referensi = 300 mm
z = Kedalaman di tengah-tengah lapisan tanah (m)
N60 adalah N-SPT yang tidak dikoreksi terhadap overburden dan hanya
dikoreksi oleh prosedur (alat) di lapangan.
Beberapa nilai β untuk tanah non-kohesif yang disarankan oleh Reese dkk
(2006) :
(1). Untuk pasir:
β = 0,25, jika z > 26,14 m
(2). Untuk pasir yang banyak mengandung kerikil:
β = 2 – 0,15(z)0,75 dengan 0,25 ≤ β ≤ 1,8
(3). Untuk pasir berkerikil atau kerikil:
β = 0,25, jika z > 26,5 m
Untuk pasir dan pasir berkerikil, fungsi β mencapai batasnya pada
kedalaman z = 1,5 m dan 26 m, karena itu pembuatan batas-batas lapisan
tanah harus dalam zona- zona diantaranya. Selain itu, batas lapisan juga harus
dibuat pada permukaan air tanah. Batas-batas tambahan juga harus dibuat
pada setiap interval 6 m, dan dimana batas dari lapisan pasir berakhir. Setelah
itu, analisis didasarkan pada macam tanahnya (lempung atau pasir).
b. Metode Meyerhoff (1976)
22
Keterangan :
qb = Tahanan ujung per satuan luas (kN/m2 )
r' = Tegangan efektif (overburden) (kN/m2 )
Nq * = Faktor kuat dukung
= Sudut geser dalam tanah
3). Kuat dukung selimut
Qs = As qs................................................................................... (2.38)
Dengan As = i. Li........................................................................... (2.39)
Keterangan :
As = Luas selimut tiang (m 2)
qs = Nilai tahanan sisi tiang sepanjang Li dengan tanah setebal Li adalah
tahanan sisi persatuan luas sisi tiang (kN/m2 )
i = Keliling tiang pada selang Li (m)
Li = Panjang bagian tiang dengan keliling Θi (m)
4). Tahanan sisi tiang
qs = K r ' tan .......................................................................... (2.40)
Keterangan :
K = Koefisien tekanan tanah lateral pada sisi tiang yang ditinjau
r ' = Tegangan efektif (overburden) (kN/m2)
= Sudut geser antara tiang deng
Keterangan :
fav = Tahanan gesek rata-rata untuk keseluruhan tiang (kN/m2 )
K = Koefisien tekanan tanah lateral
r' = Tekanan overburden efektif rata-rata (kN/m2 )
= Sudut gesek antara tiang dan tanah
Berdasarkan studi ini, perhitungan untuk nilai faktor kuat dukung (Nq*)
dikorelasikan dengan nisbah panjang tiang L/D. Gambar (2.11)
memperlihatkan nilai-nilai Nq* untuk berbagai nisbah panjang tiang dan
sudut gesek tanah. Di sini Nq* secara perlahan akan meningkat dengan
24
L/D hingga mencapai suatu nilai maksimum tertentu dan akan menurun
sesudahnya.
Gambar 2.11 Variasi Nq* dengan L/D (Coyle dan Castello, 1981)
(Sumber : Bowles, 1996)
Dengan cara yang sama, nilai-nilai deduksi K untuk berbagai nilai Φ dan
nisbah L/D diberikan pada gambar 2 Di sini dapat terlihat bahwa untuk
setiap nilai Φ, K berkurang secara linier dengan nisbah L/D.
25
Gambar 2.12 Variasi K dengan L/D (Coyle dan Castello, 1981) (Sumber : Bowles,
1996)
Gambar 2.13 Contoh permasalahan regangan bidang (plane strain) dan axi-simetri
(Sumber : Manual Plaxis 8.2)