Disusun Oleh:
Gega Sies Arie Wicaksono
22 2013 211
i
PENGAKUAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang
pernah dipergunakan dalam rangka penyusunan naskah Tugas Akhir pada program
pendidikan sarjana, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
ABSTRAK
Pembangunan konstruksi jalan di atas tanah gambut memiliki banyak tantangan dan
kesulitan. Salah satu solusi umum pada tanah gambut yang memiliki kuat geser rendah
adalah menggunakan tiang pancang untuk meningkatkan daya dukungnya. Penelitian ini
akan menitikberatkan evaluasi terhadap deformasi dan stabilitas timbunan bertiang
menggunakan Plaxis 2D 2017 berbasis metode elemen hingga pada ruas jalan nasional
Sijenjang-Simpang Pelabi STA 47+690, Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan
model Mohr-Coulomb untuk timbunan eksisting dan model elastisitas linier untuk
timbunan bertiang. Hasil penelitian dalam tugas akhir ini menunjukan bahwa nilai
penurunan yang terjadi sebesar 181,369 cm dengan nilai faktor keamanan sebesar 1,892
untuk timbunan eksisting, sedangkan untuk timbunan bertiang menghasilkan nilai
penurunan sebesar 1,226 cm dengan nilai faktor keamanan sebesar 3,613. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa penggunaan timbunan bertiang di atas tanah gambut untuk
konstruksi jalan akan menghasilkan penurunan kurang dari 99% (<99%) dan dapat
meningkatkan faktor keamanan sebesar 47% (>47%) dibandingkan timbunan eksisting.
Kata Kunci: tanah gambut, timbunan bertiang, penurunan, faktor keamanan.
EVALUATION OF PILED EMBANKMENT DEFORMATION AND STABILITY ON
PEAT SOIL (Case Study: Sijenjang-Simpang Pelabi Road STA 47+690, Jambi
Province), (Gega Sies Arie Wicaksono, NRP 22 2013 211, Mentor by Benny Moestofa,
Ir., MAB., Faculty of Civil Engineering and Planing, National Institute of Technology)
ABSTRACT
Road construction on peat soils has many challenges and difficulties. One of common
solutions for the low shear strength of peat is to increase its bearing capacity using pile
embankment. This research study will focus on the deformation and stability evaluation
of piled embankment using Plaxis 2D 2017 based on finite element method on national
road Sijenjang-Simpang Pelabi STA 47+690, Jambi Province. This research use Mohr-
Coulomb modeling for the existing embankment and linear elasticity modeling for the
piled embankment. The result shows a settlement value of 181.369 cm with safety factor
value of 1.165 on the existing embankment and a settlement value of 1.226 cm with safety
factor value 3.613 on the piled embankment. It can be concluded that using piled
embankment on peat soil for road construction decreases settlement value to be less than
99% (<99%) and increase safety factor value more than 47% (>47%) compared to
existing embankment.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini. Tugas Akhir ini yang berjudul “Evaluasi Deformasi dan Stabilitas Timbunan
Bertiang di atas Tanah Gambut (Studi Kasus: Ruas Jalan Sijenjang-Simpang Pelabi
STA 47+690, Provinsi Jambi)”. Tugas Akhir ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk dapat menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana pada Program Studi
Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional Bandung.
Penyusun menyadari bahwa selesainya penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dengan penuh rasa hormat penyusun
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, rahmat serta rezeki-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Kedua orang tua yang tercinta (Drs. Siswandi dan Sri Purwanti), serta kakak
tersayang (Genta Sies Arie Wibisono, S.E.) yang telah memberikan dukungan, doa
dan motivasi kepada penyusun selama ini.
3. Bapak Benny Moestofa, Ir., MAB., selaku dosen pembimbing yang sangat banyak
sekali membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
4. Bapak Dr. techn. Indra Noer Hamdhan, S.T., M.T., dan Dr. Yuki Achmad Yakin,
S.T., M.T. selaku dosen penguji yang telah mengarahkan serta memberikan wawasan
kepada penyusun.
5. Viqri Fahmi, S.T., Desti Santi Pratiwi, S.T., dan Fauziah Fitriani, S.T. selaku asisten
laboratorium mekanika tanah serta Muhammad Rendy Wibisono, S.T. yang banyak
membantu dan memberikan arahan dalam proses penyusunan tugas akhir ini.
6. Cindy Rahmawati Puteri Utami yang selalu menemani dan memotivasi penulis dalam
kondisi apapun.
7. Teman-teman Green Army Geotekers yang telah memberikan dukungan dan
berjuang bersama-sama.
ii
8. HMS 2013 yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penyusunan
Tugas Akhir ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga
Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
Penyusun memohon maaf apabila ada kekurangan dan kesalahan yang terdapat
dalam penyusunan Tugas Akhir ini. Untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik,
sebagai masukan bagi penyusun agar dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga
Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan bagi semua kalangan pembaca serta
menambah wawasan dan pengetahuan.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 3
1.6 Sistematika Penulisan ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Kondisi Geologi Regional Sumatera dan Sekitarnya ........................ 5
2.2 Karakteristik Tanah Gambut ............................................................... 7
2.3 Karakteristik Tanah Lunak ................................................................. 14
2.4 Metode Penyelidikan Tanah ............................................................... 15
2.4.1 Penyelidikan Lapangan......................................................... 16
2.4.2 Pengujian Laboratorium ....................................................... 20
2.5 Timbunan Bertiang ............................................................................. 25
2.5.1 Komponen-Komponen Timbunan Bertiang ......................... 25
2.5.2 Metode Perencanaan Timbunan Bertiang............................. 26
2.5.3 Perencanaan Timbunan......................................................... 27
2.5.4 Perencanaan Tiang................................................................ 28
2.6 Tekanan Tanah Lateral ....................................................................... 35
2.6.1 Tekanan Tanah Saat Diam .................................................... 35
2.6.2 Tekanan Tanah Aktif ............................................................ 37
2.6.3 Tekanan Tanah Pasif ............................................................ 38
2.7 Beban Lalu Lintas ............................................................................ 39
2.8 Stabilitas .......................................................................................... 40
iv
2.8.1 Parameter Tegangan Total .................................................... 41
2.8.2 Parameter Tegangan Efektif ................................................. 41
2.9 Deformasi ........................................................................................ 42
2.10 Tinggi Kritis Timbunan ................................................................... 44
2.11 Pola Keruntuhan .............................................................................. 45
2.12 Plaxis 2D 2017 (Berbasis Metode Elemen Hingga) ........................ 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 57
3.1 Tahapan Penelitian .............................................................................. 57
3.1.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................... 57
3.1.2 Pengumpulan Data .................................................................. 57
3.1.3 Evaluasi Deformasi dan Stabilitas .......................................... 57
3.1.4 Analisis dan Pembahasan........................................................ 58
3.1.5 Kesimpulan dan Saran ............................................................ 58
3.2 Bagan Alir Penelitian .......................................................................... 58
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 60
4.1 Lokasi Penelitian ............................................................................. 60
4.2 Hasil Penyelidikan Lapangan ......................................................... 60
4.3 Hasil Pengujian Laboratorium ........................................................ 62
4.4 Parameter Tanah Dasar ....................................................................63
4.5 Parameter Tiang Pancang ................................................................ 65
4.6 Analisis Deformasi dan Stabilitas Timbunan Jalan ......................... 65
4.6.1 Analisis Deformasi dan Stabilitas Timbunan Eksisting ......... 66
4.6.2 Analisis Deformasi dan Stabilitas Timbunan Bertiang........... 67
4.7 Perbandingan Deformasi dan Stabilitas Antara Timbunan Eksisting
dengan Timbunan Bertiang ............................................................. 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 72
5.2 Saran ................................................................................................ 73
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 4.4 Simulasi Model Timbunan Eksisting .......................................... 66
Gambar 4.5 Diagram Hasil Penurunan (Uy) .................................................. 67
Gambar 4.6 Diagram Hasil Faktor Keamanan (FK) ....................................... 67
Gambar 4.7 Simulasi Model Timbunan Bertiang ........................................... 68
Gambar 4.8 Diagram Hasil Penurunan (Uy) .................................................. 69
Gambar 4.9 Diagram Hasil Faktor Keamanan (FK) ....................................... 69
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Penurunan (Uy) Timbunan Eksisting ....... 70
Gambar 4.11 Grafik Perbandingan Penurunan (Uy) Timbunan Bertiang ........ 71
vii
DAFTAR TABEL
viii
Tabel 2.31 Nilai Kohesi ................................................................................... . 56
Tabel 2.32 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah............ 56
Tabel 4.1 Hasil Pengeboran BM-1 .................................................................. 62
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Laboratorium BM-1 .............................................. 63
Tabel 4.3 Parameter Tanah Dasar .................................................................... 64
Tabel 4.4 Parameter Tiang Pancang ................................................................ 65
Tabel 4.5 Hasil Analisis Timbunan Eksisting ................................................. 66
Tabel 4.6 Hasil Analisis Timbunan Bertiang .................................................. 68
Tabel 4.7 Perbandingan Timbunan Eksisting dan Timbunan Bertiang ........... 70
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Luas area tanah gambut yang cukup besar seperti pada Gambar 1.1 merupakan
suatu kendala dalam pengembangan infrastruktur suatu wilayah. Umumnya lapisan di
bawah tanah gambut berupa tanah lunak (soft soil) dengan daya dukung yang sangat
rendah dan kompresibilitas yang sangat tinggi apabila memperoleh beban struktur yang
bekerja di atasnya. Apabila kemampuan untuk mendukung beban lebih rendah dari pada
1
2
berat konstruksi yang harus dipikulnya, maka akan terjadi proses keruntuhan akibat
rendahnya daya dukung tanah dasar (bearing capacity failure). Begitu juga dengan
pemampatan yang tidak merata (differential settlement) akan menyebabkan terjadinya
retak-retak struktur atau miringnya konstruksi yang ada.
Pembangunan infrastruktur jaringan jalan yang berfungsi sebagai konektivitas
untuk menghubungkan daerah terisolasi sangat memerlukan kondisi tanah dasar yang
baik. Untuk menghadapi tantangan khususnya penanganan konstruksi jaringan jalan di
atas tanah problematik seperti tanah gambut yang memiliki daya dukung yang rendah dan
kompresibilitas yang tinggi memerlukan penyelidikan tanah rinci untuk mencegah
terjadinya deformasi dan gangguan stabilitas konstruksi jalan di atas tanah gambut.
Teknologi timbunan bertiang merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
masalah timbunan jalan di atas tanah gambut, bahkan sering diterapkan dengan perkuatan
geosintetik dan telah banyak digunakan di negara-negara lain. Teknologi timbunan
bertiang terus diteliti untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan optimasi
penggunaannya, salah satu contoh penelitian telah dilakukan dalam rangka optimasi
teknologi timbunan bertiang dengan perkuatan geosintetik (Van Eekelen dan Bezuijen,
2012).
Oleh karena itu, dibutuhkan kegiatan penelitian timbunan bertiang di atas tanah
gambut untuk mengidentifikasi perilaku dan kinerja konstruksi timbunan tersebut. Dalam
penelitian tugas akhir ini dilakukan evaluasi deformasi dan stabilitas timbunan bertiang
di atas tanah gambut pada ruas jalan Sijenjang-Simpang Pelabi STA 47+690, Provinsi
Jambi.
1. Tinjauan pustaka berasal dari beberapa jurnal dan majalah teknik sipil,
laporan-laporan penelitian sebelumnya, buku-buku teknik sipil dan data-
data dari Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan Balitbang Kementerian
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
2. Pengumpulan data, berupa:
a. Data parameter tanah (lapangan dan laboratorium).
b. Data geometri ruas jalan Sijenjang-Simpang Pelabi, Provinsi Jambi.
c. Syarat perancangan dan pelaksanaan timbunan bertiang di atas tanah
gambut.
3. Simulasi model timbunan bertiang dan evaluasi deformasi dan stabilitas
timbunan bertiang menggunakan program Plaxis 2D 2017.
4. Analisis dan pembahasan perilaku dan kinerja timbunan bertiang dalam
mengatasi masalah deformasi dan stabilitas konstruksi jalan di atas tanah
gambut.
5. Saran dan kesimpulan.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara singkat latar belakang judul penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
Pada bagian ini diharapkan akan diperoleh gambaran tentang betapa pentingnya
penelitian ini dilakukan sehingga akan diperoleh data-data yang terkait dalam pencapaian
tujuan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumatera memiliki sekitar 7,2 juta hektar lahan gambut. Lahan gambut terluas
terdapat di Riau 56,1% dengan luas 4,044 juta ha, Sumatera Selatan 20,6% dengan luas
1,848 juta ha, Jambi 9,95% dengan luas 0,717 juta ha, Sumatera Utara 4,5% dengan luas
0,325 juta ha, Aceh 3,8% dengan luas 0,274 juta ha, Sumatera Barat 2,9% dengan luas
0,210 juta ha, Lampung 1,2% dengan luas 0,088 juta ha, dan Bengkulu 0,88% dengan
luas 0,063 juta ha (Wahyunto dan Heryanto, 2005). Peta penyebaran tanah gambut di
wilayah Sumatera dapat dilihat pada Gambar 2.2.
5
6
Gambar 2.2 Peta Penyebaran Tanah Gambut Wilayah Sumatera Tahun 2005-2011
(Sumber: Landsat TM, 2002)
Berdasarkan peta geologi regional lembar Jambi seperti pada Gambar 2.3, maka
dapat diuraikan bahwa daerah Sijenjang dan Simpang Pelabi tersusun atas Aluvium (Qa)
dan Endapan Rawa (Qs). Aluvium (Qa) yang terdiri dari kerakal, kerikil, lanau, pasir dan
lempung. Sedangkan Endapan Rawa (Qs) terdiri dari pasir, lanau, lempung, lumpur dan
gambut.
Deskripsi gambut berdasarkan tingkat kematangan atau kadar seratnya dapat dilihat pada
Tabel 2.3, dengan keterangan sebagai berikut:
1. Fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan aslinya masih dapat
dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 67% seratnya masih tersisa.
2. Hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan aslinya
masih dapat dikenali, berwarna coklat dan bila diremas bahan seratnya 33 – 67%.
8
3. Saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya
tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam dan bila diremas kandungan
seratnya < 33%.
Tabel 2.3 Deskripsi Gambut Berdasarkan Tingkat Kematangan
Kadar Serat Kadar Serat
Fibrik > 67%
Hemik 33% - 67%
Saprik < 33%
(Sumber: Kimpraswil, 2002c)
Simbol Deskripsi
Gambut yang hampir separuhnya mengalami pembusukan dengan
struktur tumbuhan yang sukar untuk dikenali. Jika diremas sekitar
sepertiga bagian dari gambut akan keluar melewati sela-sela jari. Sisa-
H6
sisa tumbuhan tersebut hampir seluruhnya berbentuk seperti bubur dan
menunjukkan struktur tumbuhan yang lebih mudah untuk dikenali
dibandingkan sebelum diremas.
Gambut yang lebih dari separuhnya telah membusuk. Mengandung
banyak material amorf dan struktur tumbuhan sangat kering yang sukar
H7 dikenali. Jika diremas sekitar setengah bagian dari gambut akan keluar
melewati sela-sela jari. Kalaupun ada air yang keluar, akan berwarna
sangat gelap.
Gambut yang hampir seluruhnya telah membusuk dengan sejumlah
besar material amorf dan struktur tumbuhan sangat kering yang sukar
dikenali. Jika diremas sekitar 2/3 bagian dari gambut akan keluar
H8
melewati sela-sela jari. Sejumlah kecil sisa-sisa tumbuhan akan
tertinggal di tangan berupa sisa-sisa akar dan serat yang tidak
membusuk.
Gambut yang telah membusuk seluruhnya dimana hampir tidak ada lagi
sisa-sisa struktur tumbuhan yang dapat dilihat. Jika diremas, hampir
H9
seluruh gambut akan keluar melewati sela-sela jari dalam bentuk pasta
yang hampir seragam.
Gambut yang telah membusuk sempurna tanpa ada struktur tumbuhan
H10 yang dapat dilihat. Jika diremas, seluruh bagian gambut yang basah
akan keluar melewati sela-sela jari.
(Sumber: Von Post, 1924)
Sistem Von Post (Landva dan Pheeney, 1980) pada awalnya dirancang untuk
menggambarkan derajat dekomposisi gambut. Kemudian sistem ini dimodifikasi untuk
menyertakan sifat lain dari gambut serta karakteristik permukaan dari lapisan gambut.
Parameter yang harus diketahui adalah kedalaman, jenis gambut, kadar air, derajat
dekomposisi, kandungan serat, terdapatnya sisa-sisa kayu dan informasi lain yang
relevan (misalnya adanya arang/karbon dan sisa-sisa tanaman). Masing-masing dari
parameter tersebut mempunyai detail seperti dibawah ini:
1. Kedalaman tanah (dalam cm).
2. Jenis gambut berdasarkan fitur-fitur yang dikenali dari tanaman asli sekitar,
(S) Sphagnum, (C) Carex, (er) Eriophorium, (Eq) Equisetium, (ph)
Phagmites, (Sch) Scheuchzeria, (N) Semak, (L) Kayu.
10
4. Kandungan Serat
Adanya serat halus (F) dan serat kasar (R) tercatat. Hasilnya serat halus
utamanya dikarenakan adanya Eriphorum, sedangkan serat kasar merujuk
pada serat dengan diameter lebih besar dari 1 mm.
Tabel 2.7 Klasifikasi Gambut Berdasarkan Kadar Serat
Kelas Deskripsi
F0 Nol
F1 Rendah
F2 Sedang
F3 Kering
(Sumber: Landva dan Pheeney, 1982)
5. Derajat dekomposisi
Huruf H pada Tabel 2.6 dengan penomoran 1 sampai 10 berfungsi untuk
menunjukkan derajat dekomposisi (contoh: H1 = Gambut benar-benar
terdekomposisi).
11
PH adalah parameter kualitas air untuk mengetahui tipe dan laju kecepatan reaksi
beberapa bahan di dalam air. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14
(sangat basa). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam sedangkan
nilai pH di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Klasifikasi gambut
berdasarkan nilai pH dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Sifat fisik tanah gambut memiliki sesuatu yang sangat khusus, yaitu nilai
kandungan organik yang tinggi sebagai akibat terjadinya proses pembentukan tanah
gambut itu sendiri. Nilai angka pori yang besar serta kandungan air yang tinggi
menyebabkan harga koefisien rembesan tanah gambut mendekati kondisi tanah pasir. Hal
ini wajar sebagai akibat besarnya angka pori yang dapat menyebabkan air dalam pori
mudah keluar apabila terdapat beban di atasnya. Nilai berat volume tanah gambut yang
kecil menunjukkan bahwa kepadatan tanah gambut tidak seperti tanah pada umumnya.
Jika dihubungkan dengan nilai kadar airnya yang tinggi, berat air yang terkandung dalam
tanah gambut mencapai 6 kali lebih berat dibandingkan berat butiran soil tanah gambut
itu sendiri. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanah gambut mempunyai pH
yang sangat rendah, hal ini bersifat sangat korosif (Mochtar,N.E, 2002) terhadap material
baja dan beton yang ada dalam lingkungan tersebut.
Sifat fisik suatu material akan berpengaruh terhadap sifat teknik material itu
sendiri; demikian pula yang terjadi pada tanah gambut. Tabel 2.12 menunjukkan sifat
teknik tanah gambut, dimana sifat teknis yang paling menonjol adalah daya dukungnya
yang rendah dan kemampatannya yang tinggi. Berbagai penyelidikan terhadap daya
dukung tanah gambut menunjukkan bahwa daya dukungnya bahkan lebih rendah dari soft
clay (Jelisic & Leppanen, 1992).
13
Nilai sudut geser-dalam tanah gambut berserat sangat besar yaitu > 500; tetapi hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh serat yang ada. Landva (1982) menyatakan bahwa harga
sudut geser-dalam untuk tanah gambut berserat sebenarnya berkisar antara 270 – 320.
Kemampuan tanah gambut yang tinggi untuk menyerap dan menyimpan air akan
berpengaruh pada sifat teknik tanah gambut (Vautrain, 1976); semakin besar kadar air
yang terkandung pada tanah gambut semakin kecil pula kekuatannya. Selain itu, tanah
gambut sangat sensitif terhadap beban yang bekerja diatasnya, hal ini menunjukkan
bahwa tanah gambut mempunyai harga pemampatan yang tinggi (High Compressibility).
Perilaku pemampatan tanah gambut sangat berbeda dengan perilaku pemampatan
pada tanah lempung. Gambar 2.4 menunjukkan kurva pemampatan (ε vs log t) tanah
gambut berserat dengan beban 25 kPa. Pada kurva tersebut terlihat adanya 4 (empat)
komponen pemampatan yaitu pemampatan segera (εi), pemampatan primer (εp),
pemampatan sekunder (εs) dan pemampatan tersier (εt). Pemampatan primer adalah
proses keluarnya air pori dari makropori, pemampatan sekunder primer merupakan proses
keluarnya air dari mikropori (serat) ke makropori sedangkan pemampatan tersier adalah
proses dekomposisi dari tanah gambut. Karena alasan tersebut maka penggunaan metode
Terzaghi (1925) untuk menentukan besar pemampatan pada tanah gambut kurang tepat.
Gambar 2.4 Kurva Hubungan ε vs log t Pada Tanah Gambut dengan Beban 25 kPa
(Sumber: Dhowian dan Edil, 1980)
14
Simbol
Kelas Ukuran
Jenis Tanah (USCS)
Tanah Butiran
*
Kerikil bergradasi baik atau kerikil pasiran GW
Kerikil bergradasi buruk atau kerikil pasiran GP
I Kasar
Pasir bergradasi baik atau kerikil pasiran SW
Pasir bergradasi buruk atau kerikil pasiran SP
Kerikil lanauan atau kerikil pasiran lanauan GM
Kerikil lempungan atau kerikil pasiran lempungan GC
II Sedang
Pasir lanauan atau pasir kerikil lanauan SM
Pasir lempungan atau pasir kerikil lempungan SC
(Sumber: ASTM D 2487)
Penyelidikan air tanah yang dilakukan di lapangan yaitu Sondir (DCP), Uji
Penetrasi Standar (SPT), Pemboran Teknik dan lain-lain. Dari sample tanah yang diambil
di lapangan untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah maka dilakukan
pengujian laboratorium.
Tabung penginti (Core barrel) terdiri dari dua tabung yaitu, tabung dalam dan
tabung luar. Tabung dalam merupakan tabung penginti (tidak berputar),
sedangkan tabung luar berputar memutari pahat yang melakukan pemboran. Air
dipompakan ke bawah melalui bagian dalam dari stang bor dan mengalir terus ke
bawah diantara kedua tabung tersebut lewat pahat dan kembali ke atas melalui
17
bagian luar tabung. Fungsi air, sebagai pelumas dan pendingin mata bor (bit) dan
juga berfungsi untuk mengangkut potongan-potongan tanah ke atas permukaan
tanah. Rangkaian alat rotary core drilling dapat dilihat pada Gambar 2.5.
30 in (0,76 m). pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut
setebal 6 in (150 mm) untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai
dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap kedua dan ketiga
dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan
dalam pukulan /0,3 m atau pukulan per foot (ft)). Uji SPT dilakukan pada setiap
2 m pengeboran dan dihentikan pada saat uji N-SPT sama dengan atau lebih besar
dari 60 N berturut-turut sebanyak 3 kali. Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT
terdapat pada SNI-4153-2008. Rangkaian alat SPT dapat dilihat pada Gambar
2.7. Adapun hubungan antara N-SPT dengan konsistensi tanah dapat dilihat pada
Tabel 2.16.
kg/cm3 atau > 2,5 kg/cm3. Nilai yang biasa terjadi 1,6 kg/cm3 s/d 2,0 kg/cm3.
Berat isi kering ditentukan dengan satuan yang sama gr/cm3 nilai yang biasa
terjadi 0,6 kg/cm3 s/d 2,4 kg/cm3.
2. Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan dinyatakan dalam persen (%) sehingga nilai terkecil 0%
dan terbesar 100%. Tanah yang asli di lapangan luasnya mempunyai derajat
kejenuhan lebih tinggi dari 90%.
3. Angka pori (e)
Dinyatakan sebagai bilangan saja. Nilainya berkisar sekitar 0,3 sampai 3,0.
4. Batas plastis dan batas cair
Pengujian ini dilakukan pada tanah kohesif untuk maksud klasifikasi dan
untuk estimasi sifat-sifat teknisnya. Grafik plastisitas dari casagranade dapat
digunakan untuk memperkirakan kompresibilitas tanah-tanah lempung dan
lanau. Dalam menggunakan grafik plastisitas, perlu diketahui apakah tanah
berupa tanah organic atau anorganik, yang biasanya dapat diketahui dari
warnanya yang gelap dan baunya seperti tanaman yang busuk bila tanahnya
organic. Bila terdapat keragu-raguan mengenai tanah organic ini, uji batas cair
dilakukan pada contoh tanah yang telah dipanaskan dalam oven. Jika setelah
pengeringan, nilai batas cair tereduksi sampai 30% atau lebih, maka tanah
adalah tanah organic.
5. Indeks Plastis (PI)
Indeks plastis adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. Jika tanah
banyak mengandung pasir maka test batas plastis (plastic limit) harus
dilaksanakan sebelum penentuan batas cair dilakukan. PI dinyatakan NP (non
plastic) jika batas plastis sama dengan atau lebih besar dari batas cair dan batas
cair atau batas plastis tidak dapat ditemukan.
6. Analisa saringan
Analisa saringan untuk mengetahui ukuran dan susunan butiran (gradasi)
tertahan saringan no. 200 ASTM. Ukuran-ukuran saringan berkisar dari
lubang berdiameter 101,6 mm (No. 4) sampai 0,0037 mm (No. 400).
22
ini adalah beban tangki yang didirikan di atas suatu urugan pada tanah
lempung yang telah mengalami konsolidasi 100%.
Pengujian Consolidated Drained dilakukan untuk mensimulasikan kondisi
pemberian beban pada tanah yang telah terkonsolidasi dengan kecepatan yang
relatif lambat dibandingkan dengan keluarnya air dari pori tanah.
4. Uji konsolidasi
Pengujian ini hanya dilakukan untuk jenis tanah berbutir halus seperti
lempung dan lanau dan digunakan untuk mengukur besarnya penurunan
konsolidasi dan kecepatan penurunan. Pengujian dilakukan pada alat
oedometer atau konsolidometer. Dari nilai koefisien konsolidasi (Cv) yang
dihasilkan, dapat ditentukan kecepatan penurunan bangunannya. Data
hubungan beban dan penurunan diperoleh koefisien perubahan volume (mv)
atau indeks pemampatan (Cc), yang selanjutnya digunakan untuk menghitung
estimasi penurunan akibat beban bangunan. Uji konsolidasi bisa tidak
dilakukan bila tanahnya berupa lempung terkonsolidasi sangat berlebihan
(heavily overconsolidated). Karena pada jenis tanah lempung tersebut,
sepanjang beban yang diterapkan tidak sangat berlebihan, penurunan yang
terjadi sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Pengujian laboratorium yang diuraikan di atas mengikuti Standar Nasional
(SNI) seperti diuraikan pada Tabel 2.17.
Namun, pada lapisan lempung lunak yang tebal, tiang pancang seringnya
tidak dapat mencapai lapisan tanah keras, sehingga disebut tiang lekatan
(friction piles). Tiang yang umum digunakan di Indonesia adalah tiang
pancang dari kayu bakau dengan panjang maksimum 6 m. Untuk
meningkatkan transfer beban ke tiang maka diperlukan topi tiang. Ukuran
topi tiang adalah 4 – 22% dari luas timbunannya. Jenis-jenis tiang yang dapat
dipilih untuk timbunan bertiang dapat dilihat pada Gambar 2.8.
(a) (b)
Gambar 2.8 Jenis-jenis Tiang untuk Timbunan Bertiang: (a) Tiang Panjang Beton
Pracetak Lingkaran; (b) Tiang Pancang Beton Pracetak Persegi
2. Timbunan
Lapisan dibawah timbunan (matras) harus terdiri dari material friksi, seperti
pasir atau agregat hancur (hancuran material konstruksi). Pada banyak kasus,
matras terdiri dari agregat hancur dan sisi timbunan terdiri dari material
berkualitas rendah, contohnya pasir.
2.5.2 Metode Perencanaan Timbunan Bertiang
Metode perencanaan timbunan bertiang yang dijelaskan meliputi perencanaan
timbunan dan perencanaan tiang. Pendekatan desain yang digunakan untuk
merencanakan timbunan bertiang adalah metode tegangan kerja atau beban kerja
(working stress design) dan faktor keamanan global. Meskipun demikian sejumlah
pedoman timbunan dengan tiang yang sudah dipublikasikan menggunakan pendekatan
desain dengan metode tegangan batas ultimit (Ultimate Limit State, ULS) atau tegangan
batas layan (Serviceability Limit States, SLS), dengan faktor keamanan parsial (partial
safety factor) yang belum umum digunakan di Indonesia.
27
Tabel 2.18 Metode dan Pendekatan Desain Timbunan Bertiang (dari berbagai sumber)
Tinggi
Pendekatan Perencanaan Pendekatan Perhitungan
Metode Minimum
Perencanaan Faktor Keamanan Lengkung Tanah
Timbunan
Faktor keamanan
parsial untuk beban
Dutch Ultimate Limit
kendaraan, sudut
Design State (ULS) Diasumsikan beban kendaraan
geser dalam, berat isi
Guidelines Serviceability 0,66 (s-a) > berat timbunan atau
tanah, reaksi tanah
CUR226 Limit State pengurangan lengkung tanah
dasar, kekakuan
(2010) (SLS)
aksial geosintetik dan
kekuatan geosintetik
CUR (2010) mensyaratkan tinggi timbunan adalah H/(s-a) ≥ 0,66 dan menurut
EBGEO tinggi minimum timbunan bertiang yang disyaratkan adalah H/(s-d)
≥ 0,8 apabila didominasi oleh beban statis.
Dimana:
s = Jarak antar tiang
29
Dimana:
Dimana:
Qs = Tahanan geser selimut tiang ultimate
Qsc = Kontribusi dari kohesi tanah, c (pada tanah lempung)
Qsφ = Kontribusi dari sudut geser dalam tanah, φ (pada tanah pasir)
Secara umum, kontribusi kohesi tanah untuk tahanan geser selimut tiang
ultimate dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.4.
𝑄𝑠𝑐 = ∑ 𝛼. 𝑐𝑢−𝑖 . 𝑙𝑖 . 𝑝 ………………………………………………….. (2.4)
Dimana:
α = Faktor lekatan
cu-i = Kohesi tanah undrained pada lapisan ke-i
li = Panjang tiang pada lapisan ke-i
p = Keliling tiang
Faktor lekatan (𝛼) dapat ditentukan dengan menggunakan grafik yang
direkomendasikan oleh Tomlinson (1977) sebagaimana diperlihatkan pada
Gambar 2.12.
Sedangkan kontribusi dari sudut geser dalam tanah, φ, untuk tahanan geser
selimut ultimate dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2.5.
𝑄𝑠𝜑 = ∑𝑛𝑖=𝑙 𝑓𝑖 . 𝑙𝑖 . 𝑝 …………………………………………………...…. (2.5)
Dimana:
fi = Ko-i . σ’v-i . tan (2/3 φi)
Ko-i = Koefisien tekanan tanah lateral pada lapisan ke-i = 1-sinφ
Σ’v-i = Tegangan vertical efektif pada tengah lapisan ke-i
31
Dimana:
N = Nilai rata-rata standard penetration test sepanjang selimut tiang
fs = Tahanan geser selimut ultimate, untuk tiang pancang dalam tsf
fl = Batas tahanan selimut, untuk tiang pancang fl = 1 tsf
4. Tahanan ujung tiang
Kapasitas daya dukung ujung pondasi tiang yang terletak pada lapisan tanah
dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.7.
𝑄𝑝 = 𝐴𝑝 (𝑐. 𝑁𝑐 ∗ + 𝑞 ′ . 𝑁𝑞 ∗ )…………………………………………….. (2.7)
Dimana:
Ap = Luas penampang bagian ujung tiang
c = kohesi tanah pada bagian ujung tiang
q’ = Tegangan vertical efektif pada daerah ujung tiang
Nc*, Nq* = Faktor daya dukung
Tahanan ujung tiang diperhitungkan untuk dua jenis tanah, yaitu pasir dan
lempung.
5. Kapasitas daya dukung ijin tiang
Daya dukung ijin tiang adalah daya dukung ultimate dibagi dengan angka
keamanan, atau dapat dilihat pada Persamaan 2.8.
𝑄𝑢𝑙𝑡
𝑄𝑎𝑙𝑙 = ……………………………………………………………… (2.8)
𝑆𝐹
7. Penurunan tiang
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung penurunan tiang
adalah metode elastisitas seperti pada Persamaan 2.12 sampai Persamaan
2.15.
𝑆 = 𝑆𝑒1 + 𝑆𝑒2 + 𝑆𝑒3 ............................................................................. (2.12)
(𝑄𝑤𝑝 +𝜉.𝑄𝑤𝑠 ).𝐿
𝑆𝑒1 = ................................................................................ (2.13)
𝐴𝑝 .𝐸𝑝
𝑄𝑤𝑝 .𝐶𝑝
𝑆𝑒2 = ........................................................................................... (2.14)
𝐷.𝑞𝑝
𝑄𝑤𝑠 .𝐶𝑠
𝑆𝑒3 = ........................................................................................... (2.15)
𝐿.𝑞𝑝
Dimana:
S = Penurunan total
Se1 = Penurunan elastis dari tiang
Se2 = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di ujung tiang
Se3 = Penurunan tiang yang disebabkan oleh beban di sepanjang tiang
34
Pada Tabel 2.20 dapat dilihat parameter untuk tiang yang berada pada tanah tidak
kohesif, sedangkan parameter untuk tiang yang berada pada tanah kohesif dapat
dilihat pada Tabel 2.21.
Tingkat Nilai Nilai Sondir, ZL/d Tiang Tiang cor Tiang Tiang cor
Kepadatan SPT (N) qc (kPa) pancang setempat pancang setempat
Pada posisi ini, tekanan tanah pada tiang akan berupa tekanan tanah saat diam
(earth pressure at rest) dan tekanan tanah lateral pada tiang kedalaman tertentu (z)
dinyatakan oleh Persamaan 2.16.
𝜎ℎ = 𝐾0 . 𝜎𝑣 = 𝐾0 . 𝑧. 𝛾 ……………………………………………....……………. (2.16)
Dimana:
K0 = Koefisien tekanan tanah saat diam
γ = Berat volume tanah (t/m3)
Kedudukan tegangan di dalam tanah yang dinyatakan oleh lingkaran Mohr yang
ditunjukkan pada Gambar 2.16 saat tanah pada kondisi diam diwakili oleh lingkaran A.
Perhatikan bahwa kedudukan K0, lingkaran A tidak menyinggung garis kegagalan OP.
Kedudukan tegangan saat tanah pada kedudukan keseimbangan limit aktif terjadi
diwakili oleh lingkaran B yang menyinggung garis kegagalan OP yang ditunjukkan pada
Gambar 2.18. Jika tegangan vertikal 𝜎𝑣 di titik tertentu di dalam tanah dinyatakan oleh
𝜎𝑣 = 𝑧. 𝛾, maka tekanan tanah lateral pada saat runtuh dapat dilihat pada Persamaan
2.17.
𝜎ℎ = 𝐾𝑎 . 𝜎𝑣 = 𝐾𝑎 . 𝑧. 𝛾 ………………………………………………..…………….(2.17)
38
Jika tanah tertekan sebagai akibat tiang mendorong tanah, maka gaya yang
dibutuhkan untuk menimbulkan kontraksi tanah secara lateral lebih besar daripada
besarnya tekanan tanah yang menekan ke tiang. Besarnya gaya ini bertambah dengan
bertambahnya regangan dalam tanah seiring dengan bergeraknya tiang, hingga sampai
suatu regangan tertentu, tanah mengalami keruntuhan geser akibat desakan tiang, saat
mana gaya lateral tanah mencapai nilai yang konstan yaitu pada nilai maksimumnya.
Kedudukan tegangan saat tanah pada kedudukan keseimbangan limit pasif terjadi
diwakili oleh lingkaran C yang menyinggung garis kegagalan OP yang ditunjukkan pada
Gambar 2.20. Jika tegangan vertikal 𝜎𝑣 di titik tertentu di dalam tanah dinyatakan oleh
39
𝜎𝑣 = 𝑧. 𝛾, maka tekanan tanah lateral pada saat runtuh dapat dilihat pada Persamaan
2.18.
𝜎ℎ = 𝐾𝑝 . 𝜎𝑣 = 𝐾𝑝 . 𝑧. 𝛾…………………………………………..………………….(2.18)
2.8 Stabilitas
Stabilitas ditunjukan dengan nilai Faktor Keamanan (FK). Suatu timbunan
dianggap berada pada titik keruntuhan jika faktor keamanan, FK = 1, serta berada pada
kondisi stabil jika FK yang dimiliki lebih besar dari satu (FK > 1) atau dengan kata lain
memiliki kekuatan yang lebih (reserve strength). Pd T-11-2005-B memberikan kriteria
FK minimum untuk kondisi jangka pendek atau selama masa pelaksanaan timbunan yang
diperlihatkan pada Tabel 2.24.
lebih lengkap mengenai perhitungan tegangan total dan efektif dapat merujuk ke Dep.PU
(2004).
Tabel 2.26 Kuat Geser, Tekanan Air Pori dan Berat Isi
Kondisi
Jenis Pembebanan
Parameter Akhir Jangka
Tanah Beberapa
Konstruksi Panjang
Tahap*
Tekanan
Semua air Sertakan Sertakan Sertakan
eksternal
Semua Berat isi Total Total Total
Terdrainase
Kuat geser c' dan ø' c' dan ø' c' dan ø'
(drained)
u dari
Terdrainase Tekanan u dari analisis u dari analisis
analisis
(drained) air pori (u) rembesan rembesan
rembesan
Tegangan
Tegangan total,ø'
total, c' dan ø'
Tak u = 0 dan cu dari
dari uji-uji
Terdrainase Kuat geser uji triaksial CU c' dan ø'
lapangan,
(undrained) pada tekanan
triaksial UU
konsolidasi
dan CU
Tak Abaikan, set u Abaikan, set u = 0 u dari
Tekanan
Terdrainase = 0 pada input pada input analisis
air pori (u)
(undrained) komputer komputer rembesan
2.9 Deformasi
Salah satu permasalahan utama pada tanah lunak dalam suatu pekerjaan
konstruksi adalah deformasi atau penurunan tanah yang sangat besar. Penurunan yang
besar tersebut disebabkan oleh penurunan konsolidasi pada tanah, yang akan dijelaskan
pada bagian berikutnya.
Ketika tanah dibebani, maka sama dengan material lain, tanah akan mengalami
penurunan. Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga jenis penurunan tanah.
1. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Penurunan seketika merupakan penurunan yang terjadi seketika saat beban
diberikan. Pada tanah jenuh air dan permeabilitas rendah, beban yang bekerja
diterima sepenuhnya oleh tegangan air pori. Pada tanah dengan permeabilitas
tinggi, tegangan air pori yang terjadi muncul hanya sebentar karena tegangan air
43
pori ini terdisipasi dengan cepat. Deformasi yang terjadi pada tanah tidak disertai
dengan perubahan volume. Perhitungan untuk penurunan seketika ini didasarkan
pada hukum elastisitas material.
2. Penurunan Konsolidasi/Primer (Consolidation Settlement)
Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah kohesif yang diakibatkan
terdisipasinya tegangan air berlebih di dalam tanah, dan akhirnya menghasilkan
perubahan dari segi volume. Jenis penurunan ini terjadi bersama dengan waktu
yang berlalu. Tegangan air pori berlebih di transfer menuju partikel tanah menjadi
tegangan efektif. Saat tegangan air pori berlebih ini = 0, penurunan konsolidasi
sudah selesai dan tanah berada dalam keadaan drained. Besarnya nilai penurunan
konsolidasi primer dapat dihitung dengan Persamaan 2.19.
∆𝑒
𝑆𝑐 = 1+𝑒 . 𝐻.....................................................................................................(2.19)
0
Dimana:
Sc = Penurunan konsolidasi primer
∆e = Perubahan angka pori
e0 = Angka pori awal
H = Tebal lapisan Tanah
3. Penurunan Rangkak/Sekunder (Creep/Secondary Settlement)
Penurunan sekunder merupakan penurunan yang terjadi setelah penurunan
konsolidasi. Penurunan ini terjadi seiring dengan waktu berlalu dan biasanya terjadi
sangat lama setelah beban mulai bekerja, dimana partikel tanah mengalami creep.
Penurunan ini terjadi saat semua tegangan air pori berlebih di dalam tanah telah
terdisipasi dan saat tegangan efektif yang terjadi berada dalam keadaan konstan.
Besarnya nilai konsolidasi sekunder dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.20.
𝑆𝑠 = 𝐶𝛼 . 𝐻. log(𝑡2 ⁄𝑡1 ).....................................................................................(2.20)
Dimana:
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder
Cα = Rasio pemampatan sekunder
H = Tebal lapisan tanah yang ditinjau
t2 = t1 + ∆t
t1 = Waktu saat konsolidasi primer selesai
44
Nilai Cα dapat diperoleh dari grafik hubungan angka pori (e) terhadap waktu (t)
seperti tampak pada Gambar 2.21.
Kriteria penurunan timbunan selama masa konstruksi serta kecepatan penurunan yang
disyaratkan oleh Pt-T-10-2002-B dapat dilihat pada Tabel 2.27, dimana s adalah jumlah
penurunan selama masa konstruksi dan stot adalah penurunan total yang diperkirakan.
Kriteria ini berlaku untuk timbunan jalan di atas tanah dasar yang lunak.
Dimana:
material timbunan.
Perhitungan ini tidak memperhitungkan kontribusi kuat geser dari timbunan.
Apabila tinggi timbunan sudah melampaui tinggi kritisnya, maka elevasi timbunan
diturunkan agar tidak terjadi keruntuhan.
5) Kapasitas dukung batas (qu) sulit dipastikan sulit dianalisis, hanya bisa
diamati penurunannya saja.
sukses akan diindikasikan dengan ‘trick mark’ berwarna hijau, sedangkan tahapan
yang gagal diselesaikan akan diindikasikan dengan tanda silang berwarna merah.
3. Hasil Perhitungan (output)
Output dari suatu perhitungan elemen hingga adalah perpindahan pada titik-titik
nodal dan titik-titik tegangan. Selain itu, saat model elemen hingga
mengikutsertakan elemen-elemen struktural, maka gaya-gaya struktural juga akan
dihitung dalam elemen-elemen ini.
Program keluaran memuat seluruh fasilitas untuk menampilkan hasil dari data
masukan yang telah dibentuk serta hasil dari perhitungan elemen hingga.
Program Plaxis dilengkapi oleh beberapa fitur untuk menghadapi berbagai aspek
struktur dan geoteknik. Ringkasan mengenai fitur-fitur dan uraian penting dalam plaxis
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan model geometri secara grafis
Masukan berupa pelapisan tanah, elemen-elemen struktur, tahapan konstruksi,
pembebanan serta kondisi-kondisi batas dilakukan dengan menggunakan
prosedur grafis yang mudah dengan bantuan komputer, yang memungkinkan
pembuatan model geometri berupa penampang melintang yang mendetail. Dari
model geometri ini jaring elemen hingga 2D dapat dengan mudah dibentuk.
2. Pembentukan jaring elemen secara otomatis
Plaxis secara otomatis akan membentuk jaring elemen hingga 2D yang acak
dengan pilihan untuk memperhalus jaring elemen secara global maupun lokal.
3. Pelat
Elemen pelat merupakan obyek struktural yang digunakan untuk memodelkan
struktur yang tipis dalam tanah dengan kekakuan lentur yang signifikan serta
kekakuan normal. Elemen pelat dapat digunakan untuk memodelkan pengaruh
dari dinding, pelat, cangkang atau dinding terowongan yang menerus dalam arah-
z. Penggambaran elemen-elemen pelat dalam model geometri serupa dengan cara
penggambaran garis-garis geometri. Saat elemen pelat digambarkan, garis
geometri juga terbentuk secara bersamaan.
Sifat-sifat material dari elemen pelat diatur dalam kumpulan data material.
Parameter-parameter yang paling penting adalah kekakuan lentur EI dan
49
kekakuan aksil EA. Dari kedua parameter ini sebuah ketebalan ekivalen dari
elemen pelat deq dapat dihitung dari Persamaan 2.22.
𝐸𝐼
𝑑𝑒𝑞 = √12 𝐸𝐴................................................................................................ (2.22)
Perubahan rasio EI/EA akan mengubah tebal ekivalen deq, demikian juga dengan
jarak antara titik-titik tegangan. Jika hal ini dilakukan saat ada gaya-gaya yang
bekerja dalam elemen balok, maka hal ini akan mengubah distribusi momen
lentur, dimana hal ini tidak diijinkan.
4. Antarmuka (Interface)
Elemen antar muka atau elemen penghubung dapat digunakan untuk memodelkan
interaksi tanah-struktur. Sebagai contoh, elemen-elemen ini dapat digunakan
untuk memodelkan zona tipis diantara lining terowongan dengan tanah
disekelilingnya yang mengalami intensitas geser yang tinggi. Nilai sudut geser
dan kohesi dari elemen antarmuka umumnya berbeda dengan nilai sudut geser dan
kohesi dari tanah disekitarnya.
5. Baris Balok Tertanam (Embedded Beam Rows)
Elemen balok 2D merupakan pendekatan yang disederhanakan untuk menangani
deretan tiang pancang dalam arah luar bidang dalam model regangan bidang 2D.
Balok itu mewakili pergerakan deretan tiang di luar bidang dari masing-masing
tiang. Kekakuan antarmuka harus dipilih sedemikian rupa sehingga menyumbang
perbedaan antara perpindahan tanah dan perpindahan tiang dengan memindahkan
beban dari struktur ke tanah dan sebaliknya. Baris balok tertanam dapat digunakan
untuk memodelkan deretan struktural yang digunakan untuk mengirimkan beban
ke tanah.
6. Tekanan air pori hidrostatis
Distribusi tekanan air pori yang kompleks dapat dihitung berdasarkan elevasi dari
grafis freatik atau masukan langsung berupa nilai-nilai tekanan air. Sebagai
alternatif, perhitungan aliran air statis dalam tanah dapat dilakukan untuk
memperoleh distribusi tekanan air pori pada masalah-masalah aliran statis atau
rembesan.
7. Analisis konsolidasi
Semakin berkurangnya tekanan air pori berlebih terhadap waktu dapat dihitung
dengan menggunakan sebuah analisis konsolidasi. Suatu perhitungan konsolidasi
50
c. Parameter tanah
Parameter tanah digunakan untuk mendeskripsikan sifat-sifat tanah dan
perilaku karakteristik tanah yang selanjutnya dianalisa kedalam Plaxis.
Adapun parameter-parameter tanah secara umum yang digunakan dalam
program Plaxis adalah sebagai berikut:
1) Berat volume tanah jenuh (γsat)
Berat volume tanah jenuh, didefinisikan sebagai berat tanah termasuk zat cair
dalam pori per satuan volume. Berat volume ini digunakan untuk
merepresentasikan semua material yang berada dibawah muka air tanah.
53
Tabel 2.28 Kolerasi Antara N-SPT Terhadap Berat Jenis Tanah Lempung
7) Kohesi (c)
Kekuatan berupa kohesi mempunyai satuan tegangan. Plaxis dapat
menangani pasir non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan akan berjalan
kurang baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum
berpengalaman disarankan untuk memasukkan nilai yang kecil untuk kohesi
(gunakan c > 0,2 kPa). Nilai kohesi dapat dilihat pada Tabel 2.31.
56
Tabel 2.32 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah
Sudut Geser
Jenis Tanah
Dalam (ø)
Kerikil kepasiran 35° - 40°
Kerikil kerakal 35° - 40°
Pasir padat 35° - 40°
Pasir Lepas 30°
Lempung kelanauan 25° - 30°
Lempung 20° - 25°
(Sumber: Braja M. Das, 1998)
METODOLOGI PENELITIAN
57
58
Mulai
Tinjauan Pustaka
Pengumpulan Data:
Data Parameter Tanah (Lapangan dan Laboratorium)
Data Geometri Jalan Sijenjang-Simpang Pelabi, Provinsi
Jambi
Syarat Timbunan Bertiang
Deformasi Stabilitas
(Penurunan) (FK)
Tidak
Memenuhi Syarat
Ya
Selesai
Daerah Lokasi
Penelitian
60
61
Data yang digunakan untuk melakukan evaluasi deformasi dan stabilitas timbunan
merupakan hasil pemboran mesin yang dilakukan pada lokasi penelitian, tepatnya pada
titik BM-1 yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Tabel 4.1 terdapat urut-urutan jenis
lapisan tanah, kedalaman dan nilai N-SPT masing-masing lapisan tanah dari permukaan
jalan hingga kedalaman maksimum pemboran (± 36,50 m).
62
Berat Isi
11 γd (gr/cm3) 0,46 1,34 1,53
Tanah Kering
Derajat
13 Sr (%) 96,91 104,35 121,80
Kejenuhan
Parameter tanah dasar seperti pada Tabel 4.3 merupakan hasil korelasi N-SPT,
dikarenakan pengujian laboratorium tidak dilakukan pada semua lapisan tanah yang ada
dan beberapa hasil pengujian laboratorium tidak representatif dengan lapisan tanah
tersebut. Nilai λ*dan κ* pada lapisan tanah gambut diperoleh dari Persamaan 4.1 dan
Persamaan 4.2 sebagai berikut:
𝑪
𝝀∗ = 𝟐 𝒙 𝟑 𝒙𝑪(𝟏+𝒆) .......................................................................................................... (4.1)
Dimana:
Cc = Indeks pemampatan
e = Angka pori
𝐶
𝜅 ∗ = 2 𝑥 3 𝑥𝑟(1+𝑒) .......................................................................................................... (4.2)
Dimana:
Cr = Indeks pemampatan kembali
e = Angka pori
Berdasarkan Persamaan 4.1 dan Persamaan 4.2 diperoleh nilai λ*dan κ* sebagai
berikut:
65
𝐶
𝜆∗ = 2 𝑥 3 𝑥𝐶(1+𝑒)
𝜆∗ = 0,1824
𝐶
𝜅 ∗ = 2 𝑥 3 𝑥𝑟(1+𝑒)
𝜅 ∗ = 0,00365
Mengingat tiang pancang yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini
berbentuk lingkaran atau Concrete Spun Pile, maka analisis tekuk (buckling) terhadap
tiang akibat gaya lateral tidak dilakukan karena momen tekuk yang bekerja di bawah
timbunan hanya terjadi pada kasus-kasus tiang langsing (slender foundation).
Simulasi timbunan dilakukan dengan 2 (dua) model analisis, yaitu model konstruksi
langsung dan model konstruksi bertahap.
(a) (b)
Gambar 4.4 Simulasi Model Timbunan Eksisting: (a) Konstruksi Langsung; (b)
Konstruksi Bertahap
(a) (b)
Gambar 4.5 Diagram Hasil Penurunan (Uy): (a) Konstruksi Langsung (183,263 cm);
(b) Konstruksi Bertahap (181,369 cm)
(a) (b)
Gambar 4.6 Diagram Hasil Faktor Keamanan (FK): (a) Konstruksi Langsung (1,797);
(b) Konstruksi Bertahap (1,892)
horizontal berjumlah 8 tiang dengan jarak antar tiang 1,57 m dan diameter tiang 0,45 m.
Bentuk 2 (dua) model analisis dengan menggunakan Plaxis 2D 2017 dapat dilihat pada
Gambar 4.7.
(a) (b)
Gambar 4.7 Simulasi Model Timbunan Bertiang: (a) Konstruksi Langsung; (b)
Konstruksi Bertahap
(a) (b)
Gambar 4.8 Diagram Hasil Penurunan (Uy): (a) Konstruksi Langsung (1,274 cm); (b)
Konstruksi Bertahap (1,226 cm)
(a) (b)
Gambar 4.9 Diagram Hasil Faktor Keamanan: (a) Konstruksi Langsung (3,498); (b)
Konstruksi Bertahap (3,613)
0
-20
-40
-60
-80
Uy (cm)
-100
Timbunan Eksisting Konstruksi
-120
Langsung
-140
Timbunan Eksisting Konstruksi
-160
Bertahap -181,369
-180
-200 -183,263
0,1 1,0 10,0 100,0 1000,0 10000,0
Waktu (Hari) (skala log)
0,000
-0,200
Timbunan Bertiang
Konstruksi Langsung
-0,400
Timbunan Bertiang
-0,600 Konstruksi Bertahap
Uy (cm)
-0,800
-1,000
-1,226
-1,200
-1,400 -1,274
0,1 1,0 10,0 100,0 1000,0 10000,0
Waktu (Hari) (skala log)
Dari hasil perbandingan simulasi model deformasi dan stabilitas antara timbunan
eksisting dengan timbunan bertiang, maka diketahui bahwa penggunaan timbunan
bertiang dapat mengurangi besarnya penurunan, karena beban yang terjadi disalurkan
terhadap tiang yang menopang dibawah timbunan. Hal ini terjadi akibat tanah diberi
perkuatan tambahan berupa tiang di bawah badan jalan Sijenjang – Simpang Pelabi STA
47+690, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai penurunan timbunan bertiang jauh lebih
kecil 99% dibandingkan dengan timbunan eksisting.
Simulasi model timbunan bertiang juga menunjukkan bahwa nilai faktor
keamanan lebih besar 47% dibandingkan dengan timbunan eksisting. Hal ini terjadi
akibat adanya tiang di bawah timbunan yang bersifat kaku karena terbuat dari beton,
sehingga stabilitas timbunan bertiang akan meningkat.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan teori Von Post, tanah gambut yang berada pada lokasi penelitian
termasuk dalam klasifikasi H5 yang dikategorikan sebagai gambut dengan derajat
pembusukan sedang, mengeluarkan air sangat keruh dan jika diremas masih ada
sedikit butiran gambut amorf yang keluar melalui sela-sela jari. Struktur sisa-sisa
tumbuhan juga masih memungkinkan untuk dikenali walaupun tidak mudah untuk
mengidentifikasi ciri-ciri butiran gambut amorf. Sisa-sisa tumbuhan hampir
seluruhnya berbentuk seperti bubut yang bersifat lembek, sehingga dapat diambil
kesimpulan penurunan yang terjadi akan sangat besar.
2. Tanah gambut terbentuk dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan memiliki kadar organik yang tinggi, sehingga tanah
gambut memiliki karakteristik, diantaranya muka air tanah yang tinggi,
kompresibilitas sangat tinggi, daya dukung tanah yang sangat rendah, konsolidasi
sekunder mendominasi dalam kurun waktu yang sangat lama dan teori Terzagi
tidak berlaku.
3. Secara garis besar, fungsi perkuatan dasar timbunan dengan menggunakan tiang
adalah untuk mendistribusikan beban dari timbunan melalui tiang ke lapisan tanah
keras, sehingga meningkatkan data dukung tanah dasar.
4. Data bor log hasil pemboran mesin pada titik BM-1 diperoleh bahwa kedalaman
atau tebal lapisan tanah gambut sebesar 5 m dengan nilai N-SPT 1. Hasil
pengujian yang dilakukan di laboratorium pada sampel tanah menunjukan hasil
yang kurang representatif dikarenakan pengambilan sampel tanah dilakukan pada
area yang dekat dengan batas tanah lempung.
5. Hasil simulasi model pada Plaxis 2D 2017 menunjukan bahwa timbunan eksisting
mengalami penurunan sebesar 181,369 cm, sedangkan timbunan bertiang sebesar
1,226 cm. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan timbunan
bertiang akan menghasilkan penurunan yang jauh lebih kecil (<99%)
72
73
dibandingkan dengan timbunan eksisting. Hal ini terjadi karena tiang memberikan
perkuatan tambahan untuk menopang beban yang terjadi.
6. Hasil simulasi model pada Plaxis 2D 2017 menunjukan bahwa timbunan eksisting
memiliki nilai faktor keamanan sebesar 1,892, sedangkan timbunan bertiang
memiliki nilai faktor keamanan sebesar 3,613. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan timbunan bertiang akan menghasilkan nilai faktor keamanan
yang lebih besar (>47%) dibandingkan dengan timbunan eksisting. Hal ini terjadi
akibat tiang pancang terbuat dari beton dan bersifat kaku, sehingga dengan
sendirinya stabilitas timbunan akan meningkat.
7. Penggunaan tiang pancang memiliki beberapa kelebihan antara lain, biaya relatif
lebih murah, tidak diperlukan pemeliharaan, pelaksanaan konstruksi cepat, nilai
sisa penurunan relatif kecil dan dapat mencegah terjadinya differential settlement.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirangkum dan
disajikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk pengambilan sampel tanah gambut disarankan pada bagian tengah
kedalaman tanah gambut (± 2,5 m), agar pengujian yang dilakukan di
laboratorium terhadap sampel tanah gambut mendapatkan nilai yang representatif
atau sesuai dengan kondisi sebenarnya.
2. Alternatif penanggulangan untuk mempercepat penurunan akibat konsolidasi
pada tanah gambut dapat dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang pasir (Sand
Drain), agar proses disipasi air lebih cepat dengan cara mengeluarkan kandungan
air pada tanah gambut ke permukaan.
3. Pada saat melakukan simulasi model lapisan tanah gambut pada Plaxis 2D 2017
disarankan menggunakan material model soft soil creep agar mendapatkan hasil
penurunan konsolidasi sekunder yang representatif atau sesuai dengan kondisi
sebenarnya.
4. Penggunaan timbunan bertiang dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan penurunan pada tanah gambut dengan memberikan perkuatan
tambahan berupa perkuatan tiang, tepatnya dapat meningkatkan daya dukung
pada tanah dasarnya.
74
5. Mengingat tingkat keasaman gambut sangat tinggi (pH < 4), maka sambungan
pada tiang pancang harus diberi lapisan anti karat (galvanis) untuk mencegah
terjadinya korosi atau pengeroposan pada sambungan tiang pancang.
6. Perlu adanya analisis harga satuan (AHS) untuk perbandingan antara penggunaan
tiang pancang dengan pile slab yang saat ini banyak digunakan oleh Direktorat
Jendral Bina Marga Kementerian PUPR dalam pembangunan konstruksi jalan di
atas tanah gambut dan tanah lunak.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia Vol. IA: Netherland,
Martinus Nijhoff, The Hague.
L.D. Wesley. 1988. Mekanika tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Terzaghi, K. (1925). “Principles of Soil Mechanics”. Engr. News Record, Vol. 95,
pp.832-836.
Wibowo A. 2009. Peran lahan Gambut Dalam Perubahan Iklim Global. Jurnal
Tekno
Hutan Tanaman, 2(1): 19-26.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2