Anda di halaman 1dari 23

KEMANTAPAN LERENG BATUAN

PENGANTAR GEOLOGI TEKNIK

Disusun oleh:
1. Maya Puspita Adi (21410103824)
2. Achmad Yassar Alwi (21410103828)
3. Syahdillah Ilham (21410103845)
4. Imam Faozi (21410103850)
5. Tegar Laelil Fajri (21410103860)
6. Windi Serliana Putri (21410103865)
7. Ellen Yulianita Sari (21410103869)

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat,
petunjuk dan kekuatan kepada saya untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Terselesaikannya makalah ini dengan judul “Kemantapan lereng batuan” merupakan hasil
kerja keras yang tidak terlepas dari dukungan, doa, semangat maupun sumbangan-
sumbangan ide dari semua pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ary Sismiani S.T., M.Eng.
selaku dosen mata kuliah Pengantar Geologi Teknik, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan motivasi untuk membuat makalah ini. Serta semua pihak yang tak bisa
saya sebutkan yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah
ini bermanfaat untuk kita semua dan dapat menambahkan ilmu pengetahuan baru bagi kita
semua.

2
KEMANTAPAN LERENG BATUAN
A. Pendahuluan
Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik,
karena sifat – sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kemantapan lereng pada
tanah. Kemantapan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang –
bidang lemah yang disebut diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng –
lereng pada tanah.
Kemantapan suatu lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng,
struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya – gaya luar yang bekerja
pada lereng tersebut
Berdasarkan proses longsornya, maka longsoran pada batuan dibedakan menjadi
empat, yaitu :
1. Longsoran bidang (Plane Failure)
2. Longsoran Baji (Wedge Failure)
3. Longsoran Busur (Circular Failure)
4. Longsoran Guling (Toopling Failure)
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kemantapan suatu lereng adalah
dengan factor kemantapan atau factor keamanan. Faktor ini merupakan
perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap mantap, dengan
gaya penggerak yang menyebabkan longsor. Secara matematis factor kemantapan
lereng dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dimana :
F : Faktor Kemantapan Lereng
R : Gaya penahan, berupa resultan gaya – gaya yang membuat lereng tetap mantap
Fp : Gaya penggerak, berupa resulatan gaya – gaya yang menyebabkan lereng
longsor.
Pada Keadaan :
- F > 1,0 : Lereng dalam keadaan mantap
- F = 1,0 : Lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
- F< 1,0 : Lereng dalam keadaan tidak mantap

3
B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng Batuan

1. Geometri Lereng
Kemiringan dan tionggi suatu lereng sangat mempengaruhi
kemantapannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka
kemantapannya semakin berkurang.

2. Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah
bidang – bidang sesar, perlapisan dan rekahan, Struktur batuan tersebut
merupakan bidang – bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai
tempat merembesnya air. Sehingga batuan lebih mudah longsor.

3. Sifat fisik dan mekanik batuan


Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan
sudut geser – dalam batuan merupakan sifat mekanik batuan yang juga
mempengaruhi kemantapan lereng.

a. Bobot-isi-batuan
Semakin besar bobot-isi batuan , maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin longsor. Dengan demikian,
kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.

b. Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap
air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga
memperkecil kamantapan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan
menimbulkan tekanan air poriyang akan memperkecil kuat geser
batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah
longsor.

4
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :

τ = c + (  - µ ) tan 
dimana :
τ : Kuat geser batuan (ton/m2)
c : Kohesi (ton/m2)
 : Tegangan normal (ton/m2)
µ : Tekanan air pori (ton/m2)
 : Sudut geser dalam (angle of internal friction)

c. Kandungan air dalam batuan


Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air
pori menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat
geser batuanya menjadi semakin kecil, sehingga kemantapannya pun
berkurang (lihat porositas).

d. Kuat tekan, Kuat tarik dan Kuat geser batuan


Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan
(confined and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile
strength), dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat
tekan , kuat tarik dan kuat geser besar, akan lebih mantap (tidak mudah
longsor).

e. Sudut Geser Dalam (angle of internal friction)


Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga
akan semakin besar. Dengan demikian, batuan lereng akan lebih
mantap.

4. Gaya dari luar


Gaya – gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kemantapan
suatu lereng adalah :
a. Getaran yng diakibatkan oleh gemppa, peledakan dan pemakaian alat –
alat mekanis yang berat di dekat lereng
b. Pemotong dasar (toe) lereng.
c. Penebangan pohon – pohonan pelindung lereng

5
C. Klasifikasi longsoran batuan

Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan


menjadi empat macam yaitu :

I. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang
terjadi sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur
tersebut dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint), maupun bidang
perlapisan batuan. Syarat – syarat terjadinya longsoran bidang adalah :

a. Terdapat bidang luncur bebas (daylight) berarti kemiringan bidang


luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng (lihat Gambar 1)
b. Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng
(maksimum berbeda 200 )
c. Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalam
batuannya.
d. Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran

II. Longsoran Baji


Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat
lebih dari satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut
perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut
geser dalam batuannya. Bidang lemah ini dapat berupa bidang sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan.

6
Cara longsor suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa bidang
lemahnya, ataupun melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.

7
III. Longsoran Busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang
berupa busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya akan
terjadi pada tanah atau material yang bersifat seperti tanah. Antar
partikel tanah tidak terikat satu sama lain (not interlock). Dengan
demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan yang sangat
lapuk serta banyak mengandung bidang lemah , maupun tumpukan
(timbunan) batuan hancur.

IV. Longsoran Guling


Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang
arak kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang – bidang
lemahnya. Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok – balok
yang diletakkan di atas sebuah bidang miring sebagai berikut:

a. Jika  > Ø dan Δ x/y n < tan , maka balok akan meluncur kemudian
mengguling
b. Jika  < Ø dan Δ x/y n < tan , maka balok akan langsung mengguling

Berdasarkan bentuk dan proses menggulingnya, maka longsoran


guling dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Longsoran guling setelah mengalami lenturan (flekxural toppling)
b. Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok), dinamakan “blok
toppling”
c. Gambaran kedua longsoran diatas (blok-flexural toppling)

8
D. Metoda Analisis Kemantapan Lereng dengan Metoda Hoek dan Bray
Kemantapan suatu lereng batuan dapat dianalisis dengan metode Hoek
dan Bray, analisis fektor dan metoda grafis. Tetapi didalam tulisan ini hanya
dibahas metoda Hoek dan Bray.
Metoda Hoek dan Bray dapat digunakan untuk menganalisis keempat
macam longsoran pada lereng batu: khusus untuk longsoran busur tidak akan
dibahas disini karena longsoran tersebut tidak akan terjadi pada batuan segar
(fresh rock)

9
A. Longsoran Bidang
Dalam menganilisis longsoran bidang dengan metoda Hoek dan Bray; suatu
lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan-anggapan:
a. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
b. Terdapat regangan tarik tegak (vertical) yang terisi air sampai kedalam Zw.
Regangan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun diatas lereng (lihat
Gambar Asli).
c. Tekanan air pada regangan tarik dan sepanjang bidang luncur tersebar secara
linier.
d. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang
akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi.
Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan:

Dimana :
F = faktor kemantapan lereng
C = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (m)

p = sudut kemiringan bidang luncur (0)


Ø = sudut geser dalam batuan (0)

10
W = berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang
luncur (ton)
U = ½ ϒW ZW (H-Z) cosec p
V = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik
(ton)
V = ½ ϒW ZW 2
ϒW = bobot isi air (ton/m3)
ZW = tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m)
Z = kedalam regangan tarik (m)
H = tinggi lereng (m).

11
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempat, peledakan maupun
aktivitas manusia lainnya, maka persamaan diatas menjadi :

Dimana :

 = percepatan getaran pada arah mendatar.

B. Longsoran Baji
Sebagai contoh analisis hanya akan dibahas tentang longsoran baji yang
dibentuk oleh dua bidang lemah. Dalam analisis dengan menggunakan metoda
Hoek dan Bray, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan
kedua bidang lemah.
Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:

Dimana :
Ca = kohesi pada bidang lemah I (ton/m2)
Cb = kohesi pada bidang lemah II (ton/m2)
Øa = sudut geser dalam, bidang lemah I (o)
Øb = sudut geser dalam, bidang lemah II (o)
γ = bobot isi batuan (ton/m3)
γw = bobot isis air (m)

12
Dimana φA dan φB adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II serta
φ5 adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II.
Jika pada bidang I dan II tidak terdapatk kohesi, serta kondisi lereng kering,
maka persamaan diatas menjadi :
F = A tan Øa + B tan Øb
Dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung
pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang lemahnya. Bidang lemah yang
mempunyai kemiringan lebih kecil selalu dinamakan bidang lemah I, sedangkan
bidang lemah yang satunya lagi dinamakan bidang lemah II.

C. Longsoran Guling
Dengan metode Hoek dan Bray terjadinya longsoran guling dapat dianalisis
dengan menggunakan suatu model yang sederhana. Model tersebut hanya berlaku
untuk kasus – kasus yang sederhana. Untuk menganalisis lereng yang sebenarnya
dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variable – variable di lapangan.
Model tersebut berupa balok – balok yang disusun pada suatu tangga yang
miring. Dengan model tersebut akan dianalisis kemantapan (kestabilan) batas suatu
lereng terhadap longsoran guling. Kemantapan batas adalah suatu keadaan dimana
lereng pada saat akan longsor.
Gaya – gaya yang bekerja pada setiap balok dihitung dengan nilai (angka) sudut
geser dalam (Ø) tertentu, sampai diperoleh nilai P 0 positif terkecil. Nilai P tersebut
merupakan gaya yang menahan balok 1. Nilai sudut geser dalam (Ø) yang
menghasilkan P0 positif terkecil kemudian dipakai berbagai sudut geser dalam pada
keadaan kemantapan batas. Faktor kemantapan lereng terhadap longsoran guling
kemudian dapat dinyatakan dengan persamaan :

13
Dimana :
F = faktor kemantapan
Ø1 = sudut geser dalam yang sebenarnya di lapangan ( 0)
Ø2 = sudut geser dalam pada kritis (kemantapan batas), ( 0)

Tabel I
Contoh Lembar Perhitungan Longsoran Baji

14
E. Data Sebagai Dasar Analisis
Data utama sebagai dasar analisis kemantapan suatu lereng batuan adalah:
geometri lereng, struktur batuan, serta sifat dan mekanik batuan.
1. Geometri lereng

Geometri lereng yang perlu diketahui adalah:


a. Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng
b. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang maupun total)
c. Lebar jenjang (berm)

2. Struktur batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapa suatu lereng adanya
bidangbidang lemah, yaitu bidang-bidang sesar, pelapisan dan perekahan.
3. Sifat fisik dan sifat mekanik batuan
Sifat fisik dan sifat mekanik batuan sebagai dasar analisis kemantapan
lereng adalah:
a. Bobot isi batuan
b. Porositas batuan
c. Kandungan air dalam batuan
d. Kuat tekan,kuat tarik dan kuat geser batuan
e. Sudut geser batuan

Data utama tersebut diatas dapat diperoleh dengan penyelidikan


penyelidikan di lapangan dan di laboratorium:
1. Penyelidikan di lapangan Penyelidikan di lapangan dapat dilakukan
dengan:
a. Pengukuran untuk mendapatkandata geometri lereng
b. Seismik refraksi untuk mendapatkan data litologi
c. Pemboran inti dan pembuatan terowongan (adit) untuk
mendapatkan data litologi, struktur batuan dan contoh (sampel)
batuan untuk dianalisis di laboratorium
d. Piezometer untuk mengetahui tinggi muka air tanah
e. Uji batuan di lapangan (insitutes) untuk mendapat data tentang sifat
mekanik batuan, misalnya dengan “block shear test”.

15
2. Penyelidikan di laboratorium
Sifat fisik dan sifat mekanik batuan diperoleh dari hasil uji coba
(test) di laboratorium terhadap sampah contoh (sampel) batuan yang
diambil dari lapangan. Penyelidikan di laboratorium dapat dilakukan
dengan:
a. “uniaksial kompresif test”
b. “triaxial test”
c. “direct shear test”
d. Penentuan bobot isi batuan, kandungan air dan korositas
batuan.

F. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan merupakan tindakan pengamatan yang terus menerus
teratur (periodik). Pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi
(gerakan) lereng sedini mungkin sebelum terjadi longsoran.

Pemantauan terhadap suatu lereng batuan dapat dilakukan dengan


beberapa cara yaitu :

1. Pengukuran (Surveying)
Adanya gerakan pada suatu lereng menunjukan bahwa
lereng tersebut tidak mantap gerakan lereng tersebut diukur
dengan “Theodolyt”. Prinsip kerja alat tersebut adalah
mengukur koordinat satu titik pada lereng. Koordinat titik
tersebut kemudian dibandingkan dengan koordinat titik tetap
(reference), sehingga gerakan lereng dapat diketahui.

2. Pemantapan (Inclinometer)
Selain dengan pengukuran atau surveying, gerakan suatu
lereng juga dapat diukur dengan inclinometer. Alat ini hanya
cocok dipakai pada lereng yang berupa tanah atau material yang
bersifat seperti tanah, sehingga tidak dibahas lebih lanjut.

3. Pemasangan (extensometer)
“extensometer” dapat berupa kabel maupun batang baja
(rod) yang dimasukkan ke dalam lubang bor (lihat Gambar 8).
“Extensometer” diapasang pada daerah (lereng) yang
diperkirakan paling kritis (labil), biasanya pada tempat yang
banya mengandung bidang lemah. Besar gerakan lereng pada
kedalaman tertentu dapat diukur dengan alat tersebut, baik
secara manual maupun secara otomatis

16
4. Pemasangan (Load Cell)
Load cell dapat dipasang pada jangkar batuan (rock
anchor) yang berupa kabel maupun batang baja. Prinsip kerja
alat tersebut adalah mengukur tegangan (gaya) pada jangkar
batuan yang diakibatkan oleh adanya gerakan batuan.

G. Proteksi Lereng
Tindakan proteksi terhadap suatu lereng batuan merupakan suatu usaha
yang dilakukan untuk melindungi, bahkan memperbesar kemantapan lereng.
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1) Penguatan (Suporting)
Penguatan merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
memperbesar kekuatan (strength) batuan, sehingga lereng lebih mantap.
Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Pemasangan jangkar batuan (rock anchor)
Jangkar batuan terutama berfungsi sebagai penguat (armature) dan
pengikat (confining) batuan. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam
pemakaian jangkar batuan adalah sebagai berikut :

I. Jenis jangkar
Berdasarkan jenisnya, jangakar batuan dibedakan menjadi dua
yaitu:
- “Punctual Anchor”
- “Distributed Anchor”.

17
Untuk menahan gerakan (deformasi) yang besar dipilih distributed anchor
karena jenis jangkar ini mempunyai kemampuan mengikat batuan lebih besar
dibandingkan dengan punctual anchor. Distributed anchor juga baik digunakan pada
batuan yang mengandung air, karena bahan pengikatnya (grouthing) sekaligus
pelindung jangkar terhadap korosi.
Jenis jangkar juga dapat dibedakan dalam bentuk kabel dan batang baja (rock
bolt). Jika pada penguatan lereng diperlukan jangkar yang panjang ( lebih dari 15.0 m),
maka dipilih yang berbentuk kabel karena lebih lues ( flexible ) dalam pemasangan.

II. Panjang jangkar


Panjang jangkar tergantung pada struktur batuan, terutama bidang-
bidang lemahnya. Pemasangan jangkar batuan selalu diusahakan agar dapat
mengikat batuan yang lemah (lepas) pada batuan induknya yang kuat (mantap).

III. Kerapatan jangkar


Pada prinsipnya jangkar batuan harus dapat mengikat (menahan) setiap
beban (massa batuan) yang akan longsor. Kerapatan jangkar tergantung pada
kuat tarik (tensile strength) jangkar, struktur bidang lemah dan massa batuan
yang akan longsor.

IV. Kuat tarik (tensile strenght) jangkar


Kuat tarik jangkar merupakan kemampuan (kekuatan) suatu jangkar
untuk menahan beban tarikan yang diakibatkan oleh batuan yang akan longsor.
Pada prinsipnya kuat tarik jangkar harus lebih besar dari beban (massa batuan
yang akan longsor).

18
V. Diameter jangkar
Diameter jangkar ditentukan oleh besar beban yang akan longsor.
Semakin besar beban yang akan longsor, maka diperlukan jangkar dengan
diameter yang lebih besar pula.
VI. Orientasi jangkar
Orientasi jangkar ditentukan berdasarkan struktur batuan, terutama
bidangbidang lemahnya. Pada prinsipnya jangkar harus dapat mengikat batuan
yang lepas (lemah) pada batuan induknya yang kuat.

VII. Tarikan mula-mula (prestressed)


Tarikan mula-mula pada jangkar bertujuan untuk mengikat batuan yang
lepas sebelum mengalami gerakan (deformasi) lebih lanjut. Dengan demikian,
batuan tersebut masih dapat menyangga dirinya sendiri.

b. Pemasangan beton tembak (shotcrete)


Beton tembak biasanya dipasang bersama-sama dengan anyaman kawat
baja (wire mesh). Selain berfungsi sebagai penguat, beton tembak juga
berfungsi sebagai pelindung batuan terhadap proses pelapukan dan rembesan
air. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemakaian beton tembak
adalah:

 Kekuatan
Kekuatan beton tembak dinyatakan dalam kuat tekan dan kuat geser.
Kekuatan tersebut merupakan fungsi campuran bahan pembentuk beton
tembak, yaitu: air, semen, pasir dan “aggregat”. Pada prinsipnya beton tembak
harus dapat menahan beban (massa batuan yang akan longsor).

 Ketebalan
Ketebalan suatu beton tembak untuk menahan longsoran pada suatu
lereng batuan belum dapat dihitung (ditentukan) secara distematis. Ketebalan
beton tembak terutama ditentukan oleh struktur batuannya, kemudian
berdasarkan pengalaman dipilih ketebalan yang sesuai (di proyek PLTA Cirata
dipilih setebal 10,0cm).

19
c. Pemasangan dinding penahan (retaining wall)
Dinding penahan biasanya dibuat dari beton bertulang yang dipasang
pada muka lereng sebagai penahan lereng. Pengutan dengan cara ini hanya
hanya cocok diterapkan pada batuan yang sangat lapuk atau batuan yang
bersifat seperti tanah.

d. Penanaman rumput (field sodding)


Rumput ditanam pada bagian lereng yang berupa tanah. Selain
berfungsi sebagai pencegah terjadinya erosi, rumput juga berfungsi sebagai
penguat (memperbesar kuat geser tanah).

2) Perbaikan kondisi lereng


Kemantapan suatu lereng batuan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
kondisi memperbaiki kondisi lereng dapat dilakukan dengan:
a) Pembuatan lubang-lubang (saluransaluran) penirisan
Air tanah maupun air hujan yang merembes ke dalam batuan akan
memperbesar gaya angkat (uplift) dan gaya mendatar, sehingga
memperbesar gaya penggerak yang menyebabkan lereng longsor. Dengan
membuat lubang-lubang (saluransaluran) penirisan maka gaya-gaya
tersebut berkurang sehingga lereng lebih mantap. Lubang-lubang (saluran-
saluran) penirisan dapat dibuat denganmembor lereng maupun menggali
parit-parit pada setiap jenjang.

b) Memperlandai kemiringan lereng


Kondisi suatu lereng batuan dapat diperbaiki dengan pemotongan
lereng, sehingga lereng menjadi lebih landai. Dengan demikian lereng akan
menjadi lebih mantap.

20
Perbaikan kondisi lereng dengan pembuatan saluran penirisan
Keterangan :
a) Saluran penirisan di atas regangan tarik
b) Sumuran untuk penirisan dengan pompa
c) Saluran penirisan pada jenjang (berm)
d) Regangan tarik
e) Lubang penirisan pada muka lereng
f) Bidang luncur
g) Sauran (adit) penirisan di bawah permukaan
h) Lubang (saluran) pengumpul air untuk butir ‘”

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik,
karena sifat – sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kemantapan lereng pada
tanah. Kemantapan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang – bidang
lemah yang disebut diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng – lereng pada
tanah.
Kemantapan suatu lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur
batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya – gaya luar yang bekerja pada lereng
tersebut .

B. Saran
Agar di dalam paper ini bisa bermanfaat, kami sebagai penulis menyarankan
belajar dan tahu mengenai kemantapan lereng batuan. Semoga materi ini dapat
memberikan manfaat kepada yang membutuhkan.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam paper ini.
Kekurangan tersebut baik dari segi penulisan atau lainnya. Penulis berharap
mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Sehingga dapat
memperbaiki makalah berikutnya. Penulis juga berharap paper ini dapat bermanfaat
untuk setiap pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Hoek E. and Bray, J.W : “Rock Sloop Engineering”, 3rd edition, The
Insitution of Mining and Metalrugi, London, 1981.
2. Anung Dri Prasetya: “Analisis Kemantapan dan Proteksi Lereng di Kuari
Breksi Proyek PLTA Cirata Jawa Barat”, Tugas Sarjana Jurusan Teknik
Pertambangan ITB, 1987.
3. Cirata Hydroelectric Power Project, “Breccia Quarry Permanent Slope
Protection”, The New Jec Inc, 1985.

23

Anda mungkin juga menyukai