Oleh :
AYU LESTARI DWI PUTRI
112.14.0140
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Oleh :
AYU LESTARI DWI PUTRI
112.14.0140
Mengetahui,
Koordinator Program Studi Sarjana Dosen Wali
Teknik Pertambangan
1
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dari analisis kestabilan lereng adalah :
1. Untuk menganalisis apakah lereng yang terbentuk pada kegiatan
penambangan di PT. Adaro Indonesia sudah aman atau tidak.
2. Memberikan rekomendasi lereng berdasarkan faktor keamanan.
V. DASAR TEORI
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi
geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut,
kondisi air tanah setempat, dan juga oleh teknik penggalian yang digunakan
dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk
situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan
aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai
suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan
meragukan, maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur
geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada
suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri
lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya-gaya luar
yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya
penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara matematis faktor
kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng
tetap stabil
2
Fp = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan
lereng longsor
Pada keadaan :
F 1,0 = lereng dalam keadaan stabil
F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F 1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng
Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa
faktor, antara lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi
kestabilannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng,
maka kestabilan semakin berkurang.
b. Struktur batuan
Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut
merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai
tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot
isi (density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik
batuan antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser
dalam batuan.
(i) Bobot isi batuan
Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan
demikian kestabilan lereng semakin berkurang.
(ii) Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap
air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga
memperkecil kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga
3
akan menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil kuat
geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih
mudah longsor.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
= C + ( - ) tan
dimana :
= kuat geser batuan (ton/m2)
C = kohesi (ton/m2)
= tegangan normal (ton/m2)
= sudut geser dalam (angle of internal friction)
(iii) Kandungan air dalam batuan
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori
menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat
geser batuannya menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya
berkurang.
(iv) Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined
and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength)
dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat
tekan, kuat tarik dan kuat geser besar akan lebih stabil (tidak mudah
longsor).
(v) Sudut geser dalam (angle of internal friction)
Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga
akan semakin besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih
stabil.
d. Gaya dari luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi)
kestabilan suatu lereng adalah :
(i) Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian
alat-alat mekanis yang berat didekat lereng.
(ii) Pemotongan dasar (toe) lereng.
4
(iii) Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.
2. Klasifikasi longsoran batuan
Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu :
a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut
dapat berupa sesar, rekahan (hoint) maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :
(i) Terdapatnya bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan
bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
(ii) Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah
lereng (maksimum berbeda 20o).
(iii) Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
(iv) Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua
sisi longsoran.
b. Longsoran baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari
satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut
perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut
geser dalam batuannya. Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara longsoran suatu baji
dapat melalui salah satu atau beberapa bidang lemahnya, ataupun
melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa
busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada
tanah atau material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah
tidak terikat satu sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga
5
dapat terjadi pada batuan yang sangat lapuk serta banyak mengandung
bidang lemah maupun tumpukan (timbunan) batuan hancur.
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang
lemahnya. Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok
yang diletakkan diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan
proses menggulingnya, maka longsoran guling dibedakan menjadi tiga,
yaitu :
(i) Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling)
(ii) Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok)
(iii) Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural)
3. Metode Hoek dan Bray
Metode Hoek dan Bray dapat digunakan untuk menganalisa keempat
macam longsoran pada lereng batuan.
a. Longsoran bidang
Dalam menganalisa, maka suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi
dengan anggapan sebagai berikut :
Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
Terdapat regangan tarik tegak yang terisi air sampai kedalaman
tertentu (Zw), regangan tarik ini dapat terjadi pada muka lereng
maupun di atas lereng.
Tekanan air pori pada regangan tarik sepanjang bidang luncur
tersebar secara linier.
Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa
batuan yang akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi.
Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan persamaan :
Gaya gayaPenahan
F=
Gaya gayaPenggerak
6
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
C = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (A)
p = sudut kemiringan bidang luncur (o)
= sudut geser dalam batuan (o)
W = berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang
luncur (ton)
= (½) w. Zw. (H – Z) cosec p
V = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan
tarik (ton)
= (½) w. Zw2
w = bobot isi air (ton/m3)
Zw= tinggi kolom iar yang mengisi regangan tarik (m)
Z = kedalaman regangan tarik (m)
H = tinggi lereng (m)
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan
maupun aktifitas manusia laninnya, maka persamaan diatas menjadi :
C. A W (cosp sin p) U V sin p tan
F=
W (sin p cosp) V cosp
Dimana :
= percepatan getaran pada arah mendatar
b. Longsoran baji
Dalam analisa menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran baji
dapat dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang
lemah. Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
3 w w
F= (Ca. X Cb.Y ) ( A ( ). X ) tan a ( B ( ).Y ) tan b
.H 2 2
dimana :
7
Ca = kohesi bidang lemah I (ton/m3)
Cb = kohesi bidang lemah II (ton/m3)
a = sudut geser dalam, bidang lemah I (o)
b = sudut geser dalam, bidang lemah II (o)
= bobot isi batuan (ton/m3)
w = bobot isi air (ton/m3)
Sin 24
X=
Sin 45.Cos 2na
Sin 13
Y=
Sin 35.Cos 1nb
Cosa Cosb.Cosna.nb
A=
Sin 5.Sin 2na.nb
Cosb Cosa.Cosna.nb
B=
Sin 5.Sin 2na.nb
8
dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang
ada dilapangan.
d. Longsoran busur
Khusus untuk longsoran ini tidak ditampilkan disini, karena batuan
yang akan dianalisa diharapkan dalam keadaan segar.
9
Percobaan dilaboratorium dapat juga tidak dilaksanakan bila data untuk
ini sudah tersedia dilapangan.
4. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal
dengan mengunakan dasar pemecahan metode Hoek dan Bray, sehingga
diperoleh suatu hasil yang diharapkan.
5. Analisis Hasil Pengolahan Data
Hasil dari pengolahan data dianalisis untuk dibuat kesimpulan dan
evaluasinya.
6. Pembuatan Laporan Sementara (Draft)
Tahap ini merupakan tahapan terakhir yaitu penyusunan laporan hasil
penelitian yang dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadi
kesalahan-kesalahn perhitungan dan penerapan teori.
10
VIII. RENCANA DAFTAR ISI
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
II. TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
2.2 Geologi
2.3 Iklim dan Curah Hujan
2.4 Kegiatan Penambangan Batubara
III. DASAR TEORI
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng
3.2 Mekanika Dasar Longsoran Lereng
3.3 Macam-Macam Longsoran
3.4 Metode Analisis kemantapan Lereng
3.5 Penentuan Nilai Faktor Keamanan Lereng
IV. ANALISIS KEMANTAPAN LERENG
4.1 Data-Data Yang Diperlukan Dalam Analisis Pengukuran
4.2 Pengaruh Geometri Lereng Terhadap Faktor Keamanan
4.3 Hasil Uji Laboratorium
4.4 Hasil Pengolahan Data
V. PEMBAHASAN
5.1 Geometri Lereng Penambangan Yang Terbentuk
5.2 Pengaruh Kehadiran Air Pada Lereng
5.3 Perubahan Karakteistik Material Lereng
5.4 Hasil Analisis Kemantapan Lereng
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12