Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KESTABILAN LERENG TAMBANG BATUBARA

DI PT. X

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :
MAULANA DZULFIQRI SOFIAR
112.170.001

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
ANALISIS KESTABILAN LERENG TAMBANG BATUBARA
DI PT. X

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :
MAULANA DZULFIQRI SOFIAR
112.170.001

Menyetujui, Mengetahui,
Ketua Program Studi Dosen Wali

( Ir. Wawong Dwi Ratminah, M.T ) ( Dr. Edy Nursanto, S.T, M.T )

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
I. JUDUL: ANALISIS KESTABILAN LERENG TAMBANG BATUBARA
DI PT. X

II. LATAR BELAKANG


Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang
menarik, karena sifat-sifat dan perilakunya yang berbeda dengan
kestabilan lerang pada tanah. Kestabilan lereng pada batuan lebih
ditentukan oleh adanya bidang-bidang lemah yang disebut dengan bidang
diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng-lereng pada tanah.
Adanya kegiatan penambangan, seperti penggalian pada suatu
lereng akan menyebabkan terjadinya perubahan besarnya gaya-gaya pada
lereng tersebut yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan
pada akhirnya dapat menyebabkan lereng tersebut longsor.
Dalam merancang suatu tambang terbuka dilakukan suatu analisis
terhadap kestabilan lereng yang terjadi karena proses penimbunan maupun
penggalian sehingga dapat memberikan kontribusi rancangan yang aman
dan ekonomis.
Stabilitas dari lereng individual biasanya menjadi masalah yang
membutuhkan perhatian yang lebih bagi kelangsungan operasi
penambangan setiap harinya. Longsornya lereng pada suatu jenjang,
dimana terdapat jalan angkut utama atau berdekatan dengan batas property
atau instalasi penting, dapat menyebabkan bermacam gangguan pada
kegiatan penambangan.

III. RUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan yang dihadapi adalah :
1. Karena adanya kegiatan penggalian maka kestabilan lereng pada
tambang batubara PT. X terganggu.
2. Diperlukannya analisis terhadap lereng penggalian agar lereng tidak
runtuh dan tidak mengganggu kegiatan penambangan.

1
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dari analisis kestabilan lereng adalah :
1. Untuk menganalisis apakah lereng yang terbentuk pada kegiatan
penambangan di PT. X sudah aman atau tidak.
2. Memberikan rekomendasi lereng berdasarkan faktor keamanan.

V. DASAR TEORI
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi
geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut,
kondisi air tanah setempat, dan juga oleh teknik penggalian yang
digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat
berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting
untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa
tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu
akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan
meragukan, maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur
geologi, kondisi air tanah dan factor pengontrol lainnya yang terjadi pada
suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri
lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanikbatuan serta gaya-gaya luar
yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan
perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil,
dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara
matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng
tetap stabil

2
Fp = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan
lereng longsor
Pada keadaan :
F  1,0 = lereng dalam keadaan stabil
F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F  1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng
Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa
faktor, antara lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi
kestabilannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu
lereng, maka kestabilan semakin berkurang.
b. Struktur batuan
Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut
merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus
sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah
longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot
isi (density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik
batuan antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut
geser dalam batuan.
(i) Bobot isi batuan
Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan
demikian kestabilan lereng semakin berkurang.
(ii) Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap
air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga

3
memperkecil kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga
akan menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil kuat
geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan
lebih mudah longsor.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
 = C + ( - ) tan 
dimana :
 = kuat geser batuan (ton/m2)
C = kohesi (ton/m2)
 = tegangan normal (ton/m2)
 = sudut geser dalam (angle of internal friction)
(iii) Kandungan air dalam batuan
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air
pori menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa
kuat geser batuannya menjadi semakin kecil, sehingga
kestabilannya berkurang.
(iv) Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan
(confined and unconfined compressive strength), kuat tarik
(tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan yang
mempunyai kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser besar akan lebih
stabil (tidak mudah longsor).
(v) Sudut geser dalam (angle of internal friction)
Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga
akan semakin besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih
stabil.
d. Gaya dari luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi)
kestabilan suatu lereng adalah :
(i) Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian
alat-alat mekanis yang berat didekat lereng.

4
(ii) Pemotongan dasar (toe) lereng.
(iii) Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.
2. Klasifikasi longsoran batuan
Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu :
a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut
dapat berupa sesar, rekahan (hoint) maupun bidang perlapisan batuan.
Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :
(i) Terdapatnya bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan
bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
(ii) Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah
lereng (maksimum berbeda 20o).
(iii) Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
(iv) Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua
sisi longsoran.
b. Longsoran baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari
satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut
perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut
geser dalam batuannya. Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan. Cara longsoran suatu baji
dapat melalui salah satu atau beberapa bidang lemahnya, ataupun
melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa
busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada
tanah atau material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah
tidak terikat satu sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga

5
dapat terjadi pada batuan yang sangat lapuk serta banyak mengandung
bidang lemah maupun tumpukan (timbunan) batuan hancur.
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang
lemahnya. Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok
yang diletakkan diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan
proses menggulingnya, maka longsoran guling dibedakan menjadi
tiga, yaitu :
(i) Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling)
(ii) Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok)
(iii) Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural)
3. Metode Hoek dan Bray
Metode Hoek dan Bray dapat digunakan untuk menganalisa keempat
macam longsoran pada lereng batuan.
a. Longsoran bidang
Dalam menganalisa, maka suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi
dengan anggapan sebagai berikut :
 Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
 Terdapat regangan tarik tegak yang terisi air sampai kedalaman
tertentu (Zw), regangan tarik ini dapat terjadi pada muka lereng
maupun di atas lereng.
 Tekanan air pori pada regangan tarik sepanjang bidang luncur
tersebar secara linier.
 Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa
batuan yang akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi.
Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan persamaan :
Gaya−gayaPenahan
F = Gaya−gayaPenggerak
C . A+(W cosψp−U−V sin ψp) tanθ
F= W sin ψp+V cosψp

6
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
C = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (A)
p= sudut kemiringan bidang luncur (o)
 = sudut geser dalam batuan (o)
W = berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U =gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang
bidang
luncur (ton)
= (½) w. Zw. (H – Z) cosec p
V = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan
tarik (ton)
= (½) w. Zw2
w = bobot isi air (ton/m3)
Zw= tinggi kolom iar yang mengisi regangan tarik (m)
Z = kedalaman regangan tarik (m)
H = tinggi lereng (m)
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan
maupun aktifitas manusia laninnya, maka persamaan diatas menjadi :
C . A+ [ W (cosψp−α sin ψp)−U−V sin ψp ] tan θ
F= W (sin ψp+α cos ψp )+V cosψp
Dimana :
 = percepatan getaran pada arah mendatar
b. Longsoran baji
Dalam analisa menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran baji
dapat dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua
bidang lemah. Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

7
F =

3 γw γw
(Ca. X +Cb .Y )+( A−( ).X )tan θa+( B−( ).Y )tan θb
γ .H 2γ 2γ
dimana :
Ca = kohesi bidang lemah I (ton/m3)
Cb = kohesi bidang lemah II (ton/m3)
a = sudut geser dalam, bidang lemah I (o)
b = sudut geser dalam, bidang lemah II (o)
 = bobot isi batuan (ton/m3)
w = bobot isi air (ton/m3)

Sinθ 24
X = Sinθ 45 . Cos θ 2na
Sinθ 13
Y = Sinθ 35 .Cos θ 1 nb
Cos ψa−Cosψb . Cos θ na. nb
A= Sinψ 5 . Sin 2 θ na .nb
Cos ψb−Cosψa . Cos θ na. nb
B= Sinψ 5 . Sin 2 θ na .nb

Dimana a dan b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan


II serta 5 adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan
II.
Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng
kering, maka persamaan diatas menjadi :
F = A tan a + B tan b
Dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya
tergantung pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang
lemahnya. Bidang lemah yang mempunyai kemiringan lebih kecil

8
selalu dinamakan bidang lemah I sedangkan bidang lemah yang
satunya lagi dinamakan bidang lemah II.
c. Longsoran guling
Dengan metode Hoek dan Bray terjadinya longsoran guling dapat
dianalisa dengan menggunakan model yang sederhana. Dengan
menggunakan model ini digunakan untuk menganalisa kasus-kasus
yang sederhana. Sedangkan untuk menganalisa lereng yang
sebenarnya dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabel-
variabel yang ada dilapangan.
d. Longsoran busur
Khusus untuk longsoran ini tidak ditampilkan disini, karena batuan
yang akan dianalisa diharapkan dalam keadaan segar.

VI. METODOLOGI PENELITIAN


Metode pendekatan masalah dilakukan secara bertahap meliputi:
1. Studi Literatur
a. Mempelajari penelitian yang pernah dilakukan oleh konsultan
perusahaan.
b. Mempelajari laporan hasil kegiatan yang pernah ada dan sedang
dilakukan oleh perusahaan.
c. Peta Topografi
d. Peta Geologi
e. Data Morfologi, Litologi, Iklim dsb.
2. Penyelidikan di lapangan meliputi :
a. Pengukuran jurus dan kemirngan bidang lemah.
b. Pemboran inti dan pembuatan sumuran untuk memperoleh data
geologi, penyebaran batuan dan untuk mendapatkan contoh tanah.
c. Pengamatan dengan piezometer untuk mengetahui tinggi
permukaan air tanah.

9
Khusus untuk cara pengumpulan data pada poin b dan c dapat
menggunakan data yang telah ada pada perusahaan (kalau
diperusahaan sudah tersedia).
3. Percobaan dilaboratorium
a. Penguian triaksial.
b. Pengujian kuat geser langsung.
c. Pengujian kuat tekan uniaksial.
d. Percobaan untuk menentukan berat isi, kadar air dan berat jenis
dari contoh tanah yang didapat dilapangan.
Percobaan dilaboratorium dapat juga tidak dilaksanakan bila data untuk
ini sudah tersedia dilapangan.
4. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal
dengan mengunakan dasar pemecahan metode Hoek dan Bray,
sehingga diperoleh suatu hasil yang diharapkan.
5. Analisis Hasil Pengolahan Data
Hasil dari pengolahan data dianalisis untuk dibuat kesimpulan dan
evaluasinya.
6. Pembuatan Laporan Sementara (Draft)
Tahap ini merupakan tahapan terakhir yaitu penyusunan laporan hasil
penelitian yang dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadi
kesalahan-kesalahn perhitungan dan penerapan teori.

VII. RENCANA WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN


Rencana waktu pelaksanaan penelitian dalam rangka penyusunan tugas
akhir adalah 3 bulan, yang perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur selama 8 minggu
2. Penyelidikan Lapangan selama 2 minggu
3. Pengambilan data selama 4 minggu
4. Perhitungan dan pengolahan data selama 4 minggu
5. Penyusunan Laporan Sementara selama 3 minggu

10
Gant Chart kegiatan skripsi dan waktu pelaksanaan:
Kegiatan/waktu(minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8
Studi literatur
Penyelidikan lapangan
Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan laporan

VIII. RENCANA DAFTAR ISI


RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
II. TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
2.2 Geologi
2.3 Iklim dan Curah Hujan
2.4Kegiatan Penambangan Batubara
III. DASAR TEORI
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng
3.2 Mekanika Dasar Longsoran Lereng
3.3 Macam-Macam Longsoran
3.4 Metode Analisis kemantapan Lereng
3.5 Penentuan Nilai Faktor Keamanan Lereng
IV. ANALISIS KEMANTAPAN LERENG
4.1 Data-Data Yang Diperlukan Dalam Analisis Pengukuran
4.2 Pengaruh Geometri Lereng Terhadap Faktor Keamanan
4.3 Hasil Uji Laboratorium
4.4 Hasil Pengolahan Data
V. PEMBAHASAN

11
5.1 Geometri Lereng Penambangan Yang Terbentuk
5.2 Pengaruh Kehadiran Air Pada Lereng
5.3 Perubahan Karakteistik Material Lereng
5.4 Hasil Analisis Kemantapan Lereng
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Bowless. 1989. Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
2. Hoek E. Brown E.T, “Underground Excavation in Rock”, The
Institution of Mining and Metallurgy, London, 1980.
3. Hoek, Ever and Bray, J.W, “Rock Slope Engineering”, Revised Third
Edition, Institution of Mining and Metallurgy, London, 1980.
4. Lambe. William T, and Whitman, Robert V, “Soil Mechanics”, John
Willey And Sons inc, New york,1969.
5. Made Astawa Rai, Dr. Ir, “Mekanika Batuan”, Laboratorium
Geoteknik, Pusat Antar Universitas Ilmu Rekayasa ITB Bandung,
1988.
6. Soejoedi Soerachmad dan Mohammad Alam Hakim, “Informasi
Teknologi”, Majalah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) No.
5/xxxiii/1985.
7. Soedarto Notosiswojo dan Partanto Prodjosumarto, “Pengantar
AnalisisKemantapan Lereng”, Jurusan Teknik Pertambangan,
Bandung,1985.

12

Anda mungkin juga menyukai