Anda di halaman 1dari 9

STUDI PENGARUH BIDANG DISKONTINU TERHADAP

DRILLABILITY BATUAN TUFF DI DUSUN


GUNUNGSARI, DESA SAMBIREJO,
KECAMATAN PRAMBANAN,
D.I. YOGYAKARTA

Oleh :
Herdian Eka Saputra
Prodi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta
No. HP : 085647149159, email : herdianes@gmail.com

Ringkasan

Dalam kegiatan peledakan, pengeboran batuan adalah tahapan pertama yang harus dilakukan
untuk penyediaan lubang ledak. Kelancaran pelaksanaan kegiatan peledakan sangat dipengaruhi oleh
kecepatan penyediaan lubang ledak, dimana kecepatan penyediaan lubang ledak itu sendiri dipengaruhi
oleh kecepatan pengeboran batuan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeboran adalah drilabilitas batuan yang
merupakan fungsi dari sifat batuan. Keberadaan bidang diskontinu merupakan salah satu sifat batuan yang
mempengaruhi drilabilitas batuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh adanya bidang diskontinu berupa bidang perlapisan dengan kemiringan yang berbeda-
beda terhadap drilabilitas batuan. Penelitian untuk menentukan drilabilitas batuan dilakukan di
laboratorium terhadap batuan tuff dari formasi semilir di Dusun Gunungsari, Desa Sambirejo, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta menggunakan parameter drilling rate index (DRI) yang
telah dikembangkan oleh R. Lien, 1961 dengan mengkorelasikan nilai Britlleness S20 dan Siever J Value
(Jukka Naapuri, 1988).
Pengujian di laboratorium yang dilakukan antara lain pengujian sifat fisik, pengujian sifat
mekanik, pengujian sifat dinamik serta pengujian drilabilitas batuan. Pengujian drilabilitas batuan
meliputi brittleness test untuk mendapatkan parameter Britlleness S20 dan drill test untuk mendapatkan
parameter Siever J Value.

Berdasarkan hasil pengujian, diketahui batuan tuff dengan kemiringan bidang perlapisan () 0,
30, 45, 60, dan 90 memiliki drilling rate index sebesar 56,08; 59,43; 58,10; 56,68; dan 54,22. Batuan
tuff yang diteliti mempunyai DRI yang termasuk dalam klasifikasi high karena berada pada rentang 50-
65, sehingga menunjukkan batuan tuff mudah ditembus mata bor.
DRI batuan tuff terendah terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 90, sedangkan DRI
batuan tuff tertinggi terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 30. Hal itu disebabkan karena
kekuatan dan elastisitas batuan tuff tertinggi terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 90,
sedangkan kekuatan dan elastisitas batuan tuff terendah terjadi pada kemiringan bidang perlapisan
() = 30 (Saptono, dkk., 2014). Hubungan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kekuatan dan
elastisitas batuan, maka akan semakin sulit batuan ditembus penetrasi mata bor, sehingga akan
menghasilkan DRI yang semakin rendah, begitu juga sebaliknya.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kegiatan peledakan, pengeboran batuan adalah tahapan pertama yang harus dilakukan
untuk penyediaan lubang ledak. Kelancaran pelaksanaan kegiatan peledakan sangat dipengaruhi oleh
kecepatan penyediaan lubang ledak, dimana kecepatan penyediaan lubang ledak itu sendiri dipengaruhi
oleh kecepatan pengeboran batuan.
Kecepatan pengeboran dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi pengeboran adalah faktor drilabilitas batuan yang dipengaruhi oleh
sifat batuan. Sementara itu, faktor eksternal yang mempengaruhi pengeboran antara lain geometri
pengeboran, umur dan kondisi mesin bor, serta keterampilan operator mesin bor.

1
Keberadaan bidang diskontinu merupakan salah satu sifat batuan yang mempengaruhi drilabilitas
batuan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh bidang diskontinu berupa
bidang perlapisan dengan kemiringan yang berbeda-beda terhadap drilabilitas batuan. Penelitian untuk
menentukan drilabilitas batuan dilakukan di laboratorium dengan pengeboran tidak langsung
menggunakan parameter drilling rate index (DRI) yang telah dikembangkan oleh R. Lien, 1961 dengan
mengkorelasikan nilai Brittleness S20 dan Siever J Value (Jukka Naapuri, 1988).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal pada kegiatan
pengeboran batuan yang sesuai dengan karakteristik batuan yang diteliti.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui drilabilitas batuan tuff dengan orientasi bidang diskontinu yang berbeda-beda,
menggunakan parameter drilling rate index.
2. Menentukan pengaruh orientasi bidang diskontinu terhadap drilling rate index batuan tuff.
3. Mengetahui kemampugalian batuan tuff.

1.3. Batasan Masalah


1. Penelitian dilakukan pada conto batuan tuff dari formasi semilir di Dusun Gunungsari, Desa
Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Peneliti hanya akan membahas pengaruh bidang diskontinu terhadap drilabilitas batuan tuff, dimana
bidang diskontinu yang diteliti berupa bidang perlapisan dengan kemiringan 0o (tegak lurus arah
penetrasi mata bor), 30o, 45o, 60o, dan 90o.
3. Drilabilitas batuan tuff ditentukan dengan parameter Drilling Rate Index yang telah dikembangkan
oleh R. Lien, 1961 (Jukka Naapuri, 1988).
4. Pengujian pegeboran dilakukan dengan menggunakan miniatur drill test (Jukka Naapuri, 1988).
Peralatan dikembangkan di Laboratorium Mekanika Batuan Program Studi Teknik Pertambangan
UPN Veteran Yogyakarta.
5. Mengabaikan aspek lain yang mengakibatkan perbedaan drilling rate index seperti nilai kejenuhan,
kadar air, porositas, maupun yang lainnya.

2. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian secara administratif terletak di Dusun Gunungsari, Desa Sambirejo,
Kecamatan Prambanan,Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis lokasi
penelitian terletak pada 1100 30 13,8 BT dan 70 46 55,4 LS.
Lokasi penelitian berada di sebelah Timur Laut dari Kota Yogyakarta, dan berjarak 19 km dari
Kampus UPN Veteran Yogyakarta. Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan waktu
30 menit melalui jalur darat dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan rute
Kampus UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ringroad Utara Jl. Jogja-Solo Jl. Prambanan-Wonosari
Jl. Candi Ijo Dusun Gunungsari (lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian

2
3. HASIL PENELITIAN

Untuk mengetahui karakteristik serta kekuatan dari batuan perlu dilakukan pengujian terlebih
dahulu, pengujian itu dapat dilakukan di lapangan langsung (secara in situ), maupun di laboratorium.
Pada penelitian ini, metode pengujian yang dilakukan adalah uji laboratorium yang meliputi pengujian
sayatan tipis, pengujian sifat fisik, pengujian sifat dinamik, pengujian sifat mekanik, serta pengujian
drilabilitas batuan, yang meliputi brittleness test dan drill test.
Conto batuan yang digunakan untuk pengujian sifat dinamik dan sifat mekanik berbentuk
silinder yang merupakan hasil dari pengeboran inti dari bongkahan batuan tuff, kemudian dipreparasi
sehingga dimensinya sesuai dengan kriteria masing-masing pengujian. Pengujian sifat fisik menggunakan
conto batuan yang berasal dari pecahan conto sisa pengujian sifat mekanik. Sementara itu, untuk
pengujian drilabilitas conto batuan dipreparasi sehingga berbentuk balok untuk drill test, serta berupa
kerakal dengan ukuran 11,2 - 16 mm yang diperoleh dari hasil proses peremukan (crushing) untuk
britlleness test.

3.1. Brittleness Test


Tujuan dari brittleness test adalah untuk mengetahui karakteristik pecahan pada batuan saat
dilakukan peremukan (Jukka Naapuri,1988). Berat conto yang diuji pada brittleness test adalah 309,5
gram dengan densitas 1,64 ton/m3. Conto batuan yang digunakan berukuran 11,2-16,0 mm. Untuk
memperoleh ukuran conto tersebut dilakukan reduksi sampel di laboratorium dengan menggunakan Jaw
crusher, setelah itu dilakukan pengayakan untuk mendapatkan conto batuan tuff yang berukuran 11,2 -
16,0 mm untuk brittleness test.
Setelah didapatkan conto yang sesuai dengan kriteria pengujian, kemudian dilakukan brittleness
test dengan cara conto ditumbuk dengan beban seberat 14 kg, dijatuhkan dari ketinggian 25 cm dan
dilakukan berulang-ulang sebanyak 20 kali. Selanjutnya dilakukan pengayakan menggunakan ayakan
gantung terhadap conto yang telah ditumbuk. Ayakan yang digunakan berukuran 11,2 mm.
Hasil brittleness test ini adalah berat conto yang lolos ayakan 11,2 mm dalam persen (%). Hasil
dari pengujian brittleness test (Brittleness value S20) ini nantinya akan di hubungkan dengan SJ Value
hasil drill test sehingga diperoleh drilling rate index batuan.
Hasil brittleness test (Brittleness Value S20) terhadap conto batuan tuff yang dilakukan di
Laboatorium Mekanika Batuan, UPN Veteran Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 3.1, diamana pada
penelitian ini dilakukan tiga kali brittleness test.

Tabel 3.1
Hasil Brittleness Test Batuan Tuff
Persen Brittleness
Kode Feed Ukuran Berat Presentase
Kehilangan Value S20
Conto (gram) (mm) (gram) (%)
(%) (%)
( +11,2 ) 103,50 33,44
Tuff 1 309,5 0,16 66,40
( -11,2 ) 205,50 66,40
( +11,2 ) 93,83 30,32
Tuff 2 309,5 1,45 68,23
( -11,2 ) 211,17 68,23
( +11,2 ) 98,98 31,98
Tuff 3 309,5 0,87 67,15
( -11,2 ) 207,83 67,15

3.2. Drill Test atau Uji Sievers J Value


Pada penelitian ini akan dilakukan drill test terhadap lima conto batuan tuff dengan kemiringan
bidang perlapisan yang berbeda, yaitu 0, 30, 45, 60, 90. Tujuan dari drill test adalah untuk
mendapatkan kedalaman pengeboran secara manual yang dilakukan dengan menggunakan miniatur alat
bor (Jukka Naapuri, 1988). Mekanisme kerjanya dengan memberikan pembebanan pada conto sebesar 20
kilogram, dimana pembebanan tersebut diiringi dengan diputarnya mata bor sebanyak 200 kali putaran,
sehingga akan terjadi penetrasi dari mata bor. Hasil Drill Test (SJ value) diperoleh dari pengukuran
kedalaman lubang bor yang terbentuk pada conto batuan setelah 200 kali putaran mata bor dalam 1/10
mm. Hasil drill test (SJ value) akan di korelasikan dengan hasil pengujian brittleness test (Brittleness
value S20) untuk mendapatkan nilai drilling rate index batuan.
Hasil drill test (SJ Value) dari lima conto batuan tuff dengan kemiringan bidang perlapisan yang
berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 3.2. Pada penelitian ini dibuat delapan lubang bor untuk masing-
masing conto drill test.

3
Tabel 3.2
Hasil Uji SJ Value atau Drill Test Batuan Tuff
Kedalaman
Kemiringan Bidang Rata-rata
No Lubang Bor SJ Value
Perlapisan ( ) SJ Value
(mm)
10,50 1,050
11,50 1,150
11,00 1,100
11,40 1,140
1 0 1,10
11,00 1,100
10,50 1,050
11,00 1,100
11,40 1,140
21,00 2,100
19,80 1,980
20,10 2,010
19,95 1,995
2 30 1,99
20,10 2,010
19,70 1,970
18,90 1,890
19,40 1,940
16,80 1,680
15,90 1,590
16,25 1,625
16,40 1,640
3 45 1,63
16,10 1,610
16,00 1,600
16,50 1,650
16,60 1,660
12,30 1,230
12,70 1,270
12,75 1,275
12,25 1,225
4 60 1,26
13,15 1,315
12,60 1,260
12,80 1,280
12,45 1,245
9,10 0,910
9,25 0,925
9,45 0,945
8,80 0,880
5 90 0,90
9,05 0,905
8,90 0,890
8,75 0,875
8,95 0,895

4. PEMBAHASAN

4
4.1. Hubungan Brittleness S20 (Brittleness Test) dan Sievers J Value (Drill Test) dalam Penentuan
Drilling Rate Index Batuan Tuff
Pada penelitian ini, dengan mengkorelasikan parameter Brittleness S20 hasil brittleness test conto
batuan tuff dan Siever J value hasil drill test conto batuan tuff dengan kemiringan bidang perlapisan yang
berbeda, maka akan didapatkan drilling rate index (DRI) batuan tuff dengan kemiringan bidang
perlapisan yang berbeda (lihat Gambar 4.1). Drilling rate index batuan tuff hasil penelitian beserta
klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Gambar 4.1
Hubungan Brittleness S20 dan SJ Value Batuan Tuff

Tabel 4.1
Drilling Rate Index Batuan Tuff Hasil Penelitian

Kemiringan Bidang
No Brittleness S20 (%) SJ Value DRI Keterangan
Perlapisan,

1 0 67,26 1,10 56,08 High


2 30 67,26 1,99 59,43 High
3 45 67,26 1,63 58,10 High
4 60 67,26 1,26 56,68 High
5 90 67,26 0,90 54,22 High

Berdasarkan hasil pengujian, diketahui batuan tuff dengan kemiringan bidang perlapisan () 0,
30, 45, 60, dan 90 memiliki drilling rate index sebesar 56,08; 59,43; 58,10; 56,68; dan 54,22. Batuan
tuff yang diteliti mempunyai DRI yang termasuk dalam klasifikasi high karena berada pada rentang 50-
65, sehingga menunjukkan batuan tuff mudah ditembus mata bor.

4.2. Pengaruh Kemiringan Bidang Perlapisan Terhadap Drilling Rate Index Batuan Tuff
Berdasarkan pengujian di laboratorium diketahui bahwa kemiringan bidang perlapisan yang
berbeda dapat mempengaruhi nilai drilling rate index batuan tuff (lihat Gambar 4.2).

5
Gambar 4.2
Grafik Hubungan Kemiringan Bidang Perlapisan () dengan
Drilling Rate Index (DRI) Batuan Tuff

Dari grafik hubungan kemiringan bidang perlapisan dengan Drilling Rate Index (DRI) batuan tuff
hasil penelitian (lihat Gambar 5.2), diketahui DRI batuan tuff terendah yaitu 54,22 terjadi pada
kemiringan bidang perlapisan () = 90 dan DRI batuan tuff tertinggi yaitu 59,43 terjadi pada kemiringan
bidang perlapisan () = 30.
Faktor yang menyebabkan adanya pengaruh kemiringan bidang perlapisan terhadap drilling rate
index batuan diantaranya adalah kekuatan dan elastisitas batuan yang berbeda berdasarkan orientasi
bidang perlapisannya. Kekuatan batuan dapat dinyatakan dengan parameter kuat tekan uniaksial ( c), dan
elastisitas batuan dapat dinyatakan dengan parameter modulus Young (E).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Saptono, dkk. (2014) terhadap batuan tuff dari
daerah Pleret, Bantul diketahui nilai kuat tekan uniaksial dan modulus Young batuan tertinggi yaitu
c = 9,10 MPa dan E = 2525,00 MPa terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 90 dan nilai kuat
tekan uniaksial dan modulus Young batuan terendah yaitu c = 7,89 MPa dan E = 1672,72 MPa terjadi
pada kemiringan bidang perlapisan () = 30 (lihat Tabel 4.2).

Tabel 4.2
Hubungan Kemiringan Bidang Perlapisan dengan Kuat Tekan Uniaksial
dan Modulus Young Batuan Tuff (Saptono, dkk., 2014)
Kemiringan Bidang Perlapisan,
Parameter
0 30 60 90
Kuat Tekan Uniaksial, c (MPa) 9,00 7,89 8,39 9,10
Modulus Young, E (MPa) 2150,00 1672,72 1717,39 2525,00

Hubungan antara kemiringan bidang perlapisan () dengan drilling rate index (DRI) batuan tuff
hasil penelitian ini dan kuat tekan uniaksial (c) batuan tuff hasil penelitian Saptono, dkk. (2014)
dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3
Grafik Hubungan Kemiringan Bidang perlapisan () dengan Drilling
Rate Index (DRI) dan Kuat Tekan Uniaksial (c) Batuan Tuff

6
Hubungan antara kemiringan bidang perlapisan () dengan drilling rate index (DRI) batuan tuff
hasil penelitian ini dan Modulus Young (E) batuan tuff hasil penelitian Saptono, dkk. (2014) dapat dilihat
pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4
Grafik Hubungan Kemiringan Bidang perlapisan () dengan Drilling
Rate Index (DRI) dan Modulus Young (E) Batuan Tuff

Dari Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 diketahui diketahui DRI batuan tuff terendah terjadi pada
kemiringan bidang perlapisan () = 90, dan DRI batuan tuff tertinggi terjadi pada kemiringan bidang
perlapisan () = 30. Hal itu disebabkan karena kuat tekan uniaksial dan modulus Young batuan tuff
tertinggi terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 90, sedangkan nilai kuat tekan uniaksial dan
modulus Young batuan tuff terendah terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 30 (Saptono, dkk.,
2014). Hubungan tersebut sesuai dengan teori yang dinyatakan Jimeno (1995), bahwa semakin tinggi
kekuatan dan elastisitas batuan maka akan semakin sulit batuan ditembus penetrasi mata bor, sehingga
akan menghasilkan DRI yang semakin rendah, begitu juga sebaliknya. Semakin rendah kekuatan dan
elastisitas batuan maka akan semakin mudah batuan ditembus penetrasi mata bor, sehingga akan
menghasilkan DRI yang semakin tinggi.

4.2. Kemampugalian Batuan Tuff


Gabungan antara sifat dinamik (ultrasonic velocity) batuan utuh dan sifat dinamik massa batuan
akan memberikan indeks yang berguna untuk menganalisa kemampugalian batuan. Indeks kecepatan
dapat digunakan untuk mengetahui kualitas massa batuan. Semakin besar indeks kecepatan (VI) maka
semakin baik kualitas dari massa batuan, sehingga akan semakin sulit batuan untuk dibongkar.
Dari hasil uji sifat dinamik (ultrasonic velocity) batuan utuh di laboratorium diketahui
kecepatan rambat gelombang ultrasonik batuan tuff (Vlab) = 2806,67 m/s. Karena pada penelitian
ini tidak mengukur sifat dinamik (kecepatan rambat gelombang seismik) pada massa batuan di
lapangan secara langsung, maka untuk mengetahui kecepatan rambat gelombang seismik di
lapangan (Vlap) digunakan persaamaan Deere (1967) dengan menggunakan data RQD dan V lab,
dimana dari hasil perhitungan data kekar diketahui nilai RQD batuan tuff = 52,70%, sehingga
didapatkan Vlap batuan tuff = 2037,49 m/s.
Untuk mengetahui nilai indeks kecepatan (VI) batuan digunakan persamaan King dan McConnel
(Braybrooke, 1988). Dari perhitungan diketahui VI batuan tuff = 0,52. Berdasarkan nilai indeks
kecepatan (VI) hasil perhitungan, diketahui kualitas massa batuan tuff dari formasi semilir yang diteliti
termasuk dalam klasifikasi sedang karena termasuk dalam rentang nilai 0,4 0,6.
McConnel (Braybrooke,1988) menyatakan bahwa indeks kecepatan merupakan sebuah indeks
yang diturunkan dari fracture index. Semakin besar fracture index batuan maka semakin besar pula indeks
kecepatannya.
Franklin, dkk. (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan berdasarkan fracture index (If) dan
point load index (Is) untuk menganalisis kemampugalian batuan. Dari perhitungan hasil pengukuran kekar
di lapangan diketahui If batuan tuff adalah 0,063 m dan dari hasil pengujian di laboratorium diketahui
rata-rata Is batuan tuff adalah 0,93 MPa. Berdasarkan data If dan Is batuan tuff dapat diketahui kualitas
massa batuan dan kemampugalian batuan tuff (lihat Gambar 4.5).

7
Gambar 4.5
Diagram Kriteria Indeks Kekuatan Batuan Tuff (Franklin, dkk., 1971)
Dari diagram kriteria indeks kekuatan batuan tuff berdasarkan Franklin, dkk. (1971) (lihat
Gambar 4.5) diketahui kualitas massa batuan tuff yang diteliti termasuk dalam klasifikasi sedang, karena
memiliki If yang masuk dalam rentang 0,06-2 m dan I s yang masuk dalam rentang 0,3-1,0 MPa, serta
batuan tuff dapat dibongkar dengan cara penggaruan (ripping).
Dari Indeks Kecepatan (VI) dan Kriteria Indeks Kekuatan batuan tuff berdasarkan Franklin, dkk.
(1971) didapatkan kecocokan bahwa kualitas massa batuan tuff yang diteliti termasuk dalam klasifikasi
sedang, serta diketahui batuan tuff yang diteliti dapat dibongkar dengan cara penggaruan (ripping).
Apabila diinginkan pembongkaran batuan tuff dengan pengeboran dan peledakan, maka pada saat
dilakukan pengeboran untuk pembuatan lubang ledak, batuan tuff relatif mudah ditembus penetrasi mata
bor karena berdasarkan hasil penelitian diketahui batuan tuff memiliki drilling rate index yang termasuk
dalam klasifikasi high (berada pada rentang 50-65).

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Keberadaan bidang perlapisan dengan kemiringan yang berbeda-beda akan mempengaruhi drilling
rate index (DRI) batuan tuff.
a. Batuan tuff dengan kemiringan bidang perlapisan 0 (tegak lurus arah penetrasi mata bor), 30,
45, 60, dan 90 memiliki DRI sebesar 56,08; 59,43; 58,10; 56,68; dan 54,22. Semakin besar
DRI batuan, maka akan semakin mudah batuan ditembus mata bor, begitu juga sebaliknya.
b. Batuan tuff yang diteliti mempunyai DRI yang termasuk dalam klasifikasi high karena berada
pada rentang 50-65, sehingga menunjukkan batuan tuff mudah ditembus mata bor.
2. DRI batuan tuff terendah terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 90 yaitu sebesar 54,22
dan DRI batuan tuff tertinggi terjadi pada kemiringan bidang perlapisan () = 30 yaitu 59,43. Hal
itu disebabkan karena kekuatan dan elastisitas batuan tuff tertinggi terjadi pada kemiringan bidang
perlapisan () = 90, sedangkan kekuatan dan elastisitas batuan tuff terendah terjadi pada kemiringan
bidang perlapisan () = 30 (Saptono, dkk., 2014).
3. Berdasarkan indeks kecepatan (VI) dan kriteria Franklin, dkk. (1971), kualitas massa batuan tuff
yang diteliti termasuk dalam klasifikasi sedang, dan diketahui batuan tuff dapat dibongkar dengan
penggaruan. Apabila dilakukan pembongkaran dengan pengeboran dan peledakan, maka saat
dilakukan pengeboran batuan tuff relatif mudah ditembus penetrasi mata bor karena berdasarkan
hasil penelitian diketahui batuan tuff memiliki drilling rate index yang termasuk dalam klasifikasi
high.
5.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan kecepatan pengeboran langsung di lapangan,
sehingga dapat dibandingkan antara hasil drilling rate index dari pengujian di laboratorium dengan
kecepatan pengeboran langsung di lapangan.

8
6. DAFTAR PUSTAKA

1 Badgley, Peter C., 1965, Structural and Tectonic Principles, Harper & Row, New York.
2 Bemmelen, V., 1949, The Geology of Indonesia vol. 1A, Government Printing Office, The Hauge,
Netherlands.
3 Hamillton, W.B., 1979, Tectonics of The Indonesian Region, U.S. Govt. Off., Washington.
4 Jimeno C.L, Jimena E.L., Carcedo F.J.A., 1995, Drilling And Blasting of Rock, A.A. Balkema,
Rotterdam/Brookfield.
5 Koesnaryo, 2011, Teknik Peledakan Batuan, Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
6 Made Astawa Rai, Suseno Kramadibrata, 2012, Mekanika Batuan, Laboratorium Geomekanika dan
Peralatan Tambang Institut Teknologi Bandung, Bandung.
7 Naapuri, J., 1988, Surface Drilling and blasting, Tamrock, Findland.
8 Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rock, Halper and Row Brother, New York.
9 Sidik Mualim, 2014, Pengaruh Diskontinuitas pada Hasil Uji Kuat Tekan Uniaksial di
Laboratorium pada Batu Tuff dari Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Program Studi Teknik Pertambangan, UPN Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.
10 Twiss, R.J., Moores, E.M., 1992, Structural Geology, New York.
11 Yarali O, Soyer E, 2011, The Effect Of Mechanical Rock Properties and Brittleness on Drillability,
Paper, Zonguldak Karaelmas University, Turkey.

Anda mungkin juga menyukai