Anda di halaman 1dari 12

WELLSITE GEOLOGIST DALAM TAHAPAN EKSPLORASI

Pada tahapan eksplorasi, salah satu tahapan yang memegang peranan penting adalah
tahapan pemboran, dimana pada tahapan ini diperlukan adanya pengawasan lapangan yang
merupakan peranan seorang wellsite geologist. Wellsite geologist merupakan seorang
pengawas lapangan yang bertugas dan bertanggung jawab mengawasi suatu lokasi
pemboran dalam suatu kegiatan eksplorasi pemboran demi kelancaran pemboran tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka peranan seorang wellsite geologist dalam kelancaran pemboran
sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, akan dijelaskan peranan seorang wellsite geologist dalam
eksplorasi pemboran batubara yang dilakukan oleh suatu perusahaan.
Berdasarkan atas pentingnya peranan wellsite geologist dalam tahapan eksplorasi
pemboran, maka diperlukan adanya kemampuan dan pengetahuan yang akan menunjang tugas dan
tanggung jawab sebagai wellsite geologist. Adapun pengetahuan yang harus diketahui dan
dimiliki sebagai wellsite geologist antara lain sebagai berikut :
1. Memiliki pengetahuan mengenai dasar - dasar geologi
2. Memahami tahapan-tahapan eksplorasi yang dilakukan.Memahami teori-teori tentang batubara.
3. Mengenali kondisi daerah yang akan di eksplorasi.
4. Memahami metoda pengambilan data pemboran sesuai dengan SOP (Standard
Operational Procedure).
5. Memahami metoda pengambilan dan perlakuan terhadap sampel batubara

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tugas dan peranan wellsite geologist dalam
eksplorasi dalam beberapa tahapan :
1. Tahap Pemboran
2. Tahap Pengambilan/Perekaman Data

2. Tahap Pemboran

Salah satu jenis kegiatan dalam eksplorasi untuk penyelidikan di bawah


permukaan bumi adalah pemboran. Maksud dan tujuan kegiatam pemboran dalam eksplorasi
geologi adalah :
1. Untuk mengetahui jenis dan urutan lapisan batuan
2. Untuk mengetahui adanya indikasi geologi struktur
3. Untuk mengambil sample yang diperlukan dalam eksplorasi geologi
4. Untuk mengetahui kondisi muka air tanah
5. Sumur hasil pemboran dapat digunakan sebagai lokasi untuk melakukan penyelidikan
aspek geofisika ( well loging ).
Berdasarkan metode pengambilan sample batuan, pemboran dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
a) Sistem full coring, yaitu pemboran yang dilakukan dengan mengambil semua
sample batuan.
b) Sistem open hole, yaitu pemboran yang dilakukan dengan tidak mengambil
sample batuan, dimana data yang data pemboran ini berdasarkan deskripsi cutting
yang diambil permeternya.
c) Sistem touch coring, yaitu pemboran yang merupakan kombinasi antara
pemboran open hole dengan pemboran coring, dimana pemboran coring hanya
dilakukan pada lapisan batuan yang diinginkan

Dalam tahapan pemboran, tugas dan peranan seorang wellsite geologist antara lain, yaitu :

I. Penentuan Titik Bor


Tahapan awal yang dilakukan oleh wellsite geologist dalam proses pemboran adalah
menentukan lokasi titik bor yang akan dilakukan proses pemboran. Penentuan titik bor ini
diinstruksikan oleh wellsite geologist kepada juru bor (driller) berdasarkan data pada peta
topografi dan data survei yang meliputi letak, nomor titik bor, dan elevasinya atas persetujuan
geoevaluator site. Dalam penentuan titik bor terkadang terdapat ketidak sesuaian antara data survei
pada peta topografi dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan hal tersebut, maka wellsite
geologist dituntut untuk memperbaiki penetuan titik bor tersebut. Apabila penentuan suatu titik
bor selesai, maka wellsite geologist memberikan surat perintah dimulainya pemboran.

II. Pengawasan Proses Pemboran


Pada eksplorasi pemboran batubara di suatu perusahaan, kegiatan pemboran
dilaksanakan oleh pihak kontaktor. Kegiatan pemboran yang dilaksanakan membutuhkan paling
sedikitnya 4 orang untuk menjalankan aktifitas pemboran batubara tersebut. Dimana terdiri
atas 1 orang operator (driller) dan 3 orang sebagai helper (drilling crew). Dalam pelaksanaannya
seorang operator pemboran wajib menjalankan keputusan seorang
wellsite geologist, jadi dengan kata lain seorang operator pemboran bertanggung jawab kepada
wellsite geologist yang sedang bertugas di lokasi pemboran tersebut.

Selama pemboran berlangsung menjadi tugas seorang Wellsite geologist me-


record dan mengawasi setiap hal yang terjadi menyangkut proses pemboran. Wellsite Geologist
berhak pula untuk menghentikan atau meneruskan proses pemboran dengan berbagai alasan
teknis atau dalam keadaan yang tidak aman, serta memastikan semua peralatan pemboran
berfungsi dengan baik. Peralatan pemboran yang berfungsi dengan baik akan menunjang
kelancaran proses pemboran dan keamanan dalam proses pemboran.
Gambar Sketsa alat-alat pemboran
Proses pemboran yang diawasi oleh wellsite geologist pada tahapan eksplorasi yang sering
dilakukan pada saat ini termasuk dalam pemboran dengan metode touch coring. Metode ini
berupa metode pemboran yang merupakan kombinasi antara pemboran open hole dengan
pemboran coring, dimana pemboran coring hanya dilakukan pada lapisan batuan yang
diinginkan. Sehingga dalam teknis pemboran terdapat dua tahapan pemboran, yaitu :
1. pemboran pada pilot hole
2. pemboran pada actual hole.

1.2.1 Pemboran Pilot Hole


Dalam tahap eksplorasi pemboran dengan metode touch coring, yang pertama kali dilakukan yaitu
melakukan pemboran open hole pada satu titik yang dinamakan pilot hole. Dimana lubang ini
berfungsi untuk mengetahui batuan penyusun (dalam bentuk hancuran/cutting) pada lokasi
bor tersebut sekaligus sebagai data awal dalam memperkirakan letak kedalaman seam
batubara yang menjadi target dalam pemboran tersebut. Sebagai acuan dasar untuk mengetahui
estimasi lapisan/seam batubara yang menjadi target, seorang wellsite geologist harus dapat
melakukan korelasi manual dari titik pemboran sebelumnya ataupun dari croopline.
Pada tahapan pemboran pilot hole, seorang wellsite geologist bertanggung jawab dan bertugas
sebagai pengawas lapangan selama proses pemboran pada pilot hole ini berlangsung. Adapun
tugas dan peranan wellsite geologist sebagai pengawas dalam proses pemboran pilot hole antara
lain, yaitu :

Melakukan deskripsi cutting


a. Melakukan pengambilan sample cutting setiap terjadi perubahan lithologi, untuk analisa NAG
Test (Net Acid Generating Test)
b. Melakukan penyetopan pemboran pilot hole setelah target seam atau target kedalaman
(depth) tercapai, untuk kantong E-log maximal 10 meter.
c. Melakukan interpretasi hasil E-log dengan cara mengukur kurva. Untuk kurva gamma ray
: 1/3 dari bagian atas garis kelurusan kurva, sedangkan untuk kurva
density : 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva
d. Melakukan penentuan interval coring dengan ketentuan 0.50 sampai 1 meter di
atas roof dan 0.50 meter di bawah floor batubara

1.2.2 Pemboran Actual Hole


Setelah semua proses pemboran yang dilakukan pada pilot hole selesai,
selanjutnya proses pemboran dilanjutkan ke lubang bor target (actual hole) untuk
memperoleh data berupa contoh inti/core batuan. Dimana sebelumnya dilakukan proses
perekaman data pada pilot hole secara geofisika (E-logging) untuk mengetahui estimasi
kedalaman batubara yang nantinya akan diambil conto batuannya (dalam hal ini melalui
proses corring).
Untuk mengambil inti/core batuan, maka digunakan suatu alat yang dinamakan core barel.
Biasanya dalam satu penangkapan inti/core batuan dengan menggunakan core barel, panjang
maksimal inti/core batuan yang dapat tertangkap yaitu + 1.60 m. Namun ada pula core barel yang
mampu mengangkat inti/core batuan sepanjang 3 m tergantung pada panjang dan kapasitas isi core
barel tersebut.

Kegiatan eksplorasi pemboran batubara yang menggunakan core barel dengan kapasitas 1.60
m maka dimana satu kali proses penangkapan atau pengambilan inti/core batuan dengan
menggunakan core barrel biasanya disebut satu (1) run.

Pada actual hole, wellsite geologist bertanggungjawab sebagai pengawas lapangan


terhadap proses pemboran seperti halnya pada proses pemboran pilot hole.

• Melakukan interpretasi hasil E-log dengan cara mengukur kurva. Untuk kurva
gamma ray : 1/3 dari bagian atas garis kelurusan kurva, sedangkan untuk kurva
density : 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva
• Melakukan penentuan interval coring dengan ketentuan minimal 0.50 sampai 1 meter di
atas roof dan 0.50 meter di bawah floor batubara

Adapun tugas dan peranan wellsite geologist sebagai pengawas dalam proses pemboran actual hole
antara lain, yaitu :
• Melakukan pencatatan kedalaman (interval) “run” setiap kemajuan coring
• Melakukan pengukuran panjang core pada tabung inner split setiap kemajuan
coring (run). Inner split dikeluarkan dari tabung split dengan cara menyemprot
memakai pompa air, tidak dengan cara yang bisa merusak core di dalam inner
split, misalnya : memukul core barrel
• Meletakkan core batubara pada core box (tabung split/paralon), pastikan core
tidak ada kontaminasi, tentukan bagian roof dan floor, lengkapi dengan
keterangan lain (parting, clinker, washout, roof & floor, core loss, dll), dan
lakukan pemotretan
• Membungkus core batubara dengan plastik “wrap” dan letakkan pada tempat
yang terhindar dari cahaya matahari langsung dengan tujuan tetap menjaga
kelembaban inti/core sample.
• Menghitung core dan coal recovery
• Melakukan deskripsi terhadap core batubara dan non batubara
• Melakukan pengambilan sampel batubara
• Memasang tanda/patok bor
1.3 Penentuan Perpindahan Lokasi/Titik Bor

Setelah proses pemboran pada suatu titik bor selesai, maka selanjutnya wellsite geologist
bertanggungjawab memberikan perintah kepada operator/juru bor untuk melakukan pemboran
di lokasi/titik bor yang baru. Adapun suatu titik bor dianggap telah selesai apabila hasil pemboran
(dalam hal ini sampel batubara yang diperoleh) telah memenuhi ketentuan atau standar yang
telah ditentukan, yaitu berupa nilai “recovery”. Dimana standar yang biasa digunakan adalah
nilai recovery dalam range 90 - 100 %. Jika hasil pemboran tidak memenuhi nilai recovery
yang ditentukan, maka wellsite geologist wajib konfirmasi ke coordinator project untuk
pengambilan keputusan pemboran kembali (redrill) atau dinyatakan selesai. Analisa yang
dilakukan untuk memutuskan apakah lokasi/titik bor tersebut harus dilakukan pemboran
kembali (redrill) atau tidak karena tidak memenuhi standar nilai recovery didasarkan atas
beberapa aspek, diantaranya yaitu dari segi :

1. Teknis pemboran.
Hasil pemboran yang tidak maksimal atau tidak memenuhi ketentuan yang telah ditentukan dapat
dikarenakan teknis pemboran (proses coring) yang salah. Dalam hal ini pemboran secara miring
dapat diakibatkan karena pengaturan dan persiapan tempat pemboran (rig) yang tidak tepat.

2. Peralatan pemboran.
Dalam hal ini, peralatan pemboran yang sangat menentukan untuk memperoleh hasil pemboran
(inti/core), yaitu core barel. Kondisi core barel beserta bagian bagiannya yang tidak berfungsi
dengan baik akan mengakibatkan hasil pemboran (core) yang tidak maksimal, yaitu adanya
sampel coring batubara yang hilang atau tidak terangkat (lost core) sehingga hasil pemboran tidak
memenuhi standar yang ditentukan (nilai recovery).

3. Formasi batuan.
Hasil pemboran berupa coring yang tidak maksimal dapat juga disebabkan oleh formasi batuan
pada lokasi pemboran. Di mana lapisan seam batubara yang jelek akan sulit untuk diperoleh
dalam proses coring. Hasil coring batubara pada formasi yang jelek/tidak bagus akan memiliki
kenampakan fisik yang hancur (broken core). Salah satu data penunjang yang dapat dijadikan
parameter untuk mengetahui keadaan formasi batuan (baik atau tidaknya), yaitu data rekaman
elektrik logging berupa log caliper.

2. Tahap Pengambilan/Perekaman Data

Proses perekaman data yang dilakukan dalam tahapan eksplorasi terdiri dari dua tahap, yaitu
perekaman data dengan menggunakan teknologi/komputerisasi, yaitu logging geofisika berupa
electrical logging dan perekaman data secara manual berupa deskripsi lapangan serta pengambilan
sampel/contoh batuan. Proses perekaman data yang dilakukan dalam tahapan eksplorasi terdiri dari
dua tahap, yaitu perekaman data dengan menggunakan teknologi/komputerisasi, yaitu
a. logging geofisika berupa electrical logging

b. Perekaman data secara manual berupa deskripsi lapangan serta pengambilan sampel/contoh
batuan.

2.1 Electrical Logging

Perekaman data secara manual kadang kala kelihatannya kurang akurat


dikarenakan dalam kegiatan pemboran biasanya sering terjadi kesalahan- kesalahan yang
disebabkan dari kesalahan teknik pemboran (adanya water lost, core lost, dan
sebagainya) maupun disebabkan hal lainnya. Sedangkan data yang diperlukan
memerlukan keakuratan yang baik untuk dijadikan data penunjang dalam evaluasi dan
tahapan eksploitasi (penambangan). Sehingga untuk mengantisipasi hal-hal tersebut maka
digunakanlah elektrik logging dalam perekaman data. Dengan metode geofisika tersebut
pengambilan data lapangan bisa menjadi lebih akurat walaupun tidak secara detail,
sebagai pendamping pelaksana kegiatan pemboran..Dengan metode Logging Geofisika -
Elektrik Logging, seorang wellsite geologist dapat mengetahui dan memperoleh data -
data sebagai berikut :
- Jenis litologi, baik batubara maupun batuan pengapitnya.
- Kedalaman dan ketebalan lapisan seam batubara.
- Diameter lubang bor
- Lapisan pengotor (parting).

Parameter yang digunakan dalam perekaman dan pengukuran data electric logging terdiri
atas empat (4) parameter untuk pemboran dalam (deep drilling) yaitu : gamma ray, density,
resistivity, dan caliper serta dua.(3) parameter untuk pemboran dangkal (shallow drilling) yaitu
hanya
1. Gamma ray,
2. Density
3. Caliper.

1) Electric Logging Gamma Ray


Elektrik logging ini berfungsi untuk menentukan lithologi batuan berdasarkan unsur radioaktif.
Shale dan batulempung (mudstone) mempunyai tingkat radioaktif yang tinggi dibanding batupasir
(sandstone) dan batubara (coal).Untuk defleksi dari batuan lempung tersebut simpangan
mengarah ke kanan dari diagram. Sedangkan batubara yang mempunyai tingkat radioaktif yang
kecil maka arah dari defleksi simpangan mengarah ke kiri diagram.

Adapun cara penentuan top dan bottom batubara untuk penentuan ketebalan mengacu pada
BPB Company. Dimana ditetapkan bahwa untuk perhitungan top batubara ditentukan 1/3 dari
bagian atas garis kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan
lithologi lain di atasnya dan untuk perhitungan bottom batubara ditentukan 1/3 dari bagian atas
garis kelurusan kurva yang menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain
di bawahnya.

2) Electric Logging Density


Electric logging density merupakan suatu pengukuran yang berfungsi untuk mengukur
kerapatan elektron pada suatu lapisan batuan. Metode kerja dari elektrik logging ini
didasarkan pada massa jenis dan sifat kerapatan yang dikandung oleh lapisan batuan, dimana
batubara mempunyai massa jenis dan sifat (kerapatan) yang besar dibandingkan dengan batuan
lainnya sepert limestone, mudstone, dan sandstone.
Untuk penentuan top dan bottom batubara untuk mengukur ketebalan dari data
density yaitu dengan cara menentukan 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva yang
menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain di atasnya (untuk
perhitungan top batubara) dan 1/2 dari bagian atas garis kelurusan kurva yang
menunjukkan perubahan lithologi dari batubara dengan lithologi lain di bawahnya (untuk
bottom batubara)

3) Electric Logging Caliper


Electric logging caliper adalah metode yang digunakan berdasarkan pada kekompakan
batuan. Dengan electric logging caliper ini maka akan terlihat keadaan lubang hasil pemboran.
Logging jenis ini dapat digunakan untuk menentukan lithologi batuan berdasarkan kekerasan
batuan. Dalam pengukuran dengan logging ini biasanya bersamaandenganloggingdensity.
Pelaksanaan kegiataan perekaman data electrical logging dilakukan setelah kegiatan pemboran
dianggap selesai oleh seorang wellsite geologist. Seorang wellsite geologist bertanggungjawab
dalam memutuskan apakah suatu titik bor sudah siap atau tidak untuk dilakukan proses
perekaman electrical logging. Untuk melakukan proses perekaman data electrical logging, lubang
bor harus dalam kondisi aman. Dimana kondisi lubang bor yang aman mencakup tidak adanya
formasi batuan yang runtuh (collapse).
Dalam proses perekaman data electrical logging, seorang wellsite geologist bertanggungjawab
mengawasi secara keseluruhan proses logging. Wellsite geologist berhak menghentikan proses
logging, jika terjadi kondisi yang tidak aman dalam proses logging. Selain itu, wellsite geologist
juga bertugas menentukan estimasi interval batubara (kedalaman dan ketebalan) dari hasil
pembacaan electrical logging.
2.2 Deskripsi Sampel Batuan

Selain perekaman data secara komputerisasi seperti yang dijelaskan sebelumnya,


maka dalam tahapan perekaman data juga dilakukan secara manual. Dimana dalam hal
ini, perekaman data secara manual tersebut berupa pendeskripsian pada conto (sampel
batuan). Perekaman data dengan sistem manual ini dilakukan secara langsung di
lapangan. Adapun data-data yang direkam meliputi pendeskripsian sampel cutting pada
open hole (pilot hole) drilling dan pendeskripsian sampel core/inti batuan (batubara dan
nonbatubara) pada actual hole drilling. Pendeskripsian sampel cutting dan sampel
core/inti batuan tersebut dilakukan sesuai aturan standar yang ditentukan oleh
perusahaan.

2.2.1 Deskripsi Cutting

Pada pemboran open hole akan menghasilkan hancuran batuan dan lumpur yang terbawa keluar
permukaan oleh air yang keluar dari lubang bor. Keluarnya air dari lubang bor tersebut dikarenakan
adanya tekanan dari pompa air yang dialirkan menuju lubang bor sehingga kepingan-kepingan
batuan terangkat ke permukaan. Apabila sampel cutting telah keluar, mekudian sampel cutting
dimasukkan ke dalam kantong sampel cutting dan selanjutnya merupakan tanggung jawab
wellsite geologist untuk melakukan pendeskripsian secara detail dan lengkap pada setiap
perubahan litologi.

Pendeskripsian cutting yang dilakukan wellsite geologist didasarkan atas parameter


yang telah ditentukan atau berdasarkan standar yang ditentukan oleh perusahaan.
Adapun parameter pendeskripsian yang biasa dilakukan oleh wellsite geologist pada tahap
eksplorasi, yaitu ::
1. Nama batuan ( Lithology )
2. Warna ( color )
3. Ukuran butir ( grain size )
4. Mineral penyusun
5. Kandungan mineral lain (pirite, resin, ferogeneous nodule, batubara)
Berdasarkan parameter tersebut, seorang wellsite geologist dapat melakukan
pendeskripsian cutting dengan baik dan benar
DESCRIPTION CUTTING :

A. Soil
1) Color (warna) : Brown, Reddish brown, Yellowish brown
2) Features (kenampakan) : Sandy, Muddy

B. Sandstone
1) Color (warna) : Grey, dark grey, light grey
2) Grain size (ukuran butir) : - Very fine grain/sangat halus (1/16-1/8 mm)
- Fine grain / halus (1/8-1/4 mm)
- Medium grain / sedang (1/4-1/2 mm)
- Coarse grain / kasar (1/2-1 mm)
- Very coarse grain / sangat kasar (1-2 mm)
3) Hardness (kekerasan) : Hard, medium hard, soft
4) Mineral : Quarts, calcite, jasper, mafic mineral and felsic mineral

C. Mudstone
1) Color (warna) : grey, dark grey, light grey
2) Hardness (kekerasan) : hard, medium hard, soft

2.2.2 Deskripsi Inti/Core Batuan

Proses perekaman data dengan cara pendeskripsian conto batuan yang berupa hancuran/cutting
memiliki kekurangan - kekurangan, sedangkan data yang dibutuhkan haruslah memiliki
keakuratan dan ketelitian yang baik. Oleh sebab itu, dalam tahapan eksplorasi pemboran
dilakukan perekaman atau pengambilan data inti/core batuan yang bertujuan untuk mendapatkan
data yang lebih akuran dan teliti. Dalam proses perekaman dan pengambilan inti/core batuan,
wellsite geologist bertanggungjwab dan bertugas untuk melakukan pengawasan selama proses
tersebut (proses coring) berlangsung dan juga yang paling utama, yaitu seorang wellsite geologist
bertugas pula untuk memerikan atau mendeskripsi conto inti/core batuan yang akan
diambil/direkam, baik conto inti batubara maupun nonbatubara yang berada di atas dan di bawah
batubara tersebut secara geologi.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seorang wellsite geologist bertugas dalam
memerikan inti/core batuan pada setiap run atau pada setiap penangkapan atau pengambilan
inti/core batuan yang kemudian dicatat dalam log bore. Dalam proses pendeskripsian,
digunakan parameter dan standar dalam memerikan inti batuan sesuai ketentuan dan kebutuhan
perusahaanyang telah diatur sebelumnya.

Adapun parameter yang digunakan seorang wellsite geologist dalam mendeskripsi inti/core
batuan, yaitu :
PARAMETER DESCRIPTION CORE NON COAL :

a) Nama batuan ( Lithology )


b) Warna (color)
c) Ukuran butir ( grain size)
d) Kekuatan (hardness), terbagi dari firm, friable, slightly
e) Struktur sediment (sediment structure)
f) Kemiringan lapisan batuan (dip).
g) Rekahan (cleat), terbagi atas rekahan vertikal and rekahan horizontal.
h) Kandungan fosil (fossil containt)
i) Kondisi core (solid, broken, very broken)
j) Fragment/mineral penyusun
k) Kandungan mineral lain (pyrite, resin, ferogeneous nodule, batubara)

PARAMETER DESCRIPTION

A. CORE COAL :

a) Warna (color) : Black, Brownish black


b) Kilap (brightness/luster) : Bright, bright with minor dull, bright and dull, dull with
numerous bright, dull with minor bright, dull
c) Warna gores (streak) : Black, Brownish black, Brown
d) Pecahan (fracture) : Flattty, flatty-subconcoidal, subconcoidal-concoidal,concoidal
e) Kondisi core (Condition core) : (solid, broken, very broken/powder).
f) Kandungan mineral lain : (Pyrite, resin)
g) Sifat fisik lain : clay band, bone coal, weathered, clinker/burn, Ferrogeneous
nodule, sand nodule, clay nodule, bone coal, clay band

90 to 1 0 0 % Bright Coal (V itrin ite )

70 to 9 0 % Bright with min o r dull bands

50 to 7 0 % Bright and dull

30 to 5 0 % Dull with numerous bright bands

10 to 3 0 % Dull with minot bright bands

0 to 1 0 % Dull Coal (Inertinite )

Gambar Standart Of Coal Brightness


A. CORE SANDSTONE :

1) Color : Grey, Dark grey, Light grey, Yellowish, dan lainnya.

2) Grain size : Fine sand (1/64 - 1/16 mm), Medium sand (1/16 - 1/2 mm), Coarse sand (1/2 - 2mm)

3) Shape of size : Rounded, Subrounded, Subangular, Angular.

4) Pemilahan (Sorting) :
- Terpilah Baik (Well Sorted) merupakan pemilahan yang butirannya Seragam
- Terpilah Sedang (Medium Sorted) merupakan pemilahan yang butirannya relatif seragam.
- Terpilah Buruk (Poorly Sorted) merupakan pemilahan yang butirannya tidak seragam

5) Sediment structure : Graded Bedding, paralel laminasi, wave laminasi, slump structur, convolute,
load cast
6) Mineral : Quartz, Calsite, Jasper, Pyrite, dan lainnya

8) Another features : Coal string, coal fragmen, ferrogeneous nodules, plant remains, clay nodules,

burrowed, bioturbation

: Graded Bedding, paralel laminasi, wave laminasi, slump


structur, convolute, load cast

: Quartz, Calsite, Jasper, Pyrite, dan lainnya.

: Carbonaceous
: Coal string, coal fragmen, ferrogeneous nodules, plant
remains, clay nodules, burrowed, bioturbation

Anda mungkin juga menyukai