Oleh :
Dosen Pengampu :
Erry Sumarjono, S.T., M.T.
Selain itu, pertimbangan dari perhitungan secara ekonomi, memiliki peran yang
sangat besar dalam penentuan metode yang akan digunakan dalam pembongkaran
batuan induk/ overburden. Pembongkaran batuan dapat diputuskan dengan
menggunakan peledakan, sekalipun pembongkaran batuan tersebut sebenarnya dapat
dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanis. Hal tersebut dapat terjadi, ketika
perhitungan secara ekonomi, ternyata dengan metode pembongkaran batuan induk/
overburden memberikan biaya yang lebih murah, dibandingkan dengan menggunakan
alat-alat mekanis (pertimbangan/ evaluasi secara lingkungan sudah terpenuhi).
Kekerasan material menurut klasifikasi Peurifoy, dapat dilihat pada tabel di atas.
Gambar 2.1 Hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas >50 Mpa
(Fowell & Johnson, 1982 & 1991)
RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja roadheader Dosco SL-120
(Sandbak1985, lihat Gambar 2.1). Penelitian ini dilaksanakan pada bijih tembaga
Kalamazoo & San Manuel, Arizona.
Gambar 2.2 Hubungan laju penggalian roadheder vs RMR (Sandbak. 1985)
Gambar 2.3.
Klasifikasi metoda penggalian menurut RMR dan Q-System
Gambar 2.4
Metoda Kecepatan Seismik untuk penentuan macam penggalian (Atkinson,
1971)
Gambar 2.5. Kriteria penggaruan dengan D9R
d. Kriteria Penggalian menurut indeks kekuatan batuan
Gambar 2.6.
Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin, dkk., 1971)
OKSIDER
REAKSI
1. Sumbu ledak
2. Detonating Relay/ Dellay
Tergantung detonator yang dipakai
SUMBU LEDAK connector
3. Initator (detonator listrik/biasa)
Kedua tipe alat tersebut dibuat untuk menghasilkan arus searah bertegangan tinggi.
Kapasitas alat ini biasanya dinyatakan dalam jumlah detonator listrik dengan panjang
leg wire 30 ft bila sambungan seri. Tipe yang pertama tidak pernah untuk digunakan
sambungan parallel karena ada kemungkinan misfire (konsleting). Tipe yang kedua
terutama digunakan untuk peledakan yang lebih besar. Bentuk blasting machine sangat
beraneka ragam, mulai dari bentuk kuno sampai yang bentuk remote control saat ini.
2. Blasting Machine Tester
Adalah sangat penting bahwa exploder hendaknya selalu dipelihara dan ditest
secara teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder type-generator
biasanya ditest dengan menggunakan Rheostat yang dihubungkan dengan detonator.
3. Circuit tester
Sebelum peledakan dilakukan, setelah semua sirkuit dipasang, maka harus ditest
terlebih dahulu. Beberapa alat yang digunakan untuk circuit tester adalah : a. Du Pont
Rheostat, b.Du Pont Blasting Galvanometer, c.Du Pont Blasting Voltohmeter
Tipe-tipe blasting machine yaitu :
1. Tipe generator
Untuk mengumpulkan energi listrik menggunakan gerakan mekanis dengan cara
memutar engkol (handle) yang telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah
lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan siap dilepaskan.
Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.
2. Tipe baterai ( listrik )
Pengumpulan energi listrik melalui baterai, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah “starter” dan setelah lampu indikator menyala berarti kapasitor penuh dan arus
sudah maksimal serta siap dilepaskan
Alat pemicu peledakan nonel :
Disebut dengan shot gun atau shot firer atau nonel starter
Fungsi : sebagai penyuplai gelombang kejut pada detonator nonel melalui
sumbu nonel (nonel tube)
Tipe : didasarkan atas pemicunya, digerakkan secara mekanis atau oleh baterai
untuk membentuk gelombang kejut terhadap HMX yang terdapat di dalam
sumbu nonel
Ciri-ciri khusus : untuk tipe yang digerakkan secara mekanis dilengkapi Shot
Shell Primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat menimbulkan
percikan api bertekanan tinggi
Cramper :
Alat khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat detonator biasa
dengan sumbu api
Sumbu api dikatagorikan juga sebagai sumbu non-electric
Cara Penggunaan:
o Masukkan sumbu api ke dalam detonator biasa. Persyaratan pemotongan
sumbu api harus dipenuhi sebelum dimasukkan ke dalam detonator biasa.
o Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan pembakar
dalam detonator biasa.
o Posisikan cramper pada ujung detonator biasa, kemudian jepit detonatornya.
Saudara bisa melakukan penjepitan lebih dari satu kali untuk meyakinkan
sambungan cukup kuat
Kabel yang digunakan didalam peledakan listrik dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Leading wire → peralatan, 2. Leg wire → perlengkapan, 3. Connecting wire →
perlengkapan
3.4.2. Perlengkapan
Perlengkapan peledakan (Blasting supplies/Blasting accessories) adalah material
yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak
dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali
penyalaan saja. Hal-hal yang harus kita perhatikan di dalam memilih perlengkapan
peledakan :
1 . Bahan peledak komersial adalah dari kelas bahan peledak kimia. Dalam hal ini
detonator, sumbu ledak, dan sumbu api harus diperlakukan sebahgai bahan
peledak.
2. Pabrik bahan peledak selalu memberikan keterangan mengenai spesifikasi bahan
peledak yang dihasilkannya.
3. Untuk pedoman pelaksanaannya beberapa sifat bahan peledak yang harus
diperhatikan adalah : a.Kekuatan (Strenght),b. Kerapatan/ Berat jenis (Density/
Specific Gravity, c. Kecepatan Detonasi (Detonation Velocity), d. Kepekaan
(Sensitivity),e. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistensy), f. Gas Beracun
(Fumes), g. Kemasan (Package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detonator, sumbu api, sumbu ledak, dll.
BAB IV
RANCANGAN DAN POLA PEMBORAN, GEOMETRI
PELEDAKAN, POLA PELEDAKAN DAN EFEK PELEDAKAN,
FRAGMENTASI BATUAN
Keterangan :B= Burden (m), Kb = Burden ratio, De= Diameter lubang ledak (mm)
2. Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang tembak yang berdekatan di dalam
satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan mengakibatkan batuan hancur,
disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat. Sedangkan bila jarak spasi terlalu
besar akan mengakibatkan bongkahan atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan
dan terjadi overhang, karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu
berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya.
Persamaan menghitung nilai spasi menurut R.L. Ash adalah sebagai berikut :
S= Ks x B
Keterangan : S = Spasi (m), Ks= Spacing Ratio (1,00 – 2,00), B= Burden (m)
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spasi adalah sebagai
berikut :
Peledakan Serentak, S = 2 B
Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B
Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B
Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 B – 1,8 B
Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1,5 B
3. Stemming (T)
Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak, tetapi
biasanya diisi oleh abu hasil pemboran atau material berukuran kerikil (lebih baik) dan
didapatkan di atas bahan peledak.
Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming ratio (Kt).
Biasanya Kt standar yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk mengontrol airblast, flyrock,
dan stress balance, collar priming. Untuk menghitung stemming dipakai persamaan :
T = Kt x B
Keterangan : Kt= stemming ratio (0,70 – 1,00), T= stemming (m), B= burden (m)
5. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang
bagian bawah. Maksudnya supaya batuan dapat meledak secara fullface dan untuk
menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai jenjang bagian
bawah.
Panjang subdrilling diperolah dengan menentukan harga subdrilling ratio (Kj)
yang besarnya tidak lebih kecil dari 0,20. Untuk batuan masif biasannya dipakai Kj
sebesar 0,30. Hubungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan sebagai
berikut :
J= Kj x B
Keterangan : Kj= subdrilling ratio, J = subdrilling, B= burden (m)
Keterangan: PC= Panjang kolom isian bahan peledak (m), H= Kedalaman lubang ledak
(m), T= stemming (m)
B= (B1 + B2 + B3)/3
Ket :B = Burden (ft), De= Diameter lubang ledak (inchi), SGe= Berat jenis bahan
peledak, SGr = Berat jenis batuan, STv= Relative Bulk Strength ANFO : 100
Setalah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut Konya (1990) harus
dikoreksi terhadap beberapa faktor penentu seperti dalam Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3.
Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden dapat dikoreksi dengan
banyaknya baris yang akan diledakan serta kondisi geologi setempat dalam pelaksanaan
peledakan.
Tabel 4.1 Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris
Koreksi jumah baris Kr
Satu atau dua baris dari lubang 1,00
Baris ketiga dan berikutnya atau buffer blast 0,90
(Sumber : Konya, 1995, Blast Design)
Flyrock
Flyrock
Boulder
3. Stemming (T)
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom isian bahan
peledak. Persamaan yang digunakan menghitung jarak stemming adalah :
T = 0,70 x B
Keterangan: T = stemming (m), B = burden (m)
Gambar 4.5 Pengaruh Stemming Terhadap Hasil Peledakan
4. Subdrilling (J)
Subrilling adalah merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang. Subdrilling berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling adalah :
J= 0,30 x B
Keterangan:B = burden (m), J= subdrilling (m)
a. Burden (B)
B = 25d – 40d
b. Spacing (S)
S = 1B – 1,5B
c. Stemming (T)
T = 20d – 30d
d. Tinggi Jenjang (H)
H = 60d – 140d
PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1. Powdery/friable 10
1.2. Blocky 20
1.3. Totally massive 50
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1. Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.2. Intermediate (Spasi 0,1 – 1 m) 20
2.3. Wide (Spasi > 1 m) 50
3. Joint plane orientation (JPO)
3.1. Horizontal 10
3.2. Dip out of face 20
3.3. Strike normal to face 30
3.4. Dip into face 40
4. Specific grafity influence ( SGI )
SGI = 25 x SG – 50
PARAMETER PEMBOBOTAN
5. Hardness ( H ) 1 – 10
0 ,8
V
X=Ax x Q0,17 x ( E / 115 )-0,63
Q
Dimana :
1 A'
0,5
B W PC
n = 2,2 14 x x 1 x
De 2 B L
Xc = X
(0,693)1/n
Rx = e-(X/Xc)
Dimana :
Rx = Prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = Indek keseragaman
BAB V
PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH
Peledakan adalah suatu kegiatan untuk membongkar massa batuan yang tidak dapat
dibongkar dengan alat mekanis untuk mendapatkan fragmen-fragmen yang lebih kecil
menggunakan bahan peledak. Tujuan peledakan tambang bawah tanah adalah
meledakkan batuan untuk mendaptkan ruang yang berfungsi sebagai jalan masuk,
gudang, terowongan pipa, dll. Selain itu tujuan peledakan adalah untuk menmbongkar
material dalam kegiatan penambangan.
Hal yang paling penting dalam kegiatan tambang bawah tanah adalah membuat
lubang-lubang batuan (terowongan). Umumnya terowongan dibuat dengan arah
mendatar, vertikal, ataupun miring.
Lubang ledak harus dibor tepat di tempat yang telah ditentukan dan dengan
kemiringan yang benar atau dengan perkataan lain pemboran lubang ledak harus
sempurna. Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu:
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Mechanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill.
5.2. Siklus Penerowongan
1. Marking Face (Mark Up)
Marking face dilakukan untuk mengetahui arah heading yang benar dengan
berpedoman pada Center Line (CL) dan Grade Line (GL). Center line digunakan
untuk mengetahui posisi garis tengah dari terowongan, kelurusan terowongan
tersebut. Sedangkan Grade Line digunakan untuk mengetahui elevasi terowongan,
untuk mengetahui berapa persentase naik-turunnya terowongan, disesuaikan
dengan rancangan yang ada. Alat yang digunakan untuk marking face yaitu Total
Station.
2. Pengeboran (Drilling)
Pada tahap ini dilakukan pengeboran untuk membuat lubang kosong dan lubang
ledak yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Pengeboran bisa
dilakukan dengan menggunakan jackleg maupun jumbo drill. Bila menggunakan
Jumbo Drill yang sudah dilengkapai T-CAD, maka oprator hanya perlu
melakukan kalibrasi dan menyesuaikan kelurusan Jumbo Drill tersebut dengan
heading dengan melihat pada monitor yang terdapat di kabin. Pola pengeboran
yang ditentukan pun sudah dimasukkan oleh engineer ke dalam software tersebut,
jadi operator Jumbo Drill hanya perlu melihat ke layar dan menyesuaikan posisi
boom ke titik yang sudah ditentukan.
3. Pengisisan bahan peledak (Charging)
Pengisian bahan peledak dilakukan setelah lubang ledak terbentuk dan sudah
dipasang ground support. Isian yang berupa bahan peledak dimasukkan ke dalam
lubang ledak yang sebelumnya diisi dengan primer. Selanjutnya semua lubang
dirangkai dari kabel nonel ke sumbu ledak dan dihubungkan dengan detonator
listrik. Kabel bantu yang menghubungkan detonator listrik kemudian dipasang ke
blasting machine. Setelah semua dirangkai, maka face siap untuk diledakkan.
4. Peledakan (Blasting)
Peledakan dilakukan guna menghancurkan batuan dan menghasilkan lubang
bukaan atau ruang yang diinginkan. Peledakan ini dilakukan saat sudah tidak ada
crew atau orang yang di lokasi kerja. Biasanya peledakan dilakukan pada jam-jam
yang telah ditentukan, namun pada kasus tertentu yang membutuhkan penanganan
segera, maka peledakan tetap bisa dilakukan diluar jadwal yang ditentukan.
5. Pembersihan asap (Smoke Clearing)
Hasil dari peledakan akan menghasilkan gas-gas, baik gas beracun (fumes)
maupun tidak beracun (smoke) serta debu. Pada tambang bawah tanah yang
keterbatasan ruang, gas dan debu ini akan menjadi masalah dan menghambat
proses selanjutnya. Oleh karena itu, setelah kegiatan peledakan selesai dilakukan
smoke clearing agar gas, asap ataupun debu di area peledakan segera hilang. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengguakan vent bag, udara dari area tersebut
dihembuskan keluar melalui vent bag, sementara untuk debu dapat dihilangkan
dengan menyiramkan air di area tersebut.
6. Scalling / barring down
Scalling dilakukan setelah kegiatan peledakan untuk mengetahui apakah ada
batuan yang sudah terlepas dari batuan induknya namun belum jatuh (batuan
mnggantung) atau tidak. Apabila ada batuan menggantung maka harus dijatuhkan.
Scalling dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara memukulkan
batuan menggantung tersebut dengan scalling bar hingga jatuh atau dengan cara
mekanis yaitu dengan menggunakan jumbo drill untuk menjatuhkan batuan yang
menggantung tersebut. Cara mekanis jauh lebih aman dibandingkan dengan cara
manual.
7. Pemuatan dan pengangkutan (Mucking and Hauling)
Pemuatan dan pengangkutan dilakukan untuk mengambil material hasil
peledakan, yaitu batuan yang sudah hancur agar tidak mengganggu kegiatan
selanjutnya. Material ini dimuat dan diangkut oleh loader seperti LHD dan
dibuang ke area yang sudah tidak digunakan atau dilewati oleh alat berat.
8. Penyanggaan (Ground Support)
Penyanggaan dilakukan untuk memperkut batuan agar tidak runtuh sehingga tetap
aman selama dilakukan kegiatan selanjutnya pada daerah tersebut.
9. Pick Up
Pick Up dilakukan oleh surveyor untuk mengambil data hasil peledakan dan
kemajuan heading tersebut, data bentuk terowongan setelah peledakan, juga data
overbreak-underbreak dari heading tersebut. Data hasil Pick Up tersebut (Data
Aktual) dicocokkan dengan Data Desain Heading tersebut, sehingga dapat
diketahui berapa kemajuan heading tersebut, bagaimana bentuk terowongan
tersebut, apakah ada overbreak dan underbreak pada terowongan tersebut, dll.
10. Persiapan pengeboran selanjutnya (Next Round)
Setelah kondisi lapangan yang sudah aman kemudian dilakukan survey kemajuan
penggalian, untuk mengatahui apakah arah penggalian dan kemajuan sesuai
dengan desain yang diharapkan. Setelah itu dilakukan persiapan pengeboran
selanjutnya.
Gambar 5.1. Siklus Heading Devepolment
Cut yang umum dipakai pada saat ini adalah large hole cut, terdiri dari satu atau
lebih lubang kosong yang berdiameter besar, dikelilingi oleh lubang-lubang berdiameter
kecil yang berisi muatan bahan peledak (lihat Gambar 5.8). Dalam merencanakan suatu
cut, parameter-parameter penting yang harus diperhatikan adalah diameter lubang besar
(kosong), burden dan charge concentration. Sebagai tambahan, ketepatan pemboran
adalah faktor yang sangat penting terutama untuk lubang-lubang ledak paling dekat
dengan lubang besar/ kosong (Iihat Gambar 5.10).
Gambar 5.9.Susunan lengkap lubang bor pada cut
Gambar 5.10. Hasil peledakan sebagai fungsi dari letak dan diameter
lubang ledak dan lubang kosong
Apabila burden (B), kedalaman lubang ledak (H) dan konsentrasi muatan dasar
(łb) telah diketahui, Tabel 7.1 di bawah ini dapat dipakai untuk menentukan
geometri pemboran dan peledakan dari round.
Tabel 5.1. Geometri Peledakan Pada Permukaan Terowongan
c. Kontur
Kontur dan terowongan dibagi menjadi : lubang lantai, lubang dinding dan lubang
atap. Burden dan spacing untuk lubang lantai sama seperti lubang stoping.
Lubang lantai diisi muatan lebih kuat daripada lubang stoping untuk mengimbangi
gaya gravitasi dan berat massa batuan yang terisi dari round.
Untuk lubang dinding dan lubang atap ada dua cara peledakan yang dipakai yaitu
normal profile blasting dan smooth blasting. Perhitungan normal profile blasting
memakai tabel 7.1 di atas.
d. Pola Penembakan (Firing Pattern)
Di daerah stoping waktu tunda harus cukup panjang untuk memberi waktu
terhadap gerakan batuan. Waktu tunda yang umum dipakai adalah 100 - 500 rnili
detik. Untuk lubang kontur perbedaan waktu tunda di antara lubang-lubang harus
sekecil mungkin supaya dapat dihasilkan efek peledakan yang rata.
Untuk pembuatan terowongan dapat digunakan detonator jenis listrik atau non-
listrik. Detonator listrik : MS (milisecond) dan HS (half second) delay detonator.
Non electric detonator mempunyai 25 macam interval (lihat Tabel 5.2 diatas).
Lampiran