Anda di halaman 1dari 49

MODUL

PRAKTIKUM SIMULASI TEKNIK PELEDAKAN


TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Oleh :

Dosen Pengampu :
Erry Sumarjono, S.T., M.T.

Tim Asisten Praktikum Simulasi Teknik Peledakan Tahun 2023 :


Reinardus Marley Ola Bakior
Fahrudinoor
Ciptaningrum Dyah Ayu Krisna Mukti
Riaferdo Aldri

PRAKTIKUM SIMULASI TEKNIK PELEDAKAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2023
BAB I
TUJUAN PELEDAKAN DALAM PENAMBANGAN

1.1. Peledakan Dalam Penambangan


Salah satu penyebab kemajuan peradaban manusia modern dewasa ini, tidak
terlepas dari peningkatan penggunaan batubara, sebagai sumber energi pada akhir abad
ke – 18. Pada akhir abad ke – 18 tersebut, terjadi peralihan penggunaan tenaga kerja
dari tenaga manusia dan hewan menjadi penggunaan mesin. Sejak saat itu, pertumbuhan
kebutuhan manusia terhadap logam, bahan galian industri, batubara dan bahan-bahan
hasil tambang meningkat, akibat ditemukannya mesin-mesin modern dengan bahan
bakar dalam berbagai bidang industri.
Penemuan mesin-mesin modern tersebut membawa dampak meningkatnya taraf
kehidupan manusia, secara otomatis kebutuhan manusia terhadap hasil tambang
meningkat pula. Perangkat elektronik, kendaraan bermesin, mesin-mesin industri,
pembangkit tenaga listrik, bangunan-bangunan sipil (civil construction) membutuhkan
bahan-bahan dari hasil tambang. Semua kebutuhan tersebut tidak akan terpenuhi tanpa
adanya produksi bahan–bahan tambang dari hasil penambangan.
Penambangan bahan galian memerlukan proses pembongkaran batuan induk
maupun overburden, dengan menggunakan alat sederhana (cangkul, linggis, sekop dsb),
alat mekanis (backhoe, shovel, ripper dsb) maupun peledakan. Peledakan dipilih
sebagai salah satu alternatif untuk membongkar batuan induk/overburden, ketika alat
mekanis tidak mampu lagi untuk membongkar batuan induk/overburden. Kekuatan
batuan, kekerasan batuan, kondisi struktur geologi batuan ( kekar, bidang perlapisan)
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja suatu alat mekanis.

Tabel 1.1. Klasifikasi Material


No Klasifikasi Material
1 Lunak/ mudah digali tanah penutup, pasir, lempung pasiran, pasir
lempungan
2 Agak keras tanah liat/lempung basah, batuan lapuk
3 Sukar digali/keras batu sabak, material kompak,batuan sedimen,
konglomerat,breksi
4 Sangat sukar digali/sangat batuan beku segar, batuan malihan segar
keras/batuan segar yang
memerlukan pemboran dan
peledakan sebelum dapat digali

Selain itu, pertimbangan dari perhitungan secara ekonomi, memiliki peran yang
sangat besar dalam penentuan metode yang akan digunakan dalam pembongkaran
batuan induk/ overburden. Pembongkaran batuan dapat diputuskan dengan
menggunakan peledakan, sekalipun pembongkaran batuan tersebut sebenarnya dapat
dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanis. Hal tersebut dapat terjadi, ketika
perhitungan secara ekonomi, ternyata dengan metode pembongkaran batuan induk/
overburden memberikan biaya yang lebih murah, dibandingkan dengan menggunakan
alat-alat mekanis (pertimbangan/ evaluasi secara lingkungan sudah terpenuhi).
Kekerasan material menurut klasifikasi Peurifoy, dapat dilihat pada tabel di atas.

1.2. Konsep Dasar Peledakan


Teknik Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran, dimana
tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan induknya agar menjadi fragmen-
fragmen yang berukuran lebih kecil sehingga memudahkan dalam pemuatan,
pengangkutan, dan konsumsi material pada proses pengolahan bahan galian selanjutnya
(crusher) yang terpasang.
Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya.
b. Memecahkan batuan/ secondary blasting
c. Membuat rekahan
Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar batuan dalam
industri pertambangan. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan sebagai barang yang
berguna, disamping juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu dalam
pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknik-
teknik yang diterapkan, sehingga pemanfaatannya lebih efisien dan aman.
Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan pekerjaan atau
proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan peledakan yang optimum
sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
a. Karakteristik batuan yang diledakkan/Parameter Massa Batuan
b. Karakteristik bahan peledak yang digunakan/Parameter Bahan Peledak
c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan.
Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak yang
diisi dengan sejumlah bahan peledak dengan penerapan metode peledakan, geometri
peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
BAB II
KRITERIA PENGGALIAN DAN ALAT BOR

2.1. Kriteria Penggalian


Dalam dunia pertambangan ada banyak cara dan teknik yang dipakai untuk
mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan. Salah satunya adalah mengenai
pembongkaran batuan (bahan galian) yang sangat keras, dimana batuan tersebut tidak
dapat dibongkar secara manual maupun mekanis. Maka dipilih teknik pemboran dan
peledakan. Untuk itu diperlukan suatu pengenalan dengan mengikuti Praktikum
Pemboran dan Peledakan ini. Cara menentukan Kriteria Penggalian
a. Kriteria Penggalian menurut RMR.

Gambar 2.1 Hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas >50 Mpa
(Fowell & Johnson, 1982 & 1991)

RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja roadheader Dosco SL-120
(Sandbak1985, lihat Gambar 2.1). Penelitian ini dilaksanakan pada bijih tembaga
Kalamazoo & San Manuel, Arizona.
Gambar 2.2 Hubungan laju penggalian roadheder vs RMR (Sandbak. 1985)

b. Kriteria Penggalian menurut RMR & Q-Sistem

Gambar 2.3.
Klasifikasi metoda penggalian menurut RMR dan Q-System

c. Kriteria Penggalian menurut kecepatan seismik

Gambar 2.4
Metoda Kecepatan Seismik untuk penentuan macam penggalian (Atkinson,
1971)
Gambar 2.5. Kriteria penggaruan dengan D9R
d. Kriteria Penggalian menurut indeks kekuatan batuan

Gambar 2.6.
Kriteria indeks kekuatan batu (Franklin, dkk., 1971)

Gambar 2.7. Grafik Kriteria Kemampugaruan


e. Kriteria Penggalian menurut kuat tekan uniaksial (UCS)
Gambar 2.8. Kriteria Penggalian menurut Kolleth (19990)

2.2. Alat Bor


Cara kerja pemboran mata bor ada tiga jenis, tumbuk, putar, putar-tumbuk.
1. Metode pemboran perkusif (percussive drill)
Pada pemboran ini energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh batang bor
dan mata bor untuk meremukan batuan. Komponen utama dari mesin bor ini
ialah piston yang mendorong dan menarik tangkai (shank) batang bor. Energi
kinetik piston diteruskan ke batang bor dalam bentuk gelombang kejut (shock
wave) yang bergerak sepanjang batang bor dengan kecepatan ± 5000 m/detik
(setara kecepatan suara pada baja).
2. Metode Rotari (Rotary drill)
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotary terbagi menjadi 2 sistem yaitu
tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa gerusan (crushing)
dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan. Sistem tricone digunakan
untuk batuan sedang hingga lunak, system drag bit digunakan untuk batuan
lunak. Contoh alat bor dengan system ini adalah hydroulic rotary drill.

3. Metode Rotari Perkusif (Rotary-Percussive drill)


Pada pemboran rotary-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor dikombinasikan
dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses peremukan dan penggerusan
permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada bermacam-macam jenis
batuan.
Metode putar-tumbuk terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Top Hammer
Metode pemboran Top hammer adalah metode pemboran yang terdiri dari
2 kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini diperoleh dari
gerakan gigi dan piston, yang kemudian ditransformasikan melalui shank
adaptor dan batang bor menuju mata bor. Berdasarkan jenis penggerak
putaran dan tumbukannya, metode ini dibagi menjadi dua jenis yaitu :
Hydrolic Top Hammer dan Pneumatic Top Hammer.
b) Down the Hole Hammer ( DTH Hammer )
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang sumber
dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer dipasang
dibelakang mata bor, di dalam lubang sehingga hanya sedikit energi
tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan sambungan-
sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan sistem tumbuk
putar adalah jack hammer.
BAB III
BAHAN PELEDAK, REAKSI KIMIA BAHAN PELEDAK,
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PELEDAKAN

3.1. Bahan Peledak


Bahan peledak adalah suatu bahan kimia yang berupa senyawa tunggal atau
campurannya yang berbentuk padat,gas, cair atau campurannya, apabila dikenai suatu
aksi (panas, benturan, gesekan, ledakan awal), dapat bereaksi dengan dengan kecepatan
tinggi, berubah menjadi bahan-bahan yang lebih stabil, yang sebagian atau seluruhnya
berbentuk gas, disertai panas dan tekanan yang sangat tinggi.
Klasifikasi bahan peledak menurut J.J. Manon (1976) terdapat 3 macam :
1. Bahan peledak mekanis
Senyawa dalam bahan peledak mekanis akan segera bereaksi dan
berubah menjadi gas, akibat suatu elemen panas yang dimasukkan ke dalam
bahan peledak tersebut,contoh : cardox, yaitu bahan peledak yang terdiri dari
suatu tabung dengan penutup yang mudah retak yang berisi 𝐶𝑂2 cair.
2. Bahan peledak kimia
Berdasarkan kecepatan reaksinya bahan peledak kimia dibagi dua, yaitu :
a. Bahan peledak kuat (high explosives)
Memiliki kecepatan reaksi sangat tinggi, 5000 – 24.000 fps,
tekanan yang dihasilkan sangat tinggi, 50.000 – 4.000.000 psi, sifat
reaksi detonasi (penyebaran gelombang kejut (shock wafe).
Bahan peledak kuat dibagi 2, yaitu :
1. Primary explosives, bahan peledak yang mudah meledak bila terkena
api, benturan atau gesekan, misal ; 𝑃𝑏𝑁6 , 𝐻𝑔(𝑂𝑁𝐶)6 , untuk bahan isi
detonator.
2. Secondary explosives, bahan peledak yang akan meledak bila ada
ledakan yang mendahuluinya, misalkan ada ledakan dari sebuah
detonator atau primer, contohnya ; 𝑇𝑁𝑇 dan 𝑃𝐸𝑇𝑁
b. Bahan peledak lemah (low explosives)
Bahan peledak ini memiliki kecepatan reaksi rendah < 5000 fps, tekanan yang
dihasilkan oleh bahan peledak lemah < 50.000 psi,contohnya : ANFO
3. Bahan peledak nuklir
Bahan peledak ini terbuat dari plutonium, uranium – 235, dan bahan-bahan
sejenis yang mempunyai sifat atom yang aktif.

3.2. Kimia Bahan Peledak


Kimia bahan peledak merupakan material yang bereaksi dengan cepat,
menghasilkan gas dan energi. Gas yang berada pada suatu tekanan yang tinggi menekan
dinding lubang ledak, sehingga menyebabkan terjadi retakan pada batuan.
Elemen yang menyusun bahan peledak, secara umum terdiri dari elemen bahan
bakar dan elemen oksidasi (tabel 2.1.). Elemen dasar atau campuran menghasilkan
reaksi berbentuk gas, ketika elemen tersebut bereaksi, contohnya ; karbon, hydrogen,
oksigen, dan nitrogen.
Untuk memperoleh energi yang maksimum dari reaksi bahan peledak, elemen
penyusun bahan peledak harus bereaksi, dan menghasilkan :
1. Karbon bereaksi membentuk karbondioksida (𝐶𝑂2)
2. Hidrogen bereaksi membentuk air (𝐻2 𝑂 )
3. Nitrogen padat atau cair membentuk gas nitrogen (𝑁2 )
Contoh reaksi :
3 𝑁𝐻4 𝑁𝑂3 + 𝐶𝐻2 ~ 𝐶𝑂2 + 7 𝐻2 𝑂 + 3 𝑁2 (ANFO)
Demikian pula reaksi yang harus dihasilkan oleh TNT, Nitroglycerin dsb, ketika
meledak, yang harus dihasilkan adalah karbondioksida (𝐶𝑂2 ) , air ( 𝐻2 𝑂) dan nitrogen
( 𝑁2 ) , reaksi inilah yang dinamakan zero oxygen balanced, fumes berwarna abu-
abu terang.
Jika reaksi peledakan kekurangan oksigen, akibat kelebihan fuel oil pada
campurannya, maka ini dinamakan negative oxygen. Reaksi peledakan ini akan
menghasilkan karbon monoksida ( 𝐶𝑂 ), fumes berwarna abu-abu gelap.
Jika reaksi peledakan kelebihan oksigen, akibat kekurangan campuran fuel oil,
maka terjadi kelebihan oksigen (positive oxygen). Reaksi peledakan ini akan
menghasilkan nitrogen oksida, fumes berwarna kuning.

Table 3.1. Kimia Bahan Peledak


Bahan peledak Rumus Kimia Fungsi
Nitroglycerin 𝐶3 𝐻5 𝑂9 𝑁3 Explosive Base
Nitrocellulosa 𝐶6 𝐻7 𝐻11 𝑁3 Explosive Base
Trinitrotoluene 𝐶7 𝐻5 𝑂6 𝑁3 Explosive Base
Ammonium Nitrate 𝑁𝐻4 𝑁𝑂3 Oxygen Base
Sodium Nitrate 𝑁𝑎𝑁𝑂3 Oxygen Base
Fuel Oil 𝐶𝐻2 Fuel
Wood Pulp 𝐶6 𝐻10 𝑂5 Fuel
Carbon 𝐶 Fuel
Powdered Aluminium 𝐴𝑙 Sensitizer-Fule
Chalk 𝐶𝑎𝐶𝑂3 Antacid
Zinc Oxides 𝑍𝑛𝑂 Antacid
Sodium Chloride 𝑁𝑎𝐶𝑙 Flame Depressant

3.3. Segitiga Detonasi Bahan Peledak

OKSIDER

REAKSI

BAHAN BAKAR PENYALAAN

Gambar 3.1. Segitiga detonasi bahan peledak


3.4. Peralatan Dan Perlengkapan Peledakan
3.4.1. Peralatan
Ada beberapa peralatan yang biasanya digunakan untuk operasi peledakan dengan
listrik, yaitu :
1. Exploder (Blasting Machine) , ada dua tipe yang diperdagangkan yaitu :
a. Generator Type
b. Condenser Discharge (CD) Type

Tabel 3.2. Peralatan Dan Perlengkapan Dalam Setiap Metode Peledakan

METODE PELEDAKAN PERLENGKAPAN PERALATAN


1. Plain detonator
1. Cap crimper
2. Sumbu api
2. Penyulut (lighter) : korek api.
SUMBU API (CAP & FUSE) 3. Igneter cord
3. Tamper
4. Igneter cord conector

1. Sumbu ledak
2. Detonating Relay/ Dellay
Tergantung detonator yang dipakai
SUMBU LEDAK connector
3. Initator (detonator listrik/biasa)

1. Blasting machine/ exploder


2. Blasting machine tester :
-Rheostat
-Blasting VOM meter
1. Detonator listrik
LISTRIK 3. Circuit tester :
2. Connecting wire
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire
1. Detonator non listrik (Nonel,
1. Exploder
Hercudet)
2. Gas supply unit (untuk hercudet)
NON LISTRIK 2. Connector
3. Circuit tester
3. Sumbu ledak (untuk nonel)

Kedua tipe alat tersebut dibuat untuk menghasilkan arus searah bertegangan tinggi.
Kapasitas alat ini biasanya dinyatakan dalam jumlah detonator listrik dengan panjang
leg wire 30 ft bila sambungan seri. Tipe yang pertama tidak pernah untuk digunakan
sambungan parallel karena ada kemungkinan misfire (konsleting). Tipe yang kedua
terutama digunakan untuk peledakan yang lebih besar. Bentuk blasting machine sangat
beraneka ragam, mulai dari bentuk kuno sampai yang bentuk remote control saat ini.
2. Blasting Machine Tester
Adalah sangat penting bahwa exploder hendaknya selalu dipelihara dan ditest
secara teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder type-generator
biasanya ditest dengan menggunakan Rheostat yang dihubungkan dengan detonator.
3. Circuit tester
Sebelum peledakan dilakukan, setelah semua sirkuit dipasang, maka harus ditest
terlebih dahulu. Beberapa alat yang digunakan untuk circuit tester adalah : a. Du Pont
Rheostat, b.Du Pont Blasting Galvanometer, c.Du Pont Blasting Voltohmeter
Tipe-tipe blasting machine yaitu :
1. Tipe generator
Untuk mengumpulkan energi listrik menggunakan gerakan mekanis dengan cara
memutar engkol (handle) yang telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah
lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan siap dilepaskan.
Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.
2. Tipe baterai ( listrik )
Pengumpulan energi listrik melalui baterai, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah “starter” dan setelah lampu indikator menyala berarti kapasitor penuh dan arus
sudah maksimal serta siap dilepaskan
Alat pemicu peledakan nonel :
 Disebut dengan shot gun atau shot firer atau nonel starter
 Fungsi : sebagai penyuplai gelombang kejut pada detonator nonel melalui
sumbu nonel (nonel tube)
 Tipe : didasarkan atas pemicunya, digerakkan secara mekanis atau oleh baterai
untuk membentuk gelombang kejut terhadap HMX yang terdapat di dalam
sumbu nonel
 Ciri-ciri khusus : untuk tipe yang digerakkan secara mekanis dilengkapi Shot
Shell Primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat menimbulkan
percikan api bertekanan tinggi
Cramper :
 Alat khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat detonator biasa
dengan sumbu api
 Sumbu api dikatagorikan juga sebagai sumbu non-electric
 Cara Penggunaan:
o Masukkan sumbu api ke dalam detonator biasa. Persyaratan pemotongan
sumbu api harus dipenuhi sebelum dimasukkan ke dalam detonator biasa.
o Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan pembakar
dalam detonator biasa.
o Posisikan cramper pada ujung detonator biasa, kemudian jepit detonatornya.
Saudara bisa melakukan penjepitan lebih dari satu kali untuk meyakinkan
sambungan cukup kuat
Kabel yang digunakan didalam peledakan listrik dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Leading wire → peralatan, 2. Leg wire → perlengkapan, 3. Connecting wire →
perlengkapan
3.4.2. Perlengkapan
Perlengkapan peledakan (Blasting supplies/Blasting accessories) adalah material
yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak
dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk satu kali
penyalaan saja. Hal-hal yang harus kita perhatikan di dalam memilih perlengkapan
peledakan :
1 . Bahan peledak komersial adalah dari kelas bahan peledak kimia. Dalam hal ini
detonator, sumbu ledak, dan sumbu api harus diperlakukan sebahgai bahan
peledak.
2. Pabrik bahan peledak selalu memberikan keterangan mengenai spesifikasi bahan
peledak yang dihasilkannya.
3. Untuk pedoman pelaksanaannya beberapa sifat bahan peledak yang harus
diperhatikan adalah : a.Kekuatan (Strenght),b. Kerapatan/ Berat jenis (Density/
Specific Gravity, c. Kecepatan Detonasi (Detonation Velocity), d. Kepekaan
(Sensitivity),e. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistensy), f. Gas Beracun
(Fumes), g. Kemasan (Package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detonator, sumbu api, sumbu ledak, dll.
BAB IV
RANCANGAN DAN POLA PEMBORAN, GEOMETRI
PELEDAKAN, POLA PELEDAKAN DAN EFEK PELEDAKAN,
FRAGMENTASI BATUAN

4.1. Rancangan Pemboran


Pola pemboran merupakan suatu pola kegiatan pemboran dengan menempatkan
lubang-lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak-letak lubang bor, pola
pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Pola pemboran sejajar (paralel pattern)
b. Pola pemboran selang-seling (staggered patern)
Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak
yang saling sejajar pada setiap kolomnya. Sedangkan pola pemboran selang-seling
adalah pola dengan penempatan lubang-lubang tembak secaara selang-seling pada
setiap kolomnya (gambar 4.1).
Pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah diterapkan dilapangan,
tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan pola pemboran
selang-seling lebih sulit penanganannya di lapangan namun fragmentasi batuannya lebih
baik dan seragam, hal ini disebabkan karena distribusi energi peledakan yang dihasilkan
lebih optimal bekerja dalam batuan. (Gambar 4.2)

(Sumber : Modul Juru Ledak Kelas II, 2010)


Gambar 4.1. Pola Pemboran
(Sumber : Modul Juru Ledak Kelas II, 2010)

Gambar 4.2. Pengaruh Energi Peledakan Terhadap Pola Pemboran


4.2. Geometri Peledakan
Geometri peledakan adalah jarak lubang tembak yang di buat pada saat sebuah
area pertambangan akan di ledakkan. Dalam sebuah peledakan, geometri merupakan
faktor yang dapat dikendalikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Terdapat
beberapa teori untuk penentuan nilai geometri peledakan, seperti teori R.L. Ash,
Anderson, ICI-Explosive, C. J. Konya dan lain-lain.

Gambar 4.3. Geometri Peledakan


4.2.1 Geometri Peledakan Menurut R.L. Ash
R. L. Ash membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan jenjang
berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh dari berbagai tempat dengan jenis
pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda.
1. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang bebas yang
panjangnya tergantung pada karakteristik batuan.
Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan
diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40 dengan harga KB standard
adalah 30. Sedangkan harga KB standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut
:
1) Densitas/kerapatan batuan = 160 lb/cuft
2) Specific gravity bahan peledak = 1,20 ton/m3
3) Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda,
maka harga Kb turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Kb perlu dihitung
terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan bahan peledak yang
berbeda.
 Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :
1/ 3
 SG.Ve 2 
AF1 =  2
 SGstd .Vestd 
Keterangan : SG = Berat jenis bahan peledak yang digunakan, Ve = Kecepatan
detonasi bahan peledak yang digunakan, SGstd= Berat jenis bahan peledak
standar, 1,20, Vestd = Kecepatan detonasi bahan peledak standar, 12.000
fps.
 Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :
1/ 3
 Dstd 
AF2 =
 D 
Keterangan : Dstd = Bobot isi batuan standar, 160 lb/cuft, D = Bobot isi batuan
 Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :
Kb = Kbstandard x AF1 x AF2
Keterangan : Kb = Burden ratio yang telah dikoreksi,Kbstd = Burden ratio standard
 Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :
Kb  De Kb  De
B ft B m
12 atau 39.30

Keterangan :B= Burden (m), Kb = Burden ratio, De= Diameter lubang ledak (mm)
2. Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang tembak yang berdekatan di dalam
satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan mengakibatkan batuan hancur,
disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat. Sedangkan bila jarak spasi terlalu
besar akan mengakibatkan bongkahan atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan
dan terjadi overhang, karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu
berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya.
Persamaan menghitung nilai spasi menurut R.L. Ash adalah sebagai berikut :
S= Ks x B
Keterangan : S = Spasi (m), Ks= Spacing Ratio (1,00 – 2,00), B= Burden (m)
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spasi adalah sebagai
berikut :
 Peledakan Serentak, S = 2 B
 Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B
 Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B
 Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 B – 1,8 B
 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1,5 B
3. Stemming (T)
Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak, tetapi
biasanya diisi oleh abu hasil pemboran atau material berukuran kerikil (lebih baik) dan
didapatkan di atas bahan peledak.
Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming ratio (Kt).
Biasanya Kt standar yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk mengontrol airblast, flyrock,
dan stress balance, collar priming. Untuk menghitung stemming dipakai persamaan :
T = Kt x B
Keterangan : Kt= stemming ratio (0,70 – 1,00), T= stemming (m), B= burden (m)

4. Kedalaman Lubang Ledak (H)


Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.
Hubungan kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai berikut :
Kh = H/B
Keterangan : Kh= hole depth ratio, H= kedalaman lubang ledak (m)
Atau apabila tinggi jenjang sudah ditetapkan/sudah diketahui sebelumnya, maka,
perhitungan kedalaman lubang ledak menggunakan rumus :
H =L+J
Ket : H= Kedalaman lubang ledak (m), L= Tinggi Jenjang (m), J= subdrilling (m)

5. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang
bagian bawah. Maksudnya supaya batuan dapat meledak secara fullface dan untuk
menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai jenjang bagian
bawah.
Panjang subdrilling diperolah dengan menentukan harga subdrilling ratio (Kj)
yang besarnya tidak lebih kecil dari 0,20. Untuk batuan masif biasannya dipakai Kj
sebesar 0,30. Hubungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan sebagai
berikut :
J= Kj x B
Keterangan : Kj= subdrilling ratio, J = subdrilling, B= burden (m)

6. Powder Columb (PC)


Powder Columb merupakan panjang kolom isian bahan peledak. Persamaan :
PC =H–T

Keterangan: PC= Panjang kolom isian bahan peledak (m), H= Kedalaman lubang ledak
(m), T= stemming (m)

4.2.2 Geometri Peledakan Menurut C. J. Konya


Geometri Peledakan menurut C. J. Konya (1990) adalah sebagai berikut :
1. Burden (B)
Menurut C. J. Konya, dalam penentuan nilai burden maka digunakan rumusan
sebagai berikut :
𝑆𝐺𝑒
B1= 3,15 x De x ( 𝑆𝐺𝑟 )1/3
2 𝑥 𝑆𝐺𝑒
B2= ( ( ) + 1,5) De
𝑆𝐺𝑟
𝑆𝑡𝑣
B3= 0,67 x De x (𝑆𝐺𝑟)1/3

B= (B1 + B2 + B3)/3
Ket :B = Burden (ft), De= Diameter lubang ledak (inchi), SGe= Berat jenis bahan
peledak, SGr = Berat jenis batuan, STv= Relative Bulk Strength ANFO : 100
Setalah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut Konya (1990) harus
dikoreksi terhadap beberapa faktor penentu seperti dalam Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3.
Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden dapat dikoreksi dengan
banyaknya baris yang akan diledakan serta kondisi geologi setempat dalam pelaksanaan
peledakan.
Tabel 4.1 Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris
Koreksi jumah baris Kr
Satu atau dua baris dari lubang 1,00
Baris ketiga dan berikutnya atau buffer blast 0,90
(Sumber : Konya, 1995, Blast Design)

Tabel 4.2 Faktor Koreksi Terhadap Posisi Lapisan Batuan


Koreksi terhadap posisi lapisan batuan Kd
Bidang perlapisan curam agak miring menuju bukaan 1,18
Bidang perlapisan sedikit curam mendalam ke arah bidang 0,95
Kasus deposisi lainnya 1,00
(Sumber : Konya, 1995, Blast Design)

Tabel 4.3 Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi


Koreksi terhadap struktur geologi Ks
Batuan banyak terekahkan, banyak bidang lemah, tingkat sementasi lapisan lemah 1,30
Lapisan batuan dengan tingkat sementasi kuat dan tipis dengan rekahan rapat 1,10
Batuan utuh masif 0,95
(Sumber : Konya, 1995, Blast Design)

Sedangkan pada perhitungan koreksi burden digunakan rumusan sebagai berikut


:
Bc = B x Kr x Kd x Ks
Ket: Bc = Burden terkoreksi (m), B= Burden awal (m), Kr= Faktor koreksi terhadap
jumlah baris peledakan, Kd = Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks = Faktor koreksi terhadap struktur geologi batuan

Flyrock
Flyrock

Boulder

Burden terlalu besar Burden terlalu kecil Barden yang baik/cukup

Gambar 4.4. Pengaruh Burden


2. Spacing (S)
Menentukan jarak spacing didasarkan pada jenis detonator listrik yang
digunakan dan berapa besar perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak burden. Bila
perbandingan antara L/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila
lebih besar dari 4 maka digolongkan jenjang tinggi (tabel 5.4).
Tabel 4.4 Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing
Tipe detonator L/B < 4 L/B > 4
Instanteneous S = (L + 2B)/3 S = 2B
Delay S = (L + 7B)/8 S = 1,4B
(Sumber : Konya, 1995, Blast Design)

3. Stemming (T)
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom isian bahan
peledak. Persamaan yang digunakan menghitung jarak stemming adalah :
T = 0,70 x B
Keterangan: T = stemming (m), B = burden (m)
Gambar 4.5 Pengaruh Stemming Terhadap Hasil Peledakan
4. Subdrilling (J)
Subrilling adalah merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis
lantai jenjang. Subdrilling berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling adalah :
J= 0,30 x B
Keterangan:B = burden (m), J= subdrilling (m)

Gambar 4.6. Pengaruh Subdrilling terhadap lantai jenjang

5. Kedalaman Lubang Ledak (H)


Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
H= L + J
Ket : L = Tinggi jenjang (m), J= subdrilling (m), H= kedalaman lubang ledak (m)
6. Powder Coulumb (PC)
Powder Coulumb merupakan panjang kolom isian bahan peledak :
PC= H – T
Ket: PC= Panjang kolom isian bahan peledak (m), H= Kedalaman lubang ledak (m)
T= stemming (m)
4.2.3 Geometri Peledakan Menurut ICI Explosive
Tiap parameter geometri peledakan ditentukan oleh nilai diameter lubang ledak
(d), Sebagai berikut:

a. Burden (B)
B = 25d – 40d
b. Spacing (S)
S = 1B – 1,5B
c. Stemming (T)
T = 20d – 30d
d. Tinggi Jenjang (H)
H = 60d – 140d

4.3 Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor
dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor
yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan
urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut (Gambar 4.7.)
a. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak
b. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut
dari bidang bebasnya
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk huruf “V”.
Gambar 4.7. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu pola yang menerapkan peledakan secara
serentak untuk semua lubang tembak
b. Pola peledakan beruntun yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris satu dengan baris lainnya.
4.4 Waktu Tunda (tr)
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara
beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :a.
menghasilkan fragmentasi yang lebih baik, b. dapat mengurangi timbulnya getaran
tanah, c. dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.
Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris depan
menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan tersembur
kearah vertikal dan membentuk tumpukan kemudian akan menyebabkan backbreak
pada dinding akhir jenjang. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil
bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan
flyrock. Hal ini dikarenakan tidak ada dinding batuan sebagai penahan lemparan batuan
di belakangnya.
Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak
lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan dibawah ini dapat digunakan untuk
menentukan besarnya interval waktu antar baris.
tr = Tr x B
Untuk interval waktu antar lubang dalam satu baris digunakan rumus :
th = Th x B
Ket: tr = interval waktu antar baris (ms), Tr = konstanta waktu antar baris (di tabel)
Th= Konstanta waktu antar lubang (lihat tabel), th = Interval waktu antar
lubang (ms)

Gambar 4.8 Pengaruh delay time terhadap arah lemparan batuan

Gambar 4.9 Pengaruh delay time terhadap kondisi tumpukan

Tabel 4.5. Konstanta Waktu Antar Baris


Tr Constanta (ms/m) Result
6,50 Violet, excessive air blast, backbreak etc.
8,00 High pile close to face, moderate airblast, backbreak
11,50 Average pile height, average airblast and backbreak
16,50 Scattered pile with minimum backbreak

Tabel 4.6. Konstanta Waktu Antar Lubang


4.5 Nilai Powder Factor
Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan antara
penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakan atau dibongkar
dalam kg/m3. Untuk mencari nilai powder factor, terlebih dahulu mencari volume
terbongkar dan jumlah bahan peledak yang digunakan.
4.5.1 Jumlah Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak disebut dengan loading density (de), yaitu
banyaknya bahan peledak (kg) tiap satu meter kedalaman lubang ledak.
de = 0,508 x (De2) x sg
Keterangan : de = loading density (kg/m), sg= spesific gravity bahan peledak (gr/cc),
De = diameter lubang ledak (inchi),
Setelah didapat jumlag bahan peledak per meter, maka dicari jumlah bahan peledak
dalam satu lubang ledak. Rumusnya yaitu :
E= PC x de
Keterangan : E= Jumlah bahan peledak dalam satu lubang ledak (kg/lubang), PC =
Powder Charge (m), de= loading density (kg/m)

4.5.2 Volume Terbongkar


Untuk mencari volume terbongkar dalam satu lubang ledak menggunakan rumus :
V =BxSxH
Keterangan : V= Volume batuan terbongkar (m3), B = burden (m), S= Spasi (m)
H= Kedalaman Lubang Ledak (m)
4.5.3 Nilai Powder Factor (PF)
Kemudian kita dapat menghitung nilai powder factor dengan rumus :
𝐄
PF = 𝐕
Ket: PF= powder factor (kg/m3), V = Volume batuan yang diledakan (m3), E= Jumlah
Bahan Peledak yang digunakan (kg)
Besaran nilai powder factor biasanya sudah ditetapkan dari perusahaan.
Semakin kecil nilai PF maka semakin ekonomis peledakan tersebut. Maka PF dan hasil
fragmentasi batuan biasanya menjadi parameter penentu keberhasilan dari suatu
peledakan.
Tabel 4.7. Kisaran Nilai Powder Factor Berdasarkan Jenis Batuan Yang Diledakan

4.6 Efek Peledakan


4.6.1. Ground Vibration (Getaran Tanah)
Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis.Pada daerah ini
tegangan yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga hanya
menyebabkan bentuk dan volume.
4.6.2. Air Blast (Suara Ledakan)
Suara ledakan (Air Blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada saat
terjadi ledakan.Air Blast tidak seperti yang didengarkan seperti biasa, tetapi merupakan
gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang terindikasikan oleh frekuensi
tinggi, frekuensi rendah bahkan yang tidak terdengar sekalipun.
4.6.3. Fly Rock (Batu Terbang)
Batu terbang yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi peledakan.
Batu terbang dapat terjadi oleh beberapa sebab, antara lain karena : penempatan lubang
bor tidak tepat, kesalahan pola penyalaan, lantai jenjang kotor, evaluasi pemboran tidak
tepat, kesalahan penyambungan, jumlah isian terlalu banyak, karena ada struktur
retakan, kekar, dan sebagainya.
4.7. Fragmentasi Secara Teoritis
Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu peledakan.
Perkiraan jumlah boulder diperoleh dari persamaan fragmentasi model Kuz-Ram.
Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah boulder dengan menggunakan
persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah faktor batuan. Untuk mendapatkan nilai
faktor batuan digunakan pembobotan massa batuan, yaitu blastability index.
4.7.1. Perhitungan Tingkat Fragmentasi Hasil Peledakan
Parameter pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan peledakan
berdasarkan nilai indeks peledakan, yang disusun oleh Carlos L. Jimeno (1995), dapat
dilihat dibawah ini :
Untuk menghitung nilai rock factor masing-masing batuan maka terlebih dahulu
harus dihitung nilai blastability indexnya. Parameter pembobotan massa batuan
berdasarkan nilai indeks peledakan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6.1. Pembobotan Massa Batuan Di Lapangan

PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1. Powdery/friable 10
1.2. Blocky 20
1.3. Totally massive 50
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1. Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.2. Intermediate (Spasi 0,1 – 1 m) 20
2.3. Wide (Spasi > 1 m) 50
3. Joint plane orientation (JPO)
3.1. Horizontal 10
3.2. Dip out of face 20
3.3. Strike normal to face 30
3.4. Dip into face 40
4. Specific grafity influence ( SGI )
SGI = 25 x SG – 50
PARAMETER PEMBOBOTAN
5. Hardness ( H ) 1 – 10

Berdasarkan pembobotan massa batuan seperti di atas, maka dapat diketahui


blastability index dan faktor batuan sebagai berikut :

 Blastability Index (BI) = 0,5 (RMD + JPS + JPO + SGI + HD)


 Faktor Batuan (RF) = BI x 0,12

Ukuran rata-rata fragmentasi hasil peledakan, dapat diperkirakan dengan


menggunakan persamaan Kuznetov (1973) Yaitu sebagai berikut :

0 ,8
V 
X=Ax   x Q0,17 x ( E / 115 )-0,63
Q 

Dimana :

X = Rata-rata ukuran fragmentasi

A = Faktor batuan (Rock Factor = RF)

V = Volume batuan yang terbongkar (m3)

Q = Jumlah bahan peledak pada setiap lubang ledak (kg)

E = Relative Weight Strength bahan peledak, emulsion = 100

Untuk mengetahui besarnya prosentase bongkah pada hasil peledakan digunakan


rumus Indek Keseragaman (n) dan Karakteristik Ukuran (Xc), dengan persamaan
sebagai berikut :

1  A' 
0,5
 B   W  PC 
n =  2,2  14  x   x 1   x  
 De   2   B  L 

Keterangan : B = Burden, De = Diameter, A’ = Nisbah spasi dan burden


Perhitungan nilai karakteristik ukuran (Xc) menggunakan rumus sebagai berikut

Xc = X

(0,693)1/n

Perhitungan prosentase bongkah adalah sebagai berikut :


n

Rx = e-(X/Xc)

Dimana :
Rx = Prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = Indek keseragaman
BAB V
PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

5.1. Peledakan pada Tambang Bawah Tanah

Peledakan adalah suatu kegiatan untuk membongkar massa batuan yang tidak dapat
dibongkar dengan alat mekanis untuk mendapatkan fragmen-fragmen yang lebih kecil
menggunakan bahan peledak. Tujuan peledakan tambang bawah tanah adalah
meledakkan batuan untuk mendaptkan ruang yang berfungsi sebagai jalan masuk,
gudang, terowongan pipa, dll. Selain itu tujuan peledakan adalah untuk menmbongkar
material dalam kegiatan penambangan.
Hal yang paling penting dalam kegiatan tambang bawah tanah adalah membuat
lubang-lubang batuan (terowongan). Umumnya terowongan dibuat dengan arah
mendatar, vertikal, ataupun miring.
Lubang ledak harus dibor tepat di tempat yang telah ditentukan dan dengan
kemiringan yang benar atau dengan perkataan lain pemboran lubang ledak harus
sempurna. Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu:
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Mechanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill.
5.2. Siklus Penerowongan
1. Marking Face (Mark Up)
Marking face dilakukan untuk mengetahui arah heading yang benar dengan
berpedoman pada Center Line (CL) dan Grade Line (GL). Center line digunakan
untuk mengetahui posisi garis tengah dari terowongan, kelurusan terowongan
tersebut. Sedangkan Grade Line digunakan untuk mengetahui elevasi terowongan,
untuk mengetahui berapa persentase naik-turunnya terowongan, disesuaikan
dengan rancangan yang ada. Alat yang digunakan untuk marking face yaitu Total
Station.
2. Pengeboran (Drilling)
Pada tahap ini dilakukan pengeboran untuk membuat lubang kosong dan lubang
ledak yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak. Pengeboran bisa
dilakukan dengan menggunakan jackleg maupun jumbo drill. Bila menggunakan
Jumbo Drill yang sudah dilengkapai T-CAD, maka oprator hanya perlu
melakukan kalibrasi dan menyesuaikan kelurusan Jumbo Drill tersebut dengan
heading dengan melihat pada monitor yang terdapat di kabin. Pola pengeboran
yang ditentukan pun sudah dimasukkan oleh engineer ke dalam software tersebut,
jadi operator Jumbo Drill hanya perlu melihat ke layar dan menyesuaikan posisi
boom ke titik yang sudah ditentukan.
3. Pengisisan bahan peledak (Charging)
Pengisian bahan peledak dilakukan setelah lubang ledak terbentuk dan sudah
dipasang ground support. Isian yang berupa bahan peledak dimasukkan ke dalam
lubang ledak yang sebelumnya diisi dengan primer. Selanjutnya semua lubang
dirangkai dari kabel nonel ke sumbu ledak dan dihubungkan dengan detonator
listrik. Kabel bantu yang menghubungkan detonator listrik kemudian dipasang ke
blasting machine. Setelah semua dirangkai, maka face siap untuk diledakkan.
4. Peledakan (Blasting)
Peledakan dilakukan guna menghancurkan batuan dan menghasilkan lubang
bukaan atau ruang yang diinginkan. Peledakan ini dilakukan saat sudah tidak ada
crew atau orang yang di lokasi kerja. Biasanya peledakan dilakukan pada jam-jam
yang telah ditentukan, namun pada kasus tertentu yang membutuhkan penanganan
segera, maka peledakan tetap bisa dilakukan diluar jadwal yang ditentukan.
5. Pembersihan asap (Smoke Clearing)
Hasil dari peledakan akan menghasilkan gas-gas, baik gas beracun (fumes)
maupun tidak beracun (smoke) serta debu. Pada tambang bawah tanah yang
keterbatasan ruang, gas dan debu ini akan menjadi masalah dan menghambat
proses selanjutnya. Oleh karena itu, setelah kegiatan peledakan selesai dilakukan
smoke clearing agar gas, asap ataupun debu di area peledakan segera hilang. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengguakan vent bag, udara dari area tersebut
dihembuskan keluar melalui vent bag, sementara untuk debu dapat dihilangkan
dengan menyiramkan air di area tersebut.
6. Scalling / barring down
Scalling dilakukan setelah kegiatan peledakan untuk mengetahui apakah ada
batuan yang sudah terlepas dari batuan induknya namun belum jatuh (batuan
mnggantung) atau tidak. Apabila ada batuan menggantung maka harus dijatuhkan.
Scalling dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara memukulkan
batuan menggantung tersebut dengan scalling bar hingga jatuh atau dengan cara
mekanis yaitu dengan menggunakan jumbo drill untuk menjatuhkan batuan yang
menggantung tersebut. Cara mekanis jauh lebih aman dibandingkan dengan cara
manual.
7. Pemuatan dan pengangkutan (Mucking and Hauling)
Pemuatan dan pengangkutan dilakukan untuk mengambil material hasil
peledakan, yaitu batuan yang sudah hancur agar tidak mengganggu kegiatan
selanjutnya. Material ini dimuat dan diangkut oleh loader seperti LHD dan
dibuang ke area yang sudah tidak digunakan atau dilewati oleh alat berat.
8. Penyanggaan (Ground Support)
Penyanggaan dilakukan untuk memperkut batuan agar tidak runtuh sehingga tetap
aman selama dilakukan kegiatan selanjutnya pada daerah tersebut.
9. Pick Up
Pick Up dilakukan oleh surveyor untuk mengambil data hasil peledakan dan
kemajuan heading tersebut, data bentuk terowongan setelah peledakan, juga data
overbreak-underbreak dari heading tersebut. Data hasil Pick Up tersebut (Data
Aktual) dicocokkan dengan Data Desain Heading tersebut, sehingga dapat
diketahui berapa kemajuan heading tersebut, bagaimana bentuk terowongan
tersebut, apakah ada overbreak dan underbreak pada terowongan tersebut, dll.
10. Persiapan pengeboran selanjutnya (Next Round)
Setelah kondisi lapangan yang sudah aman kemudian dilakukan survey kemajuan
penggalian, untuk mengatahui apakah arah penggalian dan kemajuan sesuai
dengan desain yang diharapkan. Setelah itu dilakukan persiapan pengeboran
selanjutnya.
Gambar 5.1. Siklus Heading Devepolment

(Sumber : Pusdiklat Minerba,2013)


Gambar 5.2. Penamaan pada lubang bukaan
Tempat peledakan atau ruangan dibawah tanah lebih terbatas, oleh karena itu
batuan akan lebih sukar untuk diledakkan dan perlu dibuat bidang bebas kedua yang
merupakan arah peledakan selanjutnya. Dalam pembuatan terowongan bidang bebas cut
yang dipergunakan untuk membuat terowongan adalah Center cut, Wedge-cut, Drag-cut
dan Burn-cut.
5.3. Penentuan Daerah Cut
Untuk membuat lubang maju dalam tambang bawah tanah perlu diciptakan
suatu bidang bebas (free face) untuk kebutuhan peledakan. Untuk menambahkan free
face dibutuhkan “Cut Hole”. Cut Hole adalah suatu lubang buka yang diciptakan pada
suatu face yang tidak mempunyai free face berupa lubang bor yang tidak diisi
bahan peledak sedalam kemajuan yang diperoleh. Macam-macam pola pengeboran
cut yang digunakan dalam persiapan peledakan tambang bawah tanah terdiri atas :
1. Center Cut
Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut. Empat atau enam lubang
dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik sehingga terbentuk piramid.
Puncak piramid di bagian dalam dilebihkan sekitar 15cm (6 inchi) dari kedalaman
seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian puncak pyramid terkonsentrasi bahan
peledak kuat. Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan terbentuk
bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat
efektif bagi batuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai
efek getaran tinggi disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
2. Wedge Cut
Wedge cut disebut juga V-cut, angled cut atau cut berbentuk baji. Setiap pasang
dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik,
tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji. Cara mengebor
tipe ini lebih mudah dibanding pyramid cut, tetapi kurang efektif untuk
meledakkan batuan yang keras.
3. Drag Cut
Drag cut atau pola kipas, bentuknya mirip dengan wedge cut yaitu berbentuk baji.
Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak terletak ditengah-tengah bukaan,
tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuatnya adalah
dinding dibor miring untuk membentuk rongga di lantai atau dinding. Pengeboran
untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut
kipas. Beberapa pertimbangan untuk penerapan pola drag cut, antara lain :
- Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate atau batuan
sedimen lainnya.
- Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.
- Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat
instalasi yang penting diruang bawah tanah atau pada bukaan dengan penyangga
kayu.
4. Burn Cut
Burn cut disebut juga cylinder cut. Pola ini sangat cocok untuk batu yang keras
dan regas seperti batupasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok
untuk batuan berlapis, namun demikian dapat disesuaikan dengan berbagai
variasi. Ciri-ciri burn cut antara lain :
- Lubang bor dibuat sejajar sehingga dapat mengebor lebih dalam
dibanding jenis cut yang lainnya.
- Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini,
sehingga pelepasan tegangan gelompang kompresi menjadi gelombang tarik
berlangsung efektif. Disamping itu lubang kosong berperan sebagai ruang
terbuka tempat fragmentasi batuan terlempar dari lubang yang bermuatan bahan
peledak.

(Sumber : Pusdiklat Minerba, 2013)


Gambar 5.3. Sketsa Dasar Center Cut

(Sumber : Pusdiklat Minerba, 2013)


Gambar 5.4. Sketsa Dasar Wedge Cut
(Sumber : Pusdiklat Minerba, 2013)
Gambar 5.5. Sketsa Dasar Drag-Cut

(Sumber : Pusdiklat Minerba, 2013)


Gambar 5.6. Sketsa Dasar Burn Cut
Cut yang biasa dipergunakan dalam pembuatan terowongan adalah circular cut
atau large hole cut atau parallel hole cut untuk pemboran horisontal tegak lurus pada
permukaan batuan. Semua lubang dalam cut dibor paralel satu terhadap yang lain dan
peledakan dilaksanakan ke arah lubang kosong yang bertindak sebagai bukaan. Parallel
hole cut ini merupakan pengembangan dan burn cut.
Cut dapat diletakkan di sembarang tempat pada muka teowongan, tetapi harus
diperhatikan bahwa letak cut mempengaruhi : lemparan, konsumsi bahan peledak, dan
jumlah lubang ledak dalam round. Apabila letak cut dekat dengan dinding mungkin
dapat mengurangi jumlah lubang tembak dalam round, tetapi ada kelemahan-kelemahan
lainnya.
Untuk mendapatkan arah peledakan ke depan dan tumpukan di tengah, cut
diletakkan di tengah-tengah penampang dan agak ke bawah. Posisi ini akan
menghasilkan lemparan yang dekat dan konsumsi bahan peledak lebih sedikit karena
semua stoping ke arah bawah.
Posisi cut yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan hasil peledakan,
tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak stoping ke arah atas.
Umumnya letak cut adalah pada deretan lubang tembak pertama di atas terowongan
(lihat Gambar5.7).

Gambar 5.7.Letak cut pada muka terowongan

Gambar 5.8.Bentuk dasar rancangan large hole cut

Cut yang umum dipakai pada saat ini adalah large hole cut, terdiri dari satu atau
lebih lubang kosong yang berdiameter besar, dikelilingi oleh lubang-lubang berdiameter
kecil yang berisi muatan bahan peledak (lihat Gambar 5.8). Dalam merencanakan suatu
cut, parameter-parameter penting yang harus diperhatikan adalah diameter lubang besar
(kosong), burden dan charge concentration. Sebagai tambahan, ketepatan pemboran
adalah faktor yang sangat penting terutama untuk lubang-lubang ledak paling dekat
dengan lubang besar/ kosong (Iihat Gambar 5.10).
Gambar 5.9.Susunan lengkap lubang bor pada cut

Gambar 5.10. Hasil peledakan sebagai fungsi dari letak dan diameter
lubang ledak dan lubang kosong

5.4. Lubang Kosong


Parameter yang berpengaruh supaya kemajuan (advance) peledakan round
berhasil dengan baik adalah diameter dan lubang besar/ kosong. Makin besar
diameter lubang kosong makin dalam round dapat dibor dan makin besar pula
kemajuan yang mungkin diperoleh. Salah satu penyebab paling umum dari
kemajuan yang kecil adalah diameter lubang kosong yang terlalu kecil dalam
hubungannya dengan kedalaman lubang Iedak.
Apabila dipergunakan beberapa lubang kosong, maka harus dihitung dahulu
diameter lubang samaran (fiction diameter), dengan memakai rumus
D=d n ………………………………………………………………(5.1)
dimana : D = diameter lubang samara, d = diameter lubang kosong , n = jumlah lubang
5.5. Perhitungan Burden dan spasi
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang bebas
terdekat, sedangkan spasi adalah jarak antara kedua lubang ledak yang berdekatan dan
diledakkan secara serentak. Unutk mempermudah perhitungan burden dan spasi makan
muka terowongan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : cut, lifter, contour roof,
contour wall, horizontal stopping, vertical stopping.
a. Burden dan spasi cut holes
Cut holes merupakan lubang-lubang yang berada pada bagian cut yang terdiri dari
satu atau lebih lubang kosong yang dikelilingi oleh lubang-lubang dalam suatu
segiempat (Gambar 7.11). Menurut Jimeno(1995) jumlah segiempat dan cut
dibatasi ketentuan bahwa spasi dari segiempat terakhir tidak boleh melebihi akar
dari kemajuan lubang bukaan.
Perhitungan pembuatan cut pada face terowongan :
 Bujursangkar I
𝑎 = 1.5Ф
𝑤1 = 𝑎√2
 Bujursangkar II
𝐵1 = 𝑊1
𝐶−𝐶 = 1.5𝑊1
𝑊2 = 1.5𝑊1 √2
 Bujursangkar III
𝐵2 = 𝑊2
𝐶 − 𝐶 = 1.5𝑊2
𝑊3 = 1.5𝑊2 √2
Burden antara lubang-lubang ini dengan lubang kosong adalah kecil. Selanjutnya
lubang-lubang ledak diatur dalam segi empat yang mengelilingi bukaan (lihat
Gambar 7.11).
Jumlah segiempat dalam cut dibatasi oleh ketentuan bahwa burden dalam
segiempat terakhir tidak melebihi burden dari lubang stoping.

Gambar 5.11. Penampang Cut Pada Face Terowongan


b. Stoping
Suatu round dibagi menjadi : Lubang lantai (floor holes),Lubang dinding (wall
holes), Lubang atap (roof holes), Lubang stoping arah pemecahan ke atas dan
horizontal (stoping upwards dan stoping horizontal), Lubang stoping arah
pemecahan ke bawah (stoping downwards)
Untuk menghitung burden (B) dan muatan untuk bermacam-macam bagian
dari round dapat dipakai grafik pada Gambar 7.12
Gambar 5.12. Burden sebagai fungsi dari konsentrasi muatan untuk berbagai
diameter lubang dan jenis bahan peledak

Apabila burden (B), kedalaman lubang ledak (H) dan konsentrasi muatan dasar
(łb) telah diketahui, Tabel 7.1 di bawah ini dapat dipakai untuk menentukan
geometri pemboran dan peledakan dari round.
Tabel 5.1. Geometri Peledakan Pada Permukaan Terowongan

c. Kontur
Kontur dan terowongan dibagi menjadi : lubang lantai, lubang dinding dan lubang
atap. Burden dan spacing untuk lubang lantai sama seperti lubang stoping.
Lubang lantai diisi muatan lebih kuat daripada lubang stoping untuk mengimbangi
gaya gravitasi dan berat massa batuan yang terisi dari round.
Untuk lubang dinding dan lubang atap ada dua cara peledakan yang dipakai yaitu
normal profile blasting dan smooth blasting. Perhitungan normal profile blasting
memakai tabel 7.1 di atas.
d. Pola Penembakan (Firing Pattern)

Gambar 5.13. Urutan dalam pola penembakan


Pola penembakan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga, setiap lubang
ledak mempunyai free breakage. Angle of breakage paling kecil dalam daerah cut
sekitar 500. Dalam daerah stoping pola penembakan direncanakan sedemikian
sehingga angle of breakage tidak kurang dari 900 (lihat Gambar 5.13). Hal
penting yang perlu diperhatikan dalam peledakan suatu terowongan adalah waktu
tunda antar lubang yang cukup panjang.
Tabel 5.2. Waktu tunda berbagai jenis detonator
Di dalam daerah cut waktu tunda antara lubang-lubang harus cukup panjang,
sehingga memberi waktu untuk memecah dan melemparkan batuan melalui
lubang kosong yang sempit. Terbukti bahwa batuan bergerak dengan kecepatan
antara 40 - 60 meter per detik. Suatu cut yang dibor dengan kedalaman 4 meter
akan membutuhkan waktu tunda 60 - 100 mili detik agar terjadi peledakan yang
baik (cleaned blast). Waktu tunda yang biasa dipakai adalah 75 - 100 mili detik.
Dalam dua bujursangkar yang pertama hanya dipakai satu detonator untuk setiap
waktu tunda. Dalam dua bujursangkar selanjutnya boleh dipakai dua detonator
untuk setiap waktu tunda.
Gambar 7.14 Bentuk pola penembakan dengan nonel GT/T, dan dengan Detonator
VA/MS dan VA/MS

Di daerah stoping waktu tunda harus cukup panjang untuk memberi waktu
terhadap gerakan batuan. Waktu tunda yang umum dipakai adalah 100 - 500 rnili
detik. Untuk lubang kontur perbedaan waktu tunda di antara lubang-lubang harus
sekecil mungkin supaya dapat dihasilkan efek peledakan yang rata.
Untuk pembuatan terowongan dapat digunakan detonator jenis listrik atau non-
listrik. Detonator listrik : MS (milisecond) dan HS (half second) delay detonator.
Non electric detonator mempunyai 25 macam interval (lihat Tabel 5.2 diatas).
Lampiran

Grafik 5.1. Kemajuan per round

Grafik 5.2. Clean Blast


Grafik 5.3. Hubungan jarak C-C dengan Charge concentration

Grafik 5.4. Hubungan Burden dengan Charge concentration


Grafik 5.5. Hubungan Burden fungsi muatan bahan peledak pada berbagai diameter
lubang tembak dan jenis bahan peledak

Anda mungkin juga menyukai