PENDAHULUAN
1
BAB II
DASAR TEORI
2
peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
2.1.4 Kesimpulan
1. Peledakan di industri pertambangan ini berbeda dengan kegiatan peledakan
pada militer ataupun yang lainnya, terutama dari tujuan peledakan.
2. Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya
b. Memecah dan memindahkan batuan
c. Membuat rekahan
3
a. Kriteria penggalian menurut RMR
Gambar 2.1 hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas > 50
Mpa (Fowell dan Jhonson, 1982 dan 1991)
RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja Roadheader Dosco
SL-120 (Sandbak 1985, lihar Gambar 2.1). penelitian ini dilaksanakan pada bijih
tembaga Kalamazoo dan San Manuel, Arizona.
4
b. Kriteria Penggalian menurut RMR dan Q-sistem
5
Gambar 2.5 Kriteria penggaruan dengan D9R
6
Gambar 2.7 Grafik kriteria kemampugaruan
Rumus :
7
Cara kerja pemboran mata bor ada tiga jenis, tumbuk, putar, putar tumbuk.
1. Metode pemboran perkusif (percussive drill)
Pada pemboran ini energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh
batang bor dan mata bor untuk menemukan batuan. Komponen utama
dari mesin bor ini ialah piston yang mendorong dan menarik tangkai
(shank) batang bor. Energi kinetik piston diteruskan ke batang bor dalam
bentuk gelombang kejut (shock wave) yang bergerak sepanjang batang
bor dengan kecepatan ± 5000m/detik (setara kecepatan suara pada baja).
2. Metode Rotari (Rotary drill)
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotary terbagi menjadi 2 sistem
yaitu tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa
gerusan (crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan.
Sistem tricone digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, system drag
bit digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem ini
adalah hydrolic rotary drill
3. Metode Rotary Perkusif (Rotary-percussive drill)
Pada pemboran Rotary-perkusif, aksi penumbukan oleh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehngga terjadi proses peremukan
dan pengerusan permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada
bermacam-macam jenis batuan.
8
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang
sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, didalam lubang sehingga hanya sedikit
energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan
sambungan-sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan
sistem tumbuk putar adalah jack hammer.
2.2.4 Kesimpulan
1. Ada bebrapa cara dalam menentukan kriteria penggalian, seperti :
1. Kriteria Penggalian Menurut RMR
2. Hubungan antara RMR dan Q-Sistem
3. Kriteria Penggalian Menurut Kecepatan Seismik
4. Kriteria Penggalian Menurut Indeks Kekuatan Batuan
5. Kriteria Penggalian Menurut Kuat Tekan Uniaxial (UCS)
2. Metode Pemboran ada 3, yaitu :
1. Metode pemboran perkusif (percussive drill)
2. Metode Rotari (Rotary drill)
3. Metode Rotary Perkusif (Rotary-percussive drill)
1. Dalam penentuan kriteria penggalian, kita terlebih dahulu menghitung
kekuatan massa batuan, kemudian memasukkan ke dalam grafik sehingga titik
temu grafik yang akan menentukan cara penggaliannya nanti.
9
2.3.2 Latar Belakang Teori
Menurut Mike Smith (mining magazine, feb. 1988) bahan peledak dibagi
menjadi :
a. Bahan peledak kuat ( high explosives)
b. Blasting agents
c. Speciallity exsplosives
d. Explosive substitutes
10
Gambar 2.10 Klasifikasi bahan peledak menurut JJ Manon, 1976
Dalam suatu rekasi peledakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar bahan peledak yang digunakan efektif dan dampak lingkungan yang
ditimbulkan minimum. Salah stunya adalah keseimbangan oksigen dalam reaksi.
Keseimbangan oksigen dalam reaksi peledakan perlu diperhitungkan agar
gas beracun yang ditimbulkan oleh reaksi peledakan tersebut sangat kecil dan agar
bahan peledak yang digunakan itu efisien. Maksudnya, energi yang dihasilkan
maksimum dan dampak lingkungan atau gas beracun minimum.
Dalam prkatikum teknik peledakan yang membahas hal mengenai
keseimbangan oksigen ini, praktikan diajak untuk membahas masalah
keseimbangan oksigen dalam suatu rangkaian peledakan.
Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
11
a. ZOB ( zero oxygen balance ); terjadi kesetimbangan rekasi kimiawi
sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk smoke.
Contoh :
2.3.4 Kesimpulan
1. Berdasarkan kategorinya dasar pembentukan proses ledakan, maka BP dapat
dibagi sebagai berikut :
Nukir, contoh : bom atom, uranium, plutonium
Mekanis, contoh : pemanasan air dalam wadah tertutup, kawah
Kimia, contoh : kejut, dekomposisi hebat campuran kimia.
2. Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. ZOB ( zero oxygen balance ); terjadi kesetimbangan rekasi kimiawi
sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk smoke.
b. Deficient Oxygen Balance ( Negative / Minus Oxygen Balance ) ;
tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi
kekurangan Oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
c. Excessive Oxygen Balance ( Positive / Surplus Oxygen Balace ) ;
tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi
kelebihan Oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
12
2.4 Acara IV Perlengkapan Dan Peralatan Peledakan
2.4.1 Pendahuluan
1. Peralatan Peledakan
Alat – alat yang diperlukan untuk menguji dan menyalakan rangkaian
peledakan.
2. Perlengkapan Peledakan
Material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga
isian handak dapat dinyalakan.
Tabel 2.1
Peralatan dan pelengkapan dalam setiap metode peledakan
METODE PERLENGKAPAN PERALATAN
PELEDAKAN
SUMBU API (CAP 1. Plain detonator 1. Cap crimper
& FUSE) 2. Sumbu api 2. Penyulut (lighter) :
3. Igneter cord korek api.
4. Igneter cord conector 3. Tamper
SUMBU LEDAK 1. Sumbu ledak Tergantung detonator
13
2. Detonatring yang dipakai
Relay /Dellay
connector
3. Initator (detonator
listrik/biasa)
LISTRIK 1. Detonator listrik 1. Blasting machine/
2. Connecting wire exploder
2. Blasting machine tester
: - Rheostat
-Blasting VOM meter
3. Circuit tester :
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire
NON LISTRIK 1.Detonator non listrik 1. Exploder
(Nonel, Hercudet) 2. Gas supply unit (untuk
2. Connector hercudet)
3. Sumbu ledak (untuk 3. Circuit tester
nonel)
14
c. Du Pont Blasting Voltohmeter
Cramper :
Alat khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat detonator
biasa dengan sumbu api
Sumbu api dikategorikan juga sebagai sumbu non-electric
Cara penggunaan :
15
Masukan sumbu api ke dalam detonator biasa. Persyaratan
pemotongan sumbu api harus dippenuhi sebelum dimasukan
kedalam detonator biasa.
Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan
pembakaran dalam detonator biasa.
Posisikan cramper pada ujung detonator biasa, kemudian jepit
detonatornya. Saudara bisa melakukan penjepitan lebih dari satu
kali untuk meyakinkan sambungan cukup kuat.
16
f. Gas beracun (fumes)
g. Kemasan (package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detontor, sumbu api, sumbu
ledak, dll.
2.4.4 Kesimpulan
1. Peralatan Peledakan, Alat – alat yang diperlukan untuk menguji dan
menyalakan rangkaian peledakan. Perlengkapan peledakan bisa dipakai dalam
beberapa kali peledakan.
2. Perlengkapan Peledakan, Material yang diperlukan untuk membuat rangkaian
peledakan sehingga isian handak dapat dinyalakan. Peralatan peledakan hanya
bisa dipakai 1 kali peledakan
17
Gambar 2.12 Geometri peledakan menurut konya (1990)
Dimana :
B = burden (ft)
De = Diameter bahan peledak (inchi)
SGe = SG bahan peledak
Stv = Relative bulk strength (ANFO = 100)
18
Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut konya (1990) harus
dikoreksi terhadap beberapa faktor penentu, yaitu faktor jumlah garis lubang ledak
(Kr), faktor bentuk lapisan batuan (Kd), dan faktor kondisi dari struktur
geologinya (Ks). Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nilai burden
dapat dikoreksi dengan banyaknya baris yang akan diledakan serta kondisi
geologi setempat dalam pelaksanan peledekan. Adapun besarnya faktor-faktor
tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1, 5.2, 5.3.
Tabel 2.2
Faktor koreksi terhadap jumlah baris dalam satu lubang ledak
CORRECTION FOR NUMBER OF ROW Kr
One or two rows of holes 1,00
Trird and subsequent rows or buffer blast 0,9
Tabel 2.3
Posisi lapisan batuan
CORRECTION FOR ROCK DEPOSITION Kd
Bedding steeply dipping into cut 1,18
Bedding steeply dipping into face 0,95
Other cases of deposition 1,00
Tabel 2.4
Faktor koreksi terhadap struktur geologi
CORRECTION FOR GEOLOGY STRUCTURE Ks
Heavy cracked, frequent with joint, weakly cemented 1,30
Layers 1,10
Thin well cemented layers with tight joint 0,95
Massive intact rock
19
Kd = faktor terhadap posisi lapisan batuan (tabel 2.2)
Kr = faktor terhadap baris lubang ledak (tabel 2.3)
Ks = faktor terhadap struktur geologi (tabel 2.4)
2. Spacing (S)
Spacing adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas (free face).
(L+ 7 B)
s=
8
Keterangan :
S = spacing (m)
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)
Tabel 2.5
Persamaan untuk menentukan jarak spacing
Tipe Detonator L/B < 4 L/B > 4
(L+2 B)
Instantaneous S= S = 2.B
3
(L+2 B)
Delay S= S = 1,4.B
8
3. Stemming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak diatas kolom isian
bahan peledak. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming
adalah :
Stv 0,33
T = 0,45 x De x [ ]
SGr
Keterangan :
De = Diameter lubang ledak, (inchi)
Stv = Relative Bulk Strength (ANFO =100)
4. Subdrilling
20
Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada dibawah garis
lantai jenjang, yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relative rata setelah
peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling menurut Konya
adalah sebagai berikut :
J = 0,3 . B
Keterangan :
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
5. Waktu Tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan
waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh peledakan secara
beruntun. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan pada peledakan beruntun dalam
tiap-tiap baris. Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun antar baris
lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu
tundanya adalah sebagai berikut :
Tr = Tr x B
Keterangan :
tr = waktu tunda antara baris lubang ledak (ms)
Tr = konstanta waktu tunda
B = burden (ft)
Tabel 2.6
Konstanta waktu tunda antar baris
Akibat yang dihasilkan Konstanta Tr
Keras, Airblast berlebihan, back break, dll 2
Runtuhan tinggi dekat jenjang, airblast moderat 2-3
Tinggi runtuhan cukup, airblast dan back break cukup 3-4
Runtuhan berpencar dengan back break minimum 4-6
Casting peledakan 7-14
21
Untuk menentukan jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap
lubnah ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk
menentukan loading density digunakan rumus :
Keterangan :
de = loading density, lb handak/ft kolom isisan
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak (inchi)
E = Pc x de x N
Keterangan :
E = jumlah bahan peledak
Pc = tinggi kolom isisan
de = loading density (kg/m)
N = jumlah lubang ledak
22
Nomenklatur geometri peledakan jenjang RL. Ash
Notasi :
B = burden S = spacing H = kedalaman lubang ledak
L = tinggi jenjang T = stemming PC = panjang isian handak
J = subdrilling
23
De = diameter lubang ledak = diameter dodol handak
B = burden
Kb = burden ratio
Kb x De
B= ft atau B =
12
Dstd 1/3
Af1 = ( )
D
SGVe2
Af2 = (
SGstd x Vestd 2
Keterangan :
SG = BJ handak yang dipakai
Ve = VOD handak yang dipakai
Jadi :
Kb Terkoreksi x De
2. B = 39,3
meter Spacing (S)
Ks = S/B
Ks = Spacing ratio (1,00-2,00)
24
S = Ks. B ( meter)
Ukuran spacing dipengaruhi oleh :
Cara peledakan yang digunakan : serentak atau beruntun
Fragmentasi yang diinginkan
Delay interval
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan
hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari hasil ketentuan,
akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (bolder) dan tonjolan (stump) diantara
dua lubang ledak setelah peledakan.
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing adalah
sebagai berikut :
Peledakan serentak = 2B
Peledakan dengan delay interval lama (second delay) S = B
Peledakan dengan milisecond delay S antara 1 B hingga 2 B
Jika terdapat kekear yang tidak saling tegak lurus. Santara 1,2 B
hingga 1,8 B
Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak
dalam baris yang sama S =1,15 B
3. Stemming (T)
Kt = T/B
Kt = Stemming Ratio (0,75 - 1,00)
25
T = Kt. B
Fungsi stemming :
Meningkatkan Confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan
Menyeimbangkan tekanan didaerah stemming
4. Kedalaman lubang ledak (H)
Kh = H/B
Kh = Hole dept ratio ( 1,5 - 4,0)
H = Kh.B (meter)
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi
(kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.
5. Subdrilling (J)
Kj = J/B
Kj = subdrilling ratio ( 2,0 - 0,3)
J = Kj.B (meter)
Panjang subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan
kemiringan lubang ledak.
6. Charge Lenght ( PC)
PC =H–T
PC = panjang kolom isian (meter)
H = kedalaman lubang tembak (meter)
T = stemming (meter)
7. Loading Density (de)
Loading density ialah jumlah isian handak per meter panjang kolom isian
de = 71,63 De2/SC
de = 0,508 De2(SG)
de = loading density (kg/m)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SG = BJ bahan peledak
Jadi jumlah handak dalam stu lubang ledak (E) = PC.de.Kilogram
8. Powder factor (P)
Pf = W/E
26
Pf = powder factor (ton/kg)
W =berat batuan yang diledakan (ton)
E = berat bahan yang digunakan(kg)
B. Efek Peledakan
Efek peledakan yang dimaksud adalah pengaruh adanya peledakan terhadap
lingkungan sekitarnya dengan keamanan yaitu :
- Ground vibration (getaran tanah)
- Air blast (suara ledakan)
- Fly rock (batu terbang)
1) Ground Vibration
Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Pada daerah ini
tegangan yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga hanya
menyebabkan bentuk dan volume.
2) Air Blast (Suara Ledakan)
Suara ledakan (air blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada saat
terjadi ledakan air blast tidak seperti yang didengarkan seperti biasa, tetapi
merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfer yang terindikasikan
oleh frekuensi tinggi, frekuensi rendah bahkan yang tidak terdengar sekalipun.
3) Fly Rock
Batu terbang yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi
peledakan. Batu terbang dapat terjadi oleh beberapa sebab, antara lain karena :
- Penempatan lubang bor tidak tempat
- Kesalahan pola penyalaan
- Lantai jenjang kotor
- Evaluasi pemboran tidak tepat
- Kesalahan penyambungan
- Jumlah isian terlalu banyak
- Karena ada struktur retakan, kekar, dan sebangainya.
2.5.4 Kesimpulan
27
1. Dalam menentukan geometri peledakan, kita harus mencari nilai B, S, T, J, H,
PC, L, de, E, V, PF. Teori R.L. Ash dan C.J Konya memiliki perbedalan
rumus dalam penentuan nilai-nilai tersebut. Dan tentunya hasil dari geometri
berbeda antara keduanya. Namun hasil perhitungannya tidak terpaut terlalu
jauh.
2. Pengaruh adanya peledakan terhadap lingkungan sekitarnya dengan
keamanan yaitu :
- Ground vibration (getaran tanah)
- Air blast (suara ledakan)
- Fly rock (batu terbang)
3. Efek Peledakan tersebut bisa diminimalisir dengan penentuan geometri yang
sesuai.
28
Pembobotan massa batuab di lapangan
PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1 Powdery7/friabel 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally massive 30
2. Joint plane spacing (JPS)
2.1 Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.1 intermediate (spasi 0,1 -1 m) 20
2.3 Wide (Spasi > 1m) 50
3. Joint plane orientatione (JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20
3.3 Strikr normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. Specific grafity infuence
SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) 1-10
29
'
B W PC
n = ( 2,2 - 14 ¿ x [ 1+ A ]0,5 x (1− ) x( )
De 2 B L
Dimana :
B = Burden
De = Diameter
A’ = Nisbah spasi dan burden
Perhitungan nilai karakteristik ukuran (Xc) menggunakan rumus sebagai berikut :
X
Xc = 1/ n
(0,693)
Perhitungan prosentase bongkah adalah sebagai berikut :
X
Rx = e−( Xc )
Dimana :
Rx = Prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = indek keseragaman
2.6.4 Kesimpulan
1. Parameter pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan peledakan
berdasarkan nilai indeks peledakan, yang disusun oleh Carlos L Jimeno.
2. Perkiraan jumlah boulder pada praktikum kali ini diperoleh dari persamaan
fragmentasi model Kuz-ram.
3. Hasil akhir dari perhitungan ini yaitu prosentase material yang tertahan pada
ayakan ukuran tertentu.
30
2. Meledakan batuan dengan tujuan mengambil material/operasi
penambangan.
Dari kedua jenis kegiatan diatas terowongan merupakan bagian yang
terpenting dari keseluruhan kegiatan. Terowongan umumnya dibuat dengan arah
mendatar, miring, atau vertikal kebawah maupun ke atas.
2.7.2 Latar Belakang Teori
Daur waktu kerja pembuatan terowongan adalah :
1. Pemboran
2. Pemuataan bahan peledak
3. Peledakan
4. Pembersihan asap (ventilasi)
5. “scaling” (“grouting” apabila diperlukan)
6. Pengangkutan
7. Mempersiapkan pemboran dan lain-lain selanjutnya.
Dari jenis-jenis pekerjaan diaatas yang perlu diperhatikan khusus adalah
pekerjaan pemboran. Lubang ledak harus dibor tepat ditempat yang telah
ditentukan dan dengan kemiringan yang benar atau dengan perkataan lain
pemboran lubang ledak harus sempurna.
Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan 2
metode, yaitu :
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Mechanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill
Perbedaan utama antara peledakan bawah tanah dengan peledakan
dipermukaan tanah adalah :
1. Peledakan bawah tanah dilakukan kearah satu bidang bebas (free face),
sedangkan peledakan dipermukaan tanah dilakukan kearah dua atau lebih
bidang bebas.
2. Tempat peledakan atay ruangan bawah tanah lebih terbatas.
Oleh karena itu batuan akan lebih sukar untuk diledakan dan perlu dibuat
bidaang bebas kedua yang akan merupakan arah peledakan selanjutnya. Dalam
pembuatan terowongan bidaang bebas kedua diperoleh dengn membuat “cut”
31
pada permukaan terowongan. Macam-macam “cut” yang dipergunakan untuk
membuat terowongan adalah “paralel hole cut”, “V-cut”, “fun-cut” dan lain-lain.
“cut” dapat diletakan sembarangan tempat pada muka terowongan, tetapi harus
diperhatikan bahwa letak “cut” mempengaruhi : lemparan, konsumsi bahan
peledak, dan jumlah lubang ledak dalam “round”.
Untuk mendapatkan arah peledakan kedepan dan tumbukan ditengah,
“cut” diletakkan ditengah-tengah penampang dan agak kebawah. Posisi ini akan
menghasilkan lemparan yang dekat dan konsumsi bahan peledak lebih sedikit
karena semua “stoping” kearah bawah.
Posisi “cut” yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan hasil
peledakan, tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak “stoping”
kearah atas.
32
Gambar 2.16 Letak “cut” pada muka terowongan
33
2.7.4 Kesimpulan
1. Peledakan bawah tanah mempunyai beberapa tunuan, yaitu :
a. Meledakkan batuan dengan tujuan menghasilkan ruangan untuk gudang,
jalan, saluran, terowongan pipa, dan lain sebagainya.
b. Meledakan batuan dengan tujuan mengambil material/operasi
penambangan.
2. Lubang ledak pada terowongan dikelompokan menjadi beberapa jenis
berdasarkan letak dan fungsinya. Pengelompokan lubang ledak antara lain :
1. Roof Holes
2. Stoping Holes
3. Wall Holes
4. Floor Holes
5. Spreader Holes
6. Cut Holes
34
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
35
4.2 SARAN
1. Diharapakan untuk praktikum peledakan selanjutnya bisa diupauyakan lagi
untuk peningkatan peralatan praktikum
2. Diharapkan agar tugas besar praktikum peledakan lebih di arahkan ke tugas
mengenai kelengkapan praktikum peraga agar dalam melakukan praktikum
peraga, peralatan yang di pakai bisa lebih memadai.
3. Diharapkan agar tugas acara praktikum lebih di arahkan semirip mungkin
dengan study kasus dalam sebuah perusahaan agar praktikan lebih memahami
keadaaan di lapangan.
36
DAFTAR PUSTAKA
37