Anda di halaman 1dari 54

BAB I

TUJUAN PELEDAKAN

Teknik peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran,


dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan indukny agar
menjadi fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil sehingga memudahkan
dalam pendorongan, pemuatan, pengangkutan dan konsumsi material pada crusher
yang terpasang.

Konsep Dasar Peledakan


Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
a. Membongkar dan melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya
b. Memecah dan memindahkan batuan
c. Membuat rekahan
Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar
batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu, perlu dimanfaatkan sebagai
barang yang berguna, disamping juga merupakan barang yang berbahaya. Utnuk
itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan
peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan, sehingga pemanfaatannya lebih
efisien dan aman.
Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan
pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan
peledakan yang optimum sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Karakteristik batuan yang diledakkan
b. Karakteristik bahan peledak yang digunakan
c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan
Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak
yang diisi dengan sejumlah bahan peledak dengan penerapan metode peledakan,
geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan.
BAB II
KARAKTERISTIK PENGGALIAN DAN ALAT BOR

2.1 Kriteria Penggalian


Dalam dunia pertambangan ada banyak cara dan teknik yang dipakai
untuk mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan. Salah satunya adalah
mengenai pembongkaran batuan (bahan galian) yang sangat keras, dimana batuan
tersebut tidak dapat dibongkar secara manual maupun mekanis. Maka dipilih
teknik pemboran dan peledakan. Untuk itu diperlukan suatu pengenalan dengan
mengikuti Praktikum Pemboran dan Peledakan ini. Cara menentukan Kriteria
Penggalian.
a. Kriteria Penggalian menurut RMR

Gambar 2.1 Hubungan antara RMR dan laju penggalian Roadheader kelas
> 50 Mpa (Fowell dan Jhonson, 1982 & 1991)

RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja roadheader Dosco


SL-120 (Sandbak 1985, lihat gambar 2.1). penelitian ini dilaksanakan pada
bijih tembaga Kalamazzo & San Manuel, Arizona.
Gambar 2.2 Hubungan laju penggalian roadheader vs RMR (Sandbak,
1985)
b. Kriteria Penggalian menurut RMR & Q-System

Gambar 2.3 Klasifikasi metode penggalian menurut RMR dan Q-System

c. Kriteria Penggalian Menurut Kecepatan Seismik


Gambar 2.4 Metode kecepatan seismik untuk penentuan macam
penggalian (Atkinson, 1971)

Gambar 2.5 Kriteria penggaruan dengan D9R

d. Kriteria Penggalian menurut indek kekuatan batuan


Gambar 2.6 Kriteria indek kekuatan batu (Franklin dkk, 1971)

Gambar 2.7 Grafik kriteria kemampugaruan

Rumus :
4.W.D
De² =

De
F = 5
5
P
Is =F
De²
e. Kriteria penggalian menurut kuat tekan uniaxial (UCS)

Gambar 2.8 Kriteria penggalian menurut Kolleth (1990)

2.2 Alat Bor


Cara kerja pemboran mata bor ada tiga jenis tumbukan, putaran dan tumbukan
dan putaran.
1. Metode pemboran perkusif (Percussive Drill)
Pada pemboran ini energi dari mesin bor (rock drill) diteruskan oleh
batang bor dan mata bor untuk menemukan batuan. Komponen utama dari
mesin bor ini adalah piston yang mendorong dan menarik tangkai (shank)
batang bor. Energi kinetik piston diteruskan kebatang bor dalam bentuk
gelombang kejut (shock wave) yang bergerak sepanjang batang bor
dengan kecepatan ± 5000 m/s (setara kecepatan suara pada baja).
2. Metode rotari (Rotary Drill)
Berdasarkan sistem penetrasinya, metode rotari terbagi menjadi 2 sistem
yaitu tricone dan drag bit. Disebut tricone jika penetrasinya berupa
gerusan (crushing) dan drag bit jika hasil penetrasinya berupa potongan.
Sistem tricone digunakan untuk batuan sedang hingga lunak, sistem drag
bit digunakan untuk batuan lunak. Contoh alat bor dengan sistem ini
adalah hydrolic rotary drill.
3. Metode rotary percussive (Rotary percussive drill)
Pada pemboran rotary percussive, aksi penumbukan oelh mata bor
dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses peremukan
dan penggerusan permukaan batuan. Metode ini dapat digunakan pada
bermacam-macam jenis batuan.

Metode putar tumbuk terbagi menjadi dua, yaitu:


a. Top Hammer
Metode pemboran top hammer adalah metode pemboran yang terdiri dari
dua kegiatan dasar yaitu putaran dan tumbukan. Kegiatan ini diperoleh
dari gerakan gigi dan piston, yang kemudian di tranformasikan melalui
shank adaptor dan batang bor menuju mata bor. Berdasarkan jenis
penggerak putaran dan tumbukannnya, metode ini dibag menjadi dua
jenis yaitu hydrolic top hammer dan pneumatic top hammer.
b. Down the hole Hammer (DTH Hammer)
Metode pemboran ini adalah metode pemboran tumbuk-putar yang
sumber dasarnya menggunakan udara bertekanan. DTH Hammer
dipasang dibelakang mata bor, didalam lubang sehingga hanya sedikit
energi tumbukan yang hilang akibat melewati batang bor dan sambungan-
sambungannya. Contoh dari alat bor dengan menggunakan sistem tumbuk
putar adalah jack hammer.

BAB III
PRINSIP KESETIMBANGAN OKSIGEN

Dalam suatu reaksi peledakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar bahan peledak yang digunakan efektif dan dampak lingkungan yang
ditimbulkan inimum. Salah satunya adalah keseimbangan oksigen dalam reaksi.
gas beracun yang ditimbulkan oleh reaksi peledakan tersebut sangat kecil
dan agar bahan peledak yang digunakan efisien. Maksudnya adalah energi yang
dihasilkan maksimum dan dampak lingkungan atau gas beracun minimum.
Dalam praktikum teknik peledakan yang membahas hal mengenai
keseimbangan oksigen ini, praktikan diajak untuk membahas masalah
keseimbangan oksigen dalam suatu rangkaian peledakan.

Gambar 3.1 Empat kesetimbangan oksigen

Karakteristik gas hasil peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


a. ZOB (Zero Oxygen Balance), terjadi kesetimbangan reaksi kimiawi
sehingga semua gas bereaksi dan terbentuk asap (smoke).
Contoh :
3NH4NO3 + CH2 → -H2O + CO2 + 3N2
AN FO
b. Deficient Oxygen Balance (Negative / Minus Oxygen Balance), tidak
terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi kekurangan
oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
Contoh :
2NH4NO3 + CH2 → 5H2O + CO + N2
AN FO
c. Excessive Oxygen Balance (Positive / Surplus Oxygen Balance)
Tidak terjadi kesetimbangan reaksi yang mengakibatkan hasil reaksi
kelebihan oksigen, sehingga terbentuk gas fumes.
Contoh :
5HN4NO3 + CH2 → 11H2O +CO2 +9N2 + 2NO
Karakteristik fumes :
a. Detonasi bahan peledak menghasilkan gas-gas non-toxic (CO2, H2O, N2)
dan toxic (NO, NO2, CO)
b. Gas-gas ini perlu diperhatikan pada peledakan bawah tanah atau terbuka
bila gerakan angin yang rendah
c. Faktor-faktor yang menimbulkan gas toxic antara lain : (1) letak primer
yang tidak tepat (2) kurang tertutup air (3) komposisi bahan peledak tidak
baik (4) adanya reaksi dengan batuan mengandung sulfida atau karbonat

BAB IV
BAHAN PELEDAK, PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PELEDAKAN

4.1 Bahan peledak


Secara umum BP dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari unsur padat, cair,
atau gas yang berkondisi metasbil dan dapat melakukan reaksi kimia degan cepat
tanpa ada unsur lainnya, seperti oksigen atmosfir. Reaksinya dapat dipicu secara
mekanis kejut atau panas. Ketahanan untuk melakukan reaksi mencerminkan
sensitiviatas bahan peledak.

Gambar 3.1 Segitiga detonasi bahan peledak


Berdasarkkan kategori dasar pembentukan proses ledakan, maka BP dapat
dibagi sebagai berikut :
1. Nuklir, contoh : bom atom, uranium, plutonium.
2. Mekanis, contoh : pemananasan air dalam wadah tertutup, kawah.
3. Kimia, contoh : kejut dekkompoposisihebat campuran kimia
 Menurut Manon (1976), bahan peledak dibagi menjadi :
a. Bahan peledak kimia
b. Bahan peledak mekanis
c. Bahan peledak nuklir
 Menurut Mike Smith ( Mining Magazine, Feb. 1988) bahan peledak dibagi
menjadi :
a. Bahan peledak
b. Blasting explosives
c. Speciality explosives
d. Explosive subtitutes

Gambar 3.2 Klasifikasi Bahan Peledak menurut JJ Manon, 1976


Gambar 3.3. Klasifikasi Bahan Peledak menurut Mike Smith

4.2 Peralatan
Ada beberapa peralatan yang biasanya diigunakan untuk operasi peledakan listrik,
yaitu :
1. Exploder ( Blasting Machine ), ada dua tipe yang diperdagangkan yaitu :
a. Generator Type
b. Condenser Discharge (CD) Type

Tabel 4.1. Peralatan Dan Perlengkapan Dalam Setiap Metode Peledakan

METODE PELEDAKAN PERLENGKAPAN PERALATAN


SUMBU API (CAP & 1. Plain detonator 1. Cap crimper
FUSE) 2. Sumbu api 2. Penyulut (lighter) :
3. Igneter cord korek api
4. Igneter cord conector 3. Tamper
SUMBU LEDAK 1. Sumbu ledak
2. Detonatring
delay/Dellay Tergantung detonator
connector yang dipakai
3. Initator (detonator
listrik/biasa)
LISTRIK 1. Detonator listrik 1. Blasting
2. Connecting wire machine/exploder
2. Blasting machine
tester :
- Rheostat
- Blasting VOM meter
3. Circuit tester :
- Gal vanometer
- Volmeter
4. Tamper
5. Leading wire
NON LISTRIK 1. Detonator non listrik 1. Exploder
(Nonel, Hercudet) 2. Gas supply unit
2. Connector (untuk hercudet
3. Sumbu ledak (untuk 3. Circuit tester
nonel)

Kedua tipe alat tersebut dibuat untuk menghasilkan arus searah bertentangan
tinggi. Kapasitas alat ini biasanya dinyatakan dalam jumlah detonator listrik
dengan panjang leg wire 30 ft bila sambungan seri. Tipe yang pertama tidak
pernah untuk digunakan sambungan parallel karena adda kemungkinan misfire
(konsleting). Tipe yang kedua terutama digunakan untuk peledakan yang lebih
besar. Bentuk blasting machine sangat beranika ragam, mulai dari bentuk kuno
sampai yang bentuk remote control saat ini.

2. Blasting Machine Tester.


Adalah sangat penting bahwa exploader hendaknya selalu dipelihara dan di
test secara teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploader type
generator biasnya di test dengan menggunakan Rheostat yang dihubungkan
dengan detonator.

3. Circuit tester
Sebelum peldakan dilakukan, setelah semua sirkuit dipasang, maka harus
ditest dahulu. Beberapa alat yang digunakan untuk circuit tester adalah :
a. Du Pont Rheostat
b. Du Pont Blasting Galvonometer
c. Du Pont Voltohmeter
Tipe-tipe blasting machine yaitu :
1. Tipe generator
Untuk mengumpulkan energi listrik menggunakan gerakan mekanis dengan
cara memutar engkol (handle) yang telah disediakan. Putaran engkol dihentikan
setelah lampu indikator menyala yang menandaka arus suda maksimum dan siap
dilepaskan. Saat ini tipe generator digunakan.

2. Tipe bateri (listrik


Pengumpulan energi listrik melalui batrei, yaitu dengan cara mengontakan kunci
kearah ”starter” dan setelah lampu indikator menyala berarti kapasitor penuh
dan arus suda maksimal serta siap dilepaskan
Alat pemicu peledakan nonel :
 Disebut dengan shot gun atau shot firer atau starter.
 Fungsi : sebagai penyuplai gelombang kejut pada detonator nonel melalui
sumbu nonel (nonel tube).
 Tipe : didasarkan atas pemicu, digerakkan secara mekanis atau oleh batrei
untuk membentuk gelombang kejut terhadap HMX yang terdapat didalam
sumbu nonel.
 Ciri-ciri khusus : untuk tipe yan digerakkan secara mekanis dilengkapi
Shot Shell Primer, sedangkan yang menggunakan batrei dapat
menimbulkan percikan api bertekanan tinggi.

Cramper :

 Alat khusus yang digunakan umtuk menjepit atau mengikat kuat


detonator biasa dengan sumbu api.
 Sumbu apii dikategorikan juga sebagai sumbu non-electric
 Cara mengguakan:
 Masukkan sumbu api kedalam detonator biasa. Persyaratan
pemotongan sumbu api harus dipenuhi sebelum dimasukkan ke
dalam detonator biasa.
 Yakinkan bahwa sumbu api benar-benar telah menyentuh ramuan
pembakar dalam dalam detonator biasa.
 Posisi cramper pada ujung detonator biasa, kemungkinan jepit
detonatornya. Saudara bisa melakukan penjepitan lebihh dari satu
kali untuk meyangkinkan sambungan cukup kuat.

Kabel yang digunakan didalam peledakan listrik dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Leading wire – peralatan


2. Leg wire – perlengkapan
3. Connecting wire – perllengkapan

4.3 Perlengkapan

Perlengkapan peledakan (Blasting supplies/Blasting accessoris) adalah material


yang dilakukan untuk membuata rangkaian peleddakan seingga isian bahan
peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dapat dipakai untuk
satu kali penyalaan saja. Hal-hal yang harus kita perhatikan didalam memilih
perlengkapan peledakan :
1. Bahan peledak komersial adalah hari kelas bahan peledak kimia. Dalam hal
ini detonator, sumbu ledak, dan sumbu api harus diperlukan sebagai bahan
peledak.
2. Pabrik bahan peledak selalu memberikan keterangan mengenai spesifikasi
bahan peledak yang dihasilkannya.
3. Untuk pedoman pelaksanaannya beberapa sifat bahan peledak yang harus
diperhatikan adalah :
a. Kekuatan (Strenght)
b. Kerapatan/berat jenis (Density/Specific Gravity)
c. Kecepatan Detonasi (Detonation Velocity)
d. Kepekaan (Sensitivity)
e. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistensy)
f. Gas beracun (Fumes)
g. Kemasan (Package)
4. Perlengkapan bahan peledak terdiri dari detonator, sumbu api, sumbu leddak,
dll.

BAB V
RANCANGAN DAN EFEK PELEDAKAN

5.1. Pola pemboran


Pola pemboran merupakan suatu pola kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang-lubang tembak secara sistematis. Berdasakan letak-letak
lubang bor, pola pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
a. Pola pembaran sejajar (paralel pattern)
b. Pola pemboran selang-seling (staggered patern)
Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang
tembak yang saling sejajar pada setiap kolomnya sedangkan pola pemboran
selang-seling adalah pola penempatan lubang-lubang tembank secara selang-
seling pada setiap kolomnya (gambar 5.1).
Pola pemboran sejajar mrupakan pola yang lebihh muda diterapkan
dilapangan, tetapi perolehan fragmentasi batuannya kurang seragam, sedangkan
pola pemboran selang-seling lebih sulit penanganannya dilapangan namun
fragmentasi batuannya lebih baik dan seragam, hal ini disebabkan distribusi
energi peledakan yang dihasilkan lebih optimal bekerja dalam batuan (gambar
5.2 )

(Sumber : Modul Judul Ledak Kelas II, 2010)


Gambar 5.1 Pola Pemboran

(Sumber : Modul Judul Ledak Kelas II, 2010)


Gambar 5.2 Pengaruh Energi Peledakan Terhadap Pola Pemboran

5.2. Geometri Peledakan


Geometri peleddakan adalah jarak lubang tembak yang di buat pada saat
sebuah area pertambangan akan diledakkan. Dalam sebuah peledakan, geometri
merupakan faktor yang dapat dikendalikan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Terdapat beberapa teori untuk penentuan nilai geometri peledakan,
seperti R. L. Ash, Anderson, ICI-Explosiive, C. J. Konya dan lain-lain.

Gambar 5.3. Geometri Peledakan

5.2.1 Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash


R.L.Ash membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan jenjang
berdasarkan pengalaman empirik yang di peroleh dari berbagai tempat dengan
jenis pekerjaan dan batuan yang bebeda-beda.
1. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang bedak dengan bidang bebas
yang panjangnya tergantung pada karakteristik batuan.
Menurut R.L.Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan
diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20-40dengan harga Kb
standard adalah 30. Sedangkan harga Kb standard sebesar 30 terjadi pada kondisi
sebagai berikut :
1) Densitas atau kerapatan batuan = 160 lb/cuft
2) Specific Gravity bahan peledak = 1,20 ton/m3
3) Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan pengguaan bahan peledak yang
berbeda, maka harga Kb turut berubah. Untuk mengtasi perubahan angka Kb
perlu di hitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan
bahan peledak yang berbeda.
 Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :
1/3
𝑆𝐺. 𝑉𝑒 2
𝐴𝐹1 = [ ]
𝑆𝐺𝑠𝑡𝑑. 𝑉𝑒𝑠𝑡𝑑 2

Keterangan :
SG = Berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan
SGstd = Berat jenis bahan peledak standard, 1,20.
Vestd = Kecepatan deonasi bahan peledak satndard 12.000 fps

 Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

𝐷𝑠𝑡𝑑 1/3
𝐴𝐹2 = [ ]
𝐷
Keterngan :
Dstd = Bobot isi batuan standar, 160 lb/cuff
Kbstd = Bobot isi batuan yang diledakan

 Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :


𝐾𝑏 = 𝐾𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝑥 𝐴𝐹1 𝑥 𝐴𝐹2
Keterangan :
Kb = Burden ratio yang telah dikoreksi
Kbstd = Burden ratio standard

 Untuk menentuka burden, maka menggunakan rumus :

𝐾𝑏 𝑥 𝐷𝑒 𝐾𝑏 𝑥 𝐷𝑒
𝐵= 𝑓𝑡 atau 𝐵= 𝑚
12 39.30

Ketengan :
B = Burden (m)
Kb = Burden ratio
De = Diameter lubang ledak (mm)

2. Spasi (S)

Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang tembk yyang berdekatan di
dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan mengakibatkan
batuan hancur, disebabkan karena energi yang terlalu menekan kuat. Sedangkan
bila jarak spasi terlalu besar akan mengakibatkan bongkahan atau bahkan batuan
hanya mengalami keretakan dan terjadi overhang, karena energi leddakan dari
lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan batuan lainnya.

Persamaan menghitung nilai spasi menurut R. L. Ash adalah sebagai berikut :

S = Ks x B

Keterangan :

S = Spasi (m)

Ks = Spacing Ratio (1,00-2,00)

B = Burden (m)

Berdasarkan cara ururtan peledakannya, pedoman penentuan spasi adalah


sebagai berikut :

 Peledakan Serentak, S = 2B
 Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S=B
 Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1,2 B – 1,8 B
 Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lbang ledak dalam
baris yang sama, S = 1,5 B
3. Stemming (T)

Stemming adalah lubang leddak bagian atas yang tiidak diisi bahan
peleddak, tetapi biasannya diisi oleh abu hasil pemboran atau material
berukuran kerikil (lebih baik) dan didapatkan diatas bahan peledak.

Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming


ratio (Kt). Biasanya Kt standard yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk
mengontrol airblast, flyrock, dan stress balance, collar priming. Untuk
menghitung stemming dipakai persamaan :

T = Kt x B

Keterangan :

Kt = stemming ratio (0,70 – 1,00)

T = stemming (m)

B = burden (m)
4. Kedalaman lubang ledak (H)

Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan kapasitas produksi


(kapasistas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

Hubungan kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai berikut:

Kh = H/B

Keterangan :

Kh = hole dep ratio

H = burden (m)

Atau apabila tinggi jenang suda ditetapkan/suda diketahui sebelumnya.


Maka, perhitungan kedalaman lubang ledak menggunakan rumus :

H = L+J

Keterangan :

H = kedalaman lubang ledak (m)

L = Tinggi jenjang (m)

J = Subdrilling (m)

5. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai
jenjang bagian bawah. Maksudnya batuan dapt meeddak secara fullface dan
untuk menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai
jenjang bagian bawah.

Panjang subdrilling diperoleh dengan menentukan harga subdrilling ratio


(Kj) yang besarnya tidak lebih kecil dari 0,20. Untuk batuan masif biasanya
dipakai Kj sebesar 0.30. hitungan Kj dengan burden diekspresikan dengan
persamaan berikut :

J = Kj x B

Keterangan :

J = Subdrilling ratio
Kj = Subdrilling

B = Burden (m)

6. Powder Columb (PC)

Powder Columb merupakan panjang kolom isian bahan peledak dengan


persamaan :

PC = H-T

Keterangan :

PC = Panjang kolom isian bahan peledak (m)

H = Kedalam lubang ledak (m)

T = Stemming (m)

5.2.2 Geometri Peledakan Menurut C. J. Konya

Untuk memperoleh hasil bongkaran batuan sesuai dengan yang diinginka, maka
perlu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaran-besaran geometri
peleddakan. Geometri peleddakan menurut C. J. Konya (1990) adalah sebagai
berikut :

1. Burden (B)

Menurut C. J. Konya, dalam penentuan nilai burden maka digunakan rumusn


sebagai berikut :

𝑆𝐺𝑒 1/3
B1 = 3,15 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 (𝑆𝐺𝑟 )

2 𝑥 𝑆𝐺𝑒
B2 = (( ) + 1,5)) 𝐷𝑒
𝑆𝐺𝑟

𝑆𝑡𝑣 1/3
B3 = 0,67 𝑥 𝐷𝑒 𝑥 (𝑆𝐺𝑟 )

B = (B1+B2+B3)/3
Keterangan :

B = Burden (ft)

De = Diameter lubang ledak (Inchi)

SGe = Berat jenis bahan peledak

SGr = Berat jenis batuan

STv = Relative Bulk Strength ANFO : 100

Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka menurut C. J. Konya (1990)


harus dikoreksi terhadap bebrapa faktor penentu seperti dalam Tabel 5.1, 5.2,
dan 5.3. Dengan adanya faktor koreksi tersebut maka hasil nila burden dapat
dikoreksi dengan banyaknya baris yang akan diledakan serta kondisi geologi
setempat dalam pelaksanaan peledakan.

Tabel 5.1 Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris


Koreksi jumlah baris Kr
Satu atau dua baris dari lubang 1,00
Baris ketiga dan berikutnya atau buffer blast 0,90
(sumber : Konya, 1995, Blast Desingn)

Tabel 5.2 Faktor Koreksi Terhadap Posisi Lapisan Batuan


Koreksi terhadap posisi lapisan batuan Kr
Bidang perlapisan batuan curam agak miring menuju bukaan 1,18
Bidang perlapisan sedikit curam mendalam kearah bidang 0,95
Kasus deposisi lainnya 1,00
(sumber : Konya, 1995, Blast Desingn)

Tabel 5.3 Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi


Koreksi terhadap struktur geologi Kr
Batuann banyak terkahkan, banyak bidang lemah, tingkat 1,30
sementsi lapisan lemah
Lapisan batuan dengan tingkat sementasi kuat dan tipis 1,10
dengan rekahan rapat
Batuan utuh masif 0,95
(sumber : Konya, 1995, Blast Desingn)
Sedangkan pada perhitungan koreksi burden digunakan rumusan sebagai
berikut :
BC =B x Kr x Kd x Ks
Keterangan :
Bc = Burden terkoreksi (m)
B = Burden awal (m)
Kr = Faktor koreksi terhadap jumlah baris peledakan
Kd = Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks = Faktor koreksi terhadap struktur geologi batuan

Gambar 5.4 Pengaruh burden terhadap hasil peledakan


2. Spacing (S)
Menentukan jarak spacing didasarkan pada jenis detonator listrik yang
digunakan beberapa besar perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak
burden. Bila perbandingan antara L/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan
jenjang rendah dan bila lebih besar dari 4 maka digolongkan jenjang tinggi
(Tabel 5.4).
Tabel 5.4. Persamaan untuk menentukan jarak spacing
Tipe detonator L/B < 4 L/B > 4
Instanteneous S = (L+2B)/3 S = 2B
Delay S = (L + 7B)/8 S = 1,4 B
(Sumber : Konya, 1995 Blast Desingn)

3. Stemmming (T)
Stemming adalah kolom material penutup lubang leddak di atas kolom
isian bahan peledak.
Persamaan yang digunakan menghitung jarak stemming adalah :
T = 0,70 x B
Keterangan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)

Gambar 5.5. Pengaruh stemming terhadap hasil peledakan

4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah panjang lubang ledak yang berada dibawah garis lantai
jenjang. Subdrilling berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah
peledakan. Adapun persmaan mencari jarak subdrilling adalah sebagai berikut :
J = 0,30 x B
Keterangan :
B = Burden (m)
J = Subdrilling (m)
Gambar 5.6. Pengaruh subdrilling terhadap lantai jenjang

5. Kedalaman Lubang Ledak (H)


Kedalaman lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
H = L+J
Keterangan :
H = Kedalaman lubang ledak (m)
J = Subdrilling (m)
L = Tinggi jenjang (m)

6. Powder Coulumb (PC)


Powder Coulumb merupakan panjang kolom isian bahan peledak (m)
PC = H-T
Keterangan :
PC = Panjang kolom isisan bahan peledak (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)

5.3. Pola Peledakan


Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
bor dalam satu baris dengan bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor
yang satu dengan yang lain. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan
waktu peledakan dan arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdsasarkan arah runtuhan batuan, pola peledkan dikalasifikasikan
sebagai berikut (gambar 2.8)
a. Box cut, yaitu peledakan yang arah runtuhan batuannya kearah depan dan
mebentuk kotak.
b. Conner cut, yaitu pola peleddakan yang arah runtuhan batuannya ke salah
satu sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf “V”.

Gambar 5.7 Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan


diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu pola yang menerpkan peledakan yang
secara serentak untuk semua lubang ledak.
b. Pola peledakan beruntun yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan
dengan waktu tunda antara baris satu dengan baris lainnya.

5.4. Waktu tunda (tr)


Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara
beruntun. Keuntungan dari peledakan yang menggunakan delay detonator adalah:
 Dapat menghasilkan fragrmetasi yang lebih baik.
 Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah.
 Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya
Bila waktu anta baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris
depan menghalangi pergeseran baris berikutnya , material pada baris
kedua akan tersembur kearah vertikal dan membetuk tumpukan dan
kemudian akan menyebabkan backbreak pada dinding akhir jenjang.
Tetapi bila waktu tunda terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan
terlempar jauh kedepan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan
flyrock. Hal ini dikarenakan tidak ada dinding batuan sebagai penahan
dibelakangnya.

Gambar 5.8. Pengaruh delay time terhadap arah lemparan

Gambar 5.9. Pengaruh delay time terhadap kondisi tumpukan

Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kuran dari 2 ms/ft dan
tidak lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persaman dibawah ini dapat
digunakan untuk besarnya interval waktu antar baris.
tr = Tr x B
untuk interval antar lubang satu baris digunakan rumus :
th = Th x B
Keterangan:
tr = Interval waktu antar baris (ms)
Tr = Konstanta waktu antar baris (di tabel)
Th = Konstanta waktu antar lubang (di tabel)
th = Interval waktu antar lubang (ms)

Tabel konstanta waktu antar baris


Tr Constanta (ms/m) Result
6,50 Violet, excessive air blast, backbreak etc
8,00 High pile close to face, moderate air blast, backbreak
11,50 Avarege pile height, avarege air blast and backbreak
16,50 Scattered pile with minimum backbreak

Tabel konstanta waktu antar lubang


Tipe Batuan TH Konstanta (ms/m)
Batu pasir, marls, batubara, lempung 5,7 - 6,6

Batu gamping, salt, shales 4,7 – 5,7

Batu gamping kompak, marmer, granit, kaursa, gneiss, 3,8 – 4,7


dan gabro
Diabas, diabas porphirite, gnesiss kompak dan 2,8 – 3,8
magnetit

5.5. Nilai Powder Factor


Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan antara
penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakan atau
dibongkar dalam kg/m3.
Untuk mencari nilai powder factor, terlebih dahulu mencari volume
terbongkar dan jumlah bahan peledak yang digunakan.

5.5.1 Jumlah Bahan Peledak


Penggunaan bahan peledak disebut loading density (de), yaitu banyaknya
bahan peledak (kg) tiap satu meter kedalaman lubang ledak.
de = 0,508 x (De2) x sg
keterangan :
de = Loading density (kg/m)
sg = Specific grafity bahan peledak (gr/cc)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
Setelah didapat jumlah bahan peledak per meter, maka dicari bahan peledak
dalam satu lubang ledak. Rumusnya yaitu :
E =PC x de
Keterangan:
E = Jumlah bahan peledak dalam satu lubang ledak (kg/lubang)
PC = Powder Charge (m)
de = Loading density (kg/m)

5.5.2 Volume Terbongkar


Untuk mencarivolume terbongkar dalam satu lubang ledak menggunakan
rumus :
V =BxSxH
Keterangan :
V = Volume batuan terbongkar (m3)
B = Burden (m)
S = Spasi (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)

5.5.3 Nilai Powder Factor (PF)


Kemudian kita dapat menghitung nilai powder factor dengan rumus :
𝐸
𝑃𝐹 = 𝑉

Keterangan :

PF = Powder factor (kg/m3)

V = Volume batuan yang diledakkan (m3)

E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

Besaran nilai powder factor biasanya suda ditetapkan dari perusahaan.


Semakin kecil nilai PF maka semakin ekonomis peledakan tersebut. Maka PF dan
hasil fragmentasi batuan biasanya menjadi parameter penentu keberhasilan dari
suatu peledakan.
Tabel 5..... Kisaran Nilai Powder Factor berdasarkan jenis batuan yang
diledakkan
No. Batuan PF-Kg/m3
1 Fat soft clay, heavy clay, morainic clay, heavy 0,3 – 0,5
loam, coarse grid
2 Marl, brown coal, gypsum, tuff, pumice stone, 0,35 – 0,55
antharacite, soft lime stone, diatomite
3 Clay sandstone, conglomerate,hard clay shale, 0,45 – 0.6
marl, limestone, anhydrite, micaceous shale
4 Granites, gneisses, synites, limestone, 0,6 – 0,7
sandstone, siderite, magnesite, dolomite,
marble
5 Coarse – grained, serpentine, audisite and 0,7 – 0,75
basalt weathered gneis, trachyte
6 Hard gneiss, diabase, porphryte, trachyte, 0,85
granite-gneiss, diorite, quartz
7 Andesite, basalt, hornfels, hard diabase, 0,9
diorite, gabbro, gabbro diabase

5.6. Efek Peledakan

Efek peledakan yang dimaksud adalah pengaruh adanya peledakan


terhadap lingkungan sekitarnya dengan keamanan, yaitu :

- Ground vibration (getaran tanah)


- Air blast (suara leddakan)
- Fly rock (batu terbang)

5.6.1 Ground vibration (Getaran tanah)


Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Pada daerah
ini getaran yang diterima mineral lebih kecil dan kuat tarik mineral sehingga
hanya menyebabkan bentuk volume.

5.6.2 Air blast (suara ledakan)


Suara ledakan (air blast) adalah suara yang ditimbulkan oleh atau pada
saat terjadi ledakan. Air blast tidak seperti yang didengarkansperti biasa, tetapi
merupakan gelombang tekanan yang terjadi pada atmosfir yang terindikasikan
oleh frekuensi tinggi, frekuensi rendah bahkan tidak terdengar sekalipun.

5.6.3 Fly rock (batu terbang)


Batu terbang yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi
peledakan. Batu terbang dapat terjadi oleh beberapa sebab, antara lain karena :
- Penempatan lubang bor tidak tepat
- Kesalahan pula penyalaan
- Lantai jenjang kotor
- Evaluasi pemboran tidak tepat
- Kesalahan penyambungan
- Jumlah isian terlalu banyak
- Karena ada struktur retakan, kekar, dan sebagainya.

BAB VI
FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN

6.1. Fragmentasi Secara Teoritis


Jumlah boulder merupakan salah satu kriteria keberhasilan suatu
peledakan. Perkiraan jumblah boulder diperoleh dari persamaan fragmentasi
model Kuz-Ram. Faktor-faktor yang terkait dalam memperkirakan jumlah
boulder dengan menggunakan persamaan model Kuz-Ram diantaranya adalah
faktor batuan. Untuk mendapatkan nilai faktor batua yang
digunakanpembobotan massa batua, yaitu blastability index.

6.2. Perhitungan Tinggkat Fragmentasi Hasil Peledakan


Parameter pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan
peledakkan berdasarkan nilai indeks peledakan, yag disusun oleh oleh Carlos
L. Jimeno (1995), dapat dilihat dibawah ini :
Untuk menghitung nilai rock factor masing-masing batuan maka terlebihi
dahulu harus dihitung nilai blastability indexnya. Parameter pembobotan
massa batuan berdasarkan nilai indeks peledakan, dapat diliht pada tabel
dibawah ini :

Tabel 6.1 Pembobotan Masa Batuan Di Lapangan


PARAMETER PEMBOBOTAN
1. Rock mass description (RMD)
1.1 Powdery/friable 10
1.2 Blocky 20
1.3 Totally massive 50
2. Join plane spacing (JPS)
2.1 Close (Spasi < 0,1 m) 10
2.2 Intermediate (Spasi 0,1-1 m) 20
2.3 Wide (Spasi 0,1-1 m) 50
3. Join plane orientation (JPO)
3.1 Horizontal 10
3.2 Dip out of face 20
3.3 Strike normal to face 30
3.4 Dip into face 40
4. Specific grafity influence (SGI)
SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) 1-10

Berdasarkan pemohonan massa batuan seperti di atas, maka dapat diketahui


blastability index dan faktor batuan sebagai berikut :
 Blastability Index (BI) = 0,5 (RMD + JPS + JPO + SGI + HD)
 Faktor batuan (RF) = BI x 0,12
Ukuran rata-rata fragmentasi hasil peledakan, dapat diperkirakan degan
mwnggunakan persamaan Kuznetov (1973), yaitu sebagai berikut :

𝑉 0,8
𝑋 = 𝐴 𝑥 [ ] 𝑥 𝑄 0,17 𝑥 (𝐸⁄115)−0,63
𝑄
Diman :
X = Rata-rata ukuran fragmentasi
A = Faktor batuan (Rock Factor = RF)
V = Volume batuan yang terbongkar (m3)
Q = Jumlah bahan peledak pada setiap lubang ledak (kg)
E = Relative Weight Strength bahan peledak, emulsion = 100

Untuk mengetahui besarnya presentase bongkah pada hasil peledakan yang


digunakan rumus Indeks Keseragaman (n) dan Karakteristik Ukuran (Xc), dengan
perssamaan sebagai berikut :

𝐵 1+𝐴′ 0,5 𝑊 𝑃𝐶
𝑛 = (2,2 − 14 𝐷𝑒) 𝑥 [ ] (1 − 𝐵 ) 𝑥 ( 𝐿 )
2

BAB VII
PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

7.1 Peledakan pada Tambang Bawah Tanah


Peledakan adalah suatu kegiatan untuk membongkar massa batuan yang
tidak dapat dibongkar dengan alat mekanis untuk mendapatkan fragmen-fragmen
yang lebih kecil menggunakan bahan peledak. Tujuan peledakan tambang bawah
tanah adalah meledakkan batuan untuk mendapatkan ruang yang berfungsi
sebagai jalan masuk, gudang, terowongan pipa, dan lain-lain. Selain itu tujuan
peledakan adalah untuk membongkar material dalam kegiatan penambangan.
Hal yang paling penting dalam kegiatan tambang bawah tanah adalah
membuat lubang-lubang batuan (terowongan). Umumnya terowongan dibuat
dengan arah mendatar, vertikal ataupun miring.
Lubang ledak harus dibor tepat ditempat yang telah ditentukan dan dengan
kemiringan yang benar atau dengan perkataan lain pemboran lubang ledak harus
sempurna. Untuk pemboran lubang ledak bawah tanah dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu :
1. Handheld Drilling, dengan menggunakan alat bor Jackleg.
2. Machanized Drilling, dengan menggunakan alat bor Jumbo Drill.

7.2 Siklus Penerowongan


1. Marking Face (Mark Up)
Marking face dilakukan untuk mengetahui arah heading yang benar
dengan berpedoman pada center line (CL) dan grade line (GL). Center line
digunakan untuk mengetahui posisi garis tengah terowongan, kelurusan
terowongan tersebut. Sedangkan grade line digunakan untuk mengetahui
elevasi terowongan, untuk mengetahui berapa persentase naik-turunnya
terowongan, disesuaikan dengan rancangan yang ada. Alat yang digunakan
untuk marking face yaitu Total Station.
2. Pengeboran Drilling
Pada tahap ini dilakukan pengeboran untuk membuat lubang kosong
dan lubang ledak yang nantinya digunakan untuk pengisian bahan peledak.
Pengeboran bisa dilakukan dengan menggunakan jackleg maupun jumbo
drill. Bila menggunakan jumbo drill yang sudah dilengkapi T-CAD, maka
operator hanya perlu melakukan kalibrasi dan menyesuaikan keluurusan
jumbo drill tersebut dengan heading, dengan melihat pada monitor yang
terdapat di kabin. Pola pengeboran yang ditentukan pun sudah dimasukkan
oleh engineer kedalam software tersebut, jadi operator jumbo drill hanya
perlu melihat kelayar dan menyesuaikan posisi boom ke titik yang sudah
ditentukan.
3. Pengisian bahan peledak (Charging)
Pengisian bahan peledak dilakukan setelah lubang ledak terbentuk dan
sudah dipasang ground support. Isian yang berupa bahan peledak dimasukkan
kedalam lubang ledak yang sebelumnya diisi dengan primer. Selanjutnya
semua lubang dirangkai dari kabel nonel kesumbu ledak dan dihubungkan
dengan detonantor listrik kemudian dipasang ke blasting machine. Setelah
semua dirangkai, maka face siap diledakkan.
4. Peledakan (Blasting)
Peledakan dilakukan guna menghancurkan batuan dan menghasilkan
lubang bukaan atau ruang yang diinginkan. Peledakan ini dilakukan saat
sudah tidak ada crew atau orang yang ada dilokasi kerja. Biasanya peledakan
dilakukan pada jam-jam yang telah dilakukan, namun pada kasus tertentu
yang membutuhkan penanganan segera, maka peledakan tetap bisa dilakukan
diluar jadwal yang ditentukan.
5. Pembersihan Asap (Smoke Clearing)
Hasil dari peledakan akan menghasilkan gas-gas, baik gas beracun
(fumes) maupun tidak beracun (smoke) serta debu. Pada tambang bawah
tanah yang keterbatasan ruang, gas dan debu ini akan menjadi masalah dan
menghambat proses selanjutnya. Oleh karena itu, setelah kegiatan peledakan
selesai dilakukan smoke clearing agar gas, asap taupun debu diarea peledakan
segera hilang. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan vent bag, udara
diarea tersebut dihembuskan keluar melalui vent bag, sementara untuk debu
dapat dihilangkan dengan menyiramkan air di area tersebut.
6. Scalling /Baring down
Scalling dilakukan setelah kegiatan peledakan untuk mengetahui
apakah ada batuan yang sudah terlepas dari batuan induknya namun belum
jatuh (batuan menggantung) atau tidak. Apabila ada batuan menggantung
maka harus dijatuhkan. Scalling dapat dilakukan dengan cara manual, yaitu
dengan cara memukulkan batuan menggantung tersebut dengan scalling bar
hingga jatuh atau dengan cara mekanis yaitu dengan cara menggunakan
jumbo drill untuk menjatuhkan yang menggantung tersebut. Cara mekanis
jauh lebih aman dibandingkan dengan cara manual.
7. Pemuatan dan Pengangkutan (Mucking and Hauling)
Pemuatan dan pengangkutan dilakukan untuk mengambil material hasil
peledakan, yaitu batuan yang sudah hancur agar tidak mengganggu kegiatan
selanjutnya. Material ini dimuat dan diangkut oleh loader seperti LHD dan
dibuang kearea yang sudah tidak digunakan atau dilewati alat berat.
8. Penyanggan (Ground Support)
Penyanggaan dilakukan untuk memperkuat batuan agar tidak runtuh sehingga
tetap aman selama dilakukan kegiatan selanjutnya pada daerah tersebut.
9. Pick Up
Dilakukan oleh surveyor untuk mengambil data hasil peledakan dan
kemajuan heading tersebut, data bentuk terowongan setelah peledakan, juga
data overbreak-underbreak dari heading tersebut. Data hasil pick up tersebut
(data aktual) dicocokan dengan data desain heading tersebut, sehingga dapat
diketahui berapa kemajuan headin tersebut, bagaimana bentuk terowongan
tersebut, apakah ada overbreak dan underbreak pada terowongan tersebut dan
lainnya.
10. Persiapan Pengeboran Selanjutnya (Next Round)
Setelah kondisi lapangan yang sudah aman kemudian dilakukan survey
kemajuan penggalian, untuk mengetahui apakah arah penggalian dan
kemajuan sesuai dengan desain yang diharapkan. Setelah itu dilakukan
persiapan pengeboran selanjutnya.
Gambar 7.1 Siklus heading development

Gambar 7.2 Penamaan pada lubang bukaan

Tempat peledakan atau ruangan dibawah tanah lebih terbatas, oleh karena itu
batuan akan lebih sukar untuk diledakkan dan perlu dibuat bidang bebas
kedua yang merupakan arah peledakan selanjutnya. Dalam pembuatan
terowongan bidang bebas cut yang dipergunakan untuk membuat terowongan
adalah Center-cut, Wedge-cut, dan Wurn-cut.

7.3 Penentuan Daerah Cut


Untuk membuat lubang maju dalam tambang bawah tanah perlu diciptakan suatu
bidang bebas (free face) untuk kebutuhan peledakan. Untuk menambahkan free
face dibutuhkan “cut hole”. Cut hole adalah suatau lubang bukaan yang dibuat
pada suatu face yang tidak mempunyai free face berupa lubang bor yang tidak
diisi bahan peledak sepanjang kemajuan yang diperoleh. Macam-macam pola
pengeboran cut yang digunakan dalam persiapan peledakan tambang bawah tanah
terdiri atas :
1. Center Cut
Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut. Empat atau enam
lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik sehingga
terbentuk pyramid. Puncak pyramid dibagian dalam dilebihkan sekitar 15
cm (6 inch) dari kedalaman seluruh lubang bor yang ada. Pada bagian
puncak pyramid terkonsentrasi bahan peledak kuat. Dengan meledakkan
center cut ini secara serentak akan terbentuk bidang bebas baru bagi
lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut sangat efektif bagi batuan
kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak dan mempunyai efek getaran
tinggi disertai oleh lemparan batu-batu kecil.
2. Wedge Cut
Wedge cut disebut dengan V-Cut, angel-cut, atau cut berbentuk baji.
Setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diamter yang sama
dibor kearah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga
terbentuk baji. Cara mengebor tipe ini lebih mudah dibandingkan pyramid
cut, tetapi kurang efektif untuk meledakkan batuan yang keras.
3. Drug Cut
Drag cut atau pola kipas, bentuknya mirip dengan wedge cut yaitu
berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak terletak
ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding
bukaan. Cara membuatnya adalah dinding bor miring untuk membentuk
rongga dilantai atau dinding. Pengeboran untuk membuat rongga dari
bagian dinding disebut juga dengan fan cut atau cut kipas. Beberapa
pertimbangan untuk menerapkan pola drug cut, antara lain :
- Sangat cocok untuk batuan berlapis. Misalnya shale, slate, atau batuan
sedimen lainnya.
- Tidak efektif diterapkan pada batuan yang keras.
- Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila terdapat
instalasi yang penting diruang bawah tanah atau pada bukaan dengan
penyangga kayu.
4. Burn Cut
Burn cut disebut juga dengan silinder cut. Pola ini sangat cocok untuk batu
yang keras dan regas seperti batu pasir (sandstone) atau batuan beku. Pola
ini tidak cocok untuk batuan berlapis, namun demikian dapat disesuaikan
dengan berbagai variasi. Ciri-ciri burn cut antara lain :
- Lubang bor dibuat sejajar sehingga dapat mengebor lebih dalam
dibandingkan jenis cut yang lainnya.
- Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas mini,
sehingga pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi
gelombang tarik berlangsung efektif. Disamping itu lubang kosong
berperan sebagai ruang terbuka tempat fragmentasi batuan terlempar
dari lubang yang bermuatan bahan peledak.
Gambar 7.3 Sketsa Dasar Center-Cut

Gambar 7.4 Sketsa Dasar Wedge-Cut


Gambar 7.5 Sketsa Dasar Drag-cut

Gambar 7.6 Sketsa Dasar Burn-cut

Cut yang biasa dipergunakan dalam pembuatan terowongan adalah


circular cut atau large hole cut atau paralel hole cut untuk pemboran
horisontal tegak lurus pada permukaan batuan. Semua lubang dalam cut
dibor paralel satu terhadap yang lain dan peledakan dilaksanakan kearah
lubang kosong yang tertindak sebagai bukaan. Paralel hole cut ini
merupakan pengembangan dan burn cut.
Cut dapat diletakkan disembarang tempat pada muka terowongan,
tetapi harus diperhatikan bahwa letak cut mempengaruhi : lemparan,
konsumsi bahan peledak, dan jumlah lubang ledak dalam round. Apabila
letak cut dekat dengan dinding mungkin dapat mengurangi jumlah lubang
tembak dalam round, tetapi ada kelemahan-kelemahan lainnya.
Untuk mendapatkan arah peledakan kedepan dan tumpukan
ditengah, cut diletakkan ditengah-tengah penampang dan agak kebawah.
Posisi ini akan menghasikan lemparan yang dekat dan konsumsi bahan
peledak lebih sedikit karena semua stoping kearah bawah.
Posisi cut yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan
hasil peledakan, tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak
stoping ke araj atas. Umumnya letak cut adalah pada deretan lubang
tembak pertama diatas terowongan (lihat gambar 7.7)

Gambar 7.7 Letak cut pada muka terowongan


Gambar 7.8 Bentuk dasar rancangan large hole cut

Gambar 7.9 Susunan lengkap lubang bor pada cut

Cut yang umum dipakai pada saat ini adalah large hole cut, terdiri dari satu
atau lebih lubang kosong yang berdiameter besar, dikelilingi oleh lubang-
lubang berdiameter kecil yang berisi muatan bahan peledak (lihat gambar
7.10).
Gambar 7.10 Hasil peledakan sebagai fungsi dari letak dan diameter lubang ledak
dan lubang kosong

7.4 Lubang Kosong


Parameter yang berpengaruh supaya kemajuan (advance) peledakan round
berhasil dengan baik adalah diameter dan lubang besar / kosong. Semakin besar
diameter lubang kosong semakin dalam round dapat dibor dan makin besar pula
kemajuan yang dapat diperoleh. Salah satu penyebab paling umum dari kemajuan
yang kecil adalah diameter lubang kosong yang terlalu kecil dalam hubungannya
dengan kedalaman lubang ledak.
Apabila dipergunakan beberapa lubang kosong, maka harus dihitung dulu
diameter lubang samaran (fiction diameter), dengan memakai rumus :
D = d √n .............................................(7.1)
Dimana :
D = diameter lubang samaran
D = diameter lubang kososng
n = jumlah lubang

7.5 Perhitungan Burden dan Spasi


Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang bebas
terdekat, sed
angkan spasi adalah jarak antara kedua lubang ledak yang berdekatan dan
diletakkan secara serentak. Untuk mempermudah perhitungan burden dan spasi
maka muka terowongan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : cut, lifter, contour
roof, contour wall, horizontal stopping, vertical stopping.
a. Burden dan spasi cut holes
Cut holes merupakan lubang-lubang yang berada pada bagian cut yang
terdiri satu atau lebih lubang kosong yang dikelilingi oleh lubang-lubang
dalam dalam suatu segi empat (gambar 7.11). Menurut Jimeno (1995)
jumlah segi empat dan cut dibatasi ketentuan bahwa spasi dari segi empat
terakhir tidak boleh melebihi akar dari kemajuan lubang bukaan.
 Bujursangkar 1
a = 1,5 Φ.................................................(7.2)
w1 = a√2.....................................................(7.3)
 Bujursangkar II
B1 = W1...............................................................(7.4)
C – C = 1,5 W1.....................................................(7.5)
W2 = 1,5 W1√2.....................................................(7.6)
 Bujursangkar III
B2 = W2...............................................................(7.7)
C – C = 1,5 W2.....................................................(7.8)
W3 = 1,5 W2 √2....................................................(7.9)
Burden antara lubang-lubang ini dengan lubang kosong adalah kecil.
Selanjutnya lubang-lubang ledak diatur dalam segi empat yang
mengelilingi bukaan (lihat gambar 7.11).
Jumlah segi empat dalam cut dibatasi oleh ketentuan bahwa burden dalam
segi empat dalam cut dibatasi oleh ketentuan bahwa burden dalam
segiempat terakhir tidak melebihi burden dari lubang bukaan.
Perhitungan pembuatan cut pada face terowongan :
 Bujursangkar 1
a = 1,5 Φ.................................................(7.2)
w1 = a√2.....................................................(7.3)
 Bujursangkar II
B1 = W1...............................................................(7.4)
C – C = 1,5 W1.....................................................(7.5)
W2 = 1,5 W1√2.....................................................(7.6)
 Bujursangkar III
B2 = W2...............................................................(7.7)
C – C = 1,5 W2.....................................................(7.8)
W3 = 1,5 W2 √2....................................................(7.9)
Burden antara lubang-lubang ini dengan lubang kosong adalah kecil.
Selanjutnya lubang-lubang ledak diatur dalam segi empat yang
mengelilingi bukaan (lihat gambar 7.11)
Jumlah segi empat dalam cut dibatasi oleh ketentuan bahwa burden dalam
segi empat terakhir tidak melebihi burden dari lubang stoping.
Gambar 7.11 Penampang Cut pada Face Terowongan.

b. Stoping
Suatu round dibbagi menjadi :
- lubang lantai (floor holes)
- lubang dinding (wall holes)
- lubang atap (roof holes)
- lubang stoping arah pemecahan keatas dan horizontal (stoping
upwards dan stoping horizontal)
- lubang stoping arah pemecahan kebawah (stoping downwards) untuk
lubang burden (B) dan muatan untuk bermacam-macam bagian dari
round dapat dibagai grafik pada gambar 7.12
Gambar 8.12 Burden sebagai fungsi dari konsentrasi muatan untuk
berbagai diameter lubang dan jenis bahan peledak

Apabila burden (B), kedalam lubang ledak (H) dan konsentrasi muatan
dasar (lb) telah diketahui, Tabel 7.1 dibawah ini dapat dipakai untuk
menentukan geometri pemboran dan peledakan dari round.

Tabel 7.1 Geometri Peledakan pada Permukaan Terowongan


c. kontur
kontur dan terowongan dibagi menjadi : lubang lantai, lubang dinding dan
lubang atap. Burden dan spacing untuk lubang lantai sama seperti lubang
stoping. Lubang lantai diisi muatan lebih kuat dari pada lubang stoping
untuk mengimbangi gaya gravitasi dan berat massa batuan yang terisi dari
round.
Untuk lubang dinding dan lubang atap ada dua cara peledakan yang
dipakai yaitu normal profile blasting dan smooth blasting. Perhitungan
normal profile blasting memakai tabel 7.1 diatas.
d. Pola peledakan (Firing Pattern)

Gambar 7.13 Urutan dalam Pola Peledakan


Pola penembakan yang direncanakan sedemikian sehingga, setiap lubang
ledak mempunyai free breakage. Angel of breakage paling kecil dalam
daerah cut sekitar 500. Dalam daerah stoping pola penembakan
direncanakan sedemikian sehingga angel of breakage tidak kurang dari
900 (lihat gambar 7.13). Hal paling penting yang perlu diperhatikan dalam
peledakan suatu terowongan adalah waktu tunda antar lubang yang cukup
panjang.
Tabel 7.2 Waktu tunda berbagai jenis detonator
Non-elecric detonator:
Interval number Delay time (ms) Delay time between
intevals (ms)
Nonel GT/T 0 25
Nonel GT/T 1-2 100-1200 100
Nonel GT/T 14, 16
18,20 1400-2000 200
Nonel GT/T 25, 30, 35, 40,
45, 50, 55, 60 2500-6000 500

Electric detonator :
Interval No. Delay time
VA/MS 1 25 ms
VA/MS 4 100 ms
VA/MS 7 175 ms
VA/MS 10 250 ms
VA/MS 13 325 ms
VA/MS 16 400 ms
VA/MS 18 450 ms
VA/MS 20 500 ms

VA/MS 2 1.0 sec


VA/MS 3 1.5 sec
VA/MS 4 2.0 sec
VA/MS 5 2.5 sec
VA/MS 6 3.0 sec
VA/MS 7 3.5 sec
VA/MS 8 4.0 sec
VA/MS 9 4.5 sec
VA/MS 10 5.0 sec
VA/MS 11 5.5 sec
VA/MS 12 6.0 sec

Di dalam daerah cut waktu tunda antara lubang-lubang harus cukup


panjang, sehingga memberi waktu untuk memecah dan melemparkan
batuan melalui lubang kosong yang sempit. Terbukti bahwa batuan
bergerak dengan kecepatan antara 40-60 m/s.
Suatu cut yang dibor dengan kedalaman 4 m akan membutuhkan waktu
tunda 60-100 mili detik agar terjadi peledakan yang baik (cleaned blast).
Waktu tunda yang biasa dipakai adalah 75-100 mili detik. Dalam dua bujur
sangkar yang pertama hanya dipakai satu detonator untuk setiap waktu
tunda. Dalam dua bujur sangkar selanjutnya boleh dipakai dua detonator
untuk setiap waktu tunda.
Di daerah stoping waktu tunda harus cukup panjang untuk memberi waktu
terhadap gerakan batuan. Waktu tunda yang umum dipakai adalah 100-500
mili detik. Untuk lubang kontur perbedaan waktu tunda diantara lubang-
lubang harus sekecil mungkin supaya dapat dihasilkan efek peledakan
yang rata.
Untuk pembuatan terowongan dapat digunakan detonator jenis listrik atau
non-listrik. Detonator listrik : MS (milisecond) dan HS (half second) delay
detonator. Non elektrik detonator mempunyai 25 macam interval (lihat
Tabel 7.2 diatas).
Gambar 7.14 Bentuk pola penembakan dengan nonel GT/T, dan dengan
Detonator VA/MS dan VA/MS

Grafik kemajuan per round


Grafik clean blast

Grafik hubungan jarak C-C dengan charge concentration


Grafik hubungan burden dengan charge concentration
Hubungan burden fungsi muatan bahan peledak pada berbagai diameter lubang
tembakk dan jenis bahan peledak.

Anda mungkin juga menyukai