Anda di halaman 1dari 46

8.

Teknik Peledakan
Terkontrol

GMS© 1
Pendahuluan

V.K. SINGH and D.P. SINGH, Controlled blasting in an open-pit mine for improved
slope stability, Geotechnical and Geological Engineering, 1995, 13, 51-57

GMS© 2
Pendahuluan

GMS© 3
Ilustrasi Blast Damage pada Pit Limit

Blast Damage Zone semakin luas

Kekuatan massa batuan lemah

Sudut lereng semakin landai


•Extra stripping
•Safety
•Scaling
•Reinforcement
GMS© 4
Sumber Blast Damage

1. Pembentukan rekahan baru di sekitar lubang tembak


oleh tekanan detonasi
2. Pembentukan dan perpanjangan rekahan dari lubang
tembak oleh regangan/shock wave
3. Perpanjangan rekahan di sekitar lubang tembak oleh
regangan statik yang berasal dari tekanan gas

GMS© 5
Pencegahan Perluasan Blast Damage
1. Panjang rekahan radial dari lubang tembak
dipengaruhi oleh tekanan lubang tembak. Bila tekanan
lubang tembak dapat direduksi maka panjang rekahan
radial bisa juga dikurangi.
2. Panjang rekahan juga proporsional dengan diameter
lubang tembak. Dengan mengurangi diamater lubang
tembak, maka damage zone bisa juga direduksi.
3. Formasi rekahan baru di sekitar dinding lubang
tembak tergantung pada tekanan detonasi.
Pengurangan tekanan detonasi akan juga mengurangi
terbentuknya rekahan.
4. Kehadiran pre-existing cracks dengan sudut tinggi
(maksimum tegak lurus terhadap arah perambatan
rekahan baru) dapat menghentikan perambatan
rekahan.
GMS© 6
Teknik Mereduksi Blast Damage
 Penggunaan bahan peledak lemah
 Pengurangan diamater lubang tembak
 Pengurangan burden dan spasi
 Penggunaan diameter bahan peledak kecil dalam
lubang tembak besar (de-coupled charges)
 Pembentukan rekahan buatan (pre-splitting) untuk
membatasi perpanjangan rekahan radial dan
perambatan shock wave
 Prosedur waktu tunda khusus (instantaneous shooting)

Teknik Peledakan Terkontrol

GMS© 7
De-coupled Charges

Coupled Ratio (CR) = Dexplosive/Dhole


Mereduksi amplitudo shock wave dalam massa batuan
dan tekanan gas yang langsung berinteraksi dengan
dinding lubang tembak, Phole = Pexplosive (CR)2 ; =1.2
GMS© 8
Decking of Charges

L2=3(10.9 kg/m) / 7 = 4.6 kg/m

GMS© 9
Presplit Explosive

GMS© 10
Teknik Peledakan Terkontrol
 Line drilling
 Pre-splitting
 Smooth blasting
 Trim blasting

GMS© 11
Blast Damage Zone (BDZ)
Damage Zone Extent PPV (m/sec)
Crushed (Rc) 4  6D 20
Fractured (Rf) 12  15D 5 Dh=9-7/8”

Influenced (Ri) 50  60D 1.5

GMS© 12
Line Drilling
 Menciptakan bidang lemah melalui pemboran dengan diameter
lubang bor yang relatif lebih kecil dibandingkan lubang tembak serta
spasi antar bor yang berdekatan
 Line drill biasanya tidak lebih dari diameter 75 mm dan spasi 2-4 kali
diameter lubang. Penggunaan lubang bor yang lebih besar akan
memperbesar biaya.
 Lubang tembak yang langsung berdekatan ke lubang line drill,
spasinya lebih dekat dibandingkan lubang tembak lainnya, dan diisi
dengan muatan yang lebih sedikit. Segi praktisnya adalah
mengurangi burden dan spasi sebanyak 25-50% dan mengurangi
muatan sebanyak 50%. Muatan bahan peledak harus bisa
didistribusikan merata dalam lubang tembak.
 Hasil yang paling baik diperoleh dalam formasi massa batuan yang
homogen dengan kekar dan perlapisan yang minim. Dalam formasi
batuan yang terkekarkan , smooth blasting dan presplitting (yang
akan dijelaskan kemuadian) akan memberikan hasil yang lebih baik.

GMS© 13
Line Drilling

GMS© 14
Line Drilling
Keuntungan:
 Menghasilkan permukaan akhir paling baik dibandingkan
dengan teknik peledakan terkontrol lainnya.

Kerugian:
 Hasil yang tidak bisa diprediksi, kecuali pada massa
batuan yang homogen
 Biaya pemboran tinggi karena spasi yang berdekatan
 Memakan waktu yang cukup lama karena banyaknya
pemboran
 Deviasi lubang bor yang ringan pun dapat menyebabkan
hasil yang buruk

GMS© 15
Pre-split Blasting
Tujuan:
 Menciptkaan garis rekahan yang menghubungan
lubang-lubang.
Akibat yang diinginkan yaitu:
 Menghentikan pertumbuhan rekahan radial
 Sebagai bidang batas shock wave
 Menyediakan jalan keluar gas peledakan

GMS© 16
Pre-split Blasting

GMS© 17
Pre-split Blasting
 Lubang pre-split dinyalakan dalam “waktu yang
bersamaan”
 Pengertian dari waktu yang bersamaan adalah
sebagai berikut: Misal lubang pre-split 150 mm,
Spasi:Diameter=10:1,Jarak CC=1.5 m, Seismic
velocity 3000 m/sec, maka t=1.5/3000=0.5 msec 
Waktu tunda << 0.5 msec
 Tekanan gas harus cukup untuk meng-inisiasi
pertumbuhan rekahan tarik (CANMET Slope Manual,
1977)
 S/D < (Pw+T)/T; S=Spasi (m), D=Diameter lubang (m),
Pw=Tekanan lubang tembak (MPa), T=Kuat tarik
batuan (MPa)

GMS© 18
Pre-split Blasting

GMS© 19
Pre-split Blasting
Keuntungan:
 Memberikan hasil yang bagus dalam massa
batuan yang homogen
Kerugian:
 Pemboran yang banyak
 Kebisingan dan getaran yang tinggi

GMS© 20
Smoothwall Blasting

GMS© 21
Smoothwall Blasting
Lima aturan umum smoothwall blasting (Hagan, 1983):
1. Burden, spasi dan konsentrasi muatan lubang
smoothwall dipilih sedemikian rupa sehingga daerah
pengaruhnya tidak melebihi daerah pengaruh lubang
produksi. Demikian juga dengan lubang-lubang buffer,
muatan dapat diatur dengan atau tanpa de-coupling.
2. Spasi lubang lebih kecil dari burden, biasanya S/B=0.8
3. Lubang-lubang smootwall dinyalakan dengan waktu
tunda yang sama menggunakan detonating cord
downlines.
4. Waktu tunda lubang produksi yang berdekatan dengan
lubang smoothwall harus diatur sedemikian rupa
sehingga lubang smoothwall mempunyai bidang bebas.
5. Lubang smoothwall dan buffer dinyalakan bersamaan

GMS© 22
Smoothwall Blasting
Keuntungan:
 Memperlebar spasi mengurangi biaya pemboran
 Hasil yang lebih baik dalam massa batuan yang
tidak homogen
Kerugian:
 Relatif tidak ada

GMS© 23
Smoothwall Blasting

GMS© 24
Trim Blasting
 Memotong bagian massa batuan yang sudah
terlanjur terkekarkan oleh peledakan produksi
 Mirip dengan smoothwall blasting

GMS© 25
Trim Blasting

GMS© 26
Perkiraaan Blast Damage
 Persson, Holmberg & Lee
(1994) - Penambahan blast
damage berdasarkan variasi
Powder Factor/ Specific
Charge:
a. Diameter lubang tembak kecil
pada peledakan terowongan;
b. Diameter lubang tembak
besar pada peledakan
permukaan

GMS© 27
Blast Induced Damage of the Sedimentary Strata
Rock Mass at PT. Kaltim Prima Coal

GMS© 28
Introduction
A blast design resulting in satisfactory fragmentation may induce
excessive shock loadings  This may generate new fractures
and/or extend the existing fractures, and in turn may result in unsafe
condition of the pit walls.

Geophone

Explosive

50 m 25 m

GMS© 29
Objectives

 To establish identification of blast induced rock mass damage


 To improve the ability to quantitatively evaluate rock mass
damage by borehole viewing
 To find relationship between the PPV and rock mass damage

GMS© 30
Experimental Site

GMS© 31
Area of Interest
8 4 0 0 0 E 8 8 0 0 0 E 9 2 0 0 0 E 9 6 0 0 0 E 1 0 0 0 0 0 E 1 0 4 0 0 0 E 1 0 8 0 0 0 E 1 1 2 0 0 0 E

Pit B Bengalon
N

N
0

0
0

0
0

0
4

4
2

2
2

2
Pit A
N

N
0

0
Pit C
0

0
0

0
0

0
2

2
2

2
N

N
0

0
0

0
0

0
6

6
1

1
2

2
N

N
0

0
0

0
0

0
2

2
1

1
2

2
Pinang North
N

N
0

0
Melawan
0

0
Pits
0

0
8

8
0

0
2

2
East Pits
Kutu Kamb
N

N
0

0
0

0
0

0
4

4
0

0
2

2
Pit AB Pinang East
N

N
Melawan Pit
0

0
0

0
0

0
0

0
0

0
2

2
Melawan Harapan
West Pits
N

N
South Pit
0

0
0

0
0

0
Bendili
6

6
9

9
1

1
Pit J
N

N
0

0
0

0
0

0
2

2
9

9
1

1
8 4 0 0 0 E 8 8 0 0 0 E 9 2 0 0 0 E 9 6 0 0 0 E 1 0 0 0 0 0 E 1 0 4 0 0 0 E 1 0 8 0 0 0 E 1 1 2 0 0 0 E

GMS© 32
Selecting Area

 Lithology: investigations were carried out in mudstone which was


identified from the geological section
 Bedding plane: investigations were managed to avoid coal seam
and sandstone exist in the area between explosion source and
investigation spot.

A B

GMS© 33
Experimental Layout
BM maximum
threshold: 254 mm/s

50 m
60 m
75 m
84 m
100 m
126 m
150 m
GMS© 34
Experimentation Procedure

 Observation of crack using borehole camera before blasting  Initial


Crack
 Setup the vibration monitoring system  PPV
 Observation of crack using borehole camera after blasting  Crack
Development

GMS© 35
Borehole Observation

 Borehole camera
 Joint system unit (JSU)
 Digital video camera JSU
 DC power supply 12 V
Digital DC
Video Power
Camera Supply

GMS© 36
Vibration Monitoring

 Transducer
 Recorder
 Analyzer

Longitudinal

Vertical

Transversal

GMS© 37
Vibration Monitoring Results
Peak Particle Velocity
Blasting ANFO Distance (mm/s)
Location (kg) (m)
Longitudinal Vertical Transversal Vector
50 157.0 254.0 106.0 316.9
HSouth14 531
100 54.5 95.1 46.4 122.4
29
HSouth9 339 >254.0 mm/s
70
50 91.9 103.0 64.0 152.2
HSouth8 309
75 76.2 74.3 49.5 117.4
60 78.9 150.0 78.9 189.9
HSouth5 382
84 81.5 76.1 73.3 133.4
50 90.3 228 92.2 262.0
Melawan1 266
150 Not available
50 129.0 60.7 107.0 178.3
Melawan2 266
126 27.3 30.7 29.7 50.7
GMS© 38
PPV Attenuation

 Assuming that the peak longitudinal, vertical and transversal


velocity (VL, VV, VT) at a point occur at the same time, the resultant
PPV can then be calculated by
PPV  V L2 VV 2 VT 2
 Scaled distance is defined as the ratio of distance from the blast
source to monitoring point and the square root or cube root of the
explosive charge initiated within a certain time interval.
 Plotting the measured PPV as a function of square root and cube
root scaling were employed to compare field data and to predict
attenuation the PPV.

GMS© 39
PPV vs. Scaled Distance

1000 1000
PPV (mm/s)

PPV (mm/s)
100 100

10 10
1 10 100 1 10 100
1/3
R/W1/3
(m/kg-1/3 ) R/W (m/kg-1/3 )
Crack Crack
density Harapan South Pit Melawan Thiess Pit density
0.45/m PPV=2518(R/W1/3)-1.247 PPV=5453(R/W1/3)-1.574 1.18/m

GMS© 40
Crack Observation (example from different site)
Before blast After blast

Before blast After blast

Before blast After blast

GMS© 41
Crack Observation
Before blast After blast Before blast After blast

0m 0m 0m 0m

5m 5m 5m 5m

Harapan South H8 50 m

10 m 10 m

Harapan South H14 50 m GMS© 42


Crack Development
3
Before blast
2.5 2.2x After blast
CRACK DENSITY (m-1 )

5x 1.2x
1.5 3x

3.3x
1

0.5
2x
0x
0
MT- HS8- HS14- HS5- HS8- HS5- HS14-
50m 50m 50m 60m 75m 84m 100m
AREA-DISTANCE (m)

GMS© 43
Crack Density vs. PPV

600
P% CRACK DENSITY INCREASE

500 P = 667[Ln(PPV) - Ln(114)]

400

300 Critical
velocity
200 114 mm/s

100

0
10 100 1000

PPV (mm/s)

GMS© 44
Crack Density vs. Scaled Distance

600

500
P% CRACK DENSITY INCREASE

400
1/3
P = 2064 - 832 Ln(R/W )
300

200

100

0
1 10 100
1/3 1/3
R/W (m/kg )

GMS© 45
Concluding Remarks

 High attenuation of the PPV is influenced by high crack density.


 The PPV governs the crack development of mudstone with
threshold of approximately 114 mm/s.
 It is recommended to continue the vibration monitoring in the region
of pit limit within the KPC, and use the PPV to qualitatively estimate
damage of the final wall.

GMS© 46

Anda mungkin juga menyukai