Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH BATUBARA

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA

Oleh :
Fista Syahfira (1031711022)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

2020
Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara

Suatu lapisan batubara mulai dasar (bottom) sampai atas (top) mempunyai
sifat-sifat fisik tertentu, yang mencerminkan kondisi lingkungan pengendapan
pada waktu itu. Faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendapan, antara lain :
iklim, permukaan air, tumbuh-tumbuhan asal, paleogeografi dan sebagainya.
Setiap kali terjadi perubahan kondisi lingkungan akan terendapkan batubara yang
berbeda pula. Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran
lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu
endapan yag berarti diperlukan suatu susunan pengendapan dimana terjadi
produktifitas organik tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus
menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi, dimana terdapat sirkulasi air yang
cepat, sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi
demikian, dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik
(rawa-rawa). Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90%
batubara di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang
berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai,
lagunal, deltaik atau juga fluviatil. Dengan meneliti komposisi maseral, maka
akan dapat ditafsirkan lingkungan pengendapan yang bagaimana batubara tersebut
diendapkan, misalnya suatu endapan batubara yang mengandung banyak maseral
vitrinit (< 95%), maka lingkungan pengendapannya adalah hutan berawa (forest
swamp) atau daratan berawa yang beriklim sedang. Kondisi yang demikian
memungkinkan untuk berkembangnya tumbuh- tumbuhan berkayu yang
merupakan bahan asal pembentuk kelompok vitrinit.
Diessel (1992) membagi lingkungan pengen-dapan tempat terbentuknya batubara
menjadi 5 bagian yaitu :
a. Braid Plain, merupakan dataran alluvial intramountana yang pada daerah ini ter-
endapkan sedimen kasar ( > 2 mm). Batubara yang terbentuk pada daerah ini
merupakan hasil diagnesa gambut ombrogenik yang mempunyai penyebaran
lateral terbatas dengan ketebalan rata-rata 1,5 m. Kandungan abu dan sulfur total
umumnya rendah, sementara kandungan vitrinit umumnya tinggi pada daerah
tropis. Pada bagian tengah lahan gambut umum- nya kaya akan maseral inertinite
(28 %) karena suplai makanan yang sedikit. Kadang-kadang juga ditemukan
batubara dengan kandungan abu yang tinggi sampai 20 %. Kandungan abu
tersebut kemungkinan berasal dari adanya banjir musiman. Karena inertinit yang
besar maka nilai TPI (Tissue Preservation Index) akan tinggi yang dapat
menunjukkan bahwa tumbuhan asalnya didominasi oleh bahan kayu. Sementara
itu nilai GI (Gelification Index) akan rendah dan secara makroskopis batubara
kelihatan kusam yang dapat menunjukkan bahwa secara periodik permukaan
gambut telah mengalami kekeringan dan teroksidasi.

b. Alluvial Valley and Upper Delta Plain. Dua lingkungan pengendapan ini sulit
untuk dibedakan, karena adanya kesamaan litofasies dan sifat batubara yang
terbentuk. Transisi dari lembah dan dataran aluvial dengan dataran delta, biasanya
melalui sungai stadium dewasa yang banyak memiliki meander. Endapan
sedimen, umumnya berupa batupasir yang berselang-seling dengan batulumpur.
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi seperti rawa-rawa, dataran
banjir (flood plain), dan cekungan banjir (flood basin), bagian terluar dari saluran
sungai, dan lain-lain. Permukaan gambut cenderung selalu basah dan jarang
mengalami periode kemarau sehingga menghasilkan batubara yang mengkilap
dengan nilai TPI dan GI yang tinggi. Batubara yang terendapkan dalam
lingkungan ini umumnya didominasi oleh maseral humotelinite. Disamping itu,
batubara tersebut juga mempunyai kandungan abu dan sulfur yang relatif jauh
lebih rendah dibandingkan batubara yang ter-bentuk dalam lingkungan
pengendapan lainnya.

c. Lower Delta Plain. Lingkungan pengendapan ini dibedakan dengan upper delta
plain dari tingkat pengaruh air laut terhadap sedimentasi. Batas antara kedua
lingkungan pengendapan tersebut adalah batas tertinggi dari air pasang. Endapan
sedimen pada lower delta plain terutama terdiri dari batulanau, batulempung, dan
serpih yang diselingi oleh batupasir halus. Pada saat pasang naik, air laut akan
membawa makanan ke dalam rawa gambut sehingga memungkinkan
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Di sisi lain dengan naiknya batas pasang
maka akan terendapkan sedimen klastik halus yang akan menjadi pengotor dalam
batubara. Disamping itu pengaruh laut akan meningkatkan kandungan pirit dalam
batubara yang terbentuk dari reduksi sulfat yang terdapat dalam air laut. Menurut
Horne & Ferm (1987), batubara yang terendapkan dalam lingkungan ini memiliki
penyebaran luas tetapi mempunyai ketebalan yang relatif tipis. Batubara ini
memiliki kandungan inertinite yang rendah dengan nilai GI yang tinggi.
Kandungan huminit terutama didominasi oleh humodetrinit sehingga akan
mempunyai nilai TPI yang rendah. Hal ini, menunjukan tingginya proporsi
tumbuhan dengan jaringan lunak dan tingginya biodegredasi pada kondisi Ph yang
relatif tinggi.

d. Backbarrier Strand Plain. Morfologi garis pantai dikontrol oleh rasio


sedimentasi dengan energi pantai yaitu gelombang, pasang, dan arus. Jika nilai
rasio tinggi maka akan terbentuk delta namun jika nilai rasio rendah, maka
sedimentasi akan terdistribusi di sepanjang pantai. Rawa gambut pada barrier
beach memiliki permukaan yang relatif lebih rendah terhadap muka air laut
sehingga sering kebanjiran. Gambut akan terakumulasi di suatu tempat jika
fluktuasi air pasang tidak tinggi, sehingga timbunan material gambut tidak
berpindah tempat. Dengan demikian rawa gambut pada lingkungan ini sangat
dipengaruhi oleh regresi dan trangresi air laut. Batubara yang terbentuk selama
proses regresi dicirikan oleh nilai GI dan TPI yang rendah dengan kandungan
sulfur total yang relative lebih rendah. Batubara yang terbentuk selama proses
transgresi dicirikan oleh nilai GI dan TPI serta kandungan sulfur yang lebih
tinggi.

e. Estuari. Jika nilai rasio antara sedimentasi dengan energi pantai sangat rendah,
maka tidak akan terbentuk endapan delta, tetapi yang terbentuk adalah estuari.
Sedimen pada lingkungan pengendapan ini, terutama berupa perselingan laminasi
batulanau dan batupasir halus. Batubara yang terbentuk biasanya sangat tipis dan
penyebaran tidak menerus.
SUMBER : BUKU COAL-BEARING DEPOSITIONAL ENVIRONMENT
BY CLAUSS F.K. DIESSEL
Lingkungan Pengendapan Batubara
Menurut Horne, 1978 dalam Bambang Kuncoro Prasongko, 1996 bahwa
lingkungan pengendapan berpengaruh terhadap sebaran, ketebalan, kemenerusan,
kondisi roof dan kandungan sulfur batubara serta peran tektonik dalam
pembentukan lapisan batubara. Berdasarkan karakteristik lingkungan
pengendapan batubara, maka dapat dibagi atas :
a. Lingkungan Barrier dan Back-barrier
b. Lingkungan lower delta plain
c. Lingkungan trantitional lower delta plain
d. Lingkungan upper delta plain – fluvial
Back barrier: tipis, sebaran memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar
jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena pengaruh tidal channel setelah
pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfur
tinggi.
Lingkungan barrier mempunyai peranan penting yaitu menutup pengaruh oksidasi
dari air laut dan mendukung pembentukan gambut di bagian dataran, kriteria
utama lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertikal dari struktur
sedimen dan pengenalan tekstur batupasirnya, ke arah laut, butirannya menjadi
halus dan berselang seling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai
hijau, batuan
karbonat dengan fauna laut ke arah darat membentuk gradasi menjadi serpih
berwarna abu-abu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau,
akibat
pengaruh gelombang dan pasang surut, sehingga batupasir di lingkungan barrier
lebih bersih dan sortasi yang lebih baik daripada lingkungan sekelilingnya
meskipun memiliki sumber yang sama, penampang lingkungan pengendapan pada
bagian Back Barier dapat dilihat pada ( Gambar 3.1 ).
Batubara yang terbentuk cenderung menunjukkan bentuk memanjang, berorientasi
sejajar dengan arah orientasi dari penghalang dan sering juga sejajar dengan jurus
pengendapan. Bentuk perlapisan batubara yang dihasilkan mungkin berubah
sebagian oleh aktivitas tidal channel pada post depositional atau bersamaan
dengan proses sedimentasi. (Horne,1978)

Lower delta plain : tipis, sebaran sepanjang channel atau jurus pengendapan,
ditandai hadirnya splitting oleh endapan crevasse splay dan kandungan sulfur
agak tinggi. Litologinya didominasi oleh urutan serpih dan batulanau yang
mengkasar ke arah atas, ketebalannya berkisar antara 15-55 m dengan pelamparan
lateral. Pada bagian bawah dari teluk tersusun atas lempung-serpih abu-abu gelap
sampai hitam yang merupakan litologi dominan, kadang- kadang terdapat
batugamping dan mudstone siderite yang sebarannya tidak teratur, pada bagian
atas sikuen ini terdapat batupasir berukuran ripples dan struktur lain yang ada
hubungannya dengan arus, hal ini menunjukkan adanya penambahan energi pada
perairan dangkal ketika teluk terisi endapan. Umumnya endapan teluk terisi
mengandung fosil air laut atau air payau dan struktur burrow fosil-fosil ini
biasanya melimpah pada bagian bawah serpih lempung, tetapi mungkin juga
muncul pada seluruh sikuen.
Endapan Distributary Mouth Bar dicirikan oleh adanya batupasir yang memiliki
dasar yang lebih lebar dan memiliki kontak gradasi pada bagian bawah dan
adanya kontak lateral yang cenderung mengkasar ke atas dan mengarah pada
bagian tengah serta berkembangnya struktur ripples dan flow rolls, Sekuen
Vertikal endapan Lower Delta Plain, Endapan Creavasse Splay, karakteristik
endapan ini adalah minidelta yang mengkasar keatas, butirannya semakin
menghalus jika menjauhi tanggul, bergradasi kearah lateral, tersusun atas
batupasir dengan struktur burrowed siderite dan ripples, endapan ini memiliki
ketebalan lebih dari 12 m dengan pelamparan horizontal berkisar dari 30 m
sampai 8 km, Sekuen Vertikal endapan Lower Delta Plain Sikuen yang sama di
potong oleh Creavasse Splay deposit.
Rawa-rawa di dalam sungai yang mendominasi pada lower delta plain
berkembang
di atas tanggul-tanggul (levees) sepanjang distribusi cahnnel, endapan ini pada
umumnya lurus dan tegak lurus dengan jurus pengendapan. Lapisan batubara
yang di hasilkan relative tipis dan terbelah membentuk split oleh sejumlah
endapan creavvase splay dan cenderung menerus sepanjang jurus kemiringan
pengendapan, tetapi sering juga tidak menerus sejajar dengan jurus pengendapan
batubara di gantikan oleh material bay fill.

Transisional Lower Delta Plain: Tebal dapat lebih dari 10 m, sebaran luas
cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lateral sering
terpotong channel, di tandai splitting akibat adanya Channel kontemporer dan
Washout oleh Channel subsekuen dan kandungan sulfur agak rendah. Zona di
antara lower dan upper delta plain di tandai zona transisi yang mengandung
karakteristik litofasies keduanya. Sikuen Bay Fill tidaklah sama dengan sikuen
litologi yang berbutir halus, lebih tipis (1,5-7,5 m) dari lower delta plain. Namun
sikuen Bay Fill tidaklah sama dengan sikuen upper delta, zona ini mengandung
fauna air payau yang menunjukkan kenampakan migrasi lateral lapisan point bar
accretion menjadi upper delta plain, channel pada transisi delta plain ini berbutir
halus dari upper delta plain, Penampang lingkungan pengendapan pada bagian
Transitional Lower Delta Plain dapat dilihat pada ( Gambar 3.4 ). Lapisan
batubara pada umumnya tersebar meluas dengan kecenderungan agak memanjang
sejajar dengan jurus pengendapan. Seperti pada batubara upper delta plain,
batubara di transisi ini berkembang split di daerah channel kontemporer dan oleh
washout yang di sebabkan oleh aktivitas channel subsekuen. Lapisan batubara
pada daerah Transitional Lower Delta Plain terbentuk pada daerah transisi antara
Upper Delta Plain dan Lower Delta Plain dan merupakan yang paling tebal dan
penyebarannya juga paling luas karena perkembangan rawa yang ekstensif pada
pengisian yang hampir lengkap dari teluk yang interdistribusi.

Gambar 3.4. Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Transitional


Lower Delta Plain (Horne, 1978)

Upper delta plain-fluvial: tebal dapat mencapai lebih dari 10 meter, sebaran luas
cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, kemenerusan lapisan lateral
sering terpotong channel, di tandai splitting akibat channel kontemporer dan
washout olehchannel subsekuen dan kandungan sulfur rendah. Endapannya
didominasi oleh bentuk linier, tubuh pasir lentikuler, pada tubuh pasir dapat
gerusan pada bagian bawahnya, permukaan terpotong tajam, tetapi secara lateral
pada bagian atas bagian batupasir ini melidah dengan serpih abu-abu, batulanau
dan lapisan batubara. Di atas bidang gerusan terdapat kerikil lepas dan hancuran
batubara yang melimpah pada bagian bawah, semakin ke atas butiran semakin
menghalus pada batupasir. Sifat khas tersebut menunjukkan energi yang besar
pada channel pada sekitar rawa kecil dan danau-danau, dari bentuk batupasir dan
pertumbuhan lapisan point bar menunjukkan bahwa hal ini di kontrol oleh
meandering. Sikuen endapan backswap dari atas ke bawah terdiri dari seat earth,
batubara, dengan serpih dengan fosil tanaman yang melimpah dan jarang
pelecupoda air tawar, batubara secara lateral menebal dan akhirnya bergabung
dengan tubuh utama batupasir, batupasirnya tipis (1,5-4,5 m), berbutir halus,
mengkasar ke atas, sikuen tipe ini merupakan endapan pada tubuh air terbuka,
mungkin rawa dangkal atau danau, Penampang lingkungan pengendapan bagian
Upper Delta Plain. Lapisan batubara pada endapan upper delta plain cukup tebal
(lebih dari 10m), tetapi secara lateral tidak menerus, lapisan pembentuk endapan
fluvial plain cenderung lebih tipis dibandingkan dengan endapan upper delta
plain, lapisan batubara cenderung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi
sedikit yang menerus dibandingkan dengan fasies lower delta plain, karena bagian
yang teratur sedikit jumlahnya yang mengikuti channel sungai maka lapisan-
lapisannya sangat tebal dengan jarak yang relatif pendek dengan sejumlah split
yang berkembang dan dalam hubungannya dengan endapan tanggul yang
kontemporer.

Gambar 3.5. Penampang lingkungan pengendapan bagian Upper Delta Plain

SUMBER : BUKU DEPOSITIONAL MODELS IN COAL EXPLORATION


HORNE,1978

Menurut Serra (1990), secara umum lingkungan pengendapandelta dapat dibagi


dalam beberapa subfasies sebagai berikut :
1.Delta Plain
Merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel aktif dan
channel yang ditinggalkan atau abandoned channel. Delta plain cenderung
tertutup oleh vegetasi yang rapat. Subfasies
delta plain dibagimenjadi:

a) Upper delta plain


Merupakan bagian dari delta yang terletak diatas area tidal ataulaut. Endapannya
secara umum terdiri dari : Endapan distributary channel yang berpindah
Merupakan endapan braided atau meandering , tanggulalam atau natural levee,
dan endapan point bar. Endapan distributary channel ditandai dengan adanya
bidang erosi padabagian dasar urutan lingkungan dan menunjukkankecenderungan
menghalus ke atas. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya adalah cross
bedding, ripple cross stratification, scour and fill, dan lensa-lensa lempung.
Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-nya. Endapantanggul
alam terbentuk dan memisahkan diri dengan interdistributary channel. Sedimen
pada bagian ini berupa pasir halus dan rombakan material organik serta lempung
yangterbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir. Lucustrine delta
fill dan endapan interdistributary flood plain. Lingkungan pengendapan ini
mempunyai kecepatan aruspaling kecil, dangkal, tidak berelief, dan proses
akumulasisedimen berjalan lambat. Interdistributary channel danflood plain,
endapan yang terbentuk merupakan endapan yangberukuran lanau sampai
lempung yang dominan. Struktur sedimen yang terbentuk adalah laminasi sejajar
dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis, dan kadanghadir
karena adanya pengaruh gelombang.

b)Lower delta plain


Merupakan bagian dari delta yang terletak pada daerah yaituterjadi interaksi
antara sungai dan laut yaitu low tide mark sampai batas pengaruh pasang surut.
Endapannya meliputi : Endapan pengisi teluk atau bay fill deposit Endapannya
meliputi interdistributary bay, tanggul alam, crevasse splay, dan rawa. Endapan
pengisi distributary channel yang ditinggalkan.

2 .Sub aquaeous Delta Plain


Merupakan subfasies delta yang berada pada kedalaman air 10-300meter bawah
permukaan laut. Lingkungan ini dapat dibedakan menjadibeberapa bagian:
a) Delta front
Merupakan subfasies delta yang berada pada daerah denganenergi yang tinggi,
yaitu sedimen secara langsung dipengaruhi oleharus pasang surut, arus laut
sepanjang pantai, dan aksi gelombang dari kedalaman 10 meter atau kurang.
Endapan dari delta front meliputi: delta front sheet sand, distributary mouth bar,
river mouthtidal range, stream mouth bar, tidal flat serta endapan dekat
pantaisepanjang pantai.

Endapan delta front ditunjukkan oleh sikuen mengkasar ke atas atau coarsening
upward dalam skala yang relatif besar yang menunjukkan perubahan lingkungan
pengendapan secara vertikal ke atas. Sikuen ini hasil dariprogradasi delta front
yang mungkin diselingi oleh sikuendistributary channel dari sungai atau tidal pada
saat progradasisungai berlangsung. Fasies pengendapan delta front dibagimenjadi
beberapa subfasies dengan karakteristik gradasi lingkungan yang berbeda yaitu :
-Distal bar
Memilki urutan lingkungan pengendapan cenderungmenghalus ke atas. Umumnya
tersusun atas pasir halus denganstruktur sedimen laminasi. Fosil pada lingkungan
ini jarang dijumpai.
-Distributary mouth bar
Menurut Walker (1992), distributary mouth bar memilliki kecepatan yang paling
tinggi dalam sistem pengendapan delta.Sedimen umumnya tersusun atas pasir
yang diendapkan melaluiproses fluvial dan merupakan tempat terakumulasinya
sedimenyang ditranspor oleh distributary channel dan diantara mouthbars akan
terendapkan sedimen berukuran halus. Pasokan sedimen yang menerus akan
menyebabkan terjadinya pengendapan mouth bars yang menuju ke arah laut.
Struktur sedimen yang terbentuk pada lingkungan ini antara lain:current ripple,
cross bedding, dan massive graded bedding.
-Channel
Menurut Walker (1992), channel ditandai adanya bidangerosi pada bagian dasar
urutan lingkungan pengendapannya dan cenderung menghalus ke atas. Sedimen
umumnya berukuran pasir . Struktur sedimen yang terbentuk adalah cross
bedding,ripple cross stratification,scour and fill.
-Subaquaeous levees
Merupakan kenampakan lain dari lingkungan pengendapan delta front yang
berasosiasi dengan
active channel mouth bar. Lingkungan ini sulit dibedakan dan diidentifikasi
dengan lingkungan lainnya pada endapan delta masa lampau. Menurut Serra
(1990), prodelta merupakan subfasies transisi antara delta front dengan endapan
normal marine shelf yang berada di bawah kedalaman efektif erosi gelombang
yang terletakdi luar delta front.Sedimen yang ditemukan pada lingkungan
iniadalah sedimen yang berukuran paling halus. Endapan prodelta didominasi oleh
sedimen berukuran lanau dan lempung dankadang-kadang dijumpai lapisan tipis
batupasir. Struktur sedimenyang sering dijumpai adalah masif, laminasi, dan
burrowing structure. Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang
tersebar luas dan mengindikasikan tidak adanya pengaruh air tawar atau fluvial.

Anda mungkin juga menyukai