Mekanisme runtuhan yang terjadi pada lubang bukaan bawah tanah umumnya adalah
runtuhan yang disebabkan oleh adanya struktur geologi (structurally conrolled
failure) dan runtuhan yang diakibatkan oleh tegangan insitu yang bekerja di dalam
massa batuan (stress-controled failure). Runtuhan tentu saja juga dapat disebabkan
oleh kombinasi antara kedua faktor tersebut dan juga faktor lain seperti pelapukan
dan air tanah.
1
III.6. Perhitungan Angka Keamanan (Safety Factor)
Untuk perhitungan angka keamanan (S.F = Safety Factor) dipakai kriteria Mohr-
Coulomb sebagai berikut :
σ 1+ σ 3
2
Gambar III.7. Besaran A dan B yang dipakai untuk menentukan angka keamanan
berdasarkan kriteria Mohr – Coulomb
III.7. Interaksi Massa Batuan dengan Penyangga
Untuk membatasi perpindahan yang berlebihan sehingga mengakibatkan runtuhnya
lubang bukaan, diberikan penahanan dengan cara penyanggaan. Dengan kata lain,
fungsi penyangga adalah untuk mengontrol perpindahan massa batuan kearah dinding
lubang bukaan dan mencegah terjadinya pelepasan material yang dapat menyebabkan
runtuhnya lubang bukaan tersebut ( Hoek, 1995 ).
Permuka
D Kerja 0.3 u u
0.5D 1.5D
u = Perpindahan maksimum
Arah penggalian D = Diameter lubang bukaan
3
Gambar III.8 . Besar perpindahan pada lubang bukaan tanpa penyangga
( modifikasi dari Brady and Brown, 1986 )
III.7.2. Karakteristik Deformasi Penyangga
Pemasangan suatu sistem penyangga tidak dapat mencegah runtuhnya batuan di
sekitar lubang bukaan yang mengalami tegangan berlebihan, tetapi penyangga
berperan dominan dalam mengontrol perpindahan lubang bukaan. Dalam satu siklus
penggalian hampir selalu terjadi jarak antara permuka kerja dengan elemen
penyangga terdepan. Jadi deformasi akan terus berlangsung sampai penyangga
bekerja efektif. Perpindahan total awal ini disebut sebagai Uso (Gambar III.9)
Ketika penyangga telah dipasang, dan kontak penuh secara efektif dengan batuan,
penyangga mulai mengalami perpindahan elastik. Perpindahan elastik maksimum
yang dapat ditahan oleh sistim penyangga adalah Usm, dan tekanan penyangga
maksimum Psm ditentukan oleh yield sistim penyangga.
Sejalan dengan kemajuan permuka kerja, sistem penyangga akan terpindahkan secara
elastik dalam reaksinya terhadap penyempitan terowongan. Hal ini tergantung pada
karakteristik sistem penyangga, massa batuan di sekitar lubang bukaan dan besarnya
tegangan insitu. Keseimbangan akan terjadi jika kurva reaksi penyangga memotong
kurva perpindahan massa batuan sebelum kedua kurva tersebut maju terlalu jauh.
4
Tekanan Penyangga, pi
kesetimbangan Psm
Jika penyangga dipasang sangat terlambat, berarti Uso besar, massa batuan telah
terlanjur mengalami perpindahan yang sedemikian rupa sehingga jika penyangga
tidak kuat ( berarti Psm rendah ), maka yield penyangga dapat terjadi sebelum kurva
perpindahan massa batuan memotong. Pada kedua kasus tersebut, sistem penyangga
menjadi tidak efektif karena kondisi kesetimbangan tidak tercapai.
5
perpindahan, berdasarkan buku "Underground Excavation in Rock" oleh Evert.Hoek
& T.Brown.
Psmax
Pi
uio
ui
dimana :
uie ……………………………………………………………..(3.20)
pi=k .
ri
uie = perpindahan elastis yang merupakan bagian dari perpindahan total ui
6
ri ……………………………………………………...(3.21)
ui=u io + pi .
k
ri = jari-jari terowongan (tunnel radius)
Salah satu metode pengukuran perpindahan pada suatu penggalian lubang bukaan
adalah dengan pengamatan konvergen. Pengamatan ini pada dasarnya mengamati
perpindahan relatif dari dua titik pada dinding lubang bukaan, yaitu dengan cara
mengukur antara dua titik tersebut dari waktu ke waktu sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan.
Besarnya perpindahan (u) merupakan fungsi pengurangan antara jarak pada awal
pengukuran (lo) dengan jarak saat pengukuran selanjutnya (1t), yaitu :
u = lo - lt
7
- Baut konvergen jenis yang di semen dengan panjang 35 cm dan diameter 2.5
cm. Setiap stasiun minimal memerlukan 2 baut konvergen untuk pengukuran
perpindahan antara dinding batuan, sedangkan untuk keseluruhan diperlukan 3
buah baut konvergen. Adapun posisi dari baut-baut yang dipasang di batuan
secara umum terlihat pada Gambar III.12.
b. Peralatan tambahan terdiri dari :
- alat ukur
- pita ukur
- alat bor (jack hammer)
- tangga
- lampu dan alat tulis
8
Gambar III.12. Sketsa posisi pemasangan baut konvergen
Pengukuran konvergen dilakukan di bukaan Ramp down CGT Gudang handak Level
500. Secara garis besar prosedur instalasi titik pengukuran konvergen adalah sebagai
berikut :
1. Penilaian kondisi geologi dari daerah permuka kerja dan sekitarnya, apakah
layak untuk dilakukan pemasangan titik pengukuran atau tidak
2. Jika secara kondisi geologisnya layak, maka dilakukan penentuan posisi
pemasangan baut konvergen (pemberi tanda). Pemboran pada titik-titik baut
konvergen yang telah ditentukan (diberi tanda) dengan menggunakan alat bor
"Jack Hammer" berdiameter mata bor 42 mm, sedalam lebih kurang 40 cm
dari dinding lubang bukaan.
3. Pemasangan baut batuan dan penutupnya dilakukan dengan cara memasukkan
semen kedalam lubang bor, yang kemudian diikutkan dengan memasukkan
baut sampai pada posisi yang dikehendaki.
9
III.8.2. Pengukuran Perpindahan Relatif Dua Titik Baut Konvergen
10
Gambar III.13. Sketsa rinci posisi baut konvergen setelah terpasang
convergencemeter
Pita yang ditegangkan
11
Apabila hasil pengukuran ke nol menghasilkan jarak l o dan pengukuran ke satu
menghasilkan jarak l1 dan seterusnya, maka besarnya perpindahan antara kedua baut
tersebut adalah :
u1 = lo – l1
u2 = lo – l2
.
un = lo – ln
12
Menurut Cording (1974), batuan dikatakan stabil bila perpindahan yang diamati lebih
kecil dibandingkan dengan perpindahan yang didapatkan dari hasil permodelan,
meskipun tidak mudah untuk mendapatkan modulus elastisitas insitu. Pada
umumnya, perpindahan yang diamati justru sering 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) kali
lebih besar dari perpindahan elastik. Hal ini disebabkan karena gerakan dan
perlemahan disepanjang kekar lebih besar 3 (tiga) kali perpindahan elastik. Meskipun
demikian, perpindahan yang diukur di dalam lubang bukaan merupakan kriteria yang
terbaik untuk menentukan kestabilan lubang bukaan (Cording, 1974).
13
III.9. Analisis Balik
Secara umum analisis balik dapat dinyatakan sebagai : suatu teknik untuk
mengidentifikasi parameter kontrol dari suatu sistem dengan cara melakukan analisis
pada perilaku keluarannya.
Analisis balik yang dipakai pada ilmu teknik praktis (engineering practice) dapat
mengidentifikasikan bukan hanya konstanta mekanis tetapi juga model mekanisnya
sendiri.
Pada analisis biasa, model mekanis biasanya diasumsikan atau ditentukan terlebih
dahulu, seperti batuan dapat dimodelkan sebagai : elastik, plastik, elasto-plastik dan
sebagainya kemudian besaran konstanta mekanis dari model tersebut dapat
ditentukan. Setelah semua konstanta mekanis diketahui, kemudian dapat dihitung
perpindahan, regangan dan tegangan yang terjadi.
Hal ini dapat diartikan bahwa dari analisis balik sebetulnya berdasarkan asumsi dari
model mekanis (mechanical models) yang menggambarkan perilaku (behaviour)
batuan. Atau dengan kata lain, pada analisis balik tidak ada hasil yang unik
14
(uniqueness is not guaranteed). Sehingga dalam analisis balik asumsi dari model
mekanis adalah suatu hal yang sangat penting dan dipertimbangkan serta harus lebih
banyak diberikan untuk permodelan batuan jika dibandingkan dengan analisis biasa.
15
Gambar III.15. Diagram perbedaan antara analisis balik dan analisis biasa
Proses yang dilakukan disini adalah dengan cara merubah-rubah atau mencoba-coba
memasukan modulus elastisitas batuan, sehingga diperoleh nilai perpindahan hasil
eksekusi program Phase2 2D sama dengan perpindahan hasil pengukuran dilapangan.
16
Diagram perbedaan antara analisis balik dan analisis biasa dapat dilihat pada Gambar
III.15.
III.10. Metode Elemen Hingga untuk Rancangan Penyangga dan Kestabilan
Lubang Bukaan.
Analisis tegangan dan deformasi dalam suatu media kontinu yang pada masa lalu
dilaksanakan dengan berbagai cara, pada saat sekarang sering dilakukan dengan
pendekatan stiffness dengan menggunakan teknik finite element. Metode finite
element adalah salah satu metode pendekatan secara numerik yang menggunakan
metode differensial. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui dan menganalisis
tegangan pada suatu struktur. Disebut finite element karena proses
perhitungannya didahului dengan membagi suatu continuum menjadi beberapa
elemen yang lebih kecil dan dikenal sebagai proses diskretisasi. Elemen yang lebih
kecil ini merupakan elemen yang berhingga dan umumnya memiliki bentuk geometri
yang lebih sederhana dibandingkan dengan continuum-nya.
17
sedemikian rupa sehingga keseimbangan gaya dan kompatibilitas perpindahan
dipenuhi untuk setiap titik simpul. Sebagai contoh dari prosedur ini adalah studi dari
suatu batang kontinu dengan metode klasik, yaitu dengan menyelesaikan terlebih
dahulu hubungan momen dan rotasi untuk setiap bagian bebas dari batang, kemudian
dikombinasikan sedemikian rupa sehingga keseimbangan momen dan kompatibilitas
rotasi dipenuhi untuk setiap titik hubungan.
Sementara itu bila ditemui suatu struktur yang terdiri dari banyak komponen,
penyelesaian seperti itu akan menuju ke suatu metode resolusi dari suatu sistem yang
berisi banyak persamaan. Beberapa metode untuk penyelesaian masalah ini antara
lain metode Cross, metode matriks, dan juga metode elemen hingga yang merupakan
pengembangan dari metode matriks seiring dengan perkembangan di bidang
komputer.
Hal yang harus dilakukan adalah menentukan besarnya tegangan total dan besarnya
perpindahan yang disebabkan oleh penggalian, sebagai akibat dari pendistribusian
tegangan sampai mencapai keadaan setimbang. Langkah pemecahan yang paling
sering digunakan adalah dengan cara implisit.
Cara implisit adalah dengan mengumpulkan persamaan linier dan menyelesaikannya
dengan menggunakan matriks. Pada material non-linier, penyelesaian dilakukan
dengan memodifikasi koefisien kekakuan (stiffness coefficient) dan / atau
penyesuaian terhadap variabel yang ditentukan (tegangan awal atau regangan awal).
18
(a) (b) (c)
Pyy Pyy
uyk
i uxi
Gambar III.16. (a) Ilustrasi penampang melintang lubang bukaan yang mengalami
tegangan awal Pxx, Pyy, Pxy (b) Pembatasan daerah masalah dan
menentukan kondisi pada daerah di luar batasan untuk membuat
masalah dalam keadaan stastik. Daerah masalah dibagi mejadi
elemen-elemen segitiga. (c) i, j, k adalah titik ujung dari sebuah
elemen.
19
Makin kecil ukuran dari elemen akan makin teliti hasil yang didapat, dengan kata lain
ketelitian dari hasil akhir merupakan fungsi dari ukuran elemen - elemen yang
dibentuk.
k
m m'
F
u
Dalam problem elastisitas dari suatu elemen dari model elemen hingga didapatkan
hubungan :
[F]=[K].[u] ……….………………………………………………..(3.23)
Dimana :
[F] = matriks dari semua gaya yang dikenakan pada model disemua titik-titik
20
Simpul
[K] = matriks kekakuan dari suatu elemen
[u] = matriks perpindahan dari titik-titik simpul
Sebagai contoh disini diberikan suatu elemen yang dimodelkan sebagai 3 buah elemen
pegas yang dihubungkan secara seri dengan gaya yang diberikan pada titik satu dan dua
(Gambar III.18)
k1 u1 k2 u2 K3
1 2
F1 F2
F1 + F2 = 0, dimana F2 = - F1…………………………………………………(3.24)
Gaya (F) yang bekerja pada kedua titik tersebut jika terjadi perpindahan (u) dapat ditulis
sebagai berikut :
Dari persamaan diatas dapat dibuat dalam matriks kekakuan elemen atau pekalian baris
dengan kolom sebagai berikut :
F1 = K . U1 – K .U2
21
F1 K −K u1
[ ][=
F2 −K K
.
u2 ][ ]
Berikut diberikan contoh dua buah elemen pegas yang dihubungkan secara seri, untuk
menentukan gaya yang bekerja berdasarkan Gambar III.19.
u1 k1 u2 k2 u3
1 2 3
F1 F2 F3
F1 + F2 + F3 = 0 …………………………...……………………………………(3.27)
Gaya (F) yang bekerja pada titik-titik tersebut jika terjadi perpindahan (u) dapat ditulis
sebagai berikut :
Dari persamaan diatas dapat dibuat dalam matriks kekakuan elemen atau pekalian baris
dengan kolom sebagai berikut :
22
F1 k1 −k 1 0 u1
[ ][ 0 −k 2 k2 ][ ]
F2 = −k 1 k 1 +k 2 −k 2 . u2
F3 u3
F1 K −K u1
[ ][=
F2 −K K
.
u2 ][ ]
Untuk menggambarkan kondisi gaya yang bekerja pada 3 titik simpul dengan F3 = 0 atau
setimbang, maka matriks kekakuan elemen dapat ditulis :
F1 k 1 −k 1 0 u1
[ ][
F2 = −k 1 k 1 0 . u2
0 0 0 0 u3 ][ ]
Jika gaya F1 = 0, maka matriks kekakuan element dapat ditulis :
0 0 0 0 u1
[ ][
F2 = 0 k 2 −k 2 . u2
F3 0 −k 2 k 2 u3 ][ ]
Sehingga untuk menentukan matriks kekakuan global dapat dituliskan sebagai berikut :
k 1 −k 1 0 0 0 0
[ ][
K= −k 1 k 1 0 + 0 k 2 −k 2
0 0 0 0 −k 2 k 2 ]
23