Anda di halaman 1dari 8

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

KEBUDAYAAN UNIVERSITAS HASANUDDIN


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

WAWASAN SOSIAL BUDAYA DAN MARITIM

TUGAS PAPER PEKAN VII

OLEH:
URIP CAHYADI
D061201020

GOWA
2021
PENDAHULUAN

Budaya maritim berkaitan erat dengan masyarakat yang hidup di wilayah


pesisir seperti nelayan, budaya maritim pada nelayan masih sangat terasa apalagi
jika nelayan tersebut masih tergolong nelayan tradisional.Kebudayaan masyarakat
nelayan adalah sistem gagasan atau sistem kognitif masyarakat nelayan yang
dijadikan referensi kelakuan sosial budaya oleh individu-individu dalam interaksi
bermasyarakat. Kebudayaan ini terbentuk melalui proses sosio-historis yang
panjang dan interaksi yang intensif antara masyarakat dan lingkungannya

Menurut (Supartono, 2001), secara sederhana budaya maritim, merupakan


sebuah bentuk aktualisasi dari sebuah kebudayaan. Oleh karena itu memang tak
bisa dilepaskan dari definisi kebudayan terlebih dahulu sebelum kita jauh
membahas apa yang dimaksud dengan budaya maritim. Supartono (2001),
menyatakan bahwa kebudayaan merupakan kata yang berasal dari kata budhi
(tunggal) atau budhaya (majemuk) yang diartikan sebagai hasil pemikiran atau
akal manusia.

Adapun konsep-konsep budaya maritim atau budaya perikanan sertaunsur-


unsur yang ada didalamnya perlu dikaji lebih dalam lagi, oleh karena itu kami
menulis paper ini untuk mengkaji masalah kebudayaan maritime. Kebudayaan
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan digariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
PEMBAHASAN

Secara etimologis, kata “Kebudayaan” berasa dari bahasa Sanskerta,


Buddhayah, bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti akal atau budi. Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan menurut
Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia
terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang
merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Pada Konsep (Wijaya 2015), dalam (Siswanto, 2018) Budaya maritim itu
adalah budaya yang mengedepankan keberanian, kecakapan, keterampilan
menghadapi berbagai masalah, budaya yang pandai membaca tanda kehidupan,
tanda-tanda zaman, dengan ke-luhuran budi dan kearifan jiwa dan budaya
melayani dan mendahulukan rakyat dan kaum yang lemah baik dalam kondisi
yang baik ataupun darurat, dan budaya rela berkorban demi kepentingan umum

Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979: 186-187).


Pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud
kebudayaan sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat.
Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama berbentuk absarak, sehingga tidak dapat dilihat dengan indera
penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide atau gagasan
banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak
bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap
gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukaan bahwa kata ‘adat’
dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan wujud
kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk
jamaknya disebut dengan adat istiadat (1979: 187). Wujud kebudayaan yang
kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979: 187). Sistem sosial
dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau segala
bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas ini
dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola
tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial
berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra
penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan
fisik (Koentjaraningrat, 1979: 188). Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena
merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau
perbuatan manusia dalam masyarakat.

Sejumlah studi, antara lain dilakukan oleh Firth (1975), Acheson (1977 dan
1981), Andersen dan Wadel (1982), Ushijima dan Zayas (1994), Palsson (1991),
dan Masyhuri (1996), menunjukkan bahwa fenomena sosia) budaya bahari sangat
kompleks. Kompleksitas budaya bahari dicirikan oleh sedikitnya lima fenomena
sebagai berikut :

1. Kelompok-kelompok sosial kebaharian seringkali bukan sekedar kelompok-


kelompok kerja yang merupakan sub-sub komunitas desa.

2. Munculnya berbagai kategori sosial tersebut dikondisikan oleh perkembangan


jenisjenis usaha ekonomi yang terkait dengan laut, misalnya perikanan, pelayaran
atau usaha transportasi laut, pertambangan, pariwisata bahari, dan jasa
pengamanan wilayah taut dan isinya.

3. Selain pelaku dan pengguna langsung, terdapat kategori-kategori sosial lain


yang turut terlibat dalam setiap sektor ekonomi kebaharian. Perikanan, misalnya,
merupakan sektor ekonomi yang cukup banyak jenisnya sesuai dengan spesies
sumberdaya laut, tipe teknologi yang digunakan untuk mengekploitasinya, dan
skala investasi modal usaha.

4. Fenomena sosial budaya bahari tidak hanya tampak pada aspek-aspek budaya,
tetapi diperlihatkan pula oleh kategori dan hirarki sosial pendukLingnya yang
berbeda-beda.

5. Kompleksitas fenomena kebaharian juga berkaitan dengan dinamika sosial dan


budaya bahari itu sendiri, baik akibat perkembangan yang bertumpu baik pada
faktorfaktor internal maupun perkembangan yang didorong oleh kekuatan
eksternal

Tiga kategori tentang akses pemanfaatan sumberdaya laut yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok nelayan tertentu. Ketiga kategori tersebut adalah (1)
masyarakat nelayan tertentu bernasib baik dan mempunyai akses pada
pemanfaatan sumberdaya laut; (2) akses sebagian masyarakat nelayan pada
pemanfaatan sumberdaya laut di lokasi-lokasi yang sulit dan dianggap keramat;
dan (3) kontrol dan dorninasi para ponggawa darat, pedagang lokal, dan
pengusaha besar memungkinkan mereka mendapatkan keuntungan jauh lebih
banyak daripada yang didapatkan oleh keluarga-keluarga nelayan pada umumnya.

Ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap berlaku secara umum yaitu
sistem pengetahuan, sistem bahasa, sistem organisasi sosial, sistem mata
pencarian, sistem peralatan, sistem religi dan kepercayaan, serta sistem kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan ini diyakini dimiliki oleh setiap kelompok suku. Di
antara ketujuh itu, bahasa membungkus dan merepresentasikan enam yang
lainnya. Sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem mata pencarian,
sistem peralatan, sistem religi dan kepercayaan, dan sistem kesenian dibangun,
dikembangkan dan disebarluaskan melalui bahasa. Kramsch (1998:3) menyatakan
bahwa language expresses, embodies, and symbolizes cultural reality. Bahasa
berperan ganda.
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan yang dikemukasikan adalah
kebudayaan masyarakat penuturnya (Bonvillain, 1997).
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari paper ini bahwa budaya maritime adalah sebuah budaya
yang mengajarkan kita kebersamaan dalam keberagaman dan hal hal ini seperti
proses pembersatuan dari keberangaman. Dan dengan adanya keberagaman ini
maka kita di tuntut untuk jadi utuh dalam menjalani kehidupan ini,dan seiring
berjalannya waktu kita juga harus malakukan trobosan dan trobosan yang paling
berharga di dunia kemaritiman yaitu kegiatan berlayar.Berlayar adalah salah satu
bentuk dari “budaya maritim”, dan menurut saya hal tersebut merupakan suatu
hasil kebudayaan yang hebat dari manusia, karena dengan ditemukannya
teknologi pelayaran, manusia bisa melakukan perjalanan yang jauh dari pulau satu
ke pulau yang lain dan bertemu dengan bangsa yang lain dari berbagai belahan
dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press


Yunandar. 2004. Budaya Bahari dan Tradisi Nelayan di Indonesia
Oktavianus. 2019. Bahasa dan Budaya Maritim : Identitas dan Pemerkaya
Budaya Bangsa.

Anda mungkin juga menyukai