Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Geologi didasarkan kepada studi terhadap batuan. Cabang ilmu geologi

yang khusus membahas tentang batuan adalah Petrologi. Pengetahuan mengenai

batuan merupakan dasar yang harus diketahui oleh semua mahasiswa Geologi.

Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian dari

kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama, yaitu batuan beku, batuan

sedimen dan batuan metamorf. Semua jenis batuan ini dapat diamati dipermukaan

sebagai (singkapan).

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi,

sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan

magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya

dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api /magma

yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi0,

dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika.

Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil

perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau dari hasil aktivitas kimia

ataupun organisme, yang diendapakan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang

kemudian mengalami pembatuan


1.2 Maksud dan Tujuan

Praktikum ini bermaksud untuk membangun pemahaman awal serta

menambah ilmu mengenai petrologi khususnya batuan Piroklastik dan batuan

sidimen klastik .

Adapun tujuan dilaksanannya praktikum ini adalah:

1. Mengetahui pengertian dari batuan piroklastik dan batuan sedimen klastik

2. Mendeskripsikan jenis batuan Piroklastik dan Batuan Sedimen Klastik

3. Menjelaskan proses pembentukan batuan Piroklastik dan Batuan Sedimen Klastik

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain :

1. Referensi Petrologi

2. Alat Tulis Menulis

3. LKP

4. Pensil Warna

5. Tabel Klasifikasi Fenton (1940)

6. Sampel Batuan

7. Lup

8. Komparator

9. HCL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan

Kerak bumi merupakan bagian bumi yang padat disusun oleh mineral dan

batuan. Batuan merupakan agregasi dari mineral. Batuan yang menyusun kerak

bumi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan proses pembentukannya,

yaitu batuan beku, batuan sedimen (batuan endapan), dan batuan metamorf (batuan

ubahan). Ketiga macam batuan tersebut membentuk suatu daur atau perputaran

pada proses pembentukannya yang disebut siklus batuan (rock cycle).

Siklus batuan adalah sebuah model yang menggambarkan pembentukan,

penghancuran, dan pembentukan kembali dari sebuah batuan sebagai hasil dari

proses sedimentasi (yang diikuti oleh litifikasi), pembekuan, dan metamorfisme.

Siklus batuan merupakan konsep dasar yang menunjukkan transisi dinamis dari

jenis-jenis batuan selama rentang wakut geologi.

Gambar 2.1 Siklus batuan


2.2 Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi,

sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan

magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. itulah sebabnya

dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api magma

yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi,

dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada

prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika.

batuan piroklastika ini mengikuti hukum hukum di dalam proses pembentukan

batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur

struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya seperti

batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu mudah

untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu

letusan gunungapi sebagai endapan primer piroklastika, atau sudah mengalami

pengerjaan kembali reworking sehingga secara genetik dimasukkan sebagai

endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran butir

klastikanya, sebagai bahan lepas endapan dan setelah menjadi batuan piroklastika.

Gambar 2.2 Batuan Priklastik


Menurut william (1982) batuan piroklastik adalah batuan volkanik yang

bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan

letusan gunung api, dengan material asal yang berbeda, dimana material penyusun

tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi

(“rewarking”) oleh air atau es.

2.3 Genesa Batuan Piroklastik

Proses pembentukan batuan piroklastik diawali oleh meletusnya gunungapi,

mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang sangat besar

yaitu gaya endogen dari pusat bumi. Magma yang dikeluarkan oleh gunung itu

terhempas ke udara, sehingga magma tersebut membeku dan membentuk gumpalan

yang mengeras (yang kemudian disebut batu). Gumpalan tersebut memiliki tekstur

dan struktur yang tertentu pula. Sedangkan batu-batu tadi yang telah mengalami

prosespengangkutan (transportasi) oleh angin dan air, maka batuan tersebut disebut

dengan batuan epiklastik.

Batuan epiklastik ini yaitu batuan yang telah mengalami pengangkutan yang

mengakibatkan terjadinya pengikisan pada batuan oleh media air dan angin yang

membawanya. Batuan epiklastik ini terdapat pada dataran yang rendah, disebabkan

oleh air dan angin yang membawanya ke tempat yang rendah disekitar gunung api.

Tempat-tempat yang rendah itu seperti di daerah sungai, danau, laut dan

lembah-lembah pegunungan.
Gambar 2.3 Genesa pembentukan gunung api
2.4 Klasifikasi Endapan Piroklastik

Endapan piroklastik mulanya terjadi akibat adanya jatuhan pada saat

gunung api meletus, dan pada saat pengendapan memiliki ukuran ketebalan yang

sama pada endapannya. Piroklastik lainnya yaitu piroklastik aliran akan

membentuk penebalan apabila pada proses pengendapannya ada cekungan, dan

piroklastik surge penyatuan antara piroklastik endapan dan piroklastik aliran.

Gambar 2.4 jenis Endapan Batuan Piroklastik


1. Piroklastik Jatuhan (Fall)

Endapan jatuhan piroklastik yang terjadi dari letusan gunung api yang

meledak yang kemudian terlempar pada suatu permukaan, memiliki ketebalan


endapan yang relative berukuran sama.endapan ini semakin jauh dari pusat erupsi

maka akan semakin menipis dan ukuran butir menghalus karena terelimnasi oleh

angin .sebaran mengikuti bentuk topografi,pemilahannya baik,memiliki struktur

gradded bedding normal dan reverse,komposisi pumis,scoria,abu,sedikit lapilli dan

fragmen litikim komposisi pumi lebih besar daripada litik

2. Piroklastik Aliran (Flow)


Endapan piroklastik yang umumnya mengalir kebawah dari pusat letusan

gunung api yang memiliki kecepatan tinggi pada saat adanya longsoran. Endapan

aliran ini berisikan batu yang berukuran bongkah dan abu. Mekasnisme yang

membentuk piroklastik aliran dapat terbentuk dengan beberapa cara yaitu

• Berasosiasi dengan ekstrusi kubah lava dan aliran lava

• Runtuhnya kolom letusan vertical

• Dihasilkan langsung dari lubang akibat semburan gas dengan

material piroklastik

Gambar 2.5 Siklus Endapan Piroklastik Aliran


3. Piroklastik Surge

Endapan piroklastik surge dihasilkan dari letusan gunung api yang

kemudian mengalir karena adanya penyatuan dari jatuhan dan aliran.terdapat 3 tiga

jenis endakan surge yaitu

• Base surge

• Ground surge

• Ash could surge

Gambar 2.6 Siklus Endapan Pirokalstik Surge

2.5 Tipe Tipe Batuan Pirokastik

Berdasarkan proses keterbentukan yang dialaminya, batuan piroklastik

dibedakan menjadi enam tipe, antara lain :

1. Tipe I Batuan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik jatuh

ke darat yang kering dengan medium udara saja, kemudian mengalami litifikasi

membentuk batuan fragmental. Jadi batuan piroklastik ini belum mengalami

pengangkutan.
2. Tipe II Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat volkanik ke

tempat pengendapannya di daratan yang kering dengan media gas yang dihasilkan

dari magma sendiri yang merupakan aliran abu yang merupakan onggokan aliran

litifikasi dan membentuk batuan fragmental.

3. Tipe III Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat erupsi yang

jatuh ada suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang tenang arusnya sangat

kecil. Onggokan tersebut belum tercampur dengan material lain dan tidak juga

mengalami “re-warking”.

4. Tipe IV Bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat eruosi yang

jatuh pada suatu tubuh perairan (baik darat maupun laut) yang arusnya aktiv

(begerak). Sebelum mengalami litifikasi mengalami ‘re-warking’ dan dapat

bercampur dengan batuan lain yang dihasilkan akan mempunyai struktur sedimen

biasa.

5. Tipe V Bahan piroklastik yang telah jatuh sebelum mengalami pelapukan

kemudian diangkut dan diendapkan di tempat lain (bisa laut, bisa cekungan di

daratan) dengan media air. Hasilnya batuan sedimen dengan asal-usulnya adalah

bahanbahan piroklastik, dengan struktur sedimen biasa.

6. Tipe VI Bahan piroklastik yang telah jatuh sudah mengalami proses-

proses litifikasi, kemudian diendapkan kembali ketempat yang lain. Batuan yang

dihasilkan adalah batuan sedimen dengan propenan piroklastik (Epiklastik).


2.6 Tekstur Batuan Piroklastik

1. Ukuran Butir

Ukuran butir adalah ukuran dari batuan piroklastik itu sendiri, terbagi

menjadi beberapa macam, yaitu :

• Block (untuk yang berbentuk menyudut) dan Bomb (untuk yang

membentuk membulat) berukuran lebih besar dari 32 mm.

• Lapili yaitu untuk butiran dari 4 mm – 32 mm diameternya.

• Debu yaitu batuan yang lebih kecil dari 4 mm.

2. Bentuk Butir

Bentuk butir adalah bentuk dan keadaan batuan tersebut, ada beberapa

macam yaitu :

• Membulat sempurna, sangat bulat seperti bola.

• Membulat hampir seperti bola.

• Menyudut, yaitu memiliki sudut-sudut pada permukaannya.

3. Kompaksi

Kompaksi adalah tingkat kekerasan pada batuan piroklastik, ada 2 macam

kompaksi yang dikenal dalam batuan piroklastik, yaitu :

• Kompak, permukaannya kuat, keras dan padat.

• Mudah hancur, bila dipegang meninggalkan serbuk pada tangan.

2.7 Struktur Batuan Piroklastik

Pada batuan piroklastik yang berbutir kasar maupun halus bisa didapatkan

struktur – struktur yang sering kali terdapat pada batuan sedimen, seperti
perlapisan. Batuan piroklastik yang berbutir halus (tufa) seringkali memperlihatkan

tekstur seperti pada batuan beku lelehan.

Penamaan batuan piroklastik berdasarkan pada butirnya, dikenal 4 jenis

yaitu :

1. Aglomerat, ukuran butir lebih besar 32 mm (Bomb).

Aglomerat adalah batuan piroklastik yang mirip dengan

konglomerat (batuan sedimen) di dalam tekstur. Perbedaannya terletak pada

komposisi, dimana aglomerat terdiri dari fragmen-fragmen volkanik (lava

dan piroklastik di antaranya gelas).

2. Breksi Volkanik, ukuran butir lebih besar dari 32 mm (Block).

Breksi Volkanik seperti halnya aglomerat, breksi volkanik juga

dibentuk oleh material gunungapi (volknik).

3. Tufa Lapili, ukuran butir antara 4 – 32 mm.

Tufa (Tuff), batuan piroklastik yang berukuran halus adalah tufa

(tuff). Batuan ini terdiri dari material fragmen kristal / mineral. Berdasarkan

pada komponen terbanyak fragmen kristal / mineral yang dikandung, tufa

dapat dibedakan atas 3 golongan sebagai berikut :

a. Tufa Vitric : Banyak fragmen gelas

b. Tufa Kristal : Banyak fragmen kristal

c. Tufa Lithik : Banyak fragmen batuan

4. Tufa, ukuran butir sangat halus (abu / debu).


2.8 Definisi Batuan Sedimen

Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah

batuan yang terbentuk dari aktivitas kimia dan mekanik yaitu material asal

yang mengalami proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi

dan terendapkan (sedimen) selanjutnya mengalami proses pembatuan

(lithification) dari endapan-endapan tersebut. Menurut Tucker (1991),

70% batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen, tetapi batuan itu

hanya 2% dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen

tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.

Beberapa ahli memberikan pengertian batuan sedimen yang berbeda,

seperti:

1. Pettijohn, 1995

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi

material hasil perombakan batuan yang sedah ada sebelumnya atau hasil

aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis

pada permukaan bumi kemudian mengalami pembatuan.

2. Hutton, 1875 (dalam Sanders, 1981)

Sedimentary rocks are rocks which are formed by the “turning

to stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed by the

breakdown of yet-older rocks.


3. O’Dunn & Sill, 1986

Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi

sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi

pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah

atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh

penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain).

2.8 Proses Pembentukan Batuan Sedimen

Pembentukan batuan sedimen diawali dengan adanya proses

pelapukan, transportasi, deposisi dan kemudian mengalami proses

diagenesa yang meliputi kompaksi, sementasi, rekristalisasi,

autigenesis, dan metasomatis.

2.8.1 Pelapukan (Weathering)

Pelapukan adalah proses disintegrasi dan dekomposisi material

atau batuan (batuan beku maupun batuan metamorf). Pelapukan dapat juga

diartikan sebagai proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah

pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik,

kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source)

dari batuan sedimen dan tanah. Proses pelapukan akan menghacurkan

batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian

menjadi tanah kemudian diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen

klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan

membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah atau batuan
klastika mempunyai komposisi yang sangat berbeda dengan batuan

asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk, tetapi

juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama pelapukan serta proses

jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995). Pelapukan disebabkan

oleh:

2.8.1.1 Pelapukan Secara Fisika

Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan

mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan- rekahan

yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga proses-proses fisika

tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.

2.8.1.2 Pelapukan Secara Kimia

Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu

batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air

kemudian bereaksi dengan menyebabkan sebagian dari mineral itu

menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur mineral yang lain dapat

bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral baru.


2.8.1.3 Pelapukan Secara Biologis

Selain pelapukan yang terjadi akibat proses fisika dan kimia, salah

satu pelapukan yang dapat terjadi adalah pelapukan secara biologi. Salah

satu contohnya adalah pelapukan yang disebabkan oleh gangguan dari

akar tanaman yang cukup besar. Akar-akar tanaman yang besar ini mampu

membuat rekahan-rekahan di batuan dan akhirnya dapat memecah batuan

menjadi bagian yang lebih kecil lagi.

Gambar 2.7 Skema proses pelapukan batuan


2.8.1.4 Transportasi (Transportation)

Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan

pecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi sehingga mudah untuk

berpindah tempat. Inilah yang disebut dengan proses transportasi.

Transportasi dapat terjadi melalui media air, udara, es, ataupun oleh

pengaruh gravitasi.

1. Akibat Air

Air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat

mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada
transportasi partikel oleh air, partikel dan air akan bergerak secara bersama-

sama. Sifat fisik fluida yang berpengaruh terutama adalah densitas dan

viskositas atau kekentalan.

2. Akibat Udara

Selain air, anginpun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang

kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun. Kapasitas

angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari

udara.

3. Akibat Es

Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat

mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang

panjang es bergerak melintasi permukaan bumi, meskipun sangat lambat. Es

adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan sejumlah

besar debris klastik. Pergerakan detritus oleh es penting pada daerah didalam

dan disekitar tudung es kutub dan daerah pegunungan dengan gletser

semipermanen atau permanen.

4. Akibat Gravitasi (Sediment Gravity Flow)

Pada transportasi ini partikel sedimen tertranspor langsung oleh pengaruh

grafitasi, disini material akan bergerak lebih dulu kemudian medianya.

Yang termasuk dalam sistem sedimen gravity flow antara lain adalah debris

flow, grain flow dan arus turbid.


2.8.1.5 Pengendapan (Deposition)

Pecahan-pecahan batuan tidak dapat tertransportasikan selamanya.

Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya,

dan juga glasier akan meleleh. Akibatnya, pecahan batuan yang terbawa

akan terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan.

Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara

berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru

kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses

pengendapan ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita

lihat di batuan sedimen saat ini. Deposisi sedimen oleh gravity flow akan

menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida

flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi terjadi sangat cepat

sekali akibat gravitasi.

2.8.1.6 Litifikasi (Lithification)

Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi

batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi

menjadi batupasir.
2.8.1.7 Diagenesis

Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama

terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi pada

temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses

pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme. Proses diagenesis

dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang mengontrolnya,

yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis sangat berperan dalam

menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang dihasilkannya.

Gambar 2.8 Siklus Sedimentasi


2.9. Klasifikasi batuan sedimen

Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah

dikemukakan oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.

Secara genetik disimpulkan dua golongan batuan sedimen (Pettjohn, 1975

dan W.T. Huang, 1962), yaitu:

1. Sedimen Klastik

Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yaitu clatos yang artinya

pecahan. Batuan sedimen klastik yaitu batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Fragmentasi

batuan asal dimulai dari pelapukan secara mekanik maupun secara

kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju cekungan

pengendapan. Setelah itu mengalami diagenesa, yaitu proses perubahan

yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen selama dan

sesudah lithifikasi terjadi.

2. Sedimen Non-Klastik

Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk

dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan organisme. Reaksi

kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik.

sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang),terkumpulnya

cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat

penurunan daratan menjadi laut.

2.10. Tekstur Batuan Sedimen


Seperti telah diuraikan di atas, batuan sedimen dapat bertekstur

klastik atau non klastika. Namun demikian apabila batuannya sudah sangat

kompak dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan kembali), maka

batuan sedimen itu bertekstur kristalin. Jika kristalnya sangat halus

sehingga tidak dapat dibedakan disebut mikrokristalin. Batuan sedimen

kristalin umumnya terjadi pada batu gamping dan batuan sedimen kaya

silika yang sangat kompak dan keras.


2.10.1 Tekstur Sedimen Klastik

Tekstur sedimen klastik dicirikan dengan adanya fragmen,

matrik (masa dasar) serta semen.

1. Fragmen

Batuan yang ukurannya lebih besar daripada pasir. Fragmen

juga diartikan sebagai klastika butiran lebih besar yang tertanam

di dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin

berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule.

Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral

utama penyusun batuan silisiklastika adalah mineral silika

(kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta mineral lempung.

Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin,

zirkon), mineral karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika

gunungapi biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain

mineral, maka di dalam batuan sedimen juga dijumpai fragmen

batuan, serta fosil binatang dan fosil tumbuh-tumbuhan.

2. Matrik

Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan

diendapkan bersama-sama dengan fragmen.

3. Semen

Material halus yang menjadi pengikat dan diendapkan

setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silika,


karbonat, sulfat atau oksida besi. Semen karbonat dicirikan oleh

bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak

bereaksi dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika

umumnya tidak berwarna, tidak bereaksi dengan HCl dan batuan

yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat diamati

secara megaskopik.

2.10.2 Ukuran Butir (Grain Size)


Pemerian ukuran butir (grain size) pada batuan sedimen

klastik didasarkan pada Wentworth (1992):

Tabel 2.1. Pemerian Ukuran Butir Batuan Sedimen , Wentworth (1992)

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopis. Ukuran

butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada

butir sepertipasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus

dan lembut ditangan, tidak terasa ada gesekan butir seperti pada lanau, dan bila

diberi air akan terasa sangat licin.


Besar butir dipengaruhi oleh :
• Jenis Pelapukan
• Jenis Transportasi
• Waktu atau jarak transport dan
• Resistensi

2.10.3 Bentuk Butir

Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir, jenis

proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987). Butiran dari mineral yang

resisten seperti kuarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar dibandingkan

butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan piroksin. Butiran

berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan

mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh

jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran:

1. Well rounded (membundar baik)

2. Rounded (membundar)

3. Subrounded (membundar tanggung)

4. Subangular (menyudut tanggung)

5. Angular (menyudut)

Gambar 2.9 Kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk.,
1987).
2.10.4 Pemilahan (Sorting)

Pemilahan adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun batuan

sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka,

pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan

sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan,

yaitu :

Gambar 2.10 Pemilihan keseragaman butir


2.10.5 Kemas atau Fabric

Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas, yaitu :

1. Kemas terbuka

Bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau

bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported).

Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka

disebut bimodal clast supported. Tetapi bila ukuran butir fragmen ada

tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported.


2. Kemas tertutup

bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya

terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix

supported).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metodologi

Metode yang akan digunakan dalam praktikum acara pertama ini adalah

metode pendekatan deskripsi. Pendekatan ini dilakukan karena diharapkan mampu

memberikan gambaran dan deskripsi secara aktual serta mampu memberikan

informasi persoalan-persoalan data hasil deskriptif serta tindakan-tindakan dalam

praktikum yang telah berlangsung serta mampu memberikan perbandingan dan

evaluasi data.

3.2 Tahapan

Dalam pelaksanaan praktikum acara III Petrologi ini, terdapat beberapa

tahapan yang sistematis guna mendukung pelaksanaan praktikum ini. Adapun tahap

dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut:

3.2.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahapan awal, kami pertama-tama melaksanakan asistensi umum. Pada

asistensi umum dipaparkan mengenai tata tertib serta peralatan yang wajib

dikenakan dan dibawa saat kegiatan praktikum. Setelahnya dilanjutkan dengan

asistensi acara III yaitu batuan Piroklastik dan batuan sedimen klastik Setelah

pembawaan materi singkat terkait materi tersebut, asisten memberi tugas

pendahuluan yang menjadi syarat mengikuti kegiatan praktikum.


3.2.2 Tahap Pengambilan Data

Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Geo field, Departemen

Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin. Sebelum melakukan kegiatan praktikum,

pertama kali dilakukan adalah melakukan responsi guna mengetahui sejauh mana

ilmu yang ditangkap praktikan seusai asistensi acara. Setelah responsi dilakukan,

dilanjutkan dengan kegiatan praktikum. Praktikan diminta untuk menggambar

sketsa serta mendeskripsi sampel batuan yang telah diberikan pada lembar kerja

praktikum masing-masing.

3.2.3 Tahap Analisis Data

Pada tahapan ini kami melakukan asistensi dengan asisten terkait lembar

kerja yang telah diisi serta mengamati kembali ke 10 sampel batuan yang telah

diberikan untuk memperoleh hasil yang benar.

3.2.4 Tahap Pembuatan Laporan

Setelah memperoleh analisis data yang benar berdasarkan hasil asistensi dari

asisten, dilanjutkan dengan penusunan laporan sesuai dengan format laporan yang

telah ditentukan. Tidak lupa untuk mengasistensikan kembali laporan tersebut

kepada masing-masing asisten kelompok.


3.2.5 Tahap Pengumpulan Laporan

Laporan yang telah selesai dan telah diasistensikan kembali serta telah

diperoleh hasil yang benar kemudian dikumpulkan di tempat dan waktu yang telah

disepakati.

Tabel 3.1 Tahapan Praktikum


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Sampel 1

Gambar 4.1 Lapili Tuff


Batuan dengan nomor peragaa B25 ini berjenis batuan piroklastik dalam

keadaan segar berwarna putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna abu

kehitaman. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk, kemas

terbuka, sortasi baik. Ukuran butir yang diamati adalah 2-64 mm dengan struktur

sedimen masif. Komposisi kimianya adalah SiO2 dengan material yang berhasil

diamati adalah Matriks yang berbentuk Rounded-sub rounded berukuran Lapili

(2-64 mm), serta semen yang berbentuk Very Angular berukuran Ash (<2mm).

lingkungan pengendapannya adalah laut dalam. Adapun nama batuannya adalah

Tufa Lapili (Fisher, 1966)

Batuan Tufa lapilli ini terbentuk berlapisan dengan lava pada gunung api

dengan tipe erupsi yang eksplosif. Deposit yang sangat besar dapat dijumpai pada

jarak yang relatif dekat dengan kawah vulkanik pada zona eksplosif.

Batuan Tufa lapilli ini digunakan sebagai batu penunjang konstruksi dan

sebagai material untuk pembuatan semen.


4.2 Sampel 2

Gambar 4.2 Calsiruditie Limestone


Batuan dengan nomor peraga B26 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna coklat.

Batuan ini memiliki permeabilitas buruk, porositas baik, kemas terbuka, sortasi

buruk. Ukuran butir yang diamati adalah >64 mm dengan struktur sedimen masif.

Komposisi kimianya adalah CaCO3 dengan material yang berhasil diamati adalah

Fragmen yang berbentuk Very Angular-Angular berukuran Block (>64mm),

Matriks yang berbentuk Very Angular berukuran Lapili (2-64 mm), serta semen

yang berbentuk Very Angular berukuran Ash (<2mm). Lingkungan

pengendapannya adalah laut dangkal. Adapun nama batuannya adalah

Batugamping Calsirudite (Grabau, 1904)

Batugamping terbentuk pada mata air mineral dapat pula mengendapkan

batu gamping. Jenis batu gamping ini terjadi karena peredaran air panas alam yang

melarutkan lapisan batu gamping dibawah permukaan, yang kemudian diendapkan

kembali dipermukaan bumi. Magnesium, lempung dan pasir merupakan unsur

pengotor yang mengendap bersama-sama pada saat proses pengendapan.

Keberadaan pengotor batu gamping memberikan klasifikasi jenis batu gamping,


apabila pengotornya magnesium, maka batu gamping tersebut diklasifikasikan

sebagai batu gamping dolomitan. Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka

batu kapur tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan, dan batu

gamping pasiran apabila pengotornya pasir. Persentase unsur-unsur pengotor

sangat berpengaruh terhadap warna batu kapur tersebut, yaitu mulai dari warna

putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, bahkan hitam. Warna kemerah-

merahan misalnya, biasanya disebabkan oleh adanya unsur mangan, sedangkan

kehitam-hitaman disebabkan oleh adanya unsur organic. Batu gamping dapat

bersifat keras dan padat, tetapi dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal dijumpai

pula yang porous. Batu gamping yang mengalami metamorfosa akan berubah

penampakannya maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh tekanan

maupun panas, sehingga batugamping tersebut menjadi berhablur, seperti yang

dijumpai pada marmer. Selain itu, air tanah juga sangat berpengaruh terhadap

penghabluran kembali pada permukaan batugamping, sehingga terbentuk hablur

kalsit.

Batugamping dapat dimanfaatkan sebagai pengeras fondasi jalanan,

pengatur pH atau keasaman tanah, sebagai penjernih air, serta sebagai bahan baku

dalam proses industri pupuk.


4.3 Sampel 3

Gambar 4.3 Very Fine Sandstone


Batuan dengan nomor peraga B29 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna coklat

muda. Batuan ini memiliki permeabilitas buruk, porositas baik, kemas tertutup,

sortasi baik. Ukuran butir yang diamati adalah 1/256-1/16 mm dengan struktur

sedimen berlapis. Komposisi kimianya adalah SiO2 dengan material yang

berhasil diamati adalah Matriks yang berbentuk Sub-Rounded berukuran 1/256-

1/16 mm serta semen yang berbentuk Sub-Rounded berukuran 1/256-1/16 mm

Lingkungan pengendapannya adalah laut dalam. Adapun nama batuannya adalah

Batupasir sangat halus (Wentworth, 1922).

Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir

yang terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada

suatu tempat. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa,

feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit

dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz

Sandstone, Arkose, dan Graywacke.


Batupasir ini tahan terhadap cuaca tetapi mudah untuk dibentuk. Hal ini

membuat jenis batuan ini dijadikan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena

kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat

baik untuk dibuat menjadi batu asah yang digunakan untuk menajamkan pisau dan

berbagai kegunaan lainnya.

4.4 Sampel 4

Gambar 4.4 Conglomerate


Batuan dengan nomor peraga B27 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna cokelat abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna

kuning kecoklatan. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk,

kemas terbuka, sortasi buruk. Ukuran butir yang diamati adalah 256 mm dengan

struktur sedimen masif. Komposisi kimianya adalah SiO 2 dengan material yang

berhasil diamati adalah Fragmen yang berbentuk Rounded berukuran >256 mm

Matriks yang berbentuk Sub-Rounded-Sub Angular berukuran 2 mm serta semen

yang berbentuk Sub-Angular berukuran 1 mm Lingkungan pengendapannya

adalah laut dalam. Adapun nama batuannya adalah Konglomerat (Wentworth,

1922).
Konglomerat terbentuk sebagai hasil penyatuan berbagai gravel terasosiasi

dan terdeposisi pada laut dangkal serta mengalami turbulensi. Umumnya kondisi

ini menunjukkan adanya laut transgresi. Konglomerat juga umumnya

merepresentasikan adanya deposit endapan aliran sungai yang deras.

Secara umum kegunaan Konglomerat ini adalah pada bidang konstruksi,

umumnya digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan dan berbagai Gedung.

4.5 Sampel 5

Gambar 4.5 Medium Sandstone


Batuan dengan nomor peraga B8 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna kuning kecoklatan dan dalam keadaan lapuk berwarna

abu-abu. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk, kemas terbuka,

sortasi baik. Ukuran butir yang diamati adalah 1/12 -1/2 mm dengan struktur

sedimen tidak berlapis. Komposisi kimianya adalah SiO 2 dengan material yang

berhasil diamati adalah Fragmen yang berbentuk Angular dengan ukuran 1/8-1/4

mm , Matriks yang berbentuk Rounded berukuran 1/16-1/8 mm serta semen yang

berbentuk Rounded berukuran 1/16-1/9 mm Lingkungan pengendapannya adalah

laut dalam. Adapun nama batuannya adalah Batupasir sedang (Wentworth, 1922).
Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir

yang terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada

suatu tempat. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa,

feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit

dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz

Sandstone, Arkose, dan Graywacke.

Batupasir ini tahan terhadap cuaca tetapi mudah untuk dibentuk. Hal ini

membuat jenis batuan ini dijadikan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena

kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat

baik untuk dibuat menjadi batu asah yang digunakan untuk menajamkan pisau dan

berbagai kegunaan lainnya.

4.6 Sampel 6

Gambar 4.6 Claystone


Batuan dengan nomor peraga B10 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna putih abu-abu dan dalam keadaan lapuk berwarna abu

kehitaman. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk, kemas

tertutup, sortasi buruk. Ukuran butir yang diamati adalah >2 mm dengan struktur

sedimen tidak berlapis. Komposisi kimianya adalah CaCO3 dengan material yang
berhasil diamati adalah Matriks yang berbentuk Sub-Angular berukuran 1/2 - 1

mm serta semen yang berbentuk Sub-Rounded berukuran 1/4-1/2 mm

Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Adapun nama batuannya

adalah Batulempung (Wentworth, 1922).

Batulempung terbentuk pada daerah yang mempunyai arus lemah.

Batulempung ini terbentuk pada lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah

dataran banjir, delta, danau, lagoon dan laut. Batulempung yang terbentuk pada

daerah yang berbeda mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula

Batulempung yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang

tebal, mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang

kemudian tenggelam setelah mati

Batulempung ini dapat digunakan sebagai bahan dasar keramik atas

kandungan porselennya, bahan dasar kertas, serta material pembantu pengeboran.

4.7 Sampel 7

Gambar 4.7 Fine Sandstone


Batuan dengan nomor peraga B6 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna kuning kecoklatan dan dalam keadaan lapuk berwarna

putih kecoklatan. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk, kemas
terbuka, sortasi buruk. Ukuran butir yang diamati adalah 1/8 -1/4 mm dengan

struktur sedimen tidak berlapis. Komposisi kimianya adalah SiO 2 dengan

material yang berhasil diamati adalah Fragmen yang berbentuk Sub-Rounded

dengan ukuran 1/8-1/4 mm , Matriks yang berbentuk Sub-Rounded berukuran

1/8-1/4 mm serta semen yang berbentuk Angular berukuran 1/8-1/4 mm

Lingkungan pengendapannya adalah laut dalam. Adapun nama batuannya adalah

Batupasir halus (Wentworth, 1922).

Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir

yang terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada

suatu tempat. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa,

feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit

dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz

Sandstone, Arkose, dan Graywacke.

Batupasir ini secara umum digunakan pada bahan konstruksi berbagai

Gedung dan bangunan, serta dapat digunakan sebagai batu asah.


4.8 Sampel 8

Gambar 4.8 Fine Sandstone


Batuan dengan nomor peraga B3 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna putih kelabu dan dalam keadaan lapuk berwarna hitam

kecoklatan. Batuan ini memiliki permeabilitas buruk, porositas baik, kemas

tertutup, sortasi buruk. Ukuran butir yang diamati adalah 1/16 -1/8 mm dengan

struktur sedimen tidak berlapis. Komposisi kimianya adalah SiO 2 dengan

material yang berhasil diamati adalah Fragmen yang berbentuk Rounded dengan

ukuran 1/16 – 1/8 mm , Matriks yang berbentuk Rounded berukuran 1/16-1/8 mm

serta semen yang berbentuk Angular berukuran 1/16-1/8 mm Lingkungan

pengendapannya adalah laut dalam. Adapun nama batuannya adalah Batupasir

sangat halus (Wentworth, 1922).

Sandstone atau batu pasir terbentuk dari sementasi dari butiran-butiran pasir

yang terbawa oleh aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi pada

suatu tempat. Komposisi batuannya bervariasi, tersusun terutama dari kuarsa,

feldspar atau pecahan dari batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit

dan bijih besi. Batu pasir umumnya digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu Quartz

Sandstone, Arkose, dan Graywacke.


Batupasir ini secara umum digunakan pada bahan konstruksi berbagai

Gedung dan bangunan sebab sifatnya yang lebih tahan terhadap pengaruh cahaya

matahari, serta dapat digunakan sebagai batu asah.

4.9 Sampel 9

Gambar 4.9 Quartz Arenite


Batuan dengan nomor peraga B9 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna kuning kecoklatan dan dalam keadaan lapuk berwarna

abu-abu kecoklatan. Batuan ini memiliki permeabilitas buruk, porositas baik,

kemas tertutup, sortasi buruk. Ukuran butir yang diamati adalah 1/2 -1 mm

dengan struktur sedimen masif. Komposisi kimianya adalah SiO2 dengan material

yang berhasil diamati adalah Matriks yang berbentuk Rounded-sub rounded

berukuran 1/2-1 mm serta semen yang berbentuk Sub-Rounded berukuran 1/4-

1/2 mm Lingkungan pengendapannya adalah laut dalam. Adapun nama batuannya

adalah Kuarsa Arenit (Pettijohn, 1987)

Kuarsa Arenit terbentuk pada akumulasi material klastik yang

tertransportasi oleh angin dan air baik itu pada arus torensial ataupun alluvial. Pada

deposit laut, umum ditemukan pada dasar dari transgresi konglomerat yang

terangkat Bersama lempung dan limestone.


Kuarsa arenit sering dimanfaatkan untuk material bahan bangunan, juga

untuk dekorasi eksterior, umumnya juga digunakan sebagai bahan pembuatan

roda, dan pemanfaatan dibidang artistik lainnya.

4.10 Sampel 10

Gambar 4.10 Claystone


Batuan dengan nomor peraga B1 ini berjenis batuan sedimen dalam

keadaan segar berwarna kuning kecoklatan dan dalam keadaan lapuk berwarna

abu-abu kecoklatan. Batuan ini memiliki permeabilitas baik, porositas buruk,

kemas tertutup, sortasi baik. Ukuran butir yang diamati adalah 1/256 -1/16 mm

dengan struktur sedimen tidak berlapis. Komposisi kimianya adalah CaCO 3

dengan material yang berhasil diamati adalah semen yang berbentuk Very

Rounded berukuran 1/256-1/16 mm Lingkungan pengendapannya adalah laut

dangkal dan memiliki sifat karbonatan. Adapun nama batuannya adalah

Batulempung (Wentworth, 1922).

Batulempung terbentuk pada daerah yang mempunyai arus lemah.

Batulempung ini terbentuk pada lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah

dataran banjir, delta, danau, lagoon dan laut. Batulempung yang terbentuk pada

daerah yang berbeda mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula


Batulempung yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang

tebal, mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang

kemudian tenggelam setelah mati.

Batulempung ini dapat digunakan sebagai bahan dasar keramik atas

kandungan porselennya, bahan dasar kertas, serta material pembantu pengeboran.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum acara ini, diantaranya :

1. Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi,

sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau

pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan.Batuan

sedimen adalah batuan yang terbentuk dari aktivitas kimia dan mekanik

yaitu material asal yang mengalami proses pelapukan dan erosi yang

kemudian tertransportasi dan terendapkan (sedimen) selanjutnya

mengalami proses pembatuan (lithification) dari endapan-endapan tersebut.

2. Pendeskripsian batuan piroklastik dimulai dari tekstur yang terdiri dari

permeabilitas, porositas, kemas, dan sortasi. Lalu, ukuran butir, struktur,

komposisi kimia, komposisi material yang terdiri dari fragmen, matriks, dan

semen. Untuk menentukan nama batuan piroklastik, klasifikasi yang dipakai

ialah Fisher (1966).batuan sedimen klastik dimulai dari tekstur yang terdiri

dari permeabilitas, porositas, kemas, dan sortasi. Lalu, ukuran butir, struktur

sedimen, komposisi kimia, komposisi material yang terdiri dari fragmen,

matriks, dan semen serta lingkungan pengendapan. Untuk menentukan

nama batuan sedimen, klasifikasi yang dipakai ialah Klasifikasi Grabau

(1904), Klasifikasi Wentworth (1922), Klasifikasi Pettijohn (1987).

3. Pembentukan batuan sedimen diawali dengan adanya proses pelapukan,

transportasi, deposisi dan kemudian mengalami proses diagenesa yang


meliputi kompaksi, sementasi, rekristalisasi, autigenesis, dan metasomatis.

Proses pembentukan batuan piroklastik diawali oleh meletusnya gunungapi,

mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang sangat

besar yaitu gaya endogen dari pusat bumi. Magma yang dikeluarkan oleh

gunung itu terhempas ke udara, sehingga magma tersebut membeku dan

membentuk gumpalan yang mengeras (yang kemudian disebut batu).

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk laboratorium

1. Diharapkan tetap menjalankan protokol kesehatan

2. Melengkapi nomor peraga di setiap sampel yang akan di deskripsi

5.2.2 Saran untuk asisten

1. Semoga kedepannya tetap mematuhi protokol kesehatan

2. Agar kedepannya tetap mendampingi praktikan di saat mendeskripsi sampel.


DAFTAR PUSTAKA

Haldar S.K. 2014. Introduction to Mineralogy and Petrology, Elsevier Library and

Congress : Oxford.

Noor Djauhari. 2012. Pengantar Geologi, Program studi Teknik Geologi, Fakultas

teknik, Universitas Pakuan: Bogor.

Noor Djauhari. 2009. Pengantar Geologi Edisi Pertama, Program studi Teknik

Geologi: Fakultas teknik Universitas Pakuan: Bogor

Simon dan Schusters. 2008. Guide to Rocks and Minerals, Rockefeller Center:

New York
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PETROLOGI
ACARA III : BATUAN SEDIMEN I (BATUAN SEDIMEN KLASTIK DAN
BATUAN PIROKLASTIK)

LAPORAN

OLEH:
URIP CAHYADI
D061201021

GOWA
2021

Anda mungkin juga menyukai