Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PEKAN II

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM (1)

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD RESTU DERMAWAN A.


H041221076

DAPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Pembahasan kajian filsafat dan teologi biasanya dimulai dengan masalah pembuktian
tbntang eksistensi Tuhan, akan tetapi dalam kitab-kitab suct' agama, termasuk al-Quran,
hampir tidak ditemukan ayat yang membicarakan secara khusus tentang eksistensi
(wujud) Tuhan. Seakah-akan eksistensi Tuhan ini tidak perlu dibahas lagi, karena
dianggap. sudah sangat jelas dan hanya tinggal diterima jadi. Aj Arberry menulis: “Di
Masa Plato, Yunani merupakan pusat pembuktian berkenaan dengan eksistensi Tuhan”.
lni merupakan hal yang pertama kali di Barat di mana orang-orang berusaha menyelidiki
ihwal Tuhan mereka. Tak satu pun penulis dari penulis Perjanjian lama pernah
membahas tentang eksistensi Tuhan sebagai suatu masalah pelik yang tentangnya
niscaya ada keraguan atas semangat bangsa Semit yang menemukan Tuhan dalam
wahyu itu sendiri. Lagi pula apa yang baru dikatakan tentang Perjanjian Lama dengan
hanya sedikit perbedaan berlaku pula pada Perjanjian Baru." Dalam teks agama bangsa
Arya eksistensi Tuhan diterima begitu saja tanpa mensyaratkan bukti dan demontrasi
logis. Demikian pula dalam kitab suci agama Hindu yaitu Upanishad. Dengan demikian
dapat ditegaskan bahwa keyakinan tentang eksistensi (wujud) Tuhan merupakan suatu
hal yang tidak dapat diragukan lagi dan hampir seluruh umat manusia mempercayai
adanya.
Ketuhanan Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan
dapat ditemukan dalanr Q.S. al-Ankabut, 29 ayat 61-63. Dalan ayat 61-63 dijelaskan
bahwa. "bangsa Arab yang penyembah berhala tidak menolak eksistensi pencipta langit
dan bumi. Jika mereka ditanya siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan
menundukkan matahari dan bulan serta siapakah yang menurunkan air dari langit lalu
menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya? Mereka pastl menjawab Allah."
Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa, bangsa Arab sungguhnya telah
memahami dan menyakini akan eksisitensi, tuhan sebagai pencipta langit dan bumi serta
pengaturnya. Namun menurut ar-Quran ada segelintir anak nranusia yang menolak
eksistensi tuhan. seperti penggambaran al-Qui-an dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24.
menegaskan bahwa, Mereka berkata "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di
dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa."
Penolakan akan eksistensi Tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan
pada dugaan semata dan tidak disarkan pada pengetahuan yang menyakinkan, seperti
ditegaskan dalam penutup ayat ke 24 tersebut, yaitu "mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." Pada tempat
lain yakni Q.S. ath-Thur (52): 35-36, al-Quran meinpertanyakan, Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak
menyakini apa yang mereka katakan.
Di sisi lain, bukankah pengakuan diri Firaun sebagai tuhan setelah ia menolak Tuhannya
Musa as dan yang diimani oleh para pengikutnya merupakan bukti konkrit bahwa
manusia memiliki kesadaran akan eksitensi tuhan. Sehingga ketika manusa (dalam hal
ini Fir'aun) menoiak eksistensi tuhan di luar dirinya, ia pun menyangkal dan mengakui
dirinya sendiri sebagai tuhan. Dari sini dapat ditegaskan bahwa manusia tidak akan
mampu melepaskan diri dari pengetahuan akan eksrstensi Tuhan. Bukankah pengakuan
Fir'aun akan eksistensi Tuhannya Musa as dan Bani lsrail dan pembatalan ketuhanan
dirinya sendiri yang terjadi kemudian, pada saat ia akan tenggelam, ia tidak berdaya dan
berkuasa lagi merupakan bukti bahwa pengakuan akan eksistensi tuhan sudah ada
dalam diri manusia. Sungguh indah al-Quran mengibaratkan bahwa perasaan
ketergantungan kepada Tuhan dan harapan akan pertolongannya. secara spontan akan
muncul, ketika manusia mendapatkan musibah. Seperti dikemukakan dalam Q.S. al-lsra
(17) 67. Yaitu "apabila Kamu ditimpa marabahaya dilautan, hilanglah segala yang kamu
puja-puja itu di ingatanmu kecuali Dia (Tuhan). Akan tetapi setelah kamu diselamatkan-
Nya ke daratan lantas kamu berpaling lagi. Sesungguhnya manusia itu tiada tahu
berterima kasih."
Jadi manusia akan merasakan kebutuhannya akan kehadrran Tuhan, ketika ia dalam
keadaan kesulitan yang besar dan tidak ada lagi yang dapat menolongnya, termasuk
dirinya sendiri, maka pasti ia akan mengharapkan adanya penolong yang
menyelamatkannya dari kesulitan tersebut, itulah Tuhan. Bukankah keadaan yang
demikian itu menggambarkan bahwa manusia mengakui eksistensi Tuhan dan
pengakuan itu telah ada dalam diri manusia (merupakan fitrah manusia). Hal ini
ditegaskan dalam Q.S. al-A'raf (7). 172, bahwa setiap anak cucu Adam telah diambil
kesaksian mereka, yakni ketika Tuhan berfirman, "bukankah Aku Rabbmu (Tuhanmu)?
Mereka menjawab, "Betul, Engkau Rabb kami. Kami menyaksikan.”

Anda mungkin juga menyukai