Anda di halaman 1dari 17

Ketuhanan Dalam Islarn I I

I. I(ETUHANAN DALAM ISLAM

Pembahasan kajian filsafat dan teologi biasanya dimulai dengan


masalah pembuktian tbntang eksistensi Tuhan, akan tetapi dalam kitab-kitab
suct' agdma, termasuk al-Quran, hampir tidak ditemukan ayat yang
membicarakan secara khusus tentang eksistensi (wujud) Tuhan. Seakah-akan
eksistensi Tuhan ini tidak perlu dibahas lagi, karena dianggap. sudah sangat
jelas dan hanya tinggal diterima jadi. Abdul Halim Mahmud dalam bukunya a/-
lslam wa al-Aql menegaskan bahwa, 'Jangankan al-Quran, Kitab Taurat dan
lnjil dalam bentuknya yang sekarang (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)
tidak menguraikan tentang eksistensi Tuhan."
Penegasan Halim Mahmud di atas sejalan dengan pernyataan Aj
Arberry, dalam bukunya Reason and Revelation in lslam. Aj Arberry menulis:
'Di Masa Plato, Yunani merupakan pusat pembuktian berkenaan dengan
eksistensi Tuhan berikut bukti-bukti dan argumen-argumennya. lni merupakan
hal yang pertama kali di Barat di mana orang-orang berusaha menyelidiki ihwal
Tuhan mereka. Tak satu pun penulis dari penulis Perjanjian Lama pernah
membahas tentang eksistensi Tuhan sebagai suatu masalah pelik yang
tentangnya niscaya ada keraguan atas semangat bangsa Semit yang
menemukan Tuhan dalam wahyu itu sendiri. Lagi pula apa yang baru dikatakan
tentang Perjanjian Lama dengan hanya sedikit perbedaan berlaku pula pada
Perjanjian Baru."
Dalam teks agama bangsa Arya eksistensi Tuhan diterima begitu saja
tanpa mensyaratkan bukti dan demontrasi logis. Demikian pula dalam kitab suci
agama Hindu yaitu Upanishad. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa
keyakinan tentang eksistensi (wujud) Tuhan merupakan suatu hal yang tidak
dapat diragukan lagi dan hampir seluruh umat manusia mempercayai adanya.
A. Bukti Eksistensi Tuhan
2 | Ketuhanan Dalstn Islun

Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengaKu?r' ./.ar, eksistensi


Tuhan dapat ditemukan dalanr Q.S. al-Ankabut, 29: 61-63. Dalan ayat 61-63
dijelaskan bahwa. "bangsa Arab yang penyembah berf'ala : r3< nienolak
eksistensi pencipta langit dan bumi. Jika mereka ortan;;a s a:akarr yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan mataharr ra^ culan serta
siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupKa{i c3ncar air itu
bumi sesudah matinya? Mereka pastl menjawab Allah."
Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat clipahami bahi',,: cangsa Arab
sungguhnya telah memahami dan menyakini akan eksisier,s, ir..l3it sebagai
pencipta langit dan bumi serta pengaturnya. Namun menurut ar-Quran ada
segelintir anak nranusia yang menolak eksistensi T-,r.an. seperlr
penggambaran al-Qui-an dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Avai ii :r:neoaskan
bahwa: "Mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kenidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan krta selain
masa." Penolakan akan eksistensi Tuhan oleh sebagian kecri :nanusia itu,
hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak dicasarxan paria
pengetahuan yang menyakinkan, sepedi ciitegaskan dalam <larsa penutup
ayat 24 tersebut, yaitu: "mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahr:an
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."
Oleh karpna itu, sangat logis jika al-Quran mempertany,,a<an sikap ciari
penolakan manusia akan eksistensi Tuhan serta kekafiran nrar,,-sia l<epacia
Tuhan dan <esyirikan manusia. Seperti ditegaskan dalam penuiup ayat 61

surah al-ankabut di atas'raitu:


'' ' ; ti'
-!
': ':\i: .- ur'-l

Terjemah. "Maka 'oetapaxah mereka (dapat) dipalingkart (darijalan yang


benar)."
Kandungan kiausa a-vat rni mengganrbarkan sebuah keireranan, yakni
mengapa -manusia, setelan mei:gakur akan adanya Tuhan sebagai pencipta
langit dan bunii...- berpalinE oai ,aian yang benar? Pertanyaan vang senada. -
seakan-akan apa yang terjaoi sr,l:l iniuk dapat dipercayai,- juga ditemukan
dalam Q.S. al-Baqarah (2).28. 'Baga,rnana kalian bisa kafir kepada Allah?
h.
q

Ketuhanan Dalam Islam | 3

Padahal kalian sebelumnya tidak ada, kemudian Dia menciptakan kalian, lalu
kemudian Dia mematikan kalian, kemudian Dia menghidupkan kalian kemball
dan akhirnya kepada Dialah kalian kembali." Berdasarkan ayat ini, dapat
ditegaskiln bahwa penolakan eksistensi Tuhan, prilaku kufur dan syirik adalah
tidak pantas terjadi bagi manusia.
Pada tempat' lain yakni Q.S. ath-Thur (52): 35-36, al-Quran
meinperfanyakan; "Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak menyakini (apa
yang mereka katakan).
Dari kandungan ayat 35-36 tersebut setidaknya ada tiga urutan
pertanyaan yang mesti dijawab dengan tepat yaitu:
1. Apakah manusia tercipta tanpa pencipta?
2. Apakah manusia menciptakan diri mereka sendiri?
3. .Apakah Manusia yang menciptakan langit dan bumi, padahal langit
dan bumitelah ada sebelum manusia?
Mencermati ketiga pertanyaan di atas tampaknya al-Quran ingin
menyadarkan logika ilmiah manusia tentang ekslstensi Tuhan dan kebutuhan
manusia terhadap Tuhan. Coba kita lihat jawaban-jawaban dari ketiga
pertanyaan di atas. Jika jawaban untuk pertanyaan pertama adalah tidak. Maka
manusia adalah makhluk yang membutuhkan pencipta. Dengan demikian,
maka jawaban untuk pertanyaan kedua sudah pasti tidak, karena makhluk tidak
mungkin dapat menciptakan dirinya sendiri. Tegasnya semua makhluk
termasuk manusia tidak akan mungkin menjadi pencipta.
Demikian pula untuk pertanyaan ketiga, jawabannya bersifat negasi,
karena diri manusia saja tidak dapat diciptakan oleh manusia itu sendiri, lalu
bagaimana mungkin manusia menciptakan sesuatu yang telah ada sebelum
dirinya ada. Oleh karena itu sangat menggelikan jika manusia mengklaim
dirinya sebagai Tuhan dan berkata bahwa dirinya adalah pencipta dan
penguasa langit dan bumi, seperti apa yang dilakukan dan diakui oleh Fir'aun.
Coba cermati permisalan berikut ini; "sebagaimana kita ketahui bahwa sebuah
kursi dibuat oleh tukang kursi. Pertanyaannya, pernahkah atau dapatkah kursi

t/
lF

4 | Ketuharuan Deilsm Islant

itu menjadi tukang kursi? Ataukah tukang kursi itu nieiijai r;13 ?.rawabannya
pastilah tidak. Demikian pula manusia sebagaimartiur lz.j . c:ptakan dan
Tuhan sebagai pencipta; manusia bagaikan kursi ,;aig :r:ar --^:{L:r menjadi
tukang kursi atau Tuhan (Pencipta). iadi betapa b:::--_,'a -anusia jika
mengaku sebagai tuhan dan yang lebih borjoh la3r a:a a- -arusra yang
n-iempeduhankan manusia iainnya (meyakini Den.gakuar a{a- <etuhanan
manusia lainnya).
Di sisi lain, bukankah pengakuan diri Firau: se.39a, t-.ai seielah ia
menolak Tulrannya Musa as dan yang diimani o:eir ::- j .i-i 1.1-si ,-nerupakan
bukti konkrit bahwa manusia memiliki kesadai'an a'--, =<s
s:e-s TLrhan dan
manusia butuh akarr Dia? Sehingga ketika manus;a rid.B;-r r3 rni Fir'aun)
menoiak eksistensi ir-rhan di luar dirinya, ra pu nerEangKai ian mengakui
dirinya sendiri sebagai tuhan. Dari sini dapat ditegaskan bahwa manusta tidak
akan mampu melepaskan diri dari penge(uan akan eksrstensr Ti,nan
Kesalahan terbesar Fir'aun k-:rut1o mengakui dan mengangkat dirinya
sebaga! tuhan, pada akhirnya ia sadari dan kemudian mengaxui eksistensi
Tuhan yang diimani Musa as dan Bani lsrail (meskipun rnenurLt al-Quran
sudah terlambat), sepertiditegaskan dalam Q.S. Yunus (10) 9C"gt
Bukankah pengakuan Fir'aun akan eksistensi Tuhannya ilusa as dan
Bani lsrail dan pembatalan ketuhanan dirinya sendiri. (yang ier;acji kemudian,
pada saat ia akan tenggelam, ia tidak berdaya dan berkuasa agi; merupakan
bukti bahwa pengakuan akan eksistensi l-uhan sudah inheren dalam diri
manusia. Sungguh indah al-Quran mengibaratkan bah,va perasaan
ketergantungan kepada Tuhan dan harapan akan perlclongan-l',lya. secara
spontan akan rrruncul, ketika manusia mendapatkan m:..:sicah. seperti
dikemukakan dalam Q.S. al-lsra (17) 67. Yaitu "apabria Kamu ditimpa
marabahaya Ci larltan, hilanglah segala yang kamu puja-pu1a itu di ingatanmu
kecuali Dia (Tuhan). Akan tetapi setelah kamu diselamatkan-Nya ke daratan
lantas kamu berpaling lagi. Sesungguhnya manusia itu tiada tahu berterima
kasih."
Jadi man..:sia akan merasakan kebutuhannya akan kehadrran Tuhan,
ketika ia dalam keadaan kesulitan yang besar dan tidak ada lagr yang dapat
I
I

Ketuhanan Dalam Islam | 5

menolongnya, termasuk dirinya sendiri, maka pasti ia akan mengharapkan


adanya penolong yang menyelamatkannya dari kesulitan tersebut, itulah
Tuhan. Bukankah keadaan yang demikian itu menggambarkan bahwa manusia
mengakui eksistensi Tuhan dan pengakuan itu telah ada dan inheren dalam diri
manusia (merupakan fitrah manusia). Hal ini ditegaskan dalam Q.S. al-A'raf
(7). 172, bahwa setiap anak cucu Adam telah diambil kesaksian mereka, yakni
ketikA Tuhan berfirman; "bukankah Aku Rabbmu (Tuhanmu)? Mereka
menjawab: "Betul, Engkau Rabb kami. Kamimenyaksikan.'
Setelah pembuktian eksistensi Tuhan lewat dalil fitrah. seperti telah
diuraikan di atas, berikut ini akan diuraikan eksistensi Tuhan lewat dalil sebab
akibat. Maksud dengan dalil sebab akibat adalah tjdak ada akibat tanpa sebab.
Menurut akal manusia setiap ke.iadian atau wujud",harus berhubungan dan
bersumber dari sebab. Kaidah akliah ini sebenamya tidak mernbutuhkan
penalaran yang jelimet dan perenungan yang dalam, sebab yang demikian itu
dapat diketahui dengan mudah oleh setiap orang.
Dalil sebab akibat dalam membuktikan eksistensiTuhan dapat dipahami
dari Q.S. Fushshilat (41) 53:

iL,:;i e:,j,,)<i -Ssi" F fi "&'#t ;?'#i'.t,ittsi "2


4.v h;-

.-, t, i -', 'l?


':: Y'r€ f

Terjemahan.
Kaii akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
kami disegala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga ielas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
Sesungguh nya Tuhanmu meniadi saksi alas sega/a sesuatu?
Kandungan ayat ini mengemukakan dua metode pembuktian eksistensi
Tuhan yaitu; pertama metode pembuktian Tuhan lewat perenungan terhadap
alam raya dan diri manusia. Metode ini relevan dengan dalil sebab akibat.
Artinya penelitian, pemikiran, dan perenungan terhadap eksistensi alam raya
dan diri manusia akan mengantar seseorang memahami Tuhan sebagai sebab
pertama. Metode ini relevan dengan kandungan ayat yang menyatakan: "Kami
6 | Ketuhanqn Dolant Islam

akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaar xarnr di segala


wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagr i-er-e(a bahwa Al
Quran itu adalah benar."
sedang metode kedua adalah menjadikan eksrsrens, T-:nan sebagai
bukti eksistensi-eksistensi lainnya bukan sebaliknya yakni sega,a sesuatu yang
ada di alam dan manusia sebagai bukti eksistensi Tuhan ir,'letc:e ini disebut
dengan burhan shiddiqin. Metode ini relevan dengan ayai 53 s!.an Fushshilat
di atas yang menyatakan: 'Tiadakah cukup bahrva sesur.gg-nria Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu?
lVlenurut Mulla Shadra metode kedua rni meruca<an retode terbaik
dalam membuktikan eksistensi Tuhan, dibandingkan cenga.r re::ie pertama.
Pandangan shadra sejalan dengan cara lbnu zina ca,ar membuktikan
eksistensi Tuhan. lbnu Zina menggunakan metode bu!-r,;r sntCdiqin. la
mengatakan bahwa.
"Perhatikanlah dan lihatlah bagaimana pembrki,an kami ihwal
eksistensi Sumber, Kesuciaan dan Kesempurnaan-Nya tida< .:..embutuhkan
perenungan lain selain "eksistensi" itu sendiri. Di sini tidak oerl..j nerenungkan
makhluk-Nya. Meski pengujian seperti itu akan mengantar k,:a <epada-Nya,
namun pdndekatan kami lebih mendalam sebab. pertar-a-tama kami
merenungkan wujud itu sendiri, sehingga ia bisa meneranc(ar realitasnya
sendiri secara leias dan kemudian menjadi sebab keberadaan segala sesuatu
yang memancar darinya pada tahapan berikutnya."
Di akl'iir pembahasan bagian ini, kami tegaskan bahwa e<sisiensi Tr:han
adalah sesuatu yang telah diketahui manusia secara inr-ere1 pada dirinya
sendiri bahkan diri manusia adalah salah satu bukti eksistensi Tqhan.
Pembuktian eksistensi Tuhan juga sangat jelas dan .tegas paca dalil sebab
akibat seperli yang digunakan dan disimpulkan oleh para filoscf baik muslim
maupun non muslim. Adapun kelompok manusia yang merciak eksistensi
Tuhan, menurut al-Quran penolakan mereka tidak berdasarkan paoa keyakinan
dan pengetahuan, hanya dugaan semata yang juga mereka rrdak yakini
kebenarannya. Bahkan pada banyak tempat dalam al-euran. ditemukan ayat-
:

Ketuhanan Dalam Islam | 7

ayat yang menantang mereka untuk membuktikan dugaan rnereka tentang


Tuhan Seperti dalam Q.S. Lukman (31): 1O-11 dan Q.S Fethir (35): &a1.
lbnu Rusyd menggunakan dua cara:
1. "dalil Inayah" (the proof of pri:vidence), yraitu rnengiaafikan manusia
untuk mengamati alam semesta sebagai ciptaan Alhh yang mernpunyai
tujuan/manfaat bagi manusia.
t (Q:S. Luqman/31:20, Q.S. An-Naba'/78:6-16, Q.S. Ali lmran/3:1t}G191).
2. "dalil lkhtira', yaitu mengarahkan manusia untuk mengnmati makhluk
yang beraneka ragarn yang penuh keserasian atau leharmonisan
khususnya alam hayat.
(O. S. A-Ghasyiya h/88 : 17 -?2, O. S. Al-Hai/z2:V 31.
Bukti lain tentang adanya Allah berdasarkan teori kefilgafedan antara lain :

a. Dalil cosmological, yang sering dikemu*akan berhuburqan &rqpn kle


tentang sebab (causality). Plato dalam bukunya "Timeaus" merqatakan
bahwa tiaptiap benda yang teriadi mesti ada yang mer{adikan. Dalam
dunia kita tiap-tiap kejadian mesti didahului oleh sebab-sehab dalam
benda-benda yang terbatas (finite) rangkaian sebab adatah terus
menerus, akan tetapi datam logka rangkaian yang terue rnenerus itu
mustahil.
b. Dalil moral, argumen ini sering dihubungkan dengan nama lmmanuel
Kant. Menurut Kant, manusia mempunyai perasaan moral ysng
tertanam dalam hati sanubarinya. Orang merasa balnsa ia mernpunyai
kewajiban untuk menjauhi perbuatan yang buruk dan melaksanakan
perbuatan yang baik. Manusia melakukan hal itu hanya semata-mata
karena perintah yang timbul dari dalam lubuk hati nuraninya. Perintah
ini bersifat universal dan absolut. Dorongan seperti ini tidak diperoleh
dari pengalaman, akan tetapi manusia lahir dengan perasat itu.

B. Tauhid adalah Konsep Dasar Kct*reaan ls*un


Setelah pembahasan tentang eksistensi Ttfign dan pembuktian
eksistensi-Nya, pada bagian ini kita akan membahas tentang koneepci tauhkl
(monoteisme). Tauhid berarti keyakinan akan realitas tunggal (keesaan Tuhan),
tanpa ada sekutu baginya dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya serta tidak ada
r
I

8 | Ketuhanan Dalcun Islant

yang menyamai-Nya. Q.s. al-Nahl (i6): 23; "Tuhanmu adaiah satu." Demikian
pula dalam Q.s. al-ikhlas (112)" 1;"Katakalah, Allah itu satu'Dan dalam e.s.
ai-syuara (42). 11 ditegaskan bahwa: "Ticjak ada sesuaru pun yang
menyerupai-Nya. "

Tauhid merupakan Prinsip dasar ajaran agama samavli ,agama langit).


Artinya semua nabi dan rasul yang diutus Allah kepada umat mereka masing-
masing membawa ajaran tauhid. Hal ini ditemukan pada penegasan e.s. al-
Anbiya (21): 25 "Dan kami tidak mengutus seorang rasui pr..,n seirelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya trdak aca Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sexarran a<an A<u'. Misalnya
seruan Nabi Nuh, Hud, shaleh dan Syuaib !an! dilanibarxan Jalam e.s. Al-
A'raf (7) 59, 65, 73 dan 85.

Terjemah:
"sesungguhnya kami relah mengutus Nuh kepada kat,mnya lalu ia
berkata. "wahai kaumku sembahlah Atlah. sekaii-kali tax aca Tuhan bagimu
selain-Nya." sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Altah). Aku takut
kamu akan ditimpa azab hariyang besar (kiamat)."
Dalam. ayat di atas, dikemukakan seruan Nabi Nuh kepada kaumnya
agar menycmban Allah, tiada Tuhan selain Allah. Seruan,ni ransung diikuti
dengan ancaman, bahwa jika kalian tidak rnenyembah Allah (can menyembah
selain-Nya) maka kalian akan ditimpa azab yang besa'.
seruan yang sama telah disampaikan Nabi Musa dan Nabi lsa kepada
kaum mereka berdua, seperti ditegaskan dalam e. s. Thaha (20) 13-14 dan
Q.s. al-Maidah (5): 72. Demikian pula dengan Nabi lbrahim dan nabi-nabi
lainya hingga Nabi Muhammad sa,w sebagai Nabi terakhir.
Hanya saja perlu ditegasxa: Dan.va penvampaian ajaran tauhid oleh
setiap nabi dan rasul berbeca-ceca penyamparan yang berbeda ini
disesuaikan dengan tingkat kedewasaas ss.pixir umat yang dihadapi oleh para
-.1

Ke,tuhanan Dalam Islam l9


nabidan rasultersebut. Misalnya Nabi Nuh ketika menyampaikan ajaran tauhid
kepada umatnya hampir tidak disertai dengan argumen-argumen yang logis.
Justru yang langsung disampaikan adalah ancaman akan azab yang besar bila
menolak ajaran tauhid tersebut. 'Berbeda dengan Nabi Hud yang diutus
kemudian, mengajarkan tauhid kepada umatnya. penyampaian ajaran tauhid
tersebut disertai denggn sedikit alasan atau argumentasi yang melandasi
ajaran tauhid tersebut. Yaitu mengingatkan kembali anugrah-anugrah yang
Allah telah anugrahkan kepada umatnya seperti ditegaskan daram e.s. al-
syua'ra (26): 123-140. Argumen-argumen yang mendasari ajaran tauhid yang
disampaikan oleh Nabi Shaleh dan Nabi Syuaib (yang diutus setelah Nabi Hud)
lebih luas dan lebih rinci seperti ditegaskan dalam Q.S. at-A'raf (7):73 dan 85.
Selanjutnya diutuslah Nabi lbrahim sebagai pelanjut para nabi dan rasul
sebelumnya yang mengajarkan ajaran tauhid. Bahkan Nabi lbrahim digelari
sebagai bapak tauhid. Pada masa kenabian dan kerasulan lbrahim,
argumentasi yang melandasi ajaran tauhid semakin luas dan logis, bahkan
Nabi lbrahim sendiri menumbuhkan keyakinannya tentang eksistensi dan
keesaan Tuhan dengan cara pencarian lewat pengalaman keruhaniaan, seperti
digambarkan dalam Q.S. al-An'am (6): 75: "Dan Demikianlah kami perlihatkan
kepada lbrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan
bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin."
Berdasarkan ayat ini, jelas keyakinan lbrahim tentang eksistensi Tuhan dan
keEsaan-Nya didasarkan pada pengetahuan tentang tanda{anda keagungan
Allah yang terdapat di langit dan bumi.' Selanjutnya pada Q.S. al-An'am (6):
76.78 dikemukakan bagaimana lbrahim melakukan pencarian kesadaran
ketuhanannya lewat argumen-argumen yang logis-rasional, yaitu:
'Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia
berkata: "lnilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:
'Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan
teftit dia berkata: "lnilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia
beftata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
Pastilah Aku termasuk orang yang sesaf. Kemudian tat4ala ia melihat matahari
terbit, dia berkata: "lnilah Tuhanku, lniyang lebih besar". Maka tatkala matahari
10 | Ketuhanan Dalum Islam

itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari
apa yang kamu persekutukan."
Puncak pengajaran tauhid yang dilandaskan pada argumentasi logis-
rasional terjadi pada pengutusan Muhammad saw. sebagai nabi dan rasulAllah
yang terakhir. Dalam al-Quran ditegaskan perintah untuk mengilmui ajaran
tauhid" Q.S. Muhammad (7):19'.
;'*.i > iiPg
"Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada llah (sesembahan,
Tuhan) selain Allah."
Pengajaran tauhid pada masa kerasulan Muhammad saw insya Allah
akan dikemukakan setelah pembahasan tentang tingkatan-tingkatan tauhid.
Pembahasan tentang tauhid berikut ini didasarkan pada pembagian tauhid
secara teoritis dan praktis. Tauhid teoritis meliputi tauhid zat. tauhid sifat dan
tauhid perbuatan (amal) sedang tauhid praktis adalah tauhid ibadah.
Pada prinsipnya tauhid,leoritis adalah pengetahuan tentang Tuhan yang
Maha Esa baik dari segi Zat-Nya, Sifat-sifat-Nya dan amal-Nya. Sedangkan
tauhid ibadah atau tauhid praktis merupakan aktualisasi dan pengetahuan
tentang tauhid teoritis. Dengan demikian, kedua pembagian tauhid di atas
rnerupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pengetahuan tentang tauhid
teoritis tidak anan memberi manfaat tanpa tauhid praktis (tauhid ibadah).
Sepertl apa vang terjadi pada iblis (syetan) yang dilaknat oleh Atlah karena
tidak taat akae perintah Tuhan (sebagai bentuk aktus tauhid ibadah), pada hal
iblis juga mengakui ketauhidan Allah secara teoritis. Buktinya lblis atau syetan
pun ketika ia telah dilaknat dan dinyatakan kafir, ia pun memohon kepada Allah
agar dipanjangkan umurnya hingga hari kebangkitan. karena ia ingin
menyesaikan manusia yang merupakan anak cucu Adam Seperti dalam Q.S.
al-A'raf (7): 15. Bandrngkan dengan Q.S. al-Hasyar (59): 16.
!
Ketuhanan Dalam Islam I ll

Dalam ayat 1O ini lblis berkata bahwa:


'iits|i-J)q&i F t';lui::Jdpy ,,n ,
AJv Jtr 1o$Jl *:r

Terjemah:
' (Bujirkan
orang-orang munafikitu adalah) seperti (bujukan) syaitan
ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu
telah kafir, maka ia berkata: "sesungrguhnya Aku berlepas diri dari kamu,
Karena sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Rabb semesfa alam,,.
Dalam ayat di atas, ibris menegaskan bahwa ia berlepas diri.dari
mereka yang berlaku kufur, karena sesungguhnya ia juga takut kepada Allah
Rabb semesta alam.
Kita kembali kepada pembahasan tauhid teoritis dan tauhid praktis.
Tauhid teoritis meliputi:
1. Tauhid Zat
Yang dimaksud dengan tauhid zat adalah mengetahui bahwa Allah
adalah Esa dalam zat-Nya. Dia adalah wujud yang Maha Kaya dan tidak
membutuhkan dan tidak bergantung kepada apa pun dan siapa pun. Dalam
bahasa al-Quran disebut dengan al-Ghani. Justru segala sesuatu bergantung
kepada-Nya. seperti ditegaskan dalam Q.s. Fathir (35): 15: " Hai manusia,
kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah, Dialah yang Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." Dalam bahasa filosof, Dia adalah
Wujud yang mesti ada dan setiap wujud tergantung kepada-Nya.
Dia Allah adalah Zat runggal. Dialah pencipta dan sumber segala
sesuatu dan segala sesuatu akan kembali pula kepada-Nya. Dia bukan dari
apa pun dan siapa pun, Dalam bahasa al-euran, Dia adalah al-Awwal wa al-
A.khir dan dalam bahasa filsafat, Dia adalah sebab pertama. Dalam e.s. Rad
t13): 16; ditegaskan bahwa; " Katakanlah, Allah itu pencipta segala sesuatu.
Demikian pula Q.s. al-syuara (a2): 35 ditegaskan bahwa: "lngaflah bahwa
repada Allahlah kembali segala sesatu." Dengan demikian, alam semesta dan
segala isinya termasuk manusia bersumber dari pencipta yang Tunggal. oleh
12 | Ketuhanan Dalam Islam

karena itu, asal, tujuan dan akhir dari alam semesta ini satu. Satu orbit, satu
kutub dan satu pusat. Dari sisi ini dapat ditegaskan bahwa hubungan Allah
dengan alam semesta adalah hubungan antara Pencipta dengan yang

diciptakan, hubungan antara Sebab Pertama dan akibat.


Tauhid zat berarti Dialah Realitas yang menolak dualitas dan pluralitas
dan tidak ada yang menyerupai-Nya" Dialah Allah yang ttdak ada yang serupa
dengan-Nya dan Dialah Allah yang tidak ada satupun yang sebanding dengan-
Nya. Q.S. al-Syuara (4I)'. 15 dan Q.S. al-lkhlas ('112): 4.
Dualitas dan pluralitas merupakan cirt kemakhlukan dan ciri ketidak
sempurnaan. Keberadaanya tergantung kepada realrtas (wujud) lainnya.
Misalnya Muhammad sebagai anggota spesis manusia. Dengan demikian kita
bisa mengasumsikan bahwa ada anggota-anggota lain dalam spesis ini. Ada
pun sebagai Zat Tunggal tersucikan dari implikasi semacam itu.
2. Tauhid Sifat
Tauhid Sifat berarti mengetahui bahwa zat-Nya adalah sifat-sifat-Nya itu
sendiri. Dengan kata lain, bahwa zatNya cjan sifat-sifatNya indentik. Artinya
berbagai sifat-Nya tidak terpisah satu sama lain. Dengan demikian, tauhid sifat
adalah menafikan adanya pluralitas atau kemajemukan pada zat itu sendiri.
Allah memiliki sifat-sifat yang maha sempurna namum sifat-sifat tersebut tidak
terpisah dari zat-Nya. Keterpisahan zal dengan sifat dan ketepisahan sifat-sifat
satu sama lainnya menggambarkan ciri keterbatasan eksistensi dan tidak
mungkin terjadi padaZal yang tak terbatas.
3. T:lrhid Perbuatan
Tauhid perbuatan adalah menyakini bahwa alam raya dan segala
sistemnya merupakan perbuatan dan karya-Nya, timbul dari kehendak-Nya.
Oleh karena itu, segala yang ada pada alam raya ini pada hakekatnya tidak
mandiri dan semuanya tergantung pada-Nya sebagai Sebab Pertama. Dengan
demikian, apa yang ada pada alam raya tidak akan pernah mandiri baik dalam
konteks sebab maupun akibat. Dari sisi ini, dapat ditegaskan bahwa: Keyakinan
manusia dan makhluk lainnya untuk dapat berbuat dengan kehendaknya
secara murni dan mandiri merupakan keyakinan akan adanya sekutu bagiAllah
baik dari segi Zat-Nya maupun Perbuatan-Nya. Manusia memang diberi
.!

Ketuhanan Dalarn Islarn I 13

kekuatan dan kehendak untuk menentukan nasibnya sendiri, namun tidak


berarti manusia secara mutlak dan mandiri dapat memenuhi kehendaknya. Hal
ini bertentangan dengan Tauhid Zati dan Tauhid Amali (perbuatan), seperti
ditegaskan dalam Q.s. al-lsra, (17):111: "segata puji Bagi Ailah yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak
mempunyai penolong. (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan. Karena itu
agungkanlah Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya.
4. Tauhid praktis (tauhid ibadah)
Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa tauhid teoritis adalah
pengetahuan tentang keEsaan Allah baik dari segi Zat-Nya, sifat-sifat-Nya dan
perbuatan-Nya. Pengetahuan tauhid tersebut mesti diaktuskan dalam bentuk
praktis. oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tauhid praktis merupakan
pembenaran atau penyempurna tauhid teoritis. Tauhid praktis adalah beribadah
hanya kepada Allah. Hanya Allah yang berhak untuk disembah. Dengan
demikian Tauhid praktis adalah sesungguhnya ibadah kepada Allah. lbadah
kepada Allah yang paling jelas adalah menunaikan segala ritus-ritus yang telah
diperintah-Nya demi mencapai pensucian dan pengagungan kepada Allah.
Kalau pelaksanaan ritus-ritus tersebut tidak ditujukan kepada Allah tetapi
kepada selain Allah, maka orang demikian secara total telah keluar dari lslam.
Namun perlu ditegaskan bahwa konsepsi ibadah dalam lslam bukan
hanya makna ini, tetapi meliputi segala bentuk orientasi spiritual dan
menjadikan sesuatu yang ideal dan kiblat spiritual adalah ibadah. Seperti
menjadikan hawa nafsunya sebagai sebuah yang ideal dan kiblat spiritualnya
dan atau orientasi spiritualnya, maka ia telah beribadah kepada hawa
nafsunya. seperti ditegaskan dalam Q.s. al-Furqan (25): 43: " Terangkanrah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ruhannya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?"
Dengan demikian tauhid ibadah adalah ketaatan hanya ditujukan
kepada Allah semata. Hidup dan mati, setiap gerak dan diam atau semua
aktifitas hanya ditujukan kepada Allah. seperti ditegaskan dalam e.s. al-An'am
(6). 162-162; ' Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya;
l

l
I

)
14 | Ketuhanan Dalam Islam

dan demikian ltulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang
pertama{ama menyerahkan diri (kepada Allah)". Makna inilah yang dimaksud
dengan kalimat la ilaha illa Allah "tidak ada ilah selain Allah '
Uraian tentang tauhid teoritis dan praktis akan lebih jelas dan rirrci, jika
kita uraikan bagaimana Allah memperkenalkan diri-Nya kepada manusia,
seperti yang dipahami dari al-Quran? Tampaknya dalam al-Quran dapat
dipahami bahwa yang pertama-tama Allah perkenalkan kepada manusia
adalah perbuatan dan sifat-Nya. Kata yang pertama ia gunakan untuk
memperkenalkan dirinya adalah kata Rabb dan bukan kata Allah
Seperti ditegaskan dalam ayat yang pertama turun yaknr Q.S. al-Alaq
1-5:

4.\.*
a
a'i
vt
/*2 iJ t- :-rYt i

Menurut Quraish Shihab, penggunaan kata Rabb untuk menunjuk


kepada Tuhan pada ayat-ayat yang turun kepada Muhammad dimulai dari
surah yang pertama turun hingga surah yang ke 18. Baru pada surah ke 19
yakni pada surah al-lkhlas, penggunaan kata Allah untuk menunjuk Tuhan
digunakan.
Yaitu:

Berdasarkan kenyataan di atas, pertanyaan yang menarik diajlkan


adalah Apa sebenamya makna kata rabb? Dan mengapa Tuhan menggunakan
kata Rabb dan bukan kata Allah (untuk pertama kalinya) Dia memperkenalkan
diriNya kepada manusia?
Dari sudut makna etimologis, kata rabb menunjuk makna pokok
memperbaiki dan memelihara sesuatu, melazimi dan memelihara sesuatu,
menghimpun sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kemudian dari makna pokok
l
I

Ketuhanan Dalam Islam I 15

inilah terbentuk makna-makna pencipta, pemelihara, pendidik, pengatur,


pemilik dan pemberi kebajikan. Dengan demikian, jika kata rabb itu
disandarkan kepada Allah maka kata rabb menunjuk makna sifat perbuatan
Allah yang sangat fungsional, yaitu Allah adalah Pencipta, pemelihara,
Pendidik, Pengatur, Pemilik dan Pemberi kebajikan.
Berdasarkan makna tersebut dapat dipahami makna rabb dalam ayat
172-1'73 dilam surah al-A'raf yang mengemukakan perjanjian Allah dengan
manusia (di alam pra eksistensi), yaitu:
rb
'e;;er-
Dalam ayat iniAllah bertanya: "Bukankah Aku Rabbmu? Bukankah Aku
Penciptamu, Pemeliharamu, pemilikmu, pengaturmu, pendidikmu, dan pemberi
kebajikan kepadamu? Mereka (semua manusia) menjawab: "Benar, kami
menyaksikan." Berdasarkan ayat ini dapat ditegaskan bahwa sejak manusia
dilahirkan, ia telah rnembawa suatu kesadaran ketuhanan (rububiyah Allah)
bahwa Allah adalah penciptanya, pemeliharanya, pengaturnya, pemiliknya,
pendidiknya dan pemberi kebajikan kepadanya. Kesadaran ketuhanan bawaan
inilah yang disebut oleh ahli teologi (kalam) dengAn istilah tauhid rububiyah.
Tauhid rububiyah ini identik dengan tauhid teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya. Dengan begitu kesadaran tauhid rububiyah baru sempurna jika ia
dibarengi dengan tauhid uluhiyah yang identik dengan tauhid praktis. Tauhid
uluhiyah ini digambarkan dalam kalimat "la ilah illah Allah." 'tidak ada ilah
kecuali Allah.'
Kata ilah mengandung makna pokok yang disembah. Dengan demikian,
makna kata la ilah illa Allah adalah tidak ada yang disembah selain Allah.
l,{akna ilah lainnya adalah mengherangkan dan membingungkan. Dikatakan
dernikian, karena perbuatan-Nya (kretifitas) mengherangkan dan jika diprkirkan
r,axekatnya akan membingungkan. Juga bermakna tenang. Jika disebut nama-
Nya {berzikir kepada-Nya) maka hati akan tentang. Makna lainnya adalah yang
r tuJ'J" Oleh karena memang Dialah yang menjadi tujuan dan harapan setiap
nakhluk. Dari makna kebahasaan ini dapat disimpulkan bahwa kala ilah
rnergandung banyak makna yaitu yang disembah, yang disanjung (diklealkan),
16 | Ketuhanan Dalam Islarn

yang ditempati menggantungkan harapan dan keinginan, yang menjadi tujuan.


Demikianlah makna kala ilah pada kalimat"la ilaha illa Atlah."
Penggunaan kata ilah di dalam al-Quran, lebih banyak menunjuk makna
penguasa, pengatur alam semesta dan padanyalah tergenggam segala
sesuatu. Seperti ditemukan dalam Q.S. al-Anbiya (21):22.
"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan (ilah) selain Allah,
tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang
mempunyai 'Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan.'
Kata ilah (tuhan-tuhan) dalam ayat bermakna penguasa, pengatur alam
semesta. Demikian pula kata ilah pada beberapa ayat lainnya, seperti Q.S.
Mukminun (23): 91 dan Q.S. al-lsra (17):43.
Berdasarkan pengamatan terhadap penggunaan makna kata ilah dalam
al-Quran dapat disimpulkan kata i/ah lebih cenderung diartikan penguasa,
pengatur alam semesta dan dalam genggaman-Nyalah segala sesuatu.
Dengan demikian, makna ilah dari sudut kebahasaan (seperti telah diuraikan di
atas) tidak digunakan dalam al-Quran, Namun tidak berarti makna kebahasaan
tidak memiliki relevansi makna dengan penggunaan makna ilah dalam al-
Quran. Relevansi maknanya sangat signifikan, yaitu karena Allah adalah
penguasa alam semesta, pengatur-Nya dan pada genggaman-Nya berada
segala sesuatu, maka sangat pantas jika Dia yang disembah, yang dipuja-puji
dan diidealkan, diagungkan, yang dituju dan ditaati. Jadi makna "ilah" pada
kalimat "la ilaha illa Atlah' adalah: tidak ada yang yang disembah kecualiAllah;
tidak ada yahg diidealkan, diagungkan, dipuja-dipuji dan dicintai kecuali Allah;
tidak ada yang ditaati kecualiAllah.
Kita kembali pada pertanyaan mengapa Tuhan menggunaka4 kata
Rabb dan bukan kata Allah (untuk pertama kalinya) Dia memperkenalkan
diriNya kepada manusia? Quraish shihab mengemukakan beberapa alasan
yaitu: Hal inidimaksudkan sebagai buktieksistensiTuhan yang Esa yang dapat
dipahami dari sifat rububiyah-Nya. Selain itu, tidak digunakannya kata Allah
(untuk pertama kali Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia) adalah
dalam rangka mengoreksi paham ketuhanan bangsa Arab yang juga
menggunakan kata Allah dalam menunjuk Tuhan, hanya saja Allah yang
mereka pahami. adalah Allah yang memiliki anak wanita (Q.S. al-lsra (17): 40;
Allah yang memiliki hubungan dengan jin (4.S. al-Shaffat (37): 58. Maka ketika
bangsa Arab itu bertanya kepada Nabi Muhammad tentang Tuhan (Rabb) yang
dia maksud (seperti yang Muhammad selama ini perkenalkan), maka turunlah
ayat surah al-ikhlas di atas yang menjelaskan tentang Tuhannya Muhammad
(yang dipertanyakan ol6h bangsa Arab) yaitu: Dia adalah Allah yang Esa, Allah
tempat bergantung, Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada
yang sekufu dengan-Nya.
Demikianlah uraian tentang tauhid sebagai konsepsi Ketuhanan dalam
lslam yang meliputi tauhid teoritis atau tauhid rububiyah dan tauhid praktis
(tauhid ibadah) atau tauhid uluhiyah. Kesatuan hubungan kedua tauhid ini
dapat ditemukan dalam falsafat kalimat azan yang sering dikumandangkan oleh
seorang muazzin. Azan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan
kallnat ta ilaha illa Allah. Takbir menunjuk makna kesadaran tauhid teoritis atau
tauhid rububiyah yang puncaknya pada kalimat takbir 'Allah Maha Besar' dan
kalimat terakhir azan menunjuk tauhid praktis (tauhid ibadah) alau uluhiyah.

Anda mungkin juga menyukai