Anda di halaman 1dari 19

JURNAL DISKURSUS ISLAM

(Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam Al-Quran, Firdaus, 2015)

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing :
Dra.NURMAYANI.M.Ag

Disusun oleh : Kelompok II

NAMA : EFTINA REZKI HASIBUAN (2171151005)


FAUZA AZZAHRAH (2171151006)
ILHAM SURYADITIA (2171151007)
SEPTIANA SAFIRA (2172151004)

KELAS :B

JURUSAN SENI RUPA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
EXCECUTIVE SUMMARY

Pembuktian Wujud Allah

A. Pembuktian Wujud Allah

Untuk membuktikan adanya Alah, al-Quran mengisyaratkan suatu metode yaitu menyelidiki
tentang kejadian manusia dan alam semesta Langit dan bumi serta isinya merupakan bukf yang
nyata tentang adanya Atah swt. Untuk membuktikan wujud Allah, ibnu Rusyd menggunakan
dua cara:

1. Dalil Inayah(the proof of providence), yaitu mengarahkan manusia untuk mengamati


alam semesta sebagai ciptaan Allah yang mempunyai tujuan/manfaat bagi manusia. (QS
Luqman/31:20, os. ana-Naba’78:6-16 QS. Ali Imran/3:190-191)

2. Dalil Ikhtira', yaitu mengarahkan manusia untuk mengamati makhluk yang beraneka
ragam yang penuh keserasian atau keharmonisan khususnya alam hayat. (QS. al-
Ghasyiyahl88: 17-22, QS. a-Hai22 73)

Bukti lain tentang adanya ANah berdasarkan teori kefilsafatan antara lain:

1. Dalil cosmological yang sering dikemukakan berhubungan dengan ide tentang


sebab(causafty). Plato dalam bukunya Timeaus mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang
terjadi mesti ada yang menjadikan. Dalam dunia kita tiap-tiap kejadian mesti didahului
oleh sebab-sebab dalam benda-benda yang terbatas(finite) rangkaian sebab adalah terus
menerus, akan tetapi dalam logika rangkaian yang terus menerus itu mustahil.

2. Dalil moral, argumen ini sering dihubungkan dengan nama manuel Kant Menurut Kant,
manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam hati sanubannya. Orang
merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan yang rusak dan
melaksanakan perbuatan yang baik. Manusia melakukan hal itu hanya semata-mata
karena perintah yang timbul dalam lubuk hati.

Perintah bersifatt universal dan absolut dorongan seperti ini tidak diperoleh dan pengalaman,
tetapi manusia lahir dengan perasaan itu. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa hampir
seluruh manusia menyakini akan eksistensi wujud Tuhan, namun ada sebagian tidak percaya

i
eksistensi Tuhan. Dalam Al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan
dapat ditemukan, Bahwa: "bangsa Arab yang penyembah berhala menolak eksistensi pencipta
langit dan bumi, mereka ditanya siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan serta siapakah yang menurunkan air langit bagi menghidupkan dengan air itu
bumi sesudah matinya? Mereka pasti menjawab Allah. Berdasarkan kandungan ayat ini dapat
dipahami bahwa bangsa Arab sungguhnya telah memahami dan menyakini akan eksistensi
Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi serta pengaturnya Namun menurut al-Qur'an, ada
segelintir anak manusia yang menolak eksistensi Tuhan, seperti penggambaran al-Quran dalam
QS. aH Jasyiah/45: 24. Ayat ini menegaskan bahwa: 'dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak
lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa Penolakan akan eksistensi Tuhan oleh sebagian kecil manusia
itu, hanya didasarkan pada dugaan semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang
menyakinkan, seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu: dan mereka
sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja.

Oleh karena itu sangat logis jika akouran mempertanyakan sikap dan penolakan manusia
akan eksistensi Tuhan serta kekafiran manusia kepada Tuhan dan kesyirikan manusia. Seperti
ditegaskan dalam penutup ayat 61 surah alankabut di atas,

Terjemahan : Maka berapakah mereka dapat dipalingkan(dari jalan yang benar).

Kandungan klausa ayat ini menggambarkan sebuah keheranan, yakni mengapa manusia,
setelah mengakui akan adanya Tuhan sebagai pencipta langit dan bumi berpaling dari jalan yang
benar? Pertanyaan yang senada. seakan-akan apa yang terjadi sulit untuk dapat dipercayai, juga
ditemukan dalam as. al-Baqarah/2:28 Bagaimana kawan bisa kafr kepada Allah? Padahal kalian
sebelumnya tidak ada, kemudian Dia menciptakan kalian, lalu kemudian Dia mematikan kalian,
kemudian Dia menghidupkan kalian kembali dan akhinya kepada Dialah kalian kembali.

Berdasarkan ayat ini, dapat ditegaskan bahwa penolakan eksistensi Tuhan, prilaku kufur
dan syirik adalah tidak pantas terjadi bagi manusia pada tempat lain yakni O.S ath-Thurl52 35-
36. alouran mempertanyakan: "Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka
yang menciptakan(diri mereka sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?

ii
Sebenarnya mereka tidak menyakini (apa yang mereka katakan) Dari kandungan ayat 35-36
tersebut setidaknya ada tiga urutan pertanyaan yang mesti dijawab dengan tepat yaitu:

1. Apakah manusia tercipta tanpa pencipta?

2. Apakah manusia menciptakan diri mereka sendiri? bumi.

3. Apakah Manusia yang menciptakan langit dan padahal langit dan bumi telah ada sebelum
manusia?

Mencermati ketiga pertanyaan di atas tampaknya akouran ingin menyadarkan logika ilmiah
manusia tentang eksistensi Tuhan dan kebutuhan manusa terhadap Tuhan coba kita cari jawaban
pertama dan pertanyaan di atas. jawaban untuk pertanyaan kedua adalah tidak manusia adalah
membutuhkan untuk pencipta. Dengan demikian, maka jawaban pertanyaan sudah pasti karena
makhluk tidak mungkin dapat menciptakan dirinya sendiri. la bagaimana mungkin manusia
menciptakan telah ada sebelum dirinya ada. Oleh karena itu sangat manusia mengklaim dirinya
sebagai Tuhan dan berkata bahwa dirinya adalah pencipta dan penguasa langit dan bumi seperti
apa yang dilakukan dan diakui oleh Firaun. Coba cermati permisalan bentuk ini Sebagaimana
kita ketahui bahwa sebuah kursi dibuat oleh tukang. Pertanyaannya pemahkah atau dapatkah
kursi itu menjadi tukang kursi? Ataukah tukang kursi itu menjadi kursi? Jawabannya pastilah
tidak.

Demikian pula manusia sebagai makhluk yang diciptakan dan Tuhan sebagai pecipta,
manusia bagaikan kusri yang tidak mungkin menjadi tukang kursi atau Tuhan (Pencipta). Jadi
betapa bodohnya manusia jika mengaku sebagai tuhan dan yang lebih bodoh lagi adalah manusia
yang mempertuhankan manusia lainnya (meyakini pengakuan akan ketuhanan manusia lainnya)
Di sisi lain, bukankah pengakuan diri Firaun sebagai tuhan setelah ia menolak Tuhannya, Musa
as dan yang diimani oleh pengikut Musa, merupakan bukti konkrit bahwa manusia memiliki
kesadaran akan eksistensi Tuhan dan manusia butuh akan Dia? Sehingga ketika manusia (dalam
hal ini Firaun) menolak eksistensi Tuhan di luar dirinya, ia pun mengangkat dan mengakui
dirinya sendiri sebagai tuhan Dari sini dapat ditegaskan bahwa manusia tidak akan mampu
melepaskan diri dan pengakuan akan eksistensi Tuhan.

iii
Kesalahan terbesar Firaun karena mengakui dan mengangkat dirinya sebagai Tuhan, pada
akhirnya la sadar dan kemudian mengakui eksistensi Tuhan yang dimana Musa AS dan Bani
(meskipun menurut alouran sudah terlambat) sepert ditegaskan dalam QS, Yunus 10:90 91.
Bukankah pengakuan Firaun akan eksistensi Tuhannya Musa as dan Bani Israil dan pembatatan
ketuhanan dirinya sendiri. (yang terjadi kemudian, pada saat ia akan tenggelam, ia tidak
berdaya dan berkuasa lagi), merupakan bukti bahwa pengakuan akan eksistensi Tuhan sudah
inheren dalam diri manusia. Sungguh indah aluran mengibaratkan bahwa perasaan kepada Tuhan
dan harapan akan pertolongan-Nya, secara spontan akan muncul, ketika manusia mendapatkan
musibah, seperti dikemukakan dalam QS, al Isra/17 67 yaitu apabila kamu ditimpah
marabahaya di lautan hilanglah segala yang kamu puja-puja itu di ingatanmu kecuali Dia
(Tuhan).

Akan tetapi setelah kamu diselamatkan-Nya ke daratan lantas kamu berpaling lagi
Sesungguhnya manusia tu tiada tahu berterima kasih." Jadi manusia akan merasakan
kebutuhannya akan dan kehadiran Tuhan, ketika ia dalam keadaan kesulitan yang besar dan
tidak ada lagi yang dapat menolongnya, termasuk dirinya sendiri, maka pasti ia akan
mengharapkan adanya penolong yang menyelamatkannya dari kesulitan tersebut, itulah Tuhan.
Bukankah keadaan yang demikian itu menggambarkan bahwa manusia mengakui eksistensi
Tuhan dan pengakuan itu telah ada dan inheren dalam diri manusia (merupakan fitrah manusia).
Hal ini ditegaskan dalam QS. al Araf 7172, bahwa setiap anak cucu Adam telah diambil
kesaksian mereka, yakni ketika Tuhan berfirman: "bukankah Aku Rabbmu (Tuhanmu)? Mereka
menjawab: "Betul Engkau Rabb kami Kami menyaksikan .

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Critical Jurnal Report ini dibuat dalam rangka
memperdalam pemahaman mengkaji tentang isi sebuah jurnal yang sangat perlu dipelajari dan
diketahui dalam proses pendalaman materi. Untuk itu rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya
kami sampaikan kepada Ibu Dosen pengampu yang membimbing dan memberikan pengajaran
seputar pemahaman dalam membuat Critical Jurnal Report.

Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan
saran guna membangun kesempurnaan tugas ini.

         
Medan, Oktober 2018

Penulis

v
DAFTAR ISI

EXCECUTIVE SUMMARY....................................................................................i-iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................................v
DAFTAR ISI ................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR..................................................................................1
B. Tujuan Penulisan CBR...............................................................................................1
C. Manfaat CBR..............................................................................................................1
D. Identitas Jurnal Yang DiReview.................................................................................1
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL
A. Pedahuluan .............................................................................................................2-3
B. Deskripsi Isi.............................................................................................................4-9
BAB III PEMBAHASAN ANALISIS .................................................................10-11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................................12
B. Saran ........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................13

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Sering kali kita bingung memilih referensi suatu jurnal untuk kita baca dan kita pahami.
Terkadang kita memilih satu jurnal, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya kekurangan
dari segi analisis bahasa, data pembahasan.
Oleh karena itu, penulis membuat Critical Jurnal Riview ini untuk mempermudah
pembaca untuk memilih referensi-referensi jurnal yang sesuai dengan pambahasan, terkhusus
pada pokok pembahasan tentang konsep ketuhanan dalam Al-qur’an.
B. Tujuan Penulisan CJR
 Mengkritisi suatu jurnal yang berkaitan dengan materi pembahasan.
 Untuk mengetahui dan mengkaji Isi Jurnal.
 Untuk menemukan keunggulan dan kelemahan dari jurnal yang di-review.
 Untuk menambah wawasan.

C. Manfaat CJR
a. Untuk menambah wawasan tentang jurnal yang dibahas.
b. Untuk mengetahui dan mengkaji isi jurnal tersebut.
c. Untuk menemukan keunggulan dan kelemahan dari jurnal yang diriview.

D. Identitas Jurnal Yang Direview


a. Judul Artikel : Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam Alquran
b. Nama Jurnal : Jurnal Diskursus Islam
c. Penulis Artikel : Dwi Priyanto
d. Volume/No : 3/1
e. Tahun Terbit : 2015
f. Alamat Situs : www.ejournal.UinMakassar.ac.id

1
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL

A. Pendahuluan
Dalam literatur kependidikan Islam, istilah pendidikan biasanya mengandung pengertian
ta’lim, tarbiyah, irsyad, tadris, ta'dib, tazhiyah dan tilawah (Marimba, 1979:31). Pendidiknya
disebut ustadz, mu'allim, mursyid, mudarris, muaddib. Kata ustadz biasa digunakan untuk
memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk
komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan
profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap
komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu
berusaha memperbaiki dan memperbarui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan
zamannya secara berkelanjutan, yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas
mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa
depan, sebagaimana pernyataan sahabat Ali Ibn Abi Thalib r.a: “didiklah/ajarilah anak-anakmu
karena mereka diciptakan untuk zamannya di masa depan bukan untuk zamanmu sekarang”.

Dalam konsep pendidikan modern telah terjadi pergeseran pendidikan, di antaranya


adalah pendidikan di keluarga bergeser kependidikan di sekolah dan guru adalah tenaga yang
profesional daripada sekadar tenaga sambilan (Djohar, 2003: 34). Hal ini mengandung makna
bahwa pendidikan sekolah merupakan tumpuan utama bagi masyarakat, sehingga menuntut
penanganan yang serius dan profesional terutama dari kalangan guru dari siswanya, karena
pelaku utama pendidikan adalah guru yang mengajar, mendidik dan siswa yang belajar.

Kata ta’lim berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Dalam
setiap 'ilm terkandung dimensi teoretis dan dimensi amaliah. Ini mengandung makna bahwa
aktivitas pendidikan berusaha mengajarkan ilmu pengetahuan baik dimensi teoretis maupun
praktisnya, atau ilmu dan pengamalannya. Allah mengutus rasul-Nya antara lain agar beliau
mengajarkan (ta’lim) kandungan al-Kitab dan al-hikmah, yakni kebijakan dan kemahiran
melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat dan menampik madharat (Sihab, 2000: 30). Ini
mengandung makna bahwa aktivitas pendidikan berusaha mengajarkan kandungan ilmu
pengetahuan dan al-hikmah atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan ilmu pengetahuan itu

2
dalam kehidupannya yang bisa mendatangkan manfaat dan berusaha semaksimal mungkin untuk
menjauhi mudharat. Dengan demikian, seorang guru dituntut untuk sekaligus melakukan
"transfer ilmu (pengetahuan), internalisasi, serta amaliah (impelementasi)".

Kata "tarbiyah" berarti pendidikan. Kata-kata yang bersumber dari akar kata ini memiliki
arti yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada arti pengembangan,
peningkatan, ketinggian, kelebihan dan perbaikan (Ulwan, 1988: 12). Allah sebagai Al-KhaIiq
juga disebut "Al-Rabb, Rabb al-'alamin. Arti dasar kata "rabb" adalah memperbaiki, mengurus,
mengatur dan juga mendidik. Di samping itu kata "rabb" biasa diterjemahkan dengan Tuhan, dan
mengandung pengertian sebagai "tarbiyah" (yang menumbuhkembangkan sesuatu secara
bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna), juga sebagai "murabbi" (yang mendidik).

Dengan demikian selain sebagai Al-Robb, atau Rabb al-'alamin, Allah adalah yang
mengurus, mengatur, memperbaiki, meningkatkan proses penciptaan alam semesta ini dan
menjadikannya bertumbuhkembang secara dinamis sampai mencapai tujuan penciptaannya.
Fungsi mengurus, menumbuhkembangkan dan sebagainya itu disebut sebagai fungsi rububiyah
Allah terhadap alam semesta, yang biasa dipahami sebagai fungsi kependidikan. Jadi, proses
penciptaan alam semesta yang berlangsung secara evolusi tersebut pada hakikatnya merupakan
perwujudan atau realisasi dari fungsi rububiyah (kependidikan) Allah terhadap alam semesta ini.

Sebagai pemuncak dan penyempurna dari proses penciptaan alam semesta yang
berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur itu, Allah telah menciptakan manusia dan
menjadikannya sebagai "khalifah" di muka bumi (QS Al-Baqarah [2]: 30, Al-An'am: 165).
Khalifah menurut arti dasarnya adalah "pengganti, kuasa, atau wakil". Dengan pengangkatan
manusia menjadi khalifah mengandung pengertian bahwa pada hakikatnya kehidupan manusia di
alam dunia (bumi) ini mendapat tugas khusus dari Allah untuk menjadi "pengganti, wakil atau
kuasa-Nya" dalam mewujudkan segala kehendak dan kekuasaannya di muka bumi, serta segala
fungsi dan peran-Nya terhadap alam semesta ini. Status manusia sebgai khalifah mengandung
peran sebagai pengemban/pelaksana fungsi pencipta dan rububiyah-Nya terdahap alam semesta
(dengan segala isinya) ini tetap berlangsung secara berkesinambungan dan tercapai tujuan
penciptaannya (Fattah, 1988:27).

3
B. Deskripsikan Isi
1. Makna Kata “Rabb”

Muhammad Ismail Ibrahim di dalam buku Mu’jam al-Alfâzh wa al-A’lâm al-


Qur’âniyyah menyebutkan bahwa terdapat beberapa arti kata rabb, di antaranya rabb al-walad
artinya “memelihara anak dengan memberi makan dan mengasuhnya”, rabb asy-syai’ artinya
“mengumpulkan dan memilikinya”, serta rabb al-amr “memperbaikinya”. Adapun arrabb adalah
Tuhan dan merupakan salah satu dari nama Allah yang jamaknya arbab.

Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa kata rabb maknanya berkaitan dengan
kepengasuhan dan kemudian berkembang menjadi “memiliki”, “memperbaiki”, “mendidik”,
juga “Tuhan”. Kata rabb yang terdapat di dalam Al-Quran kebanyakan menggambarkan sifat-
sifat Tuhan yang dapat menyentuh makhluk-makhlukNya (sifat-sifat fi’l-Nya). Dia rabbun
artinya Dia yang mendidik dan memelihara. Pendidikan dan pemeliharaan yang dimaksud antara
lain menganugerahkan rezeki, mencurahkan rahmat, mengampuni dosa, namun juga sekaligus
menyiksa dalam rangka memelihara dan mendidik. Misalnya, firman Allah pada Surat Al-
Mu’minun (23): 76 tentang orang-orang durhaka yang disiksa karena tidak tunduk kepada Allah,
juga pada S. Ghafir (40): 6 tentang kaum Nuh yang mendustakan Rasul. Sebaliknya, orang-orang
yang beriman, beramal saleh, melakukan sholat, dan menunaikan pembayaran zakat, Allah
menjanjikan pahala buat mereka (S. Al-Baqarah [2]: 277).

Adapun kata rabb yang dikaitkan dengan al-‘alamin terdapat 42 kali pengulangan.
Al-‘alamin di dalam bentuk jamak berarti terdapat banyak alam. Kita tidak dapat memastikan
berapa banyaknya alam itu. Hanya beberapa nama alam yang sudah diketahui seperti alam
manusia, alam tumbuh-tumbuhan, alam binatang, alam dunia, dan alam akhirat. Sementara itu,
masih ada alam-alam lain yang tidak atau belum terjangkau oleh manusia (S. An-Nahl [16]: 8).

Kata rabbuka dan rabbika di dalam Al-Quran disebut 242 kali. Setelah ditelusuri, rabbuka
dan rabbika ternyata menyangkut bermacam-macam hal. Di antaranya,

1) Masalah rezeki (S. Al-Isra‟ [17]: 30 dan S. Al-Mu‟minun [23]: 72);

2) Penciptaan manusia (S. Maryam [19]: 9 dan S. AlHijr [15]: 28);

3) Curahan rahmat (S. Al-An„am [6]: 133);


4
4) keutamaan/kelebihan manusia (S. An-Naml [27]: 73 dan S. Ad-Dukhan [44]: 57);

5) Ampunan (S. Al-A„raf [7]: 153);

6) Allah pemberi hikmah (S. Al-Isra‟ [17]: 39); dan

7) Pengutusan Rasul (S. Thaha [20]: 47).

Kata arbâb adalah bentuk jamak dari rabb. Kata arbâb di dalam Al-Quran disebut 4 kali
dan kata rabb disebut 969 kali yang tersebar di dalam berbagai surat dan ayat, meskipun tidak
seluruhnya disandarkan kepada Allah swt., seperti terdapat dalam surah Yusuf (12):42. Namun
semuanya dapat dikembalikan kepada akar kata yang sama.

Kata arbab yang disebut 4 kali di dalam Al-Quran menyangkut beberapa hal, yaitu:

1) Seruan kepada ahli kitab agar menyembah Allah dan tidak menyekutukan dengan
tuhan-tuhan selain-Nya (S. Ali „Imran [3[: 64);

2) Orang-orang musyrik yang mengangkat rahib-rahib sebagai Tuhan dan


mempertuhankan Al-Masih, putra Maryam (S. At-Taubah [9]: 31);

3) Penegasan bahwa Nabi tidak akan menyuruh manusia mengangkat malaikat-malaikat


dan nabi-nabi menjadi Tuhan (S. Ali „Imran [3]: 80), dan

4) pernyataan Nabi Yusuf a.s. kepada temannya tentang mana yang lebih baik tuhan yang
bermacammacam atau Tuhan Yang Mahaesa lagi Perkasa? (S. Yusuf [12]: 39).

Dengan demikian, kata arbab digunakan untuk kepercayaan orang-orang musyrik yang
mempercayai manusia, nabi, malaikat, dan rahib-rahib sebagai Tuhan. Di sisi lain, kata rabb juga
mengacu kepada gagasan pemilikan, seperti pemilikan keturunan oleh orang tuannya.
Kepemilikan di dalam jenis ini hanya kepemilikan relasional karena kepemilikan yang
sebenarnya hanya milik Allah semata. Di dalam kalimat rabbirhamhuma kama rabayani ¡agira =
Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka mendidik aku dari kecil) (S.
Al-Isra‟ [17]: 24).

Kata rabbayani berarti, pemeliharaan yang diberikan oleh orang kedua orangtua pada
anak-anaknya, seperti memberi makan, pakaian, kasih sayang, dan tempat berteduh‟. Tindakan
5
Tuhan memelihara, memberi, menjaga, dan sebagainya itu yang menyebabkan Tuhan disebut ar-
rabb. Tindakan itu merupakan rahmat dan kasih sayang Allah swt. Jika manusia melakukan
tindakan-tindakan seperti itu kepada keturunannya maka secara analogis tindakan tersebut
merupakan tindakan rahmah juga.

Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa kata ar-rabb di dalam bentuk tunggal pada umumnya
digunakan dengan arti, Tuhan yang dihubungkan dengan sifat fi’il-Nya‟. Adapun kata arbab
menunjukkan adanya manusia yang menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya.

Kata Rabbaniyun atau Rabbaniyyin bentuk jamak dari rabbaniy bermakna orang-orang
yang menegakkan atau mengamalkan isi al-Kitab, atau orang-orang yang memiliki komitmen
dalam pemeliharaan apa yang menjadi tanggung jawabnya, juga bermakna orang-orang yang
memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum agama, hikmah dan kebijaksanaan mengatur
dan membina, serta berusaha mewujudkan kemaslahatan warganya, atau orang yang sempurna
ilmu dan takwanya kepada Allah. Hal ini sesuai dengan arti dasar kata rabb yaitu pemelihara atau
penyelenggara kemaslahatan alam semesta, kemudian ditambah dengan ya al-nisbah untuk
menunjukkan bahwa penyelenggaraan kemaslahatan yang dilakukan oleh manusia terhadap alam
semesta senantiasa berdasarkan hukum Allah.

Dalam kata rabb juga terkandung makna, menguasi dan memaksa, namun dengan
menyebutkan sifat kasih sayang dan kebaikan-Nya, Allah menginginkan agar manusia
menggabungkan dua keyakinan sekaligus: keyakinan terhadap kegagahan Allah dan keyakinan
terhadap keindahan-Nya.

2. Wujud al-Rububiyah dalam Alquran

Penjelasan Alquran tentang Tuhan kepada umat Nabi Muhammad saw. dimulai dengan
pengenalan tentang perbuatan dan sifat-Nya. Hal ini tampak dalam rangkaian wahyu-wahyu
pertama turun, seperti terlihat pada awal surah al-‘Alaq yang merupakan wahyu pertama turun,
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam ayat ini, Alquran menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhan)
Pemeliharamu (wahai Muhammad).
6
Hal ini untuk menggaris bawahi Wujud Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dibuktikan
melalui ciptaan atau perbuatan. Setelah ayat pertama di atas turun, maka silih berganti ayat turun
mengarahkan manusia untuk mengenal Tuhan dengan beberapa anjuran antara lain untuk:

1) memperhatikan keteraturan dan ketelitian alam raya dan fenomenanya,

2) mengamati manusia sejak lahir hingga mencapai kesempurnaan perkembangan


jiwanya, dan

3) mempelajari sejarah dengan segala dampak baik dan buruknya.

Dalam membangun masyarakat Arab, yang waktu itu dikenal sebagai zaman jahiliyah,
Rasulullah Muhammad saw. telah berhasil membangun masyarakat dengan menggunakan
konsep pembelajaran. Hal ini sesuai dengan surah al-‘Alaq:1 sebagaimana tersebut di atas, yang
merupakan surah pertama kali diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw. yang
menyebutkan, “Iqra‟, bismi rabbikal ladzi khalaq..”. Surah tersebut mempunyai makna perintah
“Iqra‟”, yang artinya “bacalah”, dilanjutkan dengan “bismi rabbi” (dengan nama Tuhanmu),
suatu kalimat yang mengandung konsep pembelajaran yang tidak terpisahkan dengan Rabb
(Tuhan)-nya.

Alquran mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan bahwa
hal tersebut merupakan fitrah manusia sejak asal kejadiannya (QS. Al-Rum [30]:30): “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” dan (QS. Al-A’raf [7]:172):

Dia memberitahukan bahwa pemeliharaan-Nya (rububiyyah-Nya) adalah pemeliharaan


yang mencerminkan kasih sayang dan kebaikan. Hal tersebut agar mereka tahu bahwa sifat kasih
sayang inilah yang menjadi pangkal sifat-sifat-Nya yang lain. Selain itu, agar mereka bergantung
kepada-Nya dan berusaha mendapatkan ridha-Nya dengan tenanng dan damai. Ada dua jenis
pemeliharaan (tarbiyah) Allah terhadap manusia. Pertama, tarbiyah khalqiyah (pemeliharaan
fisikal) yaitu menumbuhkan dan menyempurnakan bentuk tubuh, serta memberikan daya jiwa
dan akal. Kedua, tarbiyah syar’iyah ta’limiyah (pemeliharaan syari’at dan pengajaran), yaitu

7
menurunkan wahyu kepada salah seorang di antara mereka untuk menyempurnakan fitrah
manusia dengan ilmu dan amal.

3. Implikasi Teoritis Makna Rububiyah dalam Kehidupan Manusia

Membaca Alquran secara sambil lalu, orang akan memperoleh kesan mengenai
ketidakterhinggaan akan keagungan dan kepengasihan Tuhan. Sudah tentu Alquran sedemikian
seringnya berbicara mengenai Tuhan di dalam berbagai konteks yang berbeda, sehingga jika
semua pernyataanpernyataannya tidak dipadukan menjadi sebuah gambaran mental yang bersifat
total –sejauh mungkin tanpa disertai hasrat dan pemikiran yang subjektif- maka akan sulit sekali
jika tidak mustahil, dapat memahami konsep Tuhan menurut Alquran.

Kesadaran akan eksistensi Tuhan ini telah melahirkan tauhid rububiyah, yaitu keyakinan
bahwa Dia-lah satu-satunya pencipta semua makhluk (QS. AlZumar :62), Pemberi rizki kepada
semua ciptaan-Nya (QS. Hud:6), Pemilik, Pengatur alam semesta, Yang mengatur pertukaran
malam dan siang (QS. Ali-Imran:26, 27; QS. Luqman:11; al-Mulk:21), sebagai rabb al-alamin
(pemelihara semesta alam) (QS. al-Fatihah:2; QS. Al-A‟raf:54).

Muhammad Rasyid Ridha,34 mengatakan bahwa ada dua kewajiban seorang hamba
terhadap pemeliharaan (rububiyah) Allah swt., yaitu: pertama, seorang hamba wajib memuji dan
bersyukur kepada-Nya. Caranya adalah memanfaatkan segala nikmat-Nya untuk memperbaiki
kualitas pendidikan dirinya dan orang-orang yang harus ia didik, yaitu keluarga dan
muridmuridnya. Kedua, seorang hamba tidak menyesatkan diri seperti Fir’aun yang menyesatkan
dirinya sebagai Tuhan dan fir’aun-fir’aun lain yang menempatkan dirinya sebagai pembuat
aturan untuk manusia. Cara demikian telah menempatkan mereka sebagai sekutu bagi Allah
dalam rububiyah al-tasyri’ (pemeliharaan syari’at). Allah berfirman, apakah mereka memiliki
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan
Allah? (QS. al-Syura[42]:21.

Mengucapkan penegasan ini menuntut kaum muslim untuk mengintegrasikan kehidupan


mereka dengan menjadikan Allah sebagai fokus dan prioritas tunggal mereka. Mengatakan
bahwa Allah itu satu bukan sekedar sebuah definisi numerik, melainkan seruan untuk
menjadikan keesaan itu sebagai faktor pengendali kehidupan individu dan masyarakat. Keesaan
Tuhan dapat terpantul dalam diri yang benar-benar terintegrasi. Dengan mengenal Allah, yakni
8
mengenal sifat/nama-namanya, seseorang dapat berbudi luhur, karena keindahan sifat-sifatnya
akan melahirkan optimisme dalam hidupnya sekaligus mendorongnya berupaya meneladani
sifat-sifat tersebut sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya sebagai makhluk.

BAB III

PEMBAHASAN/ANALISIA

Tujuan Penelitian Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hakikat al-rububiyah

9
(ketuhanan) dalam Alquran, wujud al-rububiyah dan
mengungkapkan makna teologisnya dalam kehidupan manusia dan
Islam mencoba menampilkan dan menggambarkan kepada manusia
tentang ajaran keseluruhan Watak Tuhan yang memungkinkan
bahasa manusia memahaminya.

Subjek Penelitian Adapun subjek penelitian ini untuk mengembangkan wawasan


keilmuan dalam mengungkapkan tema-tema penting dalam
Alquran.

Assesment Penelitian Pengumpulan data penelitian ini yaitu dengan terlebih dahulu
mencari dan mengumpulkan sumber-sumber penelitian. Sumber
penelitian ini terdiri dari sumber primer yaitu Alquran al-Karim
karena kajian ini menyangkut Alquran secara langsung dan sumber
sekunder terdiri dari buku-buku tafsir dan kamus-kamus yang
memuat kata-kata Alquran.

Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),


karena dalam mencari data-data bertumpu pada teks-teks yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dan bersifat
deksriptif analisis, yakni menjelaskan makna rububiyah (ketuhanan)
dalam Alquran

Langkah Penelitian Adapun langkah penelitian yaitu mengumpulkan ayat-ayat yang


akan dijadikan obyek kajian, pengetahuan terhadap sebab dan latar
belakang turunnya ayat juga diperlukan dengan maksud membantu
memahami ayat tersebut, memahami koresi (munasehat ayat-ayat
tersebut dlam surah masing-masing, melengkapi pembahasan
dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok pembahasan dan
mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan.

Hasil/Analisis Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan


diadannya penelitian kepustakkaan (library research) dapat
disimpulkan tiga unsur makna mengenai kata Rabb yaitu Yang
Menciptakan, Yang Memiliki dan Yang Mengatur. Setelah

10
mengetahui diharapkan dapan di implikasikan dalam kehidupan
manusia.

Kelebihan isi jurnal Kegayutan antar elemen sudah cukup baik. Di dalam jurnal
menjelaskan tentang makna Rabb yang tidak hanya satu penjelasan
tetapi sangat lengkap karena telah dilakukan penelitian kepustakaan
( library research) terlebih dahulu. Dimana dalam jurnal ini juga
menjelaskan tentang implikasi teorotis makna rubiyah dalam
kehidupan manusia yang dimana semuanya saling keterkaitan dan
saling berhubungan satu sama lain.

Dari jurnal yang saya bahas ini tidak hanya membahas tentang
bukti-bukti teorotis yang pelik dan panjang lebar mengenai
eksistensi Tuhan, tetapi bagimana membuatnya beriman dengan
mengalihkan perhatiannya kepada berbagai fakta yang jelas dan
mengubah fakta-fakta ini menjadi hal-hal yang mengingatkan
manusia kepada eksitensi Tuhan.

Kelemahan isi jurnal Pada segi temuan yang dapat kita lihat kelemahannya yaitu
kurangnya bahan pendukung dalam memaparkan temuan-temuan
pada jurnal tersebut sehingga pengetahuan yang diperoleh hanya
sedikit. Menurut saya kekurangan masalahnya tidak banyak dalam
kemutakhiran pada jurnal. Sebaiknya penjelasan mengenai
kemutakhiran masalah yang ada pada jurnal diberikan pemecahan
masalahnya

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan demikian, kerangka teori yang dapat dibangun dari pemahaman di atas disimpulkan
sebagai berikut:
11
1. Latar Belakang: Bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan Dia pula yang akan
memeliharanya
2. Hakikat al-Rububiyah adalah satu sifat kemaha kuasaan Allah dalam menciptakan,
mengatur dan memelihara alam semesta beserta isinya (alam makrokosmos dan
mikrokosmos) 2. Wujud al-Rububiyah adalah keterciptaan dan keteraturan alam semesta
beserta isinya karena melalui ciptaannya itulah eksistensi Tuhan hanya dapat dirasakan
dan diketahui.
3. Implikasi Teologisnya adalah semua ciptaan Tuhan (alam dan seluruh isinya termasuk
manusia) seharusnya membuat manusia semakin mengenal Penciptanya dan berusaha
semakin dekat dengan-Nya. Sehingga kemanapun mereka memalingkan wajahnya, dia
tetap berkata tiada Tuhan
Pengakuan manusia terhadap eksistensi Tuhan telah melahirkan kesadaran bahwa tidak ada
Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt. Hal ini juga akan menjadikan manusia-manusia
rabbani yaitu orang-orang yang memiliki komitmen dalam pemeliharaan apa yang menjadi
tanggung jawabnya, orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam tentang hukum agama,
hikmah dan kebijaksanaan mengatur dan membina, serta berusaha mewujudkan kemaslahatan
warganya.

B. Saran

Dapat lebih memahami konsep Tuhan menurutb Alquran tidak membaca Alquran secara
sambil lalu, orang akan memperoleh kesan mengenai ketidakterhinggaan akan keagungan dan
kepengasihan Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

www.ejournal.UinMakassar.ac.id

12

Anda mungkin juga menyukai