(CBR)
KONSEP 4C DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21
KELAS :
PSPM A 2018
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Izwita Dewi, M.Pd
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Konsep 4C dalam Pembelajaran Abad 21.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan Dosen Pengampu yaitu Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd.,
serta teman-teman sehingga kendala-kendala yang kami hadapi bisa teratasi dengan baik.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yaitu Ibu Dosen dan teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuan Ibu dan teman-teman mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini selanjutnya.
Penyusun
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB II ....................................................................................................................................... 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
sangat cepat dan makin canggih, dengan peran yang makin luas maka diperlukan guru yang
mempunyai karakter. Bangsa yang masyarakatnya tidak siap hampir bisa dipastikan akan jatuh
oleh dahsyatnya perubahan alam dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
ciri khas globalisasi itu sendiri. Maka dari itu kualitas pendidikan harus ditingkatakan. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki keterampilan berpikir kreatif (creative
thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration) atau yang biasa disebut
dengan 4C.
Pada kurikulum 2013 terdapat perubahan terutama pada permendikbud nomor 20 tahun
2016. Perubahan tersebut adalah tentang keterampilan yang sangat diperlukan oleh anak-anak
bangsa. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan semua pihak terutama pihak sekolah dalam
menyiapkan anak-anak bangsa agar memiliki sejumlah keterampilan yang diperlukan dalam
kehidupan di abad 21 ini. Untuk bisa berperan secara bermakna pada era globalisasi di abad
ke-21 ini maka setiap warga negara dituntut untuk memiliki kemampuan yang dapat menjawab
tuntutan perkembangan zaman.
Hal ini menuntut peran pendidik untuk mengembangkan keterampilan baik hard skill
maupun soft skill pada peserta didik dalam pembelajaran di sekolah agar dapat terjun ke dunia
pekerjaan dan siap berkompetisi dengan negara lain. Guru menyiapkan segala perangkat seperti
kurikulum, Rencana Pelaksaan Pembelajaran, dan model atau metode yang diintergrasikan
dengan pembelajaran abad 21. Dengan mengembangkan keterampilan abad ke-21 dalam
pembelajaran, diharapkan setiap individu memilki keterampilan untuk hidup di abad ke-21
dengan berbagai peluang dan tantangan yang akan di hadapi di era kemajuan teknologi dan
informasi. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan berbagai keterampilan abad
ke-21 sebagai sarana kesuksesan di abad dimana dunia berkembang dengan cepat dan dinamis.
1
dalam mengungkapkan keinginan, perasaan serta mengaktualisasikan apa yang ada dalam diri
mereka menjadikan masalah yang dihadapi oleh anak-anak semakin besar. Sehingga anak-anak
memerlukan sebuah kemampuan dan keterampilan untuk mengungkapkan masalah yang
mereka hadapi kepada orang lain.
Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu
mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta
didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta
didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran
yang dibuatnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Defenisi
Muhtadi, 2012 :
Communication (komunikasi) adalah proses pertukaran bahasa yang berlangsung dalam dunia
manusia. Oleh sebab itu komunikasi selalu melibatkan manusia baik dalam konteks
intrapersonal, kelompok maupun massa. Peneliti membuktikan bahwa hingga saat ini bahasa
diakui sebagai media paling efektif dalam melakukan komunikasi pada suatu interaksi antar
individu seperti halnya kegiatan penyuluhan dan pembinaan, proses belajar mengajar,
pertemuan tempat kerja dan lain-lain.
Van, 2011 :
Berkomunikasi artinya perkembangan bicara dan bahasa yang mempunyai muatan emosi dan
sosial, yaitu bagaimana sesi komunikasi itu dapat berlangsung secara timbal balik.
Wilson, 2009 :
Komunikasi merupakan suatu aktifitas yang sangat sering dilakukan oleh setiap orang dalam
lingkup apapun, dimanapun, dan kapanpun. Karena komunikasi sangatlah penting bagi
kehidupan kita. Semua orang membutuhkan komunikasi karena adanya komunikasi semuanya
menjadi lebih mengerti. Komunikasi mempertemukan antara komunikan dengan komunikator.
Komunikan yang menerima sedangkan komunikator yang menyampaikan pesan. Berinteraksi
dengan cara berkomunikasi tidak harus dengan ucapan kata-kata tetapi juga bisa menggunakan
gerak mimik tubuh seperti tersenyum, mengedipkan mata, melambaikan tangan, juga bisa
menggunakan persaan yang ada dalam hati seseorang. Tetapi pesan komunikasi akan bisa
diterima oleh komunikan apabila komunikan mengerti apa yang komunikator sampaikan.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi adalah kemampuan penyampaian
informasi maupun opini dalam pembelajaran, tidak hanya penyampaian materi pelajaran, tetapi
juga pengarahan serta memberikan motivasi yang dilakukan guru kepada siswa ( komunikan )
sehingga terjadi komunikasi feed-back ( efektif ) atau timbal balik.
Emphaty
Empati adalah kemampuan manusia untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan manusia mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain terlebih dahulu,
manusia dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang diperlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memaksimalkan dalam
menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima
pesan (receiver) menerimanya. Komunikasi di dunia pendidikan diperlukan saling memahami
dan mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari peserta didik. Rasa empati akan
menimbulakan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun sebuah suasana kondusif di dalam proses
pembelajaran. Jadi sebelum manusia membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,
manusia perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan. Sehingga
nantinya pesan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima.
Audible
Prinsip audible berarti adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Berbeda dengan
prinsip yang kedua yakni empati dimana guru harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible adalah menjamin bahwa pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Dalam rangka mencapai hal
5
tersebut maka pesan harus di sampaikan melalui media (delivery channel) sehingga dapat
diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hal itu menuntut kemampuan guru dalam
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio-visual yang dapat
membantu supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para peserta didik.
Clarity
Prinsip clarity adalah kejelasan dari isi pesan supaya tidak menimbulkan multi interpretasi atau
berbagai macam penafsiran. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi. Dalam
berkomunikasi manusia perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau
disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan.
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat dan antusiasme peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan cara
seperti ini peserta didik tidak akan menganggap lagi proses pembelajaran sebagai formalitas
tetapi akan mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya.
6
Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah Komunikasi ini tidak hanya
melibatkan interaksi yang dinamis antara guru dan siswa, tetapi juga melibatkan interaksi
dinamis antara siswa dengan siswa lainya. Proses belajar mengajar dengan pola
komunikasi ini mengarahkan kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan
siswa yang optimal, sehingga siswa belajar aktif, diskusi, simulasi merupakan strategi
yang dapat mengembangkan komunikasi ini
7
• Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya
sebagai bekal mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas–
tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
• Guru Sebagai Evaluator
Guru sebagai evaluator berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.
8
didik dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah proses
pembelajaran matematika. Hal ini terjadi karena salah satu unsur dari matematika adalah ilmu
logika yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dengan demikian,
matematika memiliki peran penting terhadap perkembangan kemampuan komunikasi
matematisnya. Karena pentingnya kemampuan komunikasi matematis tersebut, seorang
pendidik harus memahami komunikasi matematis seta mengetahui aspek-aspek atau indikator-
indikator dari komunikasi matematis, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran matematika
perlu dirancang sebaik mungkin agar tujuan mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis bisa tercapai.
Selanjutnya, NCTM dalam Principles and Standard for School Mathematics,
merumuskan standar komunikasi untuk menjamin kegiatan pembelajaran matematika yang
mampu mengembangkan kemampuan siswa, yaitu:
1. Menyusun dan memadukan pemikiran matematika melalui komunikasi.
2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan sistematis kepada sesama
siswa, guru, maupun orang lain.
3. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematik orang lain.
4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis secara tepat.
Pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan dengan memberikan
skor terhadap kemampuan siswa dalam memberikan jawaban soal dengan menggambar
(drawing), membuat ekspresi matematik (mathematical expression), dan menuliskan jawaban
dengan bahasa sendiri (written texts). Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga
kemampuan tersebut.
1. Menulis (written text), yaitu menjelaskan ide atau solusi dari suatu permasalahan atau
gambar dengan menggunakan bahasa sendiri.
2. Menggambar (drawing), yaitu menjelaskan ide atau solusi dari permasalahan matematika
dalam bentuk gambar.
3. Ekspresi matematika (matematical ekpression), yaitu menyatakan masalah atau peristiwa
sehari-hari dalam bahasa model matematika.
10
3. Kemampuan Kolaboratif Siswa
Berikut beberapa kemampuan harus dikembangkan oleh setiap murid dalam
kemampuan kolaboratif, yaitu:
1. Menerangkan, yaitu memberikan penjelasan, pendapat dan kesimpulan pada anggota
kelompok yang lain.
2. Bertanya, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi dan
jawaban yang ingin diketahui.
3. Mengkritik, yaitu mengajukan sanggahan dan mempertanyakan alasan dari
pendapat/pernyataan/jawaban yang diajukan.
4. Penengah, yaitu meredakan konflik dan mencoba meminimalkan ketegangan yang terjadi
antara anggota kelompok.
5. Mengarahkan, yaitu menyusun rencana yang akan dilaksanakan dan mengajukan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi
6. Mencatat, yaitu membuat catatan tentang segala sesuatu yang terjadi dan diperoleh
kelompok.
7. Merangkum, yaitu membuat kesimpulan dari hasil diskusi atau penjelasan yang diberikan.
5. Teams-Games-Tournament (TGT)
Metode ini dalam istilah Indonesia bisa disamakan dengan cerdas cermat. Jadi perwakilan
terbaik dari masing-masing kelompok akan saling beradu menjawab pertanyaan dan
menyelesaikan misi sesuai aturan permainan. Tim yang berhasil mendapatkan poin paling
tinggi yang akan menjadi pemenang.
Agar permainan lebih aktif dan menarik, Guru bisa membuat variasi kuis. Jadi tidak hanya
berupa soal/pertanyaan, tetapi bisa mencoba jenis perlombaan lain seperti games yang
mengutamakan ketangkasan, kecepatan maupun kreativitas.
Itu dia beberapa hal mengenai pembelajaran kolaboratif dalam KBM dan 7 jenis metode
yang bisa digunakan untuk mengasah kemampuan kolaborasi murid di dalam kelas. Mengingat
paradigma pembelajaran yang digunakan saat ini adalah berorientasi kepada siswa (Student
Centered Learning), sehingga siswa harus menjadi individu aktif dan kritis di dalam kelas.
1.3 Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)
Setiap manusia pasti memiliki skill untuk berpikir. Berpikir menjadi kodrat alamiah
yang setiap saat dilakukan dalam seluruh aktivitas kehidupan. Berpikir sendiri terbagi menjadi
beberapa tingkatan mulai dari yang paling sederhana yang hanya membutuhkan ingatan,
sampai pada level yang paling tinggi dan membutuhkan perenungan.
15
John Dewey dalam Alec Fisher, (2009: 2)
Berpikir kritis secara esensial adalah proses aktif dimana seseorang memikirkan
berbagai hal secara mendalam, mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan
informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada menerima berbagai hal dari orang lain.
Dari pernyataan beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa critical thinking
adalah suatu kemampuan/keterampilan untuk menganalisis, mengevaluasi dan
mengambil keputusan atau membuat kesimpulan dari suatu informasi yang diterima
berdasarkan fakta atau bukti yang didapat.
b. Tujuan
Elaine B. Johnson (2009: 185) mengatakan bahwa tujuan berpikir kritis adalah untuk
mencapai pemahaman yang mendalam.
Fahruddin Faiz, (2012: 2) mengemukakan bahwa tujuan berpikir kritis sederhana yaitu
untuk menjamin, sejauh mungkin, bahwa pemikiran kita valid dan benar. Dengan
kemampuan untuk berpikir kritis siswa akan dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Seseorang tidak dapat belajar dengan baik tanpa berpikir dengan baik.
Pemikiran kritis berhubungan pada kesuksesan karir, tapi juga untuk kesuksesan di
pendidikan tinggi.
16
3.1 Problem Solving (Pemecahan Masalah)
a. Definsi
Murray, Olivier, dan Human (1998)
Problem solving merupakan salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi
pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya. Pembelajaran
akan muncul ketika siswa dihadapkan dengan masalah yang tidak ada metode rutin untuk
menyelesaikannya. Masalah yang diberikan harus diberikan pertama kali sebelum diajari
metode solusinya. Dosen hanya berperan sebagai fasilitator dan mendorong
mahasiswanya untuk membandingkan berbagai solusi untuk setiap satu masalah.
Majid (2007)
Problem solving merupakan suatu cara untuk memberikan pengertian dengan
menstimulus mahasiswa untuk memperhatikan, menelaah, dan berpikir tentang suatu
masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk
memecahkan masalah.
(Suratno, 2005:24)
Kreativitas adalah suatu ativitas yang imajinatif yang memanifestasikan (perwujudan)
kecerdikan dari pikiran yang berdaya guna menghasilkan suatu produk atau menyelesaikan
suatu persoalan dengan cara tersendiri.
18
kenyataan. 5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah
sebagai tanggapan terhadap suatu situasi
Sa’ud (2008: 3)
Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati
sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu
berupa hasil invention maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam proses belajar mengajar guru harus melakukan komunikasi dengan baik
terhadap siswa secara terus menerus dalam berbagai keadaan. Dalam proses pembelajaran
guru harus membiasakan siswanya untuk saling berkomunikasi baik tentang pelajaran
maupun hal lain, baik dengan guru maupun dengan siswa. Bahasa yang digunakan siswa
dalam berkomunikasi akan memberikan dampak pada siswa itu sendiri. Penggunaan kata
yang tidak baik dalam komunikasi membawa dampak negatif. Dalam menggali informasi
dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-
teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu produk, siswa perlu dibelajarkan bagaimana
menghargai kekuatan dan kemampuan setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. Seseorang tidak dapat belajar dengan baik
tanpa berpikir dengan baik. Pemikiran kritis berhubungan pada kesuksesan karir, tapi juga
untuk kesuksesan di pendidikan tinggi. kreativitas anak dapat berkembang dengan baik
bila didukung oleh beberapa faktor seperti berikut: memberikan rangsangan mental yang
baik, menciptakan lingkungan kondusif , peran serta guru dalam mengembangkan
kreativitas, peran serta orangtua Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua yang
memberikan kebebasan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan
kreativitas.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis merekomendasikan kepada para pembaca agar
mampu menerapkan konsep 4C dalam pembelajaran abad 21 saat ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
As’ari, A. R. 2014. Perspektif Global Tentang Kurikulum 2013 Secara Umum, dan
Pembelajaran Matematika Secara Khusus. Ponorogo : U M Ponorogo
Johnson, Elaine B., 2009. Contextual Teaching And Learning. (Edisi Terjemahan Ibnu
Setiawan). Bandung: MLC.
Roberts, Timothy S. 2004. Collaborative Learning: Theory and Practice. London: Idea
Group Inc.
Warsono & Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. Bandung: Remadja
Rosdakarya.
21