Anda di halaman 1dari 24

CRITICAL BOOK REPORT

(CBR)
KONSEP 4C DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21

CHINTYA RACHMAWATI PUTRI SARMI 4183111107


PUTRI ZAMSARI 4183311006
WINDY PUTRI MASLITA SITANGGANG 4183311010

KELAS :
PSPM A 2018

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Izwita Dewi, M.Pd

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul Konsep 4C dalam Pembelajaran Abad 21.

Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan Dosen Pengampu yaitu Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd.,
serta teman-teman sehingga kendala-kendala yang kami hadapi bisa teratasi dengan baik.

Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yaitu Ibu Dosen dan teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuan Ibu dan teman-teman mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini selanjutnya.

Medan, 27 September 2021

Penyusun

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

BAB II ....................................................................................................................................... 3

2.1 Communication (Komunikasi) ....................................................................................... 3


2.2 Collaborative (Kolaborasi) ............................................................................................. 9
2.3 Critical Thinking (Berpikir Kritis) ............................................................................... 15
2.4 Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi) .................................................... 18
BAB III.................................................................................................................................... 20

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 20


3.2 Saran ............................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sejalan dengan era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
sangat cepat dan makin canggih, dengan peran yang makin luas maka diperlukan guru yang
mempunyai karakter. Bangsa yang masyarakatnya tidak siap hampir bisa dipastikan akan jatuh
oleh dahsyatnya perubahan alam dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
ciri khas globalisasi itu sendiri. Maka dari itu kualitas pendidikan harus ditingkatakan. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki keterampilan berpikir kreatif (creative
thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration) atau yang biasa disebut
dengan 4C.

Pada kurikulum 2013 terdapat perubahan terutama pada permendikbud nomor 20 tahun
2016. Perubahan tersebut adalah tentang keterampilan yang sangat diperlukan oleh anak-anak
bangsa. Oleh karena itu diperlukan keterlibatan semua pihak terutama pihak sekolah dalam
menyiapkan anak-anak bangsa agar memiliki sejumlah keterampilan yang diperlukan dalam
kehidupan di abad 21 ini. Untuk bisa berperan secara bermakna pada era globalisasi di abad
ke-21 ini maka setiap warga negara dituntut untuk memiliki kemampuan yang dapat menjawab
tuntutan perkembangan zaman.

Hal ini menuntut peran pendidik untuk mengembangkan keterampilan baik hard skill
maupun soft skill pada peserta didik dalam pembelajaran di sekolah agar dapat terjun ke dunia
pekerjaan dan siap berkompetisi dengan negara lain. Guru menyiapkan segala perangkat seperti
kurikulum, Rencana Pelaksaan Pembelajaran, dan model atau metode yang diintergrasikan
dengan pembelajaran abad 21. Dengan mengembangkan keterampilan abad ke-21 dalam
pembelajaran, diharapkan setiap individu memilki keterampilan untuk hidup di abad ke-21
dengan berbagai peluang dan tantangan yang akan di hadapi di era kemajuan teknologi dan
informasi. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan berbagai keterampilan abad
ke-21 sebagai sarana kesuksesan di abad dimana dunia berkembang dengan cepat dan dinamis.

Indikator keberhasilan lebih didasarkan pada kemampuan untuk berkomunikasi,


berbagi, dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah yang kompleks, dapat
beradaptasi dan berinovasi dalam menanggapi tuntutan baru dan mengubah keadaan, dan
memperluas kekuatan teknologi untuk menciptakan pengetahuan baru. Ketidakmampuan anak

1
dalam mengungkapkan keinginan, perasaan serta mengaktualisasikan apa yang ada dalam diri
mereka menjadikan masalah yang dihadapi oleh anak-anak semakin besar. Sehingga anak-anak
memerlukan sebuah kemampuan dan keterampilan untuk mengungkapkan masalah yang
mereka hadapi kepada orang lain.

Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh peserta didik apabila pendidik mampu
mengembangkan rencana pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang peserta
didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong peserta
didik untuk bekerja sama dan berkomunikasi harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran
yang dibuatnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Communication (Komunikasi)


Masa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan bahasa.
Karena pada masa ini sering disebut masa emas dimana anak sangat peka mendapatkan
rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial,
emosi maupun bahasa. Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu memperoleh
pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi dan mendengarkan secara
tepat. Seiringnya perkembangan zaman, kita tentunya perlu tahu bagaimana cara
berkomunikasi secara efektif. Karena dengan dapat berkomunikasi secara efektif tentunya kita
tak kalah saing dengan negara lain.

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap


(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Tujuan dari
komunikasi yang efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam memahami pesan
yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang
digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi Efektif
adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang sehingga
tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa
nonverbal secara baik.

Dalam proses pembelajaran guru harus membiasakan siswanya untuk saling


berkomunikasi baik tentang pelajaran maupun hal lain, baik dengan guru maupun dengan
siswa. Bahasa yang digunakan siswa dalam berkomunikasi akan memberikan dampak pada
siswa itu sendiri. Penggunaan kata yang tidak baik dalam komunikasi membawa dampak
negatif. Pesan yang disampaikan oleh siswa tidak dapat diterima oleh penerima pesan. Hal ini
akan memicu terjadinya kesalahan dalam penerimaan pesan yang dapat menimbulkan
kesalahpahaman atau konflik dalam berinteraksi. Selain itu, membiarkan siswa menggunakan
kata-kata kasar dalam berkomunikasi dapat menimbulkan kebiasaan buruk bagi anak.
Penggunaan kata yang baik dalam berkomunikasi akan membawa dampak positif pada anak.
Anak akan merasakan kepuasan karena tujuan yang diinginkan tercapai sehingga kepercayaan
diri anak akan meningkat.

3
1. Defenisi
Muhtadi, 2012 :
Communication (komunikasi) adalah proses pertukaran bahasa yang berlangsung dalam dunia
manusia. Oleh sebab itu komunikasi selalu melibatkan manusia baik dalam konteks
intrapersonal, kelompok maupun massa. Peneliti membuktikan bahwa hingga saat ini bahasa
diakui sebagai media paling efektif dalam melakukan komunikasi pada suatu interaksi antar
individu seperti halnya kegiatan penyuluhan dan pembinaan, proses belajar mengajar,
pertemuan tempat kerja dan lain-lain.

Van, 2011 :
Berkomunikasi artinya perkembangan bicara dan bahasa yang mempunyai muatan emosi dan
sosial, yaitu bagaimana sesi komunikasi itu dapat berlangsung secara timbal balik.

Wilson, 2009 :
Komunikasi merupakan suatu aktifitas yang sangat sering dilakukan oleh setiap orang dalam
lingkup apapun, dimanapun, dan kapanpun. Karena komunikasi sangatlah penting bagi
kehidupan kita. Semua orang membutuhkan komunikasi karena adanya komunikasi semuanya
menjadi lebih mengerti. Komunikasi mempertemukan antara komunikan dengan komunikator.
Komunikan yang menerima sedangkan komunikator yang menyampaikan pesan. Berinteraksi
dengan cara berkomunikasi tidak harus dengan ucapan kata-kata tetapi juga bisa menggunakan
gerak mimik tubuh seperti tersenyum, mengedipkan mata, melambaikan tangan, juga bisa
menggunakan persaan yang ada dalam hati seseorang. Tetapi pesan komunikasi akan bisa
diterima oleh komunikan apabila komunikan mengerti apa yang komunikator sampaikan.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi adalah kemampuan penyampaian
informasi maupun opini dalam pembelajaran, tidak hanya penyampaian materi pelajaran, tetapi
juga pengarahan serta memberikan motivasi yang dilakukan guru kepada siswa ( komunikan )
sehingga terjadi komunikasi feed-back ( efektif ) atau timbal balik.

2. Prinsip Kemampuan Komunikasi Dalam Pembelajaran


Respect
Prinsip pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai
setiap individu yang akan menjadi sasaran pesan yang di sampaikan. Guru dituntut dapat
memahami bahwa ia harus bisa menghargai setiap peserta didik yang dihadapinya. Rasa hormat
dan saling menghargai merupakan prinsip yang pertama dalam berkomunikasi dengan orang
4
lain karena pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Membangun
komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati akan dapat
membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang dapat meningkatkan efektivitas
kinerja guru baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai tim. Salah satu prinsip
paling dalam sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Penghargaan terhadap
individu adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang
tak terperikan dan tak tergoyahkan sehingga setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan
hati tersebut akan menggenggam orang dalam telapak tangannya. Selain itu penghargaan yang
tulus terhadap individu dapat membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain
melakukan hal–hal terbaik. Guru yang memberikan penghargaan secara tulus kepada para
murid maka akan dihargai pula oleh muridnya dan menjadikan proses pembelajaran menjadi
sebuah proses yang menyenangkan bagi semua pihak.

Emphaty
Empati adalah kemampuan manusia untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah
kemampuan manusia mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain terlebih dahulu,
manusia dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang diperlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memaksimalkan dalam
menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima
pesan (receiver) menerimanya. Komunikasi di dunia pendidikan diperlukan saling memahami
dan mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari peserta didik. Rasa empati akan
menimbulakan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun sebuah suasana kondusif di dalam proses
pembelajaran. Jadi sebelum manusia membangun komunikasi atau mengirimkan pesan,
manusia perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan. Sehingga
nantinya pesan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima.

Audible
Prinsip audible berarti adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Berbeda dengan
prinsip yang kedua yakni empati dimana guru harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible adalah menjamin bahwa pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Dalam rangka mencapai hal
5
tersebut maka pesan harus di sampaikan melalui media (delivery channel) sehingga dapat
diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hal itu menuntut kemampuan guru dalam
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio-visual yang dapat
membantu supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para peserta didik.

Clarity
Prinsip clarity adalah kejelasan dari isi pesan supaya tidak menimbulkan multi interpretasi atau
berbagai macam penafsiran. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparasi. Dalam
berkomunikasi manusia perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau
disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan.
Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat dan antusiasme peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan cara
seperti ini peserta didik tidak akan menganggap lagi proses pembelajaran sebagai formalitas
tetapi akan mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya.

3. Kemampuan Komunikasi Guru Dalam Pembelajaran


• Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima
aksi. Guru aktif, siswa pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan
pelajaran. Pada model ini guru kelebihannya guru lebih menguasai bahan pelajaran dan
melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan maksimal, sementara kelemahannya siswa
tidak mendapatkan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhannya baik dari segi
pengembangan bakat dan minatnya, dan proses pembelajaran semuanya diatur dan
ditentukan oleh guru.
• Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Pada komunikasi ini antara guru dan siswa memiliki peranan yang sama yakni pemberi
aksi dengan arti kata kata keduanya dapat saling memberi dan menerima aksi. Komunikasi
ini lebih baik dari pada yang pertama, sebab kegiatan guru dan siswa relatif sama. Seluruh
aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk menjawab apa yang dibutuhkan siswa.
Model pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa,
proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
• Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah

6
Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah Komunikasi ini tidak hanya
melibatkan interaksi yang dinamis antara guru dan siswa, tetapi juga melibatkan interaksi
dinamis antara siswa dengan siswa lainya. Proses belajar mengajar dengan pola
komunikasi ini mengarahkan kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan
siswa yang optimal, sehingga siswa belajar aktif, diskusi, simulasi merupakan strategi
yang dapat mengembangkan komunikasi ini

4. Bentuk – Bentuk Komunikasi Yang disampaikan Oleh Guru


• Guru Sebagai Motivator
Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif.
Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang
kurang, akan tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajarsehingga ia tidak
berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya.
• Guru Sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran. Selain itu juga guru dituntut agar memiliki
kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting,
kemampuan komunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
• Guru Sebagai Demonstator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk menunjukkan kepada siswa segala
sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami pesan yang
disampaikan. Ada 2 konteks guru sebagai demonstator, pertama guru harus menunjukkan
sikap – sikap terpuji, kedua guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap
materi pelajaran dapat lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
• Guru Sebagai Pengelola
Guru Sebagai pengelola pembelajaran (Learning Manajer), berperan dalam menciptakan
iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui
pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya
proses belajar seluruh siswa. 14 5) Guru Sebagai Sumber Belajar Peran sebagai sumber
belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat
dengan penguasaan materi pelajaran.

7
• Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya
sebagai bekal mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas–
tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
• Guru Sebagai Evaluator
Guru sebagai evaluator berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.

5. Bentuk Komunikasi Dari Sisi Situasi


Komunikasi guru siswa di dalam kelas lebih banyak tercipta dalam bentuk komunikasi
langsung atau tatap muka. Dalam kegiatan belajar mengajar tatap muka komunikasi langsung
dapat terjadi baik dalam situasi klasikal, kelompok, ataupun individual. Beberapa bentuk
komunikasi dalam situasi tersebut adalah :
• Penyampaian informasi secara lisan.
Interaksi belajar mengajar berintikan penyampaian informasi yang berupa pengetahuan
terutama dari guru kepada siswa.
• Penyampaian informasi secara tertulis
Para guru kemungkinan juga berkomunikasi oleh siswa dengan siswanya secara tertulis,
berupaya penyampaian bahan tertulis tulisanya sendiri atau karya orang lain supaya dibaca
dan pelajari oleh siswa.
• Penyampaian melalui media elektronika
Beberapa sekolah dewasa ini sudah mulai memanfaatkan media elektronika dalam
kegiatan belajar mengajar. Dengan digunakannya media elektronika, maka komunikasi
guru-siswa menjadi tidak langsung, peranan guru tetap besar terutama memberikan
bimbingan mengatasi kesulitan, dan memberikan penilaian.
• Komunikasi dalam aktifitas kelompok
Dalam aktifitas kelompok, kemungkinan mengadakan komunikasi ini lebih kaya
dibandingkan dengan penyampaian informasi baik lisan ataupun tertulis.

6. Kemampuan Komunikasi Secara Matematis


Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan
ide matematika baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan komunikasi matematis peserta

8
didik dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah proses
pembelajaran matematika. Hal ini terjadi karena salah satu unsur dari matematika adalah ilmu
logika yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dengan demikian,
matematika memiliki peran penting terhadap perkembangan kemampuan komunikasi
matematisnya. Karena pentingnya kemampuan komunikasi matematis tersebut, seorang
pendidik harus memahami komunikasi matematis seta mengetahui aspek-aspek atau indikator-
indikator dari komunikasi matematis, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran matematika
perlu dirancang sebaik mungkin agar tujuan mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis bisa tercapai.
Selanjutnya, NCTM dalam Principles and Standard for School Mathematics,
merumuskan standar komunikasi untuk menjamin kegiatan pembelajaran matematika yang
mampu mengembangkan kemampuan siswa, yaitu:
1. Menyusun dan memadukan pemikiran matematika melalui komunikasi.
2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan sistematis kepada sesama
siswa, guru, maupun orang lain.
3. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematik orang lain.
4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis secara tepat.
Pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan dengan memberikan
skor terhadap kemampuan siswa dalam memberikan jawaban soal dengan menggambar
(drawing), membuat ekspresi matematik (mathematical expression), dan menuliskan jawaban
dengan bahasa sendiri (written texts). Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga
kemampuan tersebut.
1. Menulis (written text), yaitu menjelaskan ide atau solusi dari suatu permasalahan atau
gambar dengan menggunakan bahasa sendiri.
2. Menggambar (drawing), yaitu menjelaskan ide atau solusi dari permasalahan matematika
dalam bentuk gambar.
3. Ekspresi matematika (matematical ekpression), yaitu menyatakan masalah atau peristiwa
sehari-hari dalam bahasa model matematika.

2.2 Collaborative (Kolaborasi)


1. Defenisi
Beberapa peneliti membuktikan bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih baik
jika mereka secara aktif terlibat pada proses pembelajaran dalam suatu kelompokkelompok
kecil. Peserta didik yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil cenderung belajar lebih
9
banyak tentang materi ajar dan mengingatnya lebih lama dibandingkan jika materi ajar tesebut
dihadirkan dalam bentuk lain, misalnya bentuk dalam ceramah, tanpa memandang bahan
ajarnya. Suatu pembelajaran termasuk pembelajaran kolaboratif apabila anggota kelompoknya
tidak tertentu atau ditetapkan terlebih dahulu, dapat beranggotakan dua orang, beberapa orang
atau bahkan lebih dari tujuh orang. Lebih lanjut Wasono dan Hariyanto mengemukakan bahwa
pembelajaran kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah, misal sekelompok
siswa saling membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan pembelajaran kolaboratif
dapat berlangsung antar siswa yang berbeda kelas maupun dari sekolah yang berbeda. Jadi,
pembelajaran kolaboratif dapat bersifat informal yaitu tidak harus dilaksanakan di dalam kelas
dan pembelajaran tidak perlu terstruktur dengan ketat.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok untuk membangun
pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran bersama melalui interaksi sosial di bawah
bimbingan pendidik baik di dalam maupun di luar kelas, sehingga terjadi pembelajaran yang
penuh makna dan siswa akan saling menghargai kontribusi semua anggota kelompok. Siswa
harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-
orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali
informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan
teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu produk, siswa perlu dibelajarkan
bagaimana menghargai kekuatan dan kemampuan setiap orang serta bagaimana mengambil
peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.

2. Manfaat Kemampuan Kolaboratif


Berikut beberapa manfaat dari pembelajaran kolaboratif :
1. Memupuk rasa kebersamaan dan peduli antarsiswa, sehingga masing-masing merasa
bertanggung jawab atas kelompoknya.
2. Meningkatkan pengetahuan anggota kelompok karena interaksi dalam kelompok
merupakan faktor berpengaruh terhadap penguasaan konsep.
3. Murid belajar memecahkan masalah bersama dalam kelompok.
4. Meningkatkan keberanian untuk berpendapat dan menyampaikan ide.
5. Memupuk rasa tanggung jawab siswa dalam mencapai suatu tujuan bersama.

10
3. Kemampuan Kolaboratif Siswa
Berikut beberapa kemampuan harus dikembangkan oleh setiap murid dalam
kemampuan kolaboratif, yaitu:
1. Menerangkan, yaitu memberikan penjelasan, pendapat dan kesimpulan pada anggota
kelompok yang lain.
2. Bertanya, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh informasi dan
jawaban yang ingin diketahui.
3. Mengkritik, yaitu mengajukan sanggahan dan mempertanyakan alasan dari
pendapat/pernyataan/jawaban yang diajukan.
4. Penengah, yaitu meredakan konflik dan mencoba meminimalkan ketegangan yang terjadi
antara anggota kelompok.
5. Mengarahkan, yaitu menyusun rencana yang akan dilaksanakan dan mengajukan alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi
6. Mencatat, yaitu membuat catatan tentang segala sesuatu yang terjadi dan diperoleh
kelompok.
7. Merangkum, yaitu membuat kesimpulan dari hasil diskusi atau penjelasan yang diberikan.

4. Metode Penerapan Kemampuan Kolaboratif


Dalam proses KBM sendiri penerapan kemampuan kolaboratif bisa diterapkan dengan
berbagai macam metode. Berdasarkan pengembangan dan penerapan dalam KBM, sejauh ini
terdapat beberapa metode yang umum digunakan, diantaranya:
1. Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Metode ini mengharuskan para siswa dibentuk menjadi dua peran. Ada yang menjadi
seorang tutor (yang mengajukan pertanyaan) dan satunya lagi menjadi tutee (yang
menjawab pertanyaan). Sebelum melaksanakan metode CLS guru dan siswa perlu
menentukan aturan, pertanyaan dan poin permainan.
Setelah itu nanti para siswa akan bergantian peran. Nantinya apabila yang berperan sebagai
tutee bisa menjawab benar akan mendapatkan poin sesuai kesepakatan diawal. Permainan
ini akan mengasah daya ingat dan ketangkasan siswa.

2. Complex Instruction (CI)


Metode ini berfokus pada pembelajaran berbasis proyek yang berorientasi pada penemuan.
Metode ini bertujuan agar siswa bisa fokus dan mengeksplorasi satu topik/materi secara
mendalam dan aplikatif.
11
Metode ini umumnya digunakan pada mata pelajaran sains, matematika dan pengetahuan
sosial. CI cocok dipakai dalam kelas yang memiliki murid heterogen. Penilaian metode
belajar ini berdasarkan kinerja dan hasil kerja kelompok.

3. Group Investigation (GI)


Merupakan metode yang beorientasi pada pembelajaran berbasis masalah. Setiap anggota
kelompok dituntut agar bisa merencanakan sebuah penelitian yang berkaitan dengan topik
(materi). Semua anggota kelompok akan mengambil peran dan tugas masing-masing untuk
bersama memecahkan masalah.
Setiap kelompok perlu merencanakan proses menyelesaikan masalah, strategi yang
digunakan, sampai bagaimana konsep penyajian/presentasi. Penilaian metode ini didasarkan
pada proses dan hasil kerja kelompok.

4. Academic-Constructive Controversy (AC)


Metode ini berfokus pada proses pembelajaran studi kasus. Anggota maupun kelompok
dibawa pada suatu studi kasus/permasalahan yang memiliki beberapa pilihan solusi. Setiap
individu dituntuk harus memiliki argument dan alasan logis yang kuat untuk
mempertahankan dan menjelaskan pilihannya masing-masing.
Metode ini berorientasi pada pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah,
pemikiran kritis, pertimbangan logis, hubungan antarpribadi, dan kecakapan berkomunikasi
dan mengemukakan pendapat.
Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan
pilihannya.

5. Teams-Games-Tournament (TGT)
Metode ini dalam istilah Indonesia bisa disamakan dengan cerdas cermat. Jadi perwakilan
terbaik dari masing-masing kelompok akan saling beradu menjawab pertanyaan dan
menyelesaikan misi sesuai aturan permainan. Tim yang berhasil mendapatkan poin paling
tinggi yang akan menjadi pemenang.
Agar permainan lebih aktif dan menarik, Guru bisa membuat variasi kuis. Jadi tidak hanya
berupa soal/pertanyaan, tetapi bisa mencoba jenis perlombaan lain seperti games yang
mengutamakan ketangkasan, kecepatan maupun kreativitas.

6. Learning Together (LT)


12
Metode Learning Together merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan
dalam aktivitas KBM. Secara umum metode ini akan membagi siswa secara acak dalam
berbagai kelompok.
Tiap kelompok kemudian diberikan tugas/studi kasus. Selanjutnya para siswa secara
berkelompok akan bersama mengerjakan tugas tersebut. LT mengasah kemampaun
mengingat, bernalar, dan kerjasama tim.
Pembagian fungsi tiap anggota merupakan kewenangan masing-masing kelompok.
Umumnya hasil tugas tersebut akan dikumpulkan dalam bentuk tertulis maupun biasanya
juga sekaligus dipresentasikan. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok dan kualitas
jawaban.

7. Jigsaw Proscedure (JP)


Metode ini akan membagi murid dalam beberapa kelompok. Kemudian tiap anggota
kelompok akan mendapatkan tugas dan kasus yang berbeda-beda tetapi tetap dalam satu
pokok bahasan (topik).
Setelah itu setiap kelompok akan mendapatkan tes menyangkut keseluruhan materi.
Tujuannya adalah agar bisa melihat kelompok mana yang bisa memahami topik secara baik
dan mendalam. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.

Itu dia beberapa hal mengenai pembelajaran kolaboratif dalam KBM dan 7 jenis metode
yang bisa digunakan untuk mengasah kemampuan kolaborasi murid di dalam kelas. Mengingat
paradigma pembelajaran yang digunakan saat ini adalah berorientasi kepada siswa (Student
Centered Learning), sehingga siswa harus menjadi individu aktif dan kritis di dalam kelas.

5. Kemampuan Kolaboratif Pada Matematika


Pembelajaran kolaboratif dapat dilaksanakan di berbagai disiplin ilmu termasuk
matematika. Pembelajaran matematika yang memungkinkan siswa untuk memiliki
keterampilan berpikir dan bernalar akan semakin menguatkan karakter yang ingin
ditumbuhkan dengan pembelajaran kolaboratif. Adanya proses berpikir logis dengan argumen
yang kuat dan konsistensi yang tinggi dengan memperhatikan setiap langkah berpikir pada
pembelajaran matematika memungkinkan terbentuknya kemampuan bernalar yang
dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan. Keterampikan berpikir dan bernalar dalam
setting pembelajaran matematika secara kolaboratif akan mendorong pemahaman siswa
tentang pentingnya memiliki karakter yang kuat karena salah satu faktor pembentuk karakter
13
adalah pemikiran. Selain itu, matematika sendiri juga mengarahkan terbentuknya karakter
yang kuat, contohnya konsisten. Matematika yang merupakan ilmu yang berkaitan dengan
pola akan membentuk konsistensi pada siswa agar terikat dengan pola yang ada. Siswa terbiasa
bersikap konsisten dan terikat dengan aturan yang berlaku pada konteks yang ada.
Penerapan kemampuan kolaboratif pada matematika yang memungkinkan siswa untuk
membandingkan hasil penalaran yang dimiliki dengan penalaran yang dimiliki oleh teman
sebaya akan semakin menguatkan terbentuknya karakter kemampuan bernalar yang
dibutuhkan generasi di masa depan yang penuh dengan tantangan. Kemampuan penyampaian
hasil bernalar juga mempengaruhi social skill yang dibutuhkan di era teknologi dan
komunikasi. Kemampuan bernalar yang dipadukan dengan keterampilan sosial merupakan
salah satu kunci yang penting agar mampu menghadapi berbagai permasalahan.
Contoh dalam pembelajaran aljabar tentang barisan dan deret, siswa dapat
berkolaborasi untuk menentukan rumus deret ataupun barisan dan bagaimana cara
menyampaikan proses penemuan polanya. Atau dalam statistika, siswa dapat berkolaborasi
untuk menyajikan data dan menyampaikan reasoning pilihan penyajian data yang disepakati
kelompok. bisa jadi siswa mampu memilih namun tidak semua memiliki reasoning yang kuat.
Kelompok kolaboratif yang baik akan mampu mendorong anggota kelompok untuk memiliki
reasoning yang kuat. Siswa akan terdorong untuk secara mandiri melakukan aktivitas yang
meningkatkan keterampilan reasoning jika siswa menyadari pentingnya keterampilan tersebut
dan siswa memiliki integritas dan tanggungjawab yang ditopang oleh kesadaran kelompok.
Bagaimana kelompok kolaboratif dapat berjalan dengan baik tergantung kepada kesiapan guru
dalam mengorganisasi kelas.
Dalam melakukan perancanaan pembelajaran, guru perlu mengantisipasi kemungkinan
kesalahan dan miskonsepsi yang mungkin muncul dan memperlakukan konten kurikulum
(Superfine, 2008). Untuk bisa mengatasi dua hal tersebut, perlu adanya kreativitas dan
kekuatan pemahaman guru. Dengan demikian tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan
mewujudkan kelompok belajar yang baik. Guru, misalkan, dapat menggunakan makro dan
mikro script yang memungkinkan guru untuk merencanakan aktivitas pembelajaran. Pada
pembelajaran kolaboratif online, Dillenbourge & Tchounikine (2007) menawarkan
ArgueGraph script, Concept Grid script, dan RSC script yang memungkinkan terbentuknya
pembelajaran kolaboratif secara komprehensif. ArgueGraph script membagi pembelajaran
dalam lima langkah: (1) siswa melaksanakan kuis, (2) membagi kelompok berdasarkan hasil
kuis, (3) kolaborasi kelompok, (4) kolaborasi kelas, dan (5) pengambilan kesimpulan. Concept
Grid script setipe dengan Jigsaw dan RSC script setipe dengan pembelajaran berbasis proyek.
14
Ketiga script yang ditawarkan dapat dimodifikasi sehingga bisa diterapkan baik secara face-
to-face maupun online. Makro script adalah metode paedagogis yang bertujuan dalam
menciptakan interaksi kelompok yang diharapkan, sementara mikro script lebih berfokus pada
aktivitas individual. Script sifatnya fleksibel karena memperhatikan banyaknya fleksibilitas
yang harus dimiliki guru dalam pembelajaran kolaboratif.
Ketika proses kolaborasi berlangsung dengan baik, karakter yang diharapkan bisa jadi
telah terwujud dalam diri siswa. Namun, bisa jadi terwujudnya karakter muncul tanpa disadari
oleh siswa dan siswa menganggap karakter tersebut sebagai suatu hal yang tidak penting
sehingga tidak bertahan lama pada diri siswa. Dalam hal ini guru perlu untuk memberikan
penekanan agar siswa juga fokus pada pembentukan karakternya.
Dinamisnya proses kolaborasi terwujud karena pembelajaran kolaborasi
memungkinkan pembelajaran bersifat open ended. Perlunya mematangkan perencanaan
proses pembelajaran termasuk antisipasi terhadap berbagai kemungkinan yang dihadapi
mengakibatkan waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran lebih panjang, terutama jika
dibandingkan dengan pembelajaran yang menekankan pada penjelasan guru. Pembentukan
suatu karakter juga membutuhkan proses yang tidak sebentar. Meskipun lebih lama, hasilnya
juga lebih mendalam, lebih efisien, dan menyempurnakan proses belajar.

1.3 Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)
Setiap manusia pasti memiliki skill untuk berpikir. Berpikir menjadi kodrat alamiah
yang setiap saat dilakukan dalam seluruh aktivitas kehidupan. Berpikir sendiri terbagi menjadi
beberapa tingkatan mulai dari yang paling sederhana yang hanya membutuhkan ingatan,
sampai pada level yang paling tinggi dan membutuhkan perenungan.

2.3 Critical Thinking (Berpikir Kritis)


a. Definisi
Elaine B. Johnson, (2009: 182)
Berpikir kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam
kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,
menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan
untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan
kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat
orang lain.

15
John Dewey dalam Alec Fisher, (2009: 2)
Berpikir kritis secara esensial adalah proses aktif dimana seseorang memikirkan
berbagai hal secara mendalam, mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan
informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada menerima berbagai hal dari orang lain.

Triling dan Fadel (2008)


Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis, menafsirkan,
mengevaluasi, merangkum, dan mensintesis semua informasi kemudian menerapkan
hasilnya untuk menyelesaikan masalah.

Dari pernyataan beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa critical thinking
adalah suatu kemampuan/keterampilan untuk menganalisis, mengevaluasi dan
mengambil keputusan atau membuat kesimpulan dari suatu informasi yang diterima
berdasarkan fakta atau bukti yang didapat.

b. Tujuan
Elaine B. Johnson (2009: 185) mengatakan bahwa tujuan berpikir kritis adalah untuk
mencapai pemahaman yang mendalam.
Fahruddin Faiz, (2012: 2) mengemukakan bahwa tujuan berpikir kritis sederhana yaitu
untuk menjamin, sejauh mungkin, bahwa pemikiran kita valid dan benar. Dengan
kemampuan untuk berpikir kritis siswa akan dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Seseorang tidak dapat belajar dengan baik tanpa berpikir dengan baik.
Pemikiran kritis berhubungan pada kesuksesan karir, tapi juga untuk kesuksesan di
pendidikan tinggi.

c. Indikator Critical Thinking


1) Menguraikan informasi yang diterima.
2) Merumuskan atau mengenali masalah.
3) Menganalisis data.
4) Membuat dugaan penyelesaian.
5) Menemukan cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
6) Membuat kesimpulan.

16
3.1 Problem Solving (Pemecahan Masalah)
a. Definsi
Murray, Olivier, dan Human (1998)
Problem solving merupakan salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi
pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya. Pembelajaran
akan muncul ketika siswa dihadapkan dengan masalah yang tidak ada metode rutin untuk
menyelesaikannya. Masalah yang diberikan harus diberikan pertama kali sebelum diajari
metode solusinya. Dosen hanya berperan sebagai fasilitator dan mendorong
mahasiswanya untuk membandingkan berbagai solusi untuk setiap satu masalah.

Majid (2007)
Problem solving merupakan suatu cara untuk memberikan pengertian dengan
menstimulus mahasiswa untuk memperhatikan, menelaah, dan berpikir tentang suatu
masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk
memecahkan masalah.

Berdasarkan pernyataan ahli diatas, problem solving adalah langkah untuk


menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk
mendapatkan kesimpulan dari penyelesaian tersebut.

b. Prosedur Problem Solving


1) Menyajikan permasalahan
2) Mengidentifikasi permasalahan
3) Mencari alternatif penyelesaian masalah
4) Menilai setiap alternatif penyelesaian masalah
5) Menarik kesimpulan

3.2 Critical Thinking and Problem Solving


Critical thinking dan problem solving memiliki keterkaitan satu sama lain. Menurut
The National Councul for Ecellence in Critical Thinking (dalam Bialik dan Fadel, 2015: 7)
mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses dari aktivitas dan kemampuan
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh
sebagai panduan untuk mengambil kesimpulan. Menurut Anderson, Newell dan Simon
dalam Kurfiss (1980: 28) bahwa sebagai bagian dari critical thinking, problem solving
17
membangun dan memperbaiki masalah dengan menganalisis, mengidentifikasi,
mengumpulkan hipotesis, dan menguji hipotesis sampai mendapatkan hasil.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa, critical thinking and
problem solving memiliki keterkaitan satu sama lain. Sebab dalam menyelesaikan suatu
masalah mahasiswa perlu berpikir kritis. Saat mahasiswa telah berpikir kritis artinya
mahasiswa sudah dapat menyelesaikan suatu masalah. Sehingga indikator critical thinking
and problem solving adalah menguraikan informasi yang diterima, merumuskan atau
mengenali masalah, menganalisis data, membuat dugaan penyelesaian, menemukan cara
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.

2.4 Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)


Definisi
Lawrence dalam Suratno, 2005: 24
Kreativitas merupakan ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan dapat
dimengerti.

Chaplin dalam Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati, 2010: 16)


Kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam bidang seni atau dalam
persenian, atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan metode-metode baru.

(Suratno, 2005:24)
Kreativitas adalah suatu ativitas yang imajinatif yang memanifestasikan (perwujudan)
kecerdikan dari pikiran yang berdaya guna menghasilkan suatu produk atau menyelesaikan
suatu persoalan dengan cara tersendiri.

Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2010: 16-17)


Proses kreatif hanya akan terjadi jika dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada lima
macam perilaku kreatif sebagai berikut: 1) Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan
mengemukakan ide-ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah. 2) Flexibility
(keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide guna memecahkan
suatu masalah di luar kategori yang biasa. 3) Originality (keaslian), yaitu kemapuan
memberikan respon yang unik atau luar biasa. 4) Elaboration (keterperincian), yaitu
kemampuan menyatakan pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi

18
kenyataan. 5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah
sebagai tanggapan terhadap suatu situasi

Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2010: 30-31)


Kreativitas anak dapat berkembang dengan baik bila didukung oleh beberapa faktor seperti
berikut: 1) Memberikan rangsangan mental yang baik Rangsangan diberikan pada aspek
kognitif maupun kepribadiannya serta suasana psikologis anak 2) Menciptakan lingkungan
kondusif Lingkungan kondusif perlu diciptakan agar memudahkan anak untuk mengakses
apapun yang dilihatnya, dipegang, didengar, dan dimainkan untuk mengembangkan
kreativitasnya. 3) Peran serta guru dalam mengembangkan kreativitas Guru yang kreatif akan
memberikan stimulasi yang tepat pada anak agar anak didiknya menjadi kreatif. 4) Peran serta
orangtua Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua yang memberikan kebebasan anak
untuk melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan kreativitas. Inovasi (innovation) ialah
suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru
bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun
diskoveri.

Sa’ud (2008: 3)
Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati
sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu
berupa hasil invention maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

Creativity and Innovation


Kreativitas adalah mengembengkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru
kepada orang lain serta bersikap terbuka dan responsif terhadap pendapat baru dan berbeda.
Kreativitas yang dapat menghasilkan penemuan-penemuan baru sering disebut sebagai inovasi.
Indikator berfikir kreatif dan inovasi adalah sebagai berikut (1) mampu menggunakan berbagai
cara untuk menghasilkan ide (2) membuat ide – ide baru (3) mengelaborasi, memperbaiki,
menganalisa, dan mengevaluasi ide – ide orisinil untuk meningkatkan dan memaksimalkan
usaha kreatif.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam proses belajar mengajar guru harus melakukan komunikasi dengan baik
terhadap siswa secara terus menerus dalam berbagai keadaan. Dalam proses pembelajaran
guru harus membiasakan siswanya untuk saling berkomunikasi baik tentang pelajaran
maupun hal lain, baik dengan guru maupun dengan siswa. Bahasa yang digunakan siswa
dalam berkomunikasi akan memberikan dampak pada siswa itu sendiri. Penggunaan kata
yang tidak baik dalam komunikasi membawa dampak negatif. Dalam menggali informasi
dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-
teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu produk, siswa perlu dibelajarkan bagaimana
menghargai kekuatan dan kemampuan setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. Seseorang tidak dapat belajar dengan baik
tanpa berpikir dengan baik. Pemikiran kritis berhubungan pada kesuksesan karir, tapi juga
untuk kesuksesan di pendidikan tinggi. kreativitas anak dapat berkembang dengan baik
bila didukung oleh beberapa faktor seperti berikut: memberikan rangsangan mental yang
baik, menciptakan lingkungan kondusif , peran serta guru dalam mengembangkan
kreativitas, peran serta orangtua Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua yang
memberikan kebebasan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan
kreativitas.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis merekomendasikan kepada para pembaca agar
mampu menerapkan konsep 4C dalam pembelajaran abad 21 saat ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

As’ari, A. R. 2014. Perspektif Global Tentang Kurikulum 2013 Secara Umum, dan
Pembelajaran Matematika Secara Khusus. Ponorogo : U M Ponorogo
Johnson, Elaine B., 2009. Contextual Teaching And Learning. (Edisi Terjemahan Ibnu
Setiawan). Bandung: MLC.
Roberts, Timothy S. 2004. Collaborative Learning: Theory and Practice. London: Idea
Group Inc.
Warsono & Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. Bandung: Remadja
Rosdakarya.

21

Anda mungkin juga menyukai