Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata SIM Pendidikan
Dosen Pembimbing :
Dr. Ismail Marzuki,M.Pd
Disusun Oleh :
Bakiatussoleha 1986208236
i
Kata Pengantar
ِ بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر
َّحيم
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya makalah yang berjudul “Kemampuan Peserta Didik Di Abad 21”.
Ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah SIM Pedidikan di Universitas Muhammadiyah Tangerang.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
A. Pendahuluan......................................................................................................1
B. Pengertian.........................................................................................................2
1. Communication (komunikasi).......................................................................2
4. Collaborative (kolaborasi)............................................................................6
5. Computational thinking.................................................................................8
6. Compassion.................................................................................................10
F. Kesimpulan.....................................................................................................26
G. Glosarium.......................................................................................................27
H. Umpan balik....................................................................................................28
I. Daftar Pustaka.................................................................................................31
iii
iv
A. Pendahuluan
Belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter
intelektualanak didik, sedangkan pembelajaran adalah proses
memfasilitasi agar siswa belajar. Antara belajar dan pembelajaran
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (IGede Astawan.
Harian Bernas, 08 Agustus 2016). Belajar ditujukan agar terjadi
perubahan dalam pola pikir serta karakter dari diri siswa. Tantangan
dari seorang guru tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan
saja namun seorang guru harus bisa memastikan bahwa siswa yang
diajarnya dapat sukses dan berhasil di masa depan kelak. Sukses
artinya anak didik setelah belajar di sekolah dapat terjun hidup
dimasyarakat. Untuk itu, guru harus membekali keterampilan kepada
anak didiknya sesuai dengan kebutuhan yang dapat mereka
manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran di abad 21 ini
memiliki perbedaan dengan pembelajaran dimasa yang lalu. Dahulu,
pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan standar, sedangkan kini
memerlukan standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Melalui standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai
pedoman yang pasti tentang apa yang diajarkan dan yang hendak
dicapai. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah
gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain
maupun belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah
memasuki berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali dibidang
pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan
peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad
21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru
agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini
(Yana, 2013). Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang
sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara
1
dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan
masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas,
yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010)
B. Pengertian
1. Communication (komunikasi)
Communication (komunikasi) adalah proses pertukaran bahasa yang
berlangsung dalam dunia manusia. Oleh sebab itu komunikasi selalu
melibatkan manusia baik dalam konteks intrapersonal, kelompok
maupun massa. Peneliti komunikasi membuktikan bahwa hingga saat
ini bahasa diakui sebagai media paling efektif dalam melakukan
komunikasi pada suatu interaksi antar individu seperti halnya kegiatan
penyuluhan dan pembinaan, proses belajar mengajar, pertemuan
tempat kerja dan lain-lain. (Muhtadi, 2012) Berkomunikasi artinya
perkembangan bicara dan bahasa yang mempunyai muatan emosi dan
sosial, yaitu bagaimana sesi komunikasi itu dapat berlangsung secara
timbal balik (Van, 2011). Komunikasi merupakan suatu aktifitas yang
sangat sering dilakukan oleh setiap orang dalam lingkup apapun,
dimanapun, dan kapanpun. Karena komunikasi sangatlah penting bagi
kehidupan kita. Semua orang membutuhkan komunikasi karena adanya
komunikasi semuanya menjadi lebih mengerti. Komunikasi
mempertemukan antara komunikan dengan komunikator. Komunikan
yang menerima sedangkan komunikator yang menyampaikan pesan.
Berinteraksi dengan cara berkomunikasi tidak harus dengan ucapan
kata-kata tetapi juga bisa menggunakan gerak mimik tubuh seperti
tersenyum, mengedipkan mata, melambaikan tangan, juga bisa
menggunakan perasaan yang ada dalam hati seseorang. Tetapi pesan
komunikasi akan bisa diterima oleh komunikan apabila komunikan
mengerti apa yang komunikator sampaikan (Wilson, 2009: 10) Masa
2
kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan
bahasa. Karena pada masa ini sering disebut masa emas dimana anak
sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan
dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.
Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu memperoleh
pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi
dan mendengarkan secara tepat. Seiringnya perkembangan zaman, kita
tentunya perlu tahu bagaimana cara berkomunikasi secara efektif.
Karena dengan dapat berkomunikasi secara efektif tentunya kita tak
kalah saing dengan negara lain. Komunikasi efektif yaitu komunikasi
yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada
orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Tujuan dari
komunikasi yang efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan
dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi
dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi
informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari
Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik
atau feedback dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain
itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal
secara baik. (Kurnia, 2009:15). Dalam proses pembelajaran guru harus
membiasakan siswanya untuk saling berkomunikasi baik tentang
pelajaran maupun hal lain, baik dengan guru maupun dengan siswa.
Bahasa yang digunakan siswa dalam berkomunikasi akan memberikan
dampak pada siswa itu sendiri. Penggunaan kata yang tidak baik dalam
komunikasi membawa dampak negatif. Pesan yang disampaikan oleh
siswa tidak dapat diterima oleh penerima pesan. Hal ini akan memicu
terjadinya kesalahan dalam penerimaan pesan yang dapat
menimbulkan kesalah pahaman atau konflik dalam berinteraksi. Selain
itu, membiarkan siswa menggunakan kata-kata kasar dalam
berkomunikasi dapat menimbulkan kebiasaan buruk bagi anak.
3
Penggunaan kata yang baik dalam berkomunikasi akan membawa
dampak positif pada anak. Anak akan merasakan kepuasan karena
tujuan yang diinginkan tercapai sehingga kepercayaan diri anak akan
meningkat.
4
3. Creativity and innovation (kreativitas dan inovasi).
Lawrence dalam Suratno, 2005: 24 menyatakan kreativitas merupakan
ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan
dapat dimengerti. Berbeda dengan Lawrence, Chaplin dalam Yeni
Rachmawati dan Euis Kurniati, 2010: 16) mengutarakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam
bidang seni atau dalam persenian, atau dalam memecahkan masalah-
masalah dengan metode-metode baru. Suratno mengemukakan bahwa
kreativitas adalah suatu ativitas yang imajinatif yang memanifestasikan
(perwujudan) kecerdikan dari pikiran yang berdaya guna menghasilkan
suatu produk atau menyelesaikan suatu persoalan dengan cara
tersendiri. (Suratno, 2005:24) Menurut Yeni Rachmawati dan Euis
Kurniati (2010: 16-17) proses kreatif hanya akan terjadi jika
dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada lima macam
perilaku kreatif sebagai berikut:
1) Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide-ide
yang serupa untuk memecahkan suatu masalah.
2) Flexibility (keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah di luar kategori
yang biasa.
3) Originality (keaslian), yaitu kemapuan memberikan respon yang
unik atau luar biasa.
4) Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan
pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi
kenyataan.
5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan
menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi
Menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2010: 30-31) kreativitas
anak dapat berkembang dengan baik bila didukung oleh beberapa
faktor seperti berikut: 1) Memberikan rangsangan mental yang baik
Rangsangan diberikan pada aspek kognitif maupun kepribadiannya
5
serta suasana psikologis anak 2) Menciptakan lingkungan kondusif
Lingkungan kondusif perlu diciptakan agar memudahkan anak untuk
mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang, didengar, dan dimainkan
untuk mengembangkan kreativitasnya. 3) Peran serta guru dalam
mengembangkan kreativitas Guru yang kreatif akan memberikan
stimulasi yang tepat pada anak agar anak didiknya menjadi kreatif. 4)
Peran serta orangtua Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua
yang memberikan kebebasan anak untuk melakukan aktivitas yang
dapat mengembangkan kreativitas. Inovasi (innovation) ialah suatu
ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai
suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri.
Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu (Sa’ud, 2008: 3).
4. Collaborative (kolaborasi).
Beberapa peneliti membuktikan bahwa peserta didik akan belajar
dengan lebih baik jika mereka secara aktif terlibat pada proses
pembelajaran dalam suatu kelompokkelompok kecil. Peserta didik
yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil cenderung belajar lebih
banyak tentang materi ajar dan mengingatnya lebih lama dibandingkan
jika materi ajar tesebut dihadirkan dalam bentuk lain, misalnya bentuk
dalam ceramah, tanpa memandang bahan ajarnya (Warsono dan
Hariyanto, 2012: 66-67). Menurut Roberts (2004: 205), “Collaborative
is an adjective that implies working in a group of two or more to
achieve a common goal, while respecting each individual’s
contribution to the whole”. Paz Dennen dalam Roberts (2004: 205),
mengemukakan “Collaborative learning is a learning method that
uses social interaction as a means of knowledge building”.
Selanjutnya Bruffee dalam Roberts (2004: 205), menyatakan bahwa
“educators must trust students to perform in ways that the teacher has
not necessarily determined a head of time”, serta berpendapat bahwa
6
“collaborative learning therefore implies that (educators) must rethink
what they have to do to get ready to teach and what they are doing
when they are actually teaching.” Suatu pembelajaran termasuk
pembelajaran kolaboratif apabila anggota kelompoknya tidak tertentu
atau ditetapkan terlebih dahulu, dapat beranggotakan dua orang,
beberapa orang atau bahkan lebih dari tujuh orang. Lebih lanjut
Wasono dan Hariyanto mengemukakan bahwa pembelajaran
kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah, misal
sekelompok siswa saling membantu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah, bahkan pembelajaran kolaboratif dapat berlangsung antar siswa
yang berbeda kelas maupun dari sekolah yang berbeda. Jadi,
pembelajaran kolaboratif dapat bersifat informal yaitu tidak harus
dilaksanakan di dalam kelas dan pembelajaran tidak perlu terstruktur
dengan ketat (Warsono dan Hariyanto (2012: 50-51). Berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok
untuk membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran
bersama melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di
dalam maupun di luar kelas, sehingga terjadi pembelajaran yang penuh
makna dan siswa akan saling menghargai kontribusi semua anggota
kelompok. Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan
orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam
latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi
dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi
dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu produk,
siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan
kemampuan setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
7
5. Computational thinking
8
Aturan dalam pilar ini umum digunakan dalam program komputer.
Namun, computational thinking sebenarnya tidak berhubungan dengan
pemograman komputer.
Skill ini juga dapat diterapkan pada lini apa pun dari bisnis komersial
atau layanan publik. Perencanaan dan peramalan didasarkan pada pola
generalisasi atau abstraksi.
Bahkan, jika kamu tidak berada dalam posisi untuk membuat solusi
menggunakan bahasa pemrograman dan komputer, kamu dapat
9
memahami dan memikirkan masalah bisnis dengan menggunakan
konsep-konsep computational thinking.
6. Compassion
10
Lebih tangguh menghadapi stres dan mengurangi risiko burnout,
karena kamu dan rekan kerja saling membantu.
11
Menyadari dampak yang disebabkan oleh perbuatan dan perkataan
diri sendiri agar menjadi lebih bijaksana serta perhatian terhadap
lingkungan sekitar.
12
dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi sama-
sama, yang mencakup skema, model pemikiran dan teori.
Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru, dan
Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang
kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.
13
yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik
audio maupun audiovisual.
14
mendapatkan berbagai macam sumber dan media pembelajaran.
Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa
mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai
dengan gaya dan minat belajar siswa.
15
Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran
untuk menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut
kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator
pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar
dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas
mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan
kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.
16
siswanya. Itu semua telah tercapai kini (Schlechty 1997, 11). Tetapi,
dunia telah berubah dan terus berubah sedemikian cepatnya (fast-
placedmanner). Lingkungan para siswa yang ada sekarang berbeda
dari lingkungan para siswa di masa lalu untuk siapa sekolah-sekolah
itu dirancang. Karena itu, sekolah konvensional sudah tidak zamannya
lagi.
17
piranti yang mereka perlukan yang dapat menggambarkan lingkungan
pekerjaan yang nyata agar mereka mendapatkan keahlian-keahlian
yang diperlukan pada level yang tinggi sebagaimana yang diharapkan
dari mereka untuk menghadapi tantangan abad 21 (Barriors: 8).
Oleh karena itu, maka, model pembelajaran yang paling sesuai untuk
sekolah abad 21 adalah pembelajar berbasis laptop. Pembelajaran
berbasis laptop artinya laptop digunakan sebagai media utama
pembelajaran. Agar penggunaannya maksimal, maka perlu ditunjang
dengan ketersediaan jaringan internet yang memadai di sekolah.
Pembelajaran berbasis laptop yang terintegrasi jaringan internet
menuntut penyesuaian peran guru di dalam seluruh proses
pembelajaran. Peran guru pada sekolah abad 21 beralih dari menjadi
sumber informasi tunggal ke pendamping atau mentor bagi para siswa.
Namun mereka tetap diharapkan menjadi model dan pendorong bagi
para siswanya dalam mencari dan menguasai ilmu pengetahuan. Itu
berarti guru dituntut untuk semakin aktif dan kreatif, menjadi contoh
hidup bagi para siswa bagaimana seharusnya menjadi pembelajar lalu
kemudian menjadi manusia berilmu itu.
18
Menurut Prensky, para guru pada era digital harus mendengarkan para
siswa digital natives. Hal itu sangat penting karena (menurut Prensky)
sekolah yang ada saat ini masih tertahan di abad 20, artinya gaya dan
caranya dalam menyelenggarakan pendidikan masih bernafaskan
suasana pendidikan abad 20, padahal para siswa telah bergerak maju
ke abad 21. Pertanyaan Prensky adalah bagaimana sekolah dapat
menyesuaikan diri dan memberikan pendidikan yang relevan kepada
siswa abad 21 (Prensky, December 2005/January 2006: 8-13)?
19
Di lain pihak, guru juga harus benar-benar dipersiapkan untuk
menghadapi tantangan pendidikan abad 21 yang sedemikian itu.
20
Di sisi lain, para guru (digital immigrant) kurang memahami dan
menyadari perbedaan ini. Para guru terlalu terikat dengan
keterampilan-keterampilan yang telah mereka miliki sejak lama
seperti bekerja secara bertahap (step-by-step), pelan, mengerjakan
pekerjaan satu demi satu, dan seterusnya. Para guru (juga orang tua)
tidak percaya bahwa para siswa dapat belajar dengan baik meskipun
mereka melakukannya sambil menonton TV atau mendengarkan
musik karena mereka (para guru) tidak dapat dan tidak terbiasa
melakukan hal itu. Para guru cenderung memikirkan bahwa cara
belajar yang dahulu kala dapat berfungsi atau tepat untuk mereka
masih tepat juga untuk para siswa yang mereka didik saat ini.
Kesenjangan keterampilan dan pemahaman seperti inilah yang
seringkali menjadi penyebab timbulnyan permasalahan di dalam kelas.
Banyak siswa akhirnya mogok dan malas belajar karena merasa
kurang dihargai dan dipahami oleh para guru mereka.
21
dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Model pembelajaran
Problem Based Learning dan Project Based Learning adalah dua
model yang umum digunakan para guru dalam mata pelajaran
Pemrograman Dasar. Peserta didik dengan bimbingan guru pengampu,
diberi masalah untuk diselesaikan atau proyek untuk dikerjakan,
mengikuti sintaks model yang dipilih. Selanjutnya dilengkapi dengan
pemilihan metode dan media pembelajaran yang sesuai. Media yang
dipilih dapat dikembangkan sendiri oleh guru atau menggunakan
media yang sudah ada yang dapat diakses dengan gratis di dunia maya.
Media yang dapat digunakan antara lain media interaktif berbasis
mobile yang didesain sendiri ataupun yang tersedia. Beberapa laman
juga menyediakan banyak materi pembelajaran (tutorial) dan juga
latihan terkait pemrograman dasar. Peserta didik dapat bekerja
berkelompok secara mandiri.
22
pengetahuan dan teknologi (iptek), dan membudayakan sikap mandiri,
bertanggungjawab, demokratis, jujur, dan bermoral. Pertanyaannya
adalah model pembelajaran seperti apakah yang dapat bermakana
sebagai proses pemberdayaan.
23
cracyto democracyits various manifastations, and from technologi
cally divided world where high technology is privilage of the is
privilage of the fewto a technologi cally united world. Place
senormous respon sibilitieson teacher who participate in the moulding
of the characiers and mind soft henew generations” pernyataan
tersebut menunjukkan, betapa tingginya tuntutan terhadap peran yang
diharapkan dari pendidikan dalam membentuk karakter dan mental
generasi muda agar dapat melakukan transformasi budaya suatu
tuntutan yang pada hakekatnya telah digariskan oleh para pendidri
republik indonesia ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD
1945 (Soedijartono,2009).
24
Kata kuncinya adalah kualitas dan kesetaraan. Jika 2 hal itu
diwujudkan, bisa berhasil. Ada juga sekolah yang mengikuti
kualitasnya tapi tidak mengikuti kesetaraan. Contoh tipikalnya di
Jerman, Mereka mencetak siswa elitnya saja. Namun pendidikan di
Jerman yang mengejar elitnya itu masih kurang unggul dibandingkan
dengan sekolah di Finlandia yang mengajar kesetaraan. Contoh di Asia
bisa kita lihat di Korea Selatan. Mereka mencetak sekolah elit selama
20 tahun terakhir ini. Tapi gagal total. Jadi seberat apapun kita
mengejar kualitas kalau tidak diikuti kesetaraan, akhirnya gagal.
Begitu juga sebaliknya. Contohnya Italia, Spanyol dan Meksiko.
Mereka memang mengajar dengan tuntas kesetaraannya tapi
sayangnya kualitas tidak diikuti. Begitu juga gagal. Jadi pendidikan
yang bisa meningkatkan kualitas kesetaraan secara bersamaan pasti
berhasil. Jadi salah satu filosofi dalam komunitas pembelajaran adalah
2 unsur tadi. Kita harus memikirkan bagaimana menjamin pendidikan
yang berkualitas untuk semua orang, Kita melihat pendidikan pada
abad ke 21, ada beberapa ciri khasnya. Salah satunya program, yang
tadinya berbasis program berubah menjadi berbasis proyek. Kalau kita
melihat pendidikan pada abad ke 19 dan 20 ibarat pabrik produksi
yang lain produknya. Jadi produksi massa yang mengajar efektivitas
secara massal. Benar-benar sasaran atau target pendidikan, obyektif
pendidikan. Dulu saya sempat cari tahu istilah obyektifitas pendidikan
itu sejak kapan kita pakai? Pertama kali digunakan pada tahun 1911 di
Chicago. Pada saat itu Amerika Serikat sedang banyak membangun
pabrik yang besar-besar. Seperti perkiraan saya. Maksudnya
educational objective itu dipindah istilahnya dari pabrik yang ada
sasaran target produksi yang dialihkan ke dunia pendidikan. Pertama
pabrik itu ada target produksinya dan proses itu diefisiensikan, lalu
melakukan quality control. Kalau di dunia pendidikan artinya
melakukan ujian. Mr. Bobbit yang mengembangkan metode tersebut
disana. Menyebut guru sebagai insinyur pendidikan dan kepala sekolah
25
disebut kepala pabrik. Dan kepala di bindang pendidikan disebut
sebagai direktur utama. Jadi mencetak sekolah seperti mencetak
pabrik-pabrik pada saat itu. Mestinya sekarang tidak seperti itu lagi.
Tapi pendidikan harus berdasarkan dengan proyek. Jadi kalau dulu
berbasis program ibarat naik tangga satu persatu. Tapi sekarang ibarat
mendaki gunung, jalurnya tidak 1, tapi bisa memutar-mutar atau
membelok sambil melakukan eksplorasi dan untuk melihat hasil output
itu di jaman dulu, kita melakukan ujian. Jadi sekarang menilai dengan
laporannya.
F. Kesimpulan
Dalam rangka untuk menghadapi tantangan era global, guru perlu
mencari dan menemukan paradigma baru terkait tugas dan perannya
sebagai pendidik. Paradigma pembelajaran yang relevan dengan
tuntutan era ilmu pengetahuan ini adalah pembelajaran yang mendidik.
Paradigma pembelajaran yang mendidik memiliki karateristik seperti
menekankan proses membelajarkan bagaimana belajar (learning how
to learn), mengutamakan strategi yang mendorong dan melancarkan
proses belajar peserta didik, diarahkan untuk membantu peserta didik
memperoleh kecakapan mencari jawaban atau solusi atas suatu
pertanyaan atau masalah dengan keterampilan berpikir kritis dan
kreatif. Dalam rangka itulah guru perlu memperhatikan empat pilar
pendidikan yakni belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar
untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi (learning to
be), dan belajar untuk hidup bersama-sama atau belajar bersosialisasi
(learning to live together). Peran guru dimasa silam cukup sederhana
dimana keterampilan baca tulis dan numerasi dasar merupakan tujuan
utama pendidikan. Standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih
ditekankan pada bagaimana mereka menjalani kehidupan pribadi dari
pada kemampuan profesionalnya, perubahan yang cepat selama abad
kesembilan belas menentukan banyak elemen sistem pendidikan yang
26
kita miliki saat ini. Pada abad kesembilan belas dan awal abad ke dua
puluh, maksud pendidikan meluas dengan pesat, dan peran guru
mendapat banyak dimensi tambahan serta tantangan-tantangan dalam
mengajar.
G. Glosarium
fast-placedmanner Berkecepatan tinggi atau dalam tempo
kecepatan yang tinggi, bisa untuk segala hal yang ada hubungan
dengan kecepatan seperti race, work, thinking, doing things, eating,
talking, dll.
digital immigrant generasi yang sudah hidup sejak sebelum dan
saat fase digital.
Skill pengetahuan, kompetensi, dan kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas operasional.
Burnout kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah secara
fisik, mental, dan emosional gara-gara pekerjaannya.
Konkrit nyata, benar-benar ada, berwujud, dapat dilihat, diraba,
dan sebagainya.
Digital native mereka yang lahir di lingkungan era digital.
27
native speaker penutur atau pembicara bahasa asing asli, terutama
bahasa inggris karena sejak mereka lahir bahasa asing itu sudah
menjadi bahasa pertama mereka.
digital immigrant orang yang lahirnya jauh sebelum adanya
digitalisasi
inservice training usaha meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan guru bimbingan konseling agar dapat meningkatkan
dan mempertahankan profesionalisme dalam melaksanakan
layanan bimbingan konseling.
H. Umpan balik
Soal Pilihan Ganda
1. Pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok untuk
membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran bersama
melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di dalam
maupun di luar kelas, merupakan metode: ....
a. Communication
b. Critical Thinking
c. Creativity
d. Collaboration
2. Pengirim pesan dalam proses komunikasi dinamakan ….
a. Komunikator
b. Receiver
c. Komunikan
d. Komunikasi
3. Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-
pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu,
yang mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan
tentang bagian detail disebut ....
a. Pengetahuan Konseptual
b. Pengetahuan Faktual
28
c. Pengetahuan prosedural
d. Pengetahuan metakognitif
4. Dua model yang umum digunakan para guru dalam mata pelajaran
Pemrograman dasar yaitu ....
a. Cooperative Learning dan Contextual Teaching
b. Project Based Learning dan Contextual Teaching
c. Problem Based Learning dan Project Based Learning
d. Inquiry dan Concept Learnin
5. Siswa SMP pada umumnya memiliki usia 12 – 15 tahun. Dengan
demikian, mereka dilahirkan pada Abad 21 dan akan hidup dalam
Abad 21. Oleh karena itu, kita sebagai seorang guru perlu membekali
siswa agar mereka siap menghadapi tantangan hidup di Abad 21.
Kemampuan yang perlu diberikan atau dilatihkan guru ke siswa agar
siswa siap menghadapi masa depan mereka adalah ....
a. Keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan penggunaan alat
komunikasi
b. pemahaman ilmu pengetahuan, penguasaan penggunaan teknologi,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan berpikir kritis
c. keterampilan berpikir kritis, keterampilan berkomunikasi,
penggunaan peralatan elektronika, dan keterampilan berkolaborasi
d. kreativitas dan inovasi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan
berkolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis
1. d. Collaboration
2. a. Komunikator
3. b. Pengetahuan Faktual
4. c. Problem Based Learning dan Project Based Learning
5. d. kreativitas dan inovasi, keterampilan berkomunikasi,
keterampilan berkolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis
29
Soal Uraian Singkat
1. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses
komunikasi disebut ...
2. Apa yang dimaksud dengan tujuan berpikir kritis ....
3. Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu ....
4. Salah satu jenis pekerjaan yang memberikan peluang besar
adalah ....
5. Secara umum kita dapat memahami bahwa sesungguhnya
tantangan yang dihadapi oleh bangsa indonesia dewasa ini
bersifat ....
1. Komunikasi efektif.
2. Untuk mencapai pemahaman yang mendalam.
3. Faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
4. Pemrograman.
5. Multidimensi
30
I. Daftar Pustaka
Astawan, I Gede. “Belajar dan Pembelajaran Abad 21,” Harian Bernas, 08
Agustus 2016
31