Anda di halaman 1dari 35

Sistem Informasi Manajemen Pendidikan

KEMAMPUAN PESERTA DIDIK DI ABAD 21

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Individu pada Mata SIM Pendidikan

Dosen Pembimbing :
Dr. Ismail Marzuki,M.Pd

Disusun Oleh :
Bakiatussoleha 1986208236

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

i
Kata Pengantar
ِ ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬
‫َّحيم‬

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan
Karunia-Nya makalah yang berjudul “Kemampuan Peserta Didik Di Abad 21”.
Ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah SIM Pedidikan di Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


kepada Bapak Dr. Ismail Marzuki,M.Pd sebagai dosen SIM Pendidikan yang
telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada kami sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan lancar dan penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis yang masih dalam proses
pembelajaran menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, penulis menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata saya sampaikan terimakasih.

Tangerang, 23 juli 2022


23 Dzulhijjah 1443

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

A. Pendahuluan......................................................................................................1

B. Pengertian.........................................................................................................2

1. Communication (komunikasi).......................................................................2

2. Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan pemecahan


masalah)................................................................................................................4

3. Creativity and innovation (kreativitas dan inovasi)......................................5

4. Collaborative (kolaborasi)............................................................................6

5. Computational thinking.................................................................................8

6. Compassion.................................................................................................10

C. Strategi Pembelajaran Abad 21......................................................................12

D. Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam Pembelajaran...............21

E. Dampak dan tantangan dalam pembelajaran abad ke 21................................22

I. Sekolah di Abad ke-21....................................................................................24

F. Kesimpulan.....................................................................................................26

G. Glosarium.......................................................................................................27

H. Umpan balik....................................................................................................28

Soal Pilihan Ganda.............................................................................................28

Soal Uraian Singkat............................................................................................30

I. Daftar Pustaka.................................................................................................31

iii
iv
A. Pendahuluan
Belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter
intelektualanak didik, sedangkan pembelajaran adalah proses
memfasilitasi agar siswa belajar. Antara belajar dan pembelajaran
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (IGede Astawan.
Harian Bernas, 08 Agustus 2016). Belajar ditujukan agar terjadi
perubahan dalam pola pikir serta karakter dari diri siswa. Tantangan
dari seorang guru tidak hanya membekali siswa dengan keterampilan
saja namun seorang guru harus bisa memastikan bahwa siswa yang
diajarnya dapat sukses dan berhasil di masa depan kelak. Sukses
artinya anak didik setelah belajar di sekolah dapat terjun hidup
dimasyarakat. Untuk itu, guru harus membekali keterampilan kepada
anak didiknya sesuai dengan kebutuhan yang dapat mereka
manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran di abad 21 ini
memiliki perbedaan dengan pembelajaran dimasa yang lalu. Dahulu,
pembelajaran dilakukan tanpa memperhatikan standar, sedangkan kini
memerlukan standar sebagai acuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Melalui standar yang telah ditetapkan, guru mempunyai
pedoman yang pasti tentang apa yang diajarkan dan yang hendak
dicapai. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah
gaya hidup manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain
maupun belajar. Memasuki abad 21 kemajuan teknologi tersebut telah
memasuki berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali dibidang
pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, pendidik dan
peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad
21 ini. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru
agar dapat bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini
(Yana, 2013). Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang
sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang terhormat dan setara

1
dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan
masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas,
yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010)

B. Pengertian
1. Communication (komunikasi)
Communication (komunikasi) adalah proses pertukaran bahasa yang
berlangsung dalam dunia manusia. Oleh sebab itu komunikasi selalu
melibatkan manusia baik dalam konteks intrapersonal, kelompok
maupun massa. Peneliti komunikasi membuktikan bahwa hingga saat
ini bahasa diakui sebagai media paling efektif dalam melakukan
komunikasi pada suatu interaksi antar individu seperti halnya kegiatan
penyuluhan dan pembinaan, proses belajar mengajar, pertemuan
tempat kerja dan lain-lain. (Muhtadi, 2012) Berkomunikasi artinya
perkembangan bicara dan bahasa yang mempunyai muatan emosi dan
sosial, yaitu bagaimana sesi komunikasi itu dapat berlangsung secara
timbal balik (Van, 2011). Komunikasi merupakan suatu aktifitas yang
sangat sering dilakukan oleh setiap orang dalam lingkup apapun,
dimanapun, dan kapanpun. Karena komunikasi sangatlah penting bagi
kehidupan kita. Semua orang membutuhkan komunikasi karena adanya
komunikasi semuanya menjadi lebih mengerti. Komunikasi
mempertemukan antara komunikan dengan komunikator. Komunikan
yang menerima sedangkan komunikator yang menyampaikan pesan.
Berinteraksi dengan cara berkomunikasi tidak harus dengan ucapan
kata-kata tetapi juga bisa menggunakan gerak mimik tubuh seperti
tersenyum, mengedipkan mata, melambaikan tangan, juga bisa
menggunakan perasaan yang ada dalam hati seseorang. Tetapi pesan
komunikasi akan bisa diterima oleh komunikan apabila komunikan
mengerti apa yang komunikator sampaikan (Wilson, 2009: 10) Masa

2
kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan
bahasa. Karena pada masa ini sering disebut masa emas dimana anak
sangat peka mendapatkan rangsangan-rangsangan baik yang berkaitan
dengan aspek fisik motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.
Untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu memperoleh
pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi
dan mendengarkan secara tepat. Seiringnya perkembangan zaman, kita
tentunya perlu tahu bagaimana cara berkomunikasi secara efektif.
Karena dengan dapat berkomunikasi secara efektif tentunya kita tak
kalah saing dengan negara lain. Komunikasi efektif yaitu komunikasi
yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada
orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Tujuan dari
komunikasi yang efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan
dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi
dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi
informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari
Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik
atau feedback dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain
itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal
secara baik. (Kurnia, 2009:15). Dalam proses pembelajaran guru harus
membiasakan siswanya untuk saling berkomunikasi baik tentang
pelajaran maupun hal lain, baik dengan guru maupun dengan siswa.
Bahasa yang digunakan siswa dalam berkomunikasi akan memberikan
dampak pada siswa itu sendiri. Penggunaan kata yang tidak baik dalam
komunikasi membawa dampak negatif. Pesan yang disampaikan oleh
siswa tidak dapat diterima oleh penerima pesan. Hal ini akan memicu
terjadinya kesalahan dalam penerimaan pesan yang dapat
menimbulkan kesalah pahaman atau konflik dalam berinteraksi. Selain
itu, membiarkan siswa menggunakan kata-kata kasar dalam
berkomunikasi dapat menimbulkan kebiasaan buruk bagi anak.

3
Penggunaan kata yang baik dalam berkomunikasi akan membawa
dampak positif pada anak. Anak akan merasakan kepuasan karena
tujuan yang diinginkan tercapai sehingga kepercayaan diri anak akan
meningkat.

2. Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan


pemecahan masalah).
Setiap manusia pasti memiliki skill untuk berpikir. Berpikir menjadi
kodrat alamiah yang setiap saat dilakukan dalam seluruh aktivitas
kehidupan. Berpikir sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan mulai
dari yang paling sederhana yang hanya membutuhkan ingatan, sampai
pada level yang paling tinggi dan membutuhkan perenungan. Berpikir
kritis merupakan suatu proses yang terarah dan jelas yang digunakan
dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian
ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan
cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat
orang lain (Elaine B. Johnson, 2009: 182). Berpikir kritis secara
esensial adalah proses aktif dimana seseorang memikirkan berbagai hal
secara mendalam, mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri,
menemukan informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada
menerima berbagai hal dari orang lain (John Dewey dalam Alec
Fisher, 2009: 2). Elaine B. Johnson (2009: 185) mengatakan bahwa
tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang
mendalam. Sementara itu, Fahruddin Faiz, (2012: 2) mengemukakan
bahwa tujuan berpikir kritis sederhana yaitu untuk menjamin, sejauh
mungkin, bahwa pemikiran kita valid dan benar. Dengan kemampuan
untuk berpikir kritis siswa akan dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapinya. Seseorang tidak dapat belajar dengan baik tanpa berpikir
dengan baik. Pemikiran kritis berhubungan pada kesuksesan karir, tapi
juga untuk kesuksesan di pendidikan tinggi.

4
3. Creativity and innovation (kreativitas dan inovasi).
Lawrence dalam Suratno, 2005: 24 menyatakan kreativitas merupakan
ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan
dapat dimengerti. Berbeda dengan Lawrence, Chaplin dalam Yeni
Rachmawati dan Euis Kurniati, 2010: 16) mengutarakan bahwa
kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam
bidang seni atau dalam persenian, atau dalam memecahkan masalah-
masalah dengan metode-metode baru. Suratno mengemukakan bahwa
kreativitas adalah suatu ativitas yang imajinatif yang memanifestasikan
(perwujudan) kecerdikan dari pikiran yang berdaya guna menghasilkan
suatu produk atau menyelesaikan suatu persoalan dengan cara
tersendiri. (Suratno, 2005:24) Menurut Yeni Rachmawati dan Euis
Kurniati (2010: 16-17) proses kreatif hanya akan terjadi jika
dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada lima macam
perilaku kreatif sebagai berikut:
1) Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide-ide
yang serupa untuk memecahkan suatu masalah.
2) Flexibility (keluwesan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
berbagai macam ide guna memecahkan suatu masalah di luar kategori
yang biasa.
3) Originality (keaslian), yaitu kemapuan memberikan respon yang
unik atau luar biasa.
4) Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan menyatakan
pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi
kenyataan.
5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan
menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi
Menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati (2010: 30-31) kreativitas
anak dapat berkembang dengan baik bila didukung oleh beberapa
faktor seperti berikut: 1) Memberikan rangsangan mental yang baik
Rangsangan diberikan pada aspek kognitif maupun kepribadiannya

5
serta suasana psikologis anak 2) Menciptakan lingkungan kondusif
Lingkungan kondusif perlu diciptakan agar memudahkan anak untuk
mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang, didengar, dan dimainkan
untuk mengembangkan kreativitasnya. 3) Peran serta guru dalam
mengembangkan kreativitas Guru yang kreatif akan memberikan
stimulasi yang tepat pada anak agar anak didiknya menjadi kreatif. 4)
Peran serta orangtua Orangtua yang dimaksud disini adalah orangtua
yang memberikan kebebasan anak untuk melakukan aktivitas yang
dapat mengembangkan kreativitas. Inovasi (innovation) ialah suatu
ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai
suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri.
Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu (Sa’ud, 2008: 3).

4. Collaborative (kolaborasi).
Beberapa peneliti membuktikan bahwa peserta didik akan belajar
dengan lebih baik jika mereka secara aktif terlibat pada proses
pembelajaran dalam suatu kelompokkelompok kecil. Peserta didik
yang bekerja dalam kelompok-kelompok kecil cenderung belajar lebih
banyak tentang materi ajar dan mengingatnya lebih lama dibandingkan
jika materi ajar tesebut dihadirkan dalam bentuk lain, misalnya bentuk
dalam ceramah, tanpa memandang bahan ajarnya (Warsono dan
Hariyanto, 2012: 66-67). Menurut Roberts (2004: 205), “Collaborative
is an adjective that implies working in a group of two or more to
achieve a common goal, while respecting each individual’s
contribution to the whole”. Paz Dennen dalam Roberts (2004: 205),
mengemukakan “Collaborative learning is a learning method that
uses social interaction as a means of knowledge building”.
Selanjutnya Bruffee dalam Roberts (2004: 205), menyatakan bahwa
“educators must trust students to perform in ways that the teacher has
not necessarily determined a head of time”, serta berpendapat bahwa

6
“collaborative learning therefore implies that (educators) must rethink
what they have to do to get ready to teach and what they are doing
when they are actually teaching.” Suatu pembelajaran termasuk
pembelajaran kolaboratif apabila anggota kelompoknya tidak tertentu
atau ditetapkan terlebih dahulu, dapat beranggotakan dua orang,
beberapa orang atau bahkan lebih dari tujuh orang. Lebih lanjut
Wasono dan Hariyanto mengemukakan bahwa pembelajaran
kolaboratif dapat terjadi setiap saat, tidak harus di sekolah, misal
sekelompok siswa saling membantu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah, bahkan pembelajaran kolaboratif dapat berlangsung antar siswa
yang berbeda kelas maupun dari sekolah yang berbeda. Jadi,
pembelajaran kolaboratif dapat bersifat informal yaitu tidak harus
dilaksanakan di dalam kelas dan pembelajaran tidak perlu terstruktur
dengan ketat (Warsono dan Hariyanto (2012: 50-51). Berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok
untuk membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran
bersama melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di
dalam maupun di luar kelas, sehingga terjadi pembelajaran yang penuh
makna dan siswa akan saling menghargai kontribusi semua anggota
kelompok. Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan
orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam
latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi
dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi
dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu produk,
siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan
kemampuan setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.

7
5. Computational thinking 

Computational thinking adalah salah satu skill yang perlu kamu kuasai.


Kemampuan ini berkaitan erat dengan problem solving dan menjadi
salah satu skill kunci di dunia kerja modern.

Coorp Academy bahkan menyebut, computational thinking akan


menjadi salah satu skill vital di proses rekrutmen masa depan.

definisi computational thinking adalah kemampuan yang


memungkinkanmu untuk menganalisis masalah kompleks, memahami
apa masalahnya, dan mengembangkan solusi yang tepat.

Artinya, dengan computational thinking kamu dapat menyajikan solusi


dengan cara yang dapat dipahami oleh komputer, manusia, atau
keduanya.

Secara konsep, terdapat empat pilar dalam computational


thinking yang memiliki tujuan masing-masing.

 Dekomposisi, yaitu memecahkan masalah atau sistem kompleks


menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah diatur.
 Pengenalan pola dengan mencari persamaan di antara dan di dalam
masalah.

 Abstraksi yang berfokus pada informasi penting saja, mengabaikan


detail yang tidak relevan.

 Algoritma, yaitu mengembangkan solusi langkah demi langkah


untuk masalah tersebut, atau aturan yang harus diikuti untuk
menyelesaikan masalah.

8
Aturan dalam pilar ini umum digunakan dalam program komputer.
Namun, computational thinking sebenarnya tidak berhubungan dengan
pemograman komputer.

Sederhananya, pemrograman memberi tahu komputer apa yang harus


dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Tujuan computational thinking adalah memungkinkanmu untuk


mengetahui dengan tepat apa yang harus dilakukan ketika berhadapan
dengan masalah seperti halnya komputer.

computational thinking tetap diperlukan meski pekerjaanmu sama


sekali tidak berhubungan dengan pemograman komputer.

Selain itu, computational thinking adalah skill yang memiliki fungsi


hampir di setiap sektor industri.

Misal dari produk konsumen, bisnis dan pasar keuangan, energi,


pariwisata, atau layanan publik seperti perawatan kesehatan,
pendidikan serta hukum dan ketertiban.

Skill ini juga dapat diterapkan pada lini apa pun dari bisnis komersial
atau layanan publik. Perencanaan dan peramalan didasarkan pada pola
generalisasi atau abstraksi.

Contohnya, merancang user story mapping untuk situs e-


commerce akan melibatkan kemampuan untuk memecahkan masalah
menjadi bagian-bagian kecil menggunakan teknik dekomposisi.

Kemudian menyusun urutan langkah-langkah untuk menyelesaikan


masalah menggunakan pemikiran algoritmis.

Bahkan, jika kamu tidak berada dalam posisi untuk membuat solusi
menggunakan bahasa pemrograman dan komputer, kamu dapat

9
memahami dan memikirkan masalah bisnis dengan menggunakan
konsep-konsep computational thinking.

6. Compassion

Compassion adalah bentuk aksi dan emosi dari empati yang membuat


seseorang menunjukkan kepedulian dan memberikan bantuan kepada
orang lain.

Jika pernah merasa relate dengan keadaan seseorang dan kamu ingin


memberikan bantuan kepada orang tersebut, perasaan tersebut adalah
bentuk compassion.

Compassion memiliki tingkatan yang berbeda dengan empati, karena


kamu tidak hanya merasakan, tapi juga melakukan sebuah aksi untuk
orang-orang sekitarmu.

Menurut Pacific Prime, compassion adalah bentuk aksi dan emosi yang


membuat seseorang menunjukkan kepedulian dan memberikan
bantuan kepada orang lain.

Menunjukkan compassion dapat menyebarkan harmoni di tempat kerja


dan menciptakan lingkungan kerja yang ideal. Dalam dunia
psikologi, compassion digolongkan sebagai sebuah aksi ketimbang
emosi. Dengan menggabungkan kepedulian, empati, dan kasih sayang,
seseorang dengan compassion akan membantu meringankan beban
yang dirasakan orang lain. Dalam dunia kerja,
menunjukkan compassion kepada orang lain adalah hal yang
diperlukan. Ada banyak keuntungan yang bisa kamu dan orang lain
dapatkan dengan menunjukkan compassion di kantor.

 Kamu dapat mengurangi tekanan dan rasa khawatir akibat


pekerjaan.

10
 Lebih tangguh menghadapi stres dan mengurangi risiko burnout,
karena kamu dan rekan kerja saling membantu.

 Membantu kamu dalam membangun hubungan interpersonal yang


baik dengan rekan kerja dan atasan.

 Menurut Wall Street Journal, memiliki compassion dapat


membantumu memahami perasaan orang lain dan memberikan
respons yang sesuai dalam berbagai situasi.

Compassion jadi sangat penting karena perusahaan membutuhkan


seseorang yang dapat membantu orang lain dalam memecahkan
masalah bersama-sama serta mengidentifikasi setiap kesempatan yang
ada.

Beberapa cara yang bisa membatumu dalam melatih memberikan


compassion adalah sebagai berikut:

 Mulai dari diri sendiri dengan memaafkan, memuji, dan mencintai


diri sendiri.
 Membangun komunikasi efektif dengan rekan kerja untuk
menyampaikan ide.

 Mendengarkan rekan kerja dengan sabar, pikiran terbuka, dan tidak


menjadi judgmental.

 Memerhatikan rekan kerja ketika dia mengalami kesulitan baik di


tempat kerja atau kehidupan pribadi serta membantunya merasa
nyaman.

 Menerima kritik dan berhati-hati dalam menyampaikan opini agar


tidak menyakiti perasaan rekan kerja.

 Memberikan pujian dan semangat kepada rekan kerja atas


pencapaian dan usahanya.

11
 Menyadari dampak yang disebabkan oleh perbuatan dan perkataan
diri sendiri agar menjadi lebih bijaksana serta perhatian terhadap
lingkungan sekitar.

C. Strategi Pembelajaran Abad 21


Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan
siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan
dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan
berkolaborasi. Pencapaian ketrampilan tersebut dapat dicapai dengan
penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan
materi dan ketrampilan.

Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran


yang menerapkan taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan
oleh Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada tahun
2001. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah
yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan pendidikan
mengalami penyempurnaan pada tahun 2001 (Anderson
dan Krathwohl, 2001). Taksonomi pembelajaran dikelompokan dalam
dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu faktual,


konseptual, prosedural, dan metakognitif. Krathwohl (2002),
Anderson & Krathwohl (2001) menyebutkan bahwa pengetahuan
faktual menekankan pada pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan
yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau
unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu, yang
mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan tentang
bagian detail. Pengetahuan faktual menyajikan fakta-fakta yang
muncul dalam pengetahuan. Pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur

12
dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi sama-
sama, yang mencakup skema, model pemikiran dan teori.
Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru, dan
Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang
kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan


berpikir kritis siswa tidak dapat dilakukan dengan proses
pembelajaran satu arah. Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada
guru, akan membelenggu kekritisan siswa dalam mensikapi suatu
materi ajar. Siswa menerima materi dari satu sumber, dengan
kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi. Kemampuan
berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang
berbeda dan menyeluruh.

Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan


dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata.
Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan
penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada
dunia pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit,
kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan
kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa.
Menghubungkan materi dengan praktik sehari-hari dan kegunaannya
dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa.

Penguasaan teknologi informasi komunikasi menjadi hal yang harus


dilakukan oleh semua guru pada semua mata pelajaran. Penguasaan
TIK yang terjadi bukan dalam tataran pengetahuan, namun praktik
pemanfaatnyanya. Metode pembelajaran yang dapat mengakomodir
hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber belajar yang variatif. Mulai
dari sumber belajar konvensional sampai pemanfaatan sumber belajar
digital. Siswa memanfaatkan sumber-sumber digital, baik

13
yang offline maupun online. Membuat produk berbasis TIK, baik
audio maupun audiovisual.

Kecakapan berkolaborasi menunjukkan sikap penerimaan terhadap


orang lain, berbagi dengan orang lain, dan bersama-sama dengan
orang lain mencapai tujuan bersama. Paradigma pembelajaran
kolaboratif memfasilitasi siswa berada dalam peran masing-masing,
melaksanakannya, dan bertanggungjawab. Sikap individualistik, mau
menang sendiri, dan bekerja sendiri akan mengurangi kemampuan
siswa dalam menyiapkan diri menyongsong masa depannya. Setiap
kompetensi yang ada pada masing-masing dikolaborasikan, sehingga
dapat meningkatkan kompetensi dan pencapaian hasil.

Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat


memfasilitasi siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus
memenuhi kriteria sebagai berikut : kesempatan dan aktivitas belajar
yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai
tujuan pembelajaran; pembelajaran berbasis projek atau masalah;
keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections); fokus
pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi yang dilakukan oleh siswa;
lingkungan pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan
menggunakan media visual untuk meningkatkan pemahaman;
menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri.

Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif tidak monoton. Metode


pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai.
Penguasaan satu kompetensi ditempuh dengan berbagai macam
metode yang dapat mengakomodir gaya belajar siswa auditori, visual,
dan kenestetik secara seimbang. Dengan demikian masing-masing
siswa mendapatkan kesempatan belajar yang sama.

Pemanfaatan teknologi, khususnya tekonologi informasi komunikasi,


memfasilitasi siswa mengikuti perkembangan teknologi, dan

14
mendapatkan berbagai macam sumber dan media pembelajaran.
Sumber belajar yang semakin variatif memungkinkan siswa
mengekplorasi materi ajar dengan berbagai macam pendekatan sesuai
dengan gaya dan minat belajar siswa.

Pembelajaran berbasis projek atau masalah, menghubungkan siswa


dengan masalah yang dihadapai dan yang dijumpai dalam kehidupam
sehari-hari. Bertitik tolak dari masalah yang diinventarisis, dan
diakhiri dengan strategi pemecahan masalah tersebut, siswa secara
berkesinambungan mempelajari materi ajar dan kompetensi dengan
terstruktur. Pada pembelajaran berbasis projek, pemecahan masalah
dituangkan dalam produk nyata yang dihasilkan sebagai sebuah karya
penciptaan siswa. Pada pembelajaran berbasis masalah/projek
pembelajaran juga fokus pada penyelidikan/inkuiri dan inventigasi
yang dilakukan oleh siswa.

Keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections), atau


kurikulum terintegrasi memungkinkan siswa menghubungkan antar
materi dan kompetensi pembelajaran, dengan demikian pembelajaran
dapat lebih bermakna, dan teridentifikasi manfaat mempelajari
sesuatu. Pembelajaran ini didukung lingkungan pembelajaran
kolaboratif, dapat memaksimalkan potensi siswa. Didukung dengan
visualisasi tingkat tinggi dan penggunaan media visual dapat
meningkatkan pemahaman siswa.

Sebagai akhir dari sebuah proses pembelajaran, penilaian formatif


menunjukan sebuah pengendalian proses. Melalui penilaian formatif,
dan didukung dengan penilaian oleh diri sendiri, siswa terpantau
tingkat penguasaan kompetensinya, mampu mendiagnose kesulitan
belajar, dan berguna dalam melakukan penempatan pada saat
pembelajaran didisain dalam kelompok.

15
Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran
untuk menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut
kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator
pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar
dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas
mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan
kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa.

1. Perlunya pendidikan abad 21

Karena dunia terus berubah sedemikian cepatnya maka, sejatinya


sangatlah sulit untuk memastikan gambaran sekolah seperti apa yang
cocok untuk abad 21 dan sesudahnya. Hal itu disebabkan karena
bahkan industri dan pekerjaan yang tersedia dan ditawarkan di masa
depan hingga kini belum ada dan mungkin akan sangat berbeda
dengan yang ada di masa lalu dan masa kini. Namun satu hal yang
pasti, apa yang dikatakan John Dewey pada masa lalu tetap relevan
dan benar hingga kini, yakni bahwa “If weteach our children as we
did yesterday, we rob themof the future” (Gateway, 2008: 6).

Menurut beberapa pakar, banyak sekolah yang ada sekarang sudah


ketinggalan zaman. Sistem yang digunakan di sekolah-sekolah itu
(termasuk di Indonesia) merupakan sistem yang dirancang untuk
dunia agraria dan manufaktur. Sistem yang diterapkan pada sekolah-
sekolah itu sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dunia abad 21.
Berkaitan dengan itu, Schlechty (2005, xii) mengatakan, “The unfor
tunatefactis that our educational system is working as it was designed
to work, but theway it was designed to work is not a dequate to our
present needs and expectations”. Sekolah-sekolah di masa lalu
(sekolah konvensional) dirancang untuk membuat siswanya mengenal
huruf, dapat membaca dengan baik, mengenal angka, dan kemudian
mampu untuk mencapai standar akademis yang tinggi bagi para

16
siswanya. Itu semua telah tercapai kini (Schlechty 1997, 11). Tetapi,
dunia telah berubah dan terus berubah sedemikian cepatnya (fast-
placedmanner). Lingkungan para siswa yang ada sekarang berbeda
dari lingkungan para siswa di masa lalu untuk siapa sekolah-sekolah
itu dirancang. Karena itu, sekolah konvensional sudah tidak zamannya
lagi.

Akibat dari lingkungan pertumbuhan anak-anak digital native yang


berbeda dengan generasi yang terdahulu, maka, menurut Prensky, cara
para siswa berpikir dan mengolah informasi secara fundamental
berbeda sama sekali dari para pendahulunya (baca: para guru mereka).
Kalau demikian adanya maka sekolah harus merevolusi diri.

Lalu pertanyaannya adalah sekolah seperti apakah yang diperlukan


untuk dunia pendidikan abad 21? Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa sesuai dengan lingkungan pertumbuhan anak-anak era digital
dan tuntutan dunia kerja di masa depan yang akan sangat berbeda
dengan yang sekarang ada, maka sekolah abad 21 harus menyertakan
dan memperhitungkan keahlian-keahlian abad 21 di dalam
kurikulumnya demi memenuhi harapan dan kebutuhan para siswa era
digital ini. Secara umum, keahlian yang harus dikuasai dan dimiliki
oleh siswa era digital adalah keahlian di bidang informasi dan
komunikasi, keahlian berpikir dan memecahkan masalah, keahlian
interpersonal dan pengarahan diri (self- directional). Keahlian-
keahlian ini sejatinya telah tercakup dalam kurikulum standar dunia
pendidikan dewasa ini, namun dalam abad 21, keahlian- keahlian ini
semakin jauh berkembang (meluas) dari yang ada di masa lalu.

Materi pembelajaran yang diajarkan pada abad 21 perlu dilengkapi


dengan contoh-contoh yang relevan dari dunia abad 21; siswa harus
mampu melihat keterkaitan antara apa yang mereka pelajari dengan
kenyataan yang mereka lihat pada lingkungan di sekitar mereka.
Siswa mesti mendapatkan dan menggunakan perangkat atau piranti-

17
piranti yang mereka perlukan yang dapat menggambarkan lingkungan
pekerjaan yang nyata agar mereka mendapatkan keahlian-keahlian
yang diperlukan pada level yang tinggi sebagaimana yang diharapkan
dari mereka untuk menghadapi tantangan abad 21 (Barriors: 8).

Untuk itu maka, sekolah abad 21 harus mengintegrasikan teknologi


(laptop, notebook, ipad, smartboard, termasuk internet) ke dalam
seluruh proses pembelajarannya. Sekolah abad 21 harus menyediakan
suatu lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
mengembangkan sikap ingin tahunya, mengajarkan ketrampilan-
ketrampilan yang bermanfaat untuk kehidupan siswa di masa depan
dan memungkinkan mereka untuk mempraktekan kemampuan untuk
bekerja secara kolaboratif di dalam tim untuk mencari tahu,
memecahkan masalah, membuat dan mengkomunikasikan hasil
pekerjaan mereka melalui wadah dan bentuk yang paling sesuai
dengan kondisi dan kapasitas anak abad 21 yang digital-based.

Oleh karena itu, maka, model pembelajaran yang paling sesuai untuk
sekolah abad 21 adalah pembelajar berbasis laptop. Pembelajaran
berbasis laptop artinya laptop digunakan sebagai media utama
pembelajaran. Agar penggunaannya maksimal, maka perlu ditunjang
dengan ketersediaan jaringan internet yang memadai di sekolah.
Pembelajaran berbasis laptop yang terintegrasi jaringan internet
menuntut penyesuaian peran guru di dalam seluruh proses
pembelajaran. Peran guru pada sekolah abad 21 beralih dari menjadi
sumber informasi tunggal ke pendamping atau mentor bagi para siswa.
Namun mereka tetap diharapkan menjadi model dan pendorong bagi
para siswanya dalam mencari dan menguasai ilmu pengetahuan. Itu
berarti guru dituntut untuk semakin aktif dan kreatif, menjadi contoh
hidup bagi para siswa bagaimana seharusnya menjadi pembelajar lalu
kemudian menjadi manusia berilmu itu.

2. Mengapa Pembelajaran Berbasis Laptop?

18
Menurut Prensky, para guru pada era digital harus mendengarkan para
siswa digital natives. Hal itu sangat penting karena (menurut Prensky)
sekolah yang ada saat ini masih tertahan di abad 20, artinya gaya dan
caranya dalam menyelenggarakan pendidikan masih bernafaskan
suasana pendidikan abad 20, padahal para siswa telah bergerak maju
ke abad 21. Pertanyaan Prensky adalah bagaimana sekolah dapat
menyesuaikan diri dan memberikan pendidikan yang relevan kepada
siswa abad 21 (Prensky, December 2005/January 2006: 8-13)?

Selanjutnya, Prensky menegaskan argumentasinya dengan


mengatakan bahwa siswa yang ada di sekolah-sekolah dewasa ini
bukanlah “orang dewasa yang masih kanak-kanak”. Artinya, para
siswa yang diajarkan oleh guru-guru yang mengenyam pendidikan
pada abad 20, tidak sama dengan para guru mereka, kondisi
lingkungan hidup mereka pun berbeda. Para siswa yang ada sangat
berbeda dari para gurunya. Karena itu, para guru tidak lagi dapat
menggunakan pengetahuan abad 20 maupun pelatihan yang telah
mereka ikuti sebagai tuntunan untuk membawa para siswa kepada apa
yang mereka anggap baik untuk hidupnya.

Berdasarkan lingkungan pertumbuhannya, para siswa yang ada di


sekolah-sekolah abad 21 ini merupakan para siswa digital
native. Mereka menjadi native speaker teknologi, lancar dalam bahasa
digital komputer, video games, dan Internet. Para siswa digital
native akan terus berkembang dan berubah sedemikian cepat dan
orang dewasa termasuk para gurunya tidak akan mampu untuk
mengimbangi. Fenomena kesenjangan antara siswa digital native dan
guru digital immigrant tidak bisa dihadapi dengan metode tradisional
seperti inservice training, karena hal itu akan sangat sia-sia. Sekolah
memerlukan solusi yang radikal. Solusi yang radikal itu misalnya,
mengajarkan aljabar secara efektif dengan menggunakan video game.
Dengan itu, maka siswa akan terlibat secara aktif dalam pembelajaran.

19
Di lain pihak, guru juga harus benar-benar dipersiapkan untuk
menghadapi tantangan pendidikan abad 21 yang sedemikian itu.

Ketidak-sesuaian antara bagaimana siswa belajar di satu sisi dan


bagaimana guru mengajar di sisi yang lain dapat dipahami ketika
orang menyadari bahwa sekolah dewasa ini dirancang untuk dunia
pertanian dan manufaktur. Dunia telah berubah dan terus berubah
dengan kecepatan yang semakin meningkat. Siswa multi-
tasking (siswa digital native menurut Prensky cenderung multi-
tasking) yang kita hadapi lebih siap untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan ini dibandingkan dengan banyak orang dewasa.

Peneliti Ian Jukes dan Anita Dosaj mengaitkan ketidak-selarasan


antara guru dan siswa abad 21 sebagai akibat dari komunikasi yang
kurang antara siswa digital native dengan orang dewasa digital
immigrant. Para orang tua dan guru digital immigrant berbicara DSL
(digital as a second language) – bahasa digital sebagai bahasa kedua.
Artinya mereka tidak sepenuhnya menguasai dan menjadi bagian dari
dunia digital sebagaimana anak-anak abad 21 menguasainya. Maka,
jelaslah bila terjadi perbedaan antara bagaimana siswa digital belajar
dan bagaimana guru non-digital atau digital immigrant mengajar atau
menyampaikan pelajaran

Prensky mencatat beberapa perbedaan fundamental antara para siswa


saat ini dengan para guru mereka (Prensky, 2001). Perbedaan-
perbedaan itu antara lain: para siswa digital native lebih menyukai
proses berpikir paralel (memikirkan beberapa hal sekaligus) dan multi-
task (melakukan dua kegiatan atau lebih sekaligus); mereka lebih
menyukai untuk melihat gambar atau grafik terlebih dahulu sebelum
membaca teks yang tersedia; mereka lebih
menyukai randomaccess (hypertext); mereka bekerja dengan baik
dalam lingkungan yang tersedia jaringan internet, lebih menyukai
permainan daripada pekerjaan yang bersifat lebih “serius”.

20
Di sisi lain, para guru (digital immigrant) kurang memahami dan
menyadari perbedaan ini. Para guru terlalu terikat dengan
keterampilan-keterampilan yang telah mereka miliki sejak lama
seperti bekerja secara bertahap (step-by-step), pelan, mengerjakan
pekerjaan satu demi satu, dan seterusnya. Para guru (juga orang tua)
tidak percaya bahwa para siswa dapat belajar dengan baik meskipun
mereka melakukannya sambil menonton TV atau mendengarkan
musik karena mereka (para guru) tidak dapat dan tidak terbiasa
melakukan hal itu. Para guru cenderung memikirkan bahwa cara
belajar yang dahulu kala dapat berfungsi atau tepat untuk mereka
masih tepat juga untuk para siswa yang mereka didik saat ini.
Kesenjangan keterampilan dan pemahaman seperti inilah yang
seringkali menjadi penyebab timbulnyan permasalahan di dalam kelas.
Banyak siswa akhirnya mogok dan malas belajar karena merasa
kurang dihargai dan dipahami oleh para guru mereka.

D. Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 Dalam Pembelajaran.


Mengembangkan Keterampilan Abad 21 dalam Pembelajaran
Pemrograman Dasar Di era infomasi, pemrograman merupakan salah
satu pekerjaan yang memberikan peluang besar. Selain nilai
eksistensial, keterampilan dalam membuat kode program, menawarkan
banyak sekali peluang kerja, dapat membuat jadwal/pekerjaan sendiri
dari mana saja, upah tinggi untuk jam kerja yang lebih sedikit, dan
banyak lagi. Ruang lingkup pekerjaan antara lain membuat situs web,
aplikasi dan lainnya. Pemrogram dalam bekerja membutuhkan upaya
yang berkelanjutan dan terkonsentrasi. Untuk mendapatkan pencapaian
kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam
mata pelajaran Pemrograman Dasar, disarankan untuk memilih salah
satu dari beberapa model pembelajaran yang mendukung tumbuhnya
keterampilan abad 21. Tentu saja model yang dipilih disesuaikan

21
dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Model pembelajaran
Problem Based Learning dan Project Based Learning adalah dua
model yang umum digunakan para guru dalam mata pelajaran
Pemrograman Dasar. Peserta didik dengan bimbingan guru pengampu,
diberi masalah untuk diselesaikan atau proyek untuk dikerjakan,
mengikuti sintaks model yang dipilih. Selanjutnya dilengkapi dengan
pemilihan metode dan media pembelajaran yang sesuai. Media yang
dipilih dapat dikembangkan sendiri oleh guru atau menggunakan
media yang sudah ada yang dapat diakses dengan gratis di dunia maya.
Media yang dapat digunakan antara lain media interaktif berbasis
mobile yang didesain sendiri ataupun yang tersedia. Beberapa laman
juga menyediakan banyak materi pembelajaran (tutorial) dan juga
latihan terkait pemrograman dasar. Peserta didik dapat bekerja
berkelompok secara mandiri.

E. Dampak dan tantangan dalam pembelajaran abad ke 21.


Secara umum kita dapat memahami bahwa sesungguhnya tantangan
yang dihadapi oleh bangsa indonesia dewasa ini adalah bersifat
multidimensi. Oeh karena itu,misi untuk mencerdasakan kehidupan
bangsa masih tetap perlu diupayakan oleh setiap pendidik dan orang
tua. Perlu pula dipikirkan tentang pendidikan seperti apakah yang
mampu menunjang kebutuhan negara dan bangsa indonesia dalam
menghadapi tantangan abad ini.

Pendidikan yang relevan dengan upaya menghadapi tantangan zaman


yaitu pendidikan yang mampu mengembangkan kompetensi dan
membentuk watak yang relevan dengan upaya menghadapi tantangan
zaman. pendidikan dan pembelajaran yang bermakna sebagai proses
pemberdayaan kemampuan berfikir kritis dan berfikir kreatif,
kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan bekerja berdasarkan
etos kerja yang baik, kemampuan meneliti dan mengembangkan ilmu

22
pengetahuan dan teknologi (iptek), dan membudayakan sikap mandiri,
bertanggungjawab, demokratis, jujur, dan bermoral. Pertanyaannya
adalah model pembelajaran seperti apakah yang dapat bermakana
sebagai proses pemberdayaan.

Apabila pembelajaran dapat merangsang, menantang, dan


menyenangkan. Seperti yang dikemukakan oleh whitehead sampai
tingkat “jayof discovery” maka diharapkan proses pembelajaran itu
dapat bermakna sebagai proses pemberdayaan dan proses penguasaan
seni menggunakan ilmu pengetahuan (soedijarto,2009). Dalam kaitan
dengan hal ini unesco, melalui international commission one
uicationforthe 21” century (geremeek, 1986) yang
antara lain bertujuan untuk mengubah dunia “from technologi cally
divided world where high technology is privilege of the fewto
technologi cally united  world” dengan mengusulkan empat pilar
pendidikan yakni belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar
untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi learning to
be), dan belajar untuk hidup bersama – sama atau belajar bersosialisasi
(learning to live together).

Kemampuan guru untuk menerapkan empat pilar pendidikan atau pilar


belajar tersebut berarti bahwa proses pembelajaran memungkinkan
peserta didik untuk menguasai cara memperoleh pengetahuan,
berkesempatan berinteraksi secara aktif sesama peserta didik sehingga
dapat mengembangkan potensi diri dan menemukan jati dirinya.
Model pembelajaran seperti ini hanya dapat berlangsung dengan
difasilitasi oleh guru yang penuh konsentrasi, peralatan yang memadai,
materi yang terpilih dan waktu yang cukup secara fleksibel. Empat
pilar pendidikan ditujukan agar proses pendidikan dapat menghadapi
tantangan abad ke 21. Whitehead menyatakan bahwa “the nead for
change from narrow nationalism to universalism, fromethnic to
cultural prejudiseto tolerance, understanding and pluralism, from auto

23
cracyto democracyits various manifastations, and from technologi
cally divided world where high technology is privilage of the is
privilage of the fewto a technologi cally united world. Place
senormous respon sibilitieson teacher who participate in the moulding
of the characiers and mind soft henew generations” pernyataan
tersebut menunjukkan, betapa tingginya tuntutan terhadap peran yang
diharapkan dari pendidikan dalam membentuk karakter dan mental
generasi muda agar dapat melakukan transformasi budaya suatu
tuntutan yang pada hakekatnya telah digariskan oleh para pendidri
republik indonesia ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD
1945 (Soedijartono,2009).

Proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan cara untuk


mengetahui (way soft knowing) ataupun pola inkuiri (mode of inquiry)
memungkinkan peserta didik untuk terus belajar untuk memperoleh
pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan dari hasil
temuan orang lain. oleh karena itu hakikatnya belajar untuk
mengetahui (learning to know) adalah proses pembelajaran yang
memeungkinkan peserta didik untuk menguasai teknik mempelajari
ilmu pengetahuan dan bukan semata – mata memperoleh pengetahuan.
Menurut scheffler pilar ini pada hakikatnya terkait dengan relevansi
epistemologi yang mengutamakan proses pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik terlibat dalam proses meneliti dan
mengkaji.

I. Sekolah di Abad ke-21


Jadi sejalan dengan perubahan masyarakat, sekolah juga tentu
mengalami perubahan. Sampai sekarang saya sudah keliling dunia.
Sudah menempuh 22 negara dan melihat lebih dari 500 sekolah di
seluruh dunia. Apalagi bertambah menjadi 24 karena Indonesia. Dan
saya sudah mengamati banyak sekolah dan mendapat suatu kesimpulan
kesuksesan sekolah di abad 21 itu seperti apa.

24
Kata kuncinya adalah kualitas dan kesetaraan. Jika 2 hal itu
diwujudkan, bisa berhasil. Ada juga sekolah yang mengikuti
kualitasnya tapi tidak mengikuti kesetaraan. Contoh tipikalnya di
Jerman, Mereka mencetak siswa elitnya saja. Namun pendidikan di
Jerman yang mengejar elitnya itu masih kurang unggul dibandingkan
dengan sekolah di Finlandia yang mengajar kesetaraan. Contoh di Asia
bisa kita lihat di Korea Selatan. Mereka mencetak sekolah elit selama
20 tahun terakhir ini. Tapi gagal total. Jadi seberat apapun kita
mengejar kualitas kalau tidak diikuti kesetaraan, akhirnya gagal.
Begitu juga sebaliknya. Contohnya Italia, Spanyol dan Meksiko.
Mereka memang mengajar dengan tuntas kesetaraannya tapi
sayangnya kualitas tidak diikuti. Begitu juga gagal. Jadi pendidikan
yang bisa meningkatkan kualitas kesetaraan secara bersamaan pasti
berhasil. Jadi salah satu filosofi dalam komunitas pembelajaran adalah
2 unsur tadi. Kita harus memikirkan bagaimana menjamin pendidikan
yang berkualitas untuk semua orang, Kita melihat pendidikan pada
abad ke 21, ada beberapa ciri khasnya. Salah satunya program, yang
tadinya berbasis program berubah menjadi berbasis proyek. Kalau kita
melihat pendidikan pada abad ke 19 dan 20 ibarat pabrik produksi
yang lain produknya. Jadi produksi massa yang mengajar efektivitas
secara massal. Benar-benar sasaran atau target pendidikan, obyektif
pendidikan. Dulu saya sempat cari tahu istilah obyektifitas pendidikan
itu sejak kapan kita pakai? Pertama kali digunakan pada tahun 1911 di
Chicago. Pada saat itu Amerika Serikat sedang banyak membangun
pabrik yang besar-besar. Seperti perkiraan saya. Maksudnya
educational objective itu dipindah istilahnya dari pabrik yang ada
sasaran target produksi yang dialihkan ke dunia pendidikan. Pertama
pabrik itu ada target produksinya dan proses itu diefisiensikan, lalu
melakukan quality control. Kalau di dunia pendidikan artinya
melakukan ujian. Mr. Bobbit yang mengembangkan metode tersebut
disana. Menyebut guru sebagai insinyur pendidikan dan kepala sekolah

25
disebut kepala pabrik. Dan kepala di bindang pendidikan disebut
sebagai direktur utama. Jadi mencetak sekolah seperti mencetak
pabrik-pabrik pada saat itu. Mestinya sekarang tidak seperti itu lagi.
Tapi pendidikan harus berdasarkan dengan proyek. Jadi kalau dulu
berbasis program ibarat naik tangga satu persatu. Tapi sekarang ibarat
mendaki gunung, jalurnya tidak 1, tapi bisa memutar-mutar atau
membelok sambil melakukan eksplorasi dan untuk melihat hasil output
itu di jaman dulu, kita melakukan ujian. Jadi sekarang menilai dengan
laporannya.

F. Kesimpulan
Dalam rangka untuk menghadapi tantangan era global, guru perlu
mencari dan menemukan paradigma baru terkait tugas dan perannya
sebagai pendidik. Paradigma pembelajaran yang relevan dengan
tuntutan era ilmu pengetahuan ini adalah pembelajaran yang mendidik.
Paradigma pembelajaran yang mendidik memiliki karateristik seperti
menekankan proses membelajarkan bagaimana belajar (learning how
to learn), mengutamakan strategi yang mendorong dan melancarkan
proses belajar peserta didik, diarahkan untuk membantu peserta didik
memperoleh kecakapan mencari jawaban atau solusi atas suatu
pertanyaan atau masalah dengan keterampilan berpikir kritis dan
kreatif. Dalam rangka itulah guru perlu memperhatikan empat pilar
pendidikan yakni belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar
untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi (learning to
be), dan belajar untuk hidup bersama-sama atau belajar bersosialisasi
(learning to live together). Peran guru dimasa silam cukup sederhana
dimana keterampilan baca tulis dan numerasi dasar merupakan tujuan
utama pendidikan. Standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih
ditekankan pada bagaimana mereka menjalani kehidupan pribadi dari
pada kemampuan profesionalnya, perubahan yang cepat selama abad
kesembilan belas menentukan banyak elemen sistem pendidikan yang

26
kita miliki saat ini.  Pada abad kesembilan belas dan awal abad ke dua
puluh, maksud pendidikan meluas dengan pesat, dan peran guru
mendapat banyak dimensi tambahan serta tantangan-tantangan dalam
mengajar.

 Pandangan konstruktivis mengatakan bahwa belajar adalah


sebuah kegiatan sosial kultural: bahwa pengetahuan bersifat
agak personal, bahkan pelajar mengkkonstuksikan makna
melalui interaksi dengan orang lain
 Pengajaran efektif membutuhkan pemikiran yang seksama dan
reflektif tentang apa yang dikerjakan guru dan efek
tindakannya pada pembelajaran sosial dan akdemik siswa
 Guru-guru terbaik menunjukkan kepedulian terhadap siswanya
dan merasa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka
 Tujuan akhir mengajar adalah membantu siswa agar dapat
menjadi pelajar yang mandiri dan self regulated.

G. Glosarium
 fast-placedmanner Berkecepatan tinggi atau dalam tempo
kecepatan yang tinggi, bisa untuk segala hal yang ada hubungan
dengan kecepatan seperti race, work, thinking, doing things, eating,
talking, dll.
 digital immigrant generasi yang sudah hidup sejak sebelum dan
saat fase digital.
 Skill pengetahuan, kompetensi, dan kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas operasional. 
 Burnout kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah secara
fisik, mental, dan emosional gara-gara pekerjaannya.
 Konkrit nyata, benar-benar ada, berwujud, dapat dilihat, diraba,
dan sebagainya.
 Digital native mereka yang lahir di lingkungan era digital. 

27
 native speaker penutur atau pembicara bahasa asing asli, terutama
bahasa inggris karena sejak mereka lahir bahasa asing itu sudah
menjadi bahasa pertama mereka.
 digital immigrant orang yang lahirnya jauh sebelum adanya
digitalisasi
 inservice training usaha meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan guru bimbingan konseling agar dapat meningkatkan
dan mempertahankan profesionalisme dalam melaksanakan
layanan bimbingan konseling.

H. Umpan balik
Soal Pilihan Ganda
1. Pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu kelompok untuk
membangun pengetahuan dan mencapai tujuan pembelajaran bersama
melalui interaksi sosial di bawah bimbingan pendidik baik di dalam
maupun di luar kelas, merupakan metode: ....
a. Communication
b. Critical Thinking
c. Creativity
d. Collaboration
2. Pengirim pesan dalam proses komunikasi dinamakan ….
a. Komunikator
b. Receiver
c. Komunikan
d. Komunikasi
3. Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-
pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu,
yang mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan
tentang bagian detail disebut ....
a. Pengetahuan Konseptual
b. Pengetahuan Faktual

28
c. Pengetahuan prosedural
d. Pengetahuan metakognitif
4. Dua model yang umum digunakan para guru dalam mata pelajaran
Pemrograman dasar yaitu ....
a. Cooperative Learning dan Contextual Teaching
b. Project Based Learning dan Contextual Teaching
c. Problem Based Learning dan Project Based Learning
d. Inquiry dan Concept Learnin
5. Siswa SMP pada umumnya memiliki usia 12 – 15 tahun. Dengan
demikian, mereka dilahirkan pada Abad 21 dan akan hidup dalam
Abad 21. Oleh karena itu, kita sebagai seorang guru perlu membekali
siswa agar mereka siap menghadapi tantangan hidup di Abad 21.
Kemampuan yang perlu diberikan atau dilatihkan guru ke siswa agar
siswa siap menghadapi masa depan mereka adalah ....
a. Keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan penggunaan alat
komunikasi
b. pemahaman ilmu pengetahuan, penguasaan penggunaan teknologi,
keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan berpikir kritis
c. keterampilan berpikir kritis, keterampilan berkomunikasi,
penggunaan peralatan elektronika, dan keterampilan berkolaborasi
d. kreativitas dan inovasi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan
berkolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis 

Jawaban Pilihan Ganda:

1. d. Collaboration
2. a. Komunikator
3. b. Pengetahuan Faktual
4. c. Problem Based Learning dan Project Based Learning
5. d. kreativitas dan inovasi, keterampilan berkomunikasi,
keterampilan berkolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis

29
Soal Uraian Singkat
1. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses
komunikasi disebut ...
2. Apa yang dimaksud dengan tujuan berpikir kritis ....
3. Dimensi proses pengetahuan terdiri empat bagian yaitu ....
4. Salah satu jenis pekerjaan yang memberikan peluang besar
adalah ....
5. Secara umum kita dapat memahami bahwa sesungguhnya
tantangan yang dihadapi oleh bangsa indonesia dewasa ini
bersifat ....

Jawaban Uraian Singkat :

1. Komunikasi efektif.
2. Untuk mencapai pemahaman yang mendalam.
3. Faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif.
4. Pemrograman.
5. Multidimensi

30
I. Daftar Pustaka
Astawan, I Gede. “Belajar dan Pembelajaran Abad 21,” Harian Bernas, 08
Agustus 2016

Lasmawan, Wayan. 2004. Buku Ajar. Guru dan Otonomi Pendidikan.


IKIP Negeri Singaraja.

Haryatmoko, 2008, Menuju Orientasi Pendidikan Humanis dan Kritis,


dalam buku Menemukan Kembali Kebangsaan dan Kebangsaan, Jakarta:
Departemen Komunikasi dan Informatika.
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah dasar.
Dari sentralisasi menuju desentralisasi. Jakarta : bumi aksara.
Jufri, Wahab A. 2010. Belajar dan Pembelajaran Sains. Mataram: Arga
Puji Press.

Kartini Kartono, 1997, Tujuan Pendidikan Holistik Mengenai Tujuan


Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Dantes, Nyoman. 2007. Perspektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi
Tantangan
Haryatmoko, 2008, Menuju Orientasi Pendidikan Humanis dan Kritis,
dalam buku Menemukan Kembali Kebangsaan dan Kebangsaan, Jakarta:
Departemen Komunikasi dan Informatika.
Pendidikan Abad 21. [Online].
Tersedia:http://yana.staf.upi.edu/2015/10/11/
Pendidikan-abad-21/ diakses pada tanggal 2 Desember 2018.Mursida,
Irfan Jaya. 2010. https://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-
pendidikan-di-indonesia

31

Anda mungkin juga menyukai