Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGEMBANGAN KURIKULUM

” IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR


DALAM DUNIA PENDIDIKAN”
DOSEN PEMGAMPU :

Dr. JHONI LAGUN SIANG M.Pd

REMALIA PUTRI MATSINO M.Th

DISUSUN OLEH :
NICKLANS PENDONG
200101010
KELAS A

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI MANADO

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN KRISTEN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena anugerah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengembangan Kurikulum.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan, perkembangan dan
peningkatkan ilmu pengetahuan para pembaca. Sebelumnya saya memohon
maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Manado, 15 Mei 2023

Nicklans Pendong
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................2
BAB I...................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................2

C. TUJUAN PENULISAN................................................................................2

D. MANFAAT PENULISAN.............................................................................2

BAB II..................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. PENGERTIAN MERDEKA BELAJAR........................................................2

B. MENGENAL KONSEP MERDEKA BELAJAR...........................................2

C. FAKTOR KENDALAM DALAM PELAKSANAAN MERDEKA BELAJAR...2

D. IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN....2

BAB III.................................................................................................................2
PENUTUP...........................................................................................................2
A. KESIMPULAN.............................................................................................2

B. SARAN........................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembelajaran ialah sebuah tahapan atau proses agar peserta didik
melakukan aktivitas belajar. Pembelajaran merupakan kegiatan
mempengaruhi peserta didik untuk senantiasa mengembangkan segala
potensinya melalui proses belajar mengajar. Dalam sebuah pembelajaran,
guru dituntut untuk dapat mengembangkan potensi peserta didik tersebut,
dalam aspek kognitif, afektif, dan keterampilannya.

Pendidikan merupakan bagian terpenting bagi kehidupan manusia


sebagai landasan atau pedoman dalam menjalani kehidupan. Pendidikan
tersebut dapat memberikan perubahan dalam lingkungan sosial, salah satunya
adalah perubahan strata sosial individu, dimana dalam memperoleh akses
pendidikan harus sama dan merata. Untuk melahirkan tujuan nasional
pendidikan seperti dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa dan
pendidikan yang melahirkan keadilan sosial, hal ini tentunya harus didukung
oleh sistem yang terintegrasi dan dibangun secara bersama-sama.
Implementasi pendidikan tersebut harus selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, karena pendidikan merupakan bekal yang harus
dimiliki oleh setiap umat manusia dalam menjalani kehidupan yang semakin
maju dan berkembang. Karena hal inilah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim mencetuskan
program “Merdeka Belajar” yang bertujuan untuk merespons kebutuhan
pendidikan terhadap era revolusi industri 4.0. Kurikulum Merdeka akan
menghasilkan lulusan yang memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan
zaman di era 4.0 (Kadek Suartama et al., 2020).

Konsep merdeka belajar sendiri memiliki esensi bahwa peserta didik


nantinya akan memiliki kebebasan dalam berpikir baik secara individu maupun
kelompok, sehingga di masa mendatang dapat melahirkan peserta didik yang
unggul, kritis, kreatif, kolaboratif, inovatif, serta partisipasi. Implementasi
kebijakan merdeka belajar mendorong peran guru baik dalam pengembangan
kurikulum maupun dalam proses pembelajaran (Daga, 2021).

Salah satu masalah yang timbul yang sekaligus mendorong munculnya


kebijakan merdeka belajar adalah kesibukan guru yang terjebak dalam
administrasi pembelajaran sehingga guru menjadi tidak optimal dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Iklim pendidikan di Indonesia
menerima bahwa salah satu tugas guru adalah menyiapkan dan menyusun
administrasi pembelajaran sesuai dengan aturan yang berlaku. Kesibukan
dalam mengurus adminstrasi pembelajaran merupakan bagian dari proses
pembelajaran. Guru dan sekolah justru menjadikan administrasi pendidikan
sebagai tujuan serta prioritas dari kegiatan pendidikan. Selain itu, faktor lain
yang menjadi alasan merdeka belajar tersebut ada ialah supaya generasi
muda seperti siswa dan mahasiswa dapat melatih kemampuannya dan
mengembangkan bakatnya dalam bidang apapun sehingga dapat menjadikan
Negara Indonesia memiliki generasi muda yang berkompetitif dan inovatif.

Dalam hal ini, selain siswa ataupun mahasiswa yang menjadi objek
sasaran pelaksanaan merdeka belajar, guru dan orang tua juga turut andil
dalam proses pengembangan pengajaran merdeka belajar tersebut. Seperti
yang kita ketahui bahwa siswa sekolah dalam proses pengajarannya dipatok
untuk mencapai nilai tertentu yang mengakibatkan para siswa menjadi stress
dan tertekan. Dalam hal ini, guru dan orang tua juga mengalami hal yang
sama, sehingga peristiwa tersebut akan mengakibatkan proses pengajaran
berarti tidak berjalan dengan optimal. Disamping itu juga, beberapa anak yang
lebih unggul potensinya dalam pendidikan akan dimanfaatkan oleh beberapa
kelompok- kelompok belajar tertentu yang lebih menguntungkan mreka
daripada siswa berprestasi tersebut.

Seperti yang kita ketahui bahwa siswa sekolah dasar masih terlalu dini
untuk mendapat pengajaran yang sifatnya keras dan dipatok nilai, apalagi di
usia mereka sedang dalam usia perkembangan untuk mengenali apa yang
mereka sukai dan bukan berdasarkan tuntutan. Maka dari itu, dengan adanya
konsep merdea belajar ini dapat membuat siswa terutama siswa sekolah
dasar mengembangkan bakat yang mereka miliki dan belajar untuk
mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi serta melatih dalam proses
pemecahan masalah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan merdeka belajar?
2. Mengapa harus mengenal konsep merdeka belajar?
3. Apa saja yang menjadi faktor kendala dalam pelaksanaan merdeka
belajar?
4. Bagaimana implementasi merdeka belajar?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah agar penulis dapat memahami
bagaimana konsep dari merdeka belajar, faktor penghambat, serta harapan
dari adanya proses pelaksanaan pengajaran dengan merdeka belajar.

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis


dan praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis: Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu


pendidikan, khususnya dalam analisis implementasi kebijakan
pendidikan di Indonesia.
2. Manfaat praktis: Memberikan panduan bagi para guru dan pengambil
kebijakan di bidang pendidikan dalam mengimplementasikan KMB
dengan lebih efektif dan efisien di sekolah-sekolah di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MERDEKA BELAJAR
Konsep pendidikan “merdeka belajar” di Indonesia yang dicanangkan
oleh Mendikbud RI yang baru dinilai sebagai kebijakan besar untuk
menjadikan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dan semakin maju.
Selain itu, konsep “merdeka belajar” memiliki arah dan tujuan yang sama
dengan konsep aliran filsafat pendidikan progresivisme John Dewey. Dimana,
keduanya sama-sama menawarkan kemerdekaan dan keleluasaan kepada
lembaga pendidikan untuk mengekplorasi potensi peserta didiknya secara
maksimal dengan menyesuaikan minat, bakat serta kecenderungan masing-
masing peserta didik. Dengan kemerdekaan dan kebebasan ini, diharapkan
pendidikan di Indonesia menjadi semakin maju dan berkualitas, yang ke
depannya mampu memberikan dampak positif secara langsung terhadap
kemajuan bangsa dan negara. Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat
pendidikan modern yang menginginkan adanya perubahan mendasar
terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah yang lebih baik, berkualitas dan
memberikan manfaat yang nyata bagi peserta didik. Aliran progresivisme
menekankan akan pentingnya dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan
kepada peserta didik. Peserta didik diberikan keleluasaan untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat aturan-aturan formal yang terkadang justru membelenggu
kreativitas dan daya pikirnya untuk menjadi lebih baik.

Konsep Merdeka Belajar oleh Nadiem Makarim terdorong karena


keinginannya untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa
dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu. Siswa dapat
mengembangkan kreativiasnya tanpa terhalang oleh belenggu yang menjadi
penghalang dirinya untuk bereksplorasi. Konsep merdeka belajar ini dapat
menjadi tali penghubung kekeluargaan antar pendidik dengan peserta didik
yang menjadikan suasan pembelajaran tersebut nyaman bagi kedua belah
pihak. Guru atau pendidik dalam hal ini sudah tidak lagi hanya sekedar
memberikan ceramahnya sendiri dan peran siswa yang pasif, namun guru
sebagai pendamping dan siswa dibebaskan untuk mengeluarkan ide-idenya
sehingga interaksi dalam satu ruangan tersebut terjadi dan terciptalah
suasana belajar yang nyaman dan kompleks.

B. MENGENAL KONSEP MERDEKA BELAJAR


Pendidikan merdeka belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim, yaitu dengan tujuan
menghasilkan generasi muda yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, memiliki
keterampilan, dapat memecahkan suatu permasalahan, yang nantinya untuk
ke depannya menjadi bekal untuk mengharumkan citra Indonesia dalam
kancah internasional. Bila nanti setelah diterapkannya kebijakan Merdeka
Belajar, nantinya akan terjadi banyak perubahan terutama dari sistem
pembelajaran. Sistem pembelajaran yang sekarang hanya dilaksanakan di
dalam kelas akan berubah dan dibuat senyaman mungkin agar
mempermudah interaksi antara murid dan guru. Salah satunya yaitu belajar
dengan outing class, dimana outing class ini adalah salah satu program
pembelajaran yang bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas agar siswa
memiliki keterampilan dan keahlian tertentu. Outing class juga merupakan
metode belajar yang menyenangkan dimana konsep ini mengajarkan para
siswa untuk lebih dekat dengan alam dan lingkungan sekitar. Selama
pembelajaran dengan menggunakan metode ini, guru dan siswa akan lebih
dapat membangun keakraban, lebih santai, dan tentunya lebih
menyenangkan. Dengan setiap hari belajar di dalam kelas selama bertahun-
tahun tentunya sudah menjadi hal yang lumrah atau bahkan membosankan,
jadi tidak ada salahnya jika kita sebagai pendidik maupun calon pendidik
memberikan sesuatu yang berbeda pada proses pembelajaran.

Sistem pembelajaran akan didesain sedemikian rupa agar karakter siswa


terbentuk, dan tidak terfokus pada sistem perangkingan yang menurut
beberapa penelitian hanya meresahkan, tidak hanya bagi guru tetapi juga
bagi anak dan orang tuanya. Selain itu, dengan perangkingan nantinya juga
akan muncul diskriminasi dimana ada pelabelan antara si pintar dan si bodoh.
Hal ini tentu sangat keliru jika diterapkan dalam dunia pendidikan, karena
pada hakikatnya anak memiliki kecerdasan masing-masing di dalam dirinya
atau yang sering disebut dengan multiple intelegent. Multiple intelegent
merupakan teori yang dikembangkan oleh Dr. Howard Gardner seorang ahli
psikologi modern di Harvard University, dimana menurut Gardner kecerdasan
diartikan sebagai kapasitas untuk memecahkan masalah dan untuk
menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah. Potensi yang
dimilik oleh anak sekecil apapun itu harus dihargai. Banyak anak yang
memiliki hambatan atau kesulitan dalam belajar akan tetapi jika
kecerdasannya dihargai dan terus dikembangkan maka anak tersebut akan
menjadi anak unggul pada bidangnya. Sehingga nantinya akan terbentuk
pribadi yang kompeten, serta memiliki karakter yang tertanam dalam dirinya.

Sebelum menjalankan suatu kegiatan kita membutuhkan sebuah konsep


agar apa yang akan kita lakukan dapat terurut dan terlaksana dengan baik.
Konsep merdeka belajar yang digaungkan oleh Nadiem Makarim terdorong
dari keinginannya untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia dan
menyenangkan tanpa terbebani akan adanya nilai dan target pencapaian
tertentu. Pokok- pokok kebijakan Kemendikbud RI terkait dengan konsep
merdeka belajar adalah:

a) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)


Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) resmi menghapus Prosedur
Operasional Standar (POS) pelaksanaa Ujian Sekolah Berstandar
Nasional (USBN) mulai tahun ini. Penghapusan USBN merupakan
amanat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang
tertuang dalam Permendikbud Nomor 43 tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ujian Yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan
Ujian Nasional. Hal tersebut berarti dalam pembuatan soal maupun
penyelenggaraan USBN akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak
sekolah. Sekolah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk
menyelenggarakan ujian, karena diselenggarakan oleh sekolah maka
menjadi tugas pemerintah daerah melalui Dikbud untuk memonitor dan
mengevaluasi serta memastikan bahwa ujian yang dilakukan oleh pihak
sekolah adalah ujian yang berkualitas. Hal ini penting untuk dilakukan
karena erat hubungannya dengan mutu pendidikan. Dikbud harus
memfasilitasi terutama dari segi anggaran agar pelaksanaan ujian
berjalan lancar, selain itu juga harus mengadakan pelatihan pembuatan
soal yang sesuai dengan standar atau kriteria yang harus dipenuhi.
b) Ujian Nasional (UN)

Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar dalam pendidikan dasar


dan menengah. UN merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka penjaminan mutu pada satuan pendidikan.
Hal ini sebagaimana yang telah tercantum dalam PP No 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Penilaian hasil belajar yang
dilakukan oleh pemerintah telah diselenggarakan sejak puluhan tahun
yang lalu dan telah berulangkali mengalami perubahan pada setiap
periodenya. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim telah memutuskan
untuk menghapuskan UN. Dengan dihapuskannya UN ini, diharapkan
dapat membuat siswa tidak mengalami tekanan beban mental, karena
kelulusannya dari jenjang pendidikan tertentu tidak ditentukan oleh nilai
yang diperoleh hanya dalam beberapa hari saja. Namun dengan begitu
bukan berarti tidak ada yang digunakan untuk mengukur hasil belajar
siswa. Ujian Nasional akan diganti dengan sistem yang baru, yaitu
Assesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Konsep ini
merupakan penyederhanaan dari sistem UN, berbeda dengan UN yang
dilakukan pada akhir jenjang pembelajaran, asessmen ini akan
dilaksanakan ketika anak duduk di kelas 4, 8 dan 11. Dan hasil dari
assesmen ini akan dijadikan sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk
memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
c) RPP
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan pegangan
seorang guru dalam mengajar. Seorang guru sebelum memasuki kelas
wajib menyusun RPP agar pembelajaran yang dilakukan lebih terarah
dan sesuai indikator yang dikembangkan. Kebijakan baru terkait dengan
penyusunan RPP telah dikeluarkan oleh menteri pendidikan yang
tertuang dalam Surat Edaran No 14 tahun 2019 tentang Penyederhanaan
RPP. Berbeda dengan RPP sebelumnya yang mencakup lebih dari
sepuluh komponen, pada RPP yang baru terjadi penyederhanaan yaitu
hanya terdapat 3 komponen inti dalam RPP yang sesuai dengan edaran
menteri pendidikan no 14 tahun 2019 yaitu; tujuan pembelajaran, langkah
kegiatan pembelajaran, dan penilaian atau assesment. Dengan adanya
kebijakan ini, guru akan lebih mudah dan diberikan kebebasan untuk
membuat dan mengembangkan RPP seefektif dan seefisien mungkin,
akan tetapi tetap berorientasi pada perkembangan anak.
d) Memperluas sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru
Sistem zonasi adalah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru
sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Zonasi merupakan salah satu
kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar tercipta
pemerataan akses layanan pendidikan dan pemerataan kualitas
pendidikan nasional (Baro’ah. 2020. n.d.). Sebenarnya sistem ini sudah
diberlakukan sejak masa menteri sebelumnya, akan tetapi ada
perbedaan dalam pelaksanaannya dengan sistem zonasi yang sekarang
ini. Tentunya sebelum diterapkan, sistem ini sudah dilakukan pengkajian,
serta memperhatikan rekomendasi dari lembaga-lembaga yang
kredibilitasnya tidak diragukan lagi. Salah satu perbedaan yang
mendasar dari sistem zonasi yang lalu dengan era menteri sekarang
adalah kuota siswa dari jalur zonasi. Sistem zonasi yang awalnya
memiliki kuota minimum 80% dari kuota total 100%, sisanya diperuntukan
untuk jalur prestasi dan perpindahan. Pada sistem zonasi yang sekarang
berubah menjadi jalur zonasi 50%, afirmasi 15%, perpindahan 5%, dan
jalur prestasi 30 persen.

C. FAKTOR KENDALAM DALAM PELAKSANAAN


MERDEKA BELAJAR
Dalam pelaksanaan merdeka belajar di jenjang sekolah, tidak terlepas dari
kendala yang menyebabkan sulitnya pelaksanaan merdeka belajar tersebut.
Permasalahan yang disajikan di bawah ini hasil dari wawancara terbuka
kepada dosen-dosen di 23 perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri
maupun swasta yang ada di Indonesia (Susetyo, 2020). Berikut ialah
permasalahan atau kendala dalam pelaksanaan merdeka belajar di
perguruan tinggi:

a) Tujuan Pendidikan
Substansi Program Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar
yang mengutamakan praktik di lapangan (link and match)
dikhawatirkan akan dapat melupakan atau mengesampingkan tujuan
utama pendidikan. Kebijakan ini sangat kental dengan pendekatan
pasar untuk kebutuhan industri, bukan untuk membentuk karakter
mahasiswa yang berakhlak mulia, menerapkan nilai-nilai Pancasila,
dan cinta tanah air. Dikhawatirkan pula, perguruan tinggi hanya akan
melahirkan manusia-manusia pekerja, bukan manusia pemikir yang
kritis.
b) Kebijakan Masih Parsial
Butir-butir dalam kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka
masih saling berhubungan dan belum menuju ke titik tujuan yang ingin
dicapai, belum terintegrasi dengan tujuan yang terintegrasi dengan
landasan keilmuan, kemampuan berpikir, regulasi, dan filosofi dasar
negara serta tatanan beragama.
c) Panduan untuk Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus
Belajar Kegiatan implementasi, termasuk implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar dan Kampus Belajar diperlukan aturan atau acuan
dari pimpinan perguruan tinggi maupun antarperguruan tinggi. Acuan
berupa peraturan, surat keputusan, buku panduan, petunjuk
pelaksanaan, prosedur operasional, dan sejenisnya sangat diperlukan
untuk segera diwujudkan. Tanpa panduan dan rambu-rambu yang
jelas dari perguruan tinggi yang akan melaksanakan Kurikulum
Merdeka Belajar dan Kampus Belajar, tentu program kegiatan tidak
akan berjalan dengan baik.
d) Pola Pikir
Sampai sekarang masih banyak perguruan tinggi yang belum siap
menjalankan kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka, realitas
yang kita hadapi, yaitu perubahan mindset (pola pikir) yang masih
butuh waktu.
e) Penyusunan Kurikulum di Program Studi
Penyusunan Kurikulum Merdeka Belajar dan Kampus Belajar di
Program Studi yang tetap mengacu pada KKNI bukanlah pekerjaan
yang mudah. Banyak kesulitan yang dihadapi oleh tim penyusun di
program studi yang baru saja selesai menyusun kurikulum KKNI l dan
baru saja dilaksanakan, lalu harus menyusun kembali Kurikulum
Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Secara teori tentu mudah,
dengan mengundang para pakar kurikulum kemudian mencoba
menyusunnya, tetapi dalam praktiknya tentu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Apalagi Kurikulum KKNI di program studi
belum lama dilaksanakan, yang dimana tentu belum dievaluasi dan
dikaji oleh program studi secara mendalam dan tuntas sehingga belum
diketahui secara pasti kelebihan dan kelemahannya.
f) Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi Lain
Kerja sama dengan perguruan tinggi lain bukan suatu persoalan yang
mudah. Perguruan tinggi yang sudah mapan tentu mempersyaratkan
kerja sama dengan perguruan tinggi lain. Bagi perguruan tinggi yang
nilai akreditasinya unggul tentu tidak akan menerima mahasiswa yang
berasal dari perguruan tinggi yang nilai akreditasinya di bawahnya. Hal
ini tentu tidak menguntungkan bagi mahasiswa yang berasal dari
perguruan tinggi yang status akreditasinya masih belum unggul,
banyak perguruan tinggi swasta di daerah akan merasakan hal ini.
g) Kerja Sama dengan Industri atau Perusahaan

Perguruan tinggi di daerah akan mengalami kesulitan karena industri


dan perusahaan banyak berada di kota besar, terutama di Pulau
Jawa. Hal ini mengakibatkan perguruan tinggi di daerah tidak banyak
dapat menempatkan mahasiswanya untuk praktik di industri-industri
yang ada di wilayahnya karena kemampuan atau daya tampung untuk
mahasiswa terbatas. Masih banyak provinsi yang belum siap untuk
mengimplementasi kampus merdeka.
h) Pengambilan Mata Kuliah di Prodi Lain di Perguruan Tinggi Sendiri
maupun di Perguruan Tinggi Lain
Pengambilan mata kuliah di program studi tertentu yang menjadi
favorit bagi mahasisiwa, baik di perguruan tinggi sendiri maupun di
perguruan tinggi lain akan mengalami penumpukan jumlah
mahasiswa, sehingga program studi tidak dapat melayani secara baik
karena tenaga pendidik (dosen) di prodi tersebut terbatas.
i) Pelaksanaan Praktik di Instansi, Industri atau Perusahaan
Pelaksanaan Praktik di Instansi lain, Industri atau Perusahaan akan
bermasalah pada penentuan beban bobot SKS yang sudah ditentukan
oleh perguruan tinggi asal yang dilaksanakan. Terdapat perbedaan
antara kebutuhan instransi, industri atau perusahaan dengan panduan
praktik yang sudah ditentukan.
j) Dana yang Diperlukan untuk Praktik atau Magang bagi Mahasiswa
Semakin banyak praktik dan semakin lama melakukan praktik atau
magang di lapangan akan membebani mahasiswa dalam pembiayaan.
Mahasiswa akan mengeluarkan dana lebih banyak ketika melakukan
praktik. Praktik yang selama ini sudah dilaksanakan seperti PLP 1 dan
PLP 3 serta KKN saja yang SKS- nya tidak melebihi 4 SKS dan
waktunya hanya kurang dari 3 bulan sudah banyak dana yang
dikeluarkan oleh mahasiswa apalagi SKS yang banyak dan waktu
selama lebih dari 2 semester tentu berat bagi mahasiswa.
k) Sistem Administrasi Akademik
Perguruan tinggi yang telah menggunakan sistem akademik secara
daring terpusat untuk urusan nilai, lembar hasil studi, dan transkrip
tidak menjadi masalah, namun bagi perguruan tinggi yang masih
belum menggunakan aplikasi siakad terintegratif akan menjadi
masalah. Jadi, hanya dapat dilaksanakan pada perguruan tinggi yang
sudah mapan serta memiliki sarana yang lengkap.
l) Pandemi Covid 19
Dampak dari pandemi Covid-19 mengakibatkan beberapa aktivitas
pembelajaran Kampus Merdeka terdapat kendala, terutama kegiatan
tatap muka dan kuliah lapangan. Untuk itu, kurikulum harus di desain
ke arah virtual. Dengan demikian, mahasiswa tetap memperoleh
capaian pembelajaran meski tidak turun ke lapangan. Kurikulum
Kampus Merdeka yang disusun harus sejalan dengan kebutuhan
pemerintah, masyarakat, maupun industri meskipun pada masa
pandemi seperti sekarang ini.
m) Penyiapan SDM
Penyiapan seluruh program pembangunan sumber daya manusia
(SDM) dunia, yaitu penyiapan tenaga pendidik (dosen) sebagai ujung
tombak memerlukan waktu yang tidak sebentar. Tanpa SDM
penggerak (dosen), program pembangunan SDM unggul tidak akan
dapat berjalan. Dengan demikian, seharusnya dibuat persiapan
khusus untuk mencetak dosen penggerak.
Selain daripada perguruan tinggi dengan Kampus Merdeka,
pada jenjang sekolah juga dengan Merdeka Belajar. Kebijakan tersebut
pada jenjang sekolah memiliki beberapa kendala yang sama dengan
Kampus Merdeka, seperti tidak memiliki pengalaman kemerdekaan
belajar, keterbatasan referensi, akses yang dimiliki dalam
pembelajaran, manajemen waktu, dan kompetensi (skill) yang
memadai.

D. IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR DALAM DUNIA


PENDIDIKAN
Implementasi dari kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka
(MBKM) yaitu pentingnya perumusan kurikulum yang maksimal karena
melibatkan mitra untuk mencapai hasil pembelajaran di perguruan tinggi
(Sopiansah, Deni., Dkk. 2022, n.d.). Dalam pelaksanaannya perguruan tinggi
melibatkan pihak eksternal dalam merumuskan kurikulum sehingga hasil
lulusannya bisa diterima di dunia kerja. Ada beberapa program yang
disepakati yaitu adanya: pertukaran pelajar, magang, praktik kerja, asistensi
mengajar di satuan pendidikan, penelitian, riset, proyek kemanusiaan,
kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, membangun desa/KKN.
Adanya penjaminan mutu di perguruan tinggi yang bertugas untuk
menyusun kebijakan dan manual mutu, menetapkan mutu, melaksanakan
monitoring dan evaluasi meliputi prinsip penilaian, aspek-aspek penilaian dan
prosedur penilaian. Dengan Kurikulum MBKM ini diharapkan para mahasiswa
yang saat ini belajar di perguruan tinggi, harus disiapkan menjadi pembelajar
sejati yang terampil, lentur dan ulet (agile learner). Kebijakan Merdeka Belajar
– Kampus Merdeka yang diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan merupakan kerangka untuk menyiapkan mahasiswa menjadi
sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi
pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Tujuan kebijakan
Merdeka Belajar - Kampus Merdeka, program “hak belajar tiga semester di
luar program studi” adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft
skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan
zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang
unggul dan berkepribadian. Program-program experiential learning dengan
jalur yang fleksibel diharapkan akan dapat memfasilitasi mahasiswa
mengembangkan potensinya sesuai dengan passion dan bakatnya.

Dengan menerapkan kurikulum merdeka akan lebih relevan dan


interaktif dimana pembelajaran berbasis proyek akan memberikan
kesempatan luas kepada siswa untuk secara aktif menggali isu-isu yang
faktual (Rahayu et al., 2022). Sekolah diberi kebebasan untuk memilih tiga
pilihan dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka. Pertama,
menerapkan sebagian serta prinsip kurikulum merdeka dengan tidak
mengganti kurikulum sekolah yang digunakan. Kedua, menggunakan
kurikulum merdeka dengan memakai sarana pembelajaran yang sudah
disiapkan. Ketiga, menggunakan kurikulum merdeka dengan
mengembangkan sendiri perangkat ajar. Keunggulan dari adanya kurikulum
merdeka pertama, lebih sederhana dan mendalam. Karena fokus pada materi
yang penting dan pengembangan kompetensi peserta didik pada pasenya.
Kedua, lebih merdeka dimana peserta didik tidak ada program peminatan di
SMA. Guru mengajar sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan
siswa. Untuk mengembangkan kurikulum dan pembelajaran sesuai
karakteristiknya sekolah mempunyai kekuatan.

Keberadaan sarana dan prasarana juga sangat menunjang terhadap


keberhasilan implementasi penerapan kurikulum merdeka di sekolah
penggerak. Sarana dan prasarana yang lengkap sangat menunjang terhadap
pelaksanaan kurikulum merdeka di sekolah penggerak terutama dalam
ketersediaan alat-alat IT. Sekolah penggerak mendapatkan bantuan dana
untuk melengkapi ketersediaan sarana prasarana yang menunjang
pembelajaran selama mengikuti program sekolah penggerak. Untuk buku-
buku dalam kurikulum merdeka sudah disiapkan oleh kemendikbud guru
tinggal mengembangkannya.

Proses pembelajaran kurikulum merdeka pada sekolah penggerak


mengacu pada profil pelajar pancasila yang bertujuan menghasilkan lulusan
yang berkompeten dan menjunjung tinggi nilai-nilai karakter. Bentuk struktur
kurikulum merdeka yaitu kegiatan intrakurikuler, projek penguatan profil
pelajar pancasila serta kegiatan ekstrakurikuler. Sebagaimana yang
tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi No. 162 Tahun 2021 bahwa kerangka dasar kurikulum terdiri dari:
a. Struktur kurikulum; b. Capaian pembelajaran; dan c. Prinsip pembelajaran
dan asessment. Dalam kurikulum merdeka setiap kegiatan harus
menghasilkan proyek.

Penilaian dalam kurikulum merdeka di sekolah penggerak yang


diterapkan adalah penilaian secara komprehensif yang mendorong para
siswa untuk mempunyai kompetensi sesuai dengan bakat dan minatnya
tanpa membebani siswa dengan ketercapaian skor minimal yang harus
ditempuh siswa atau dapat dikatakan tidak ada lagi KKM dalam kurikulum
merdeka. Guru merdeka bebas dalam melakukan penilaian. Hal tersebut
sejalan dengan dengan apa yang dikatakan oleh Nadiem Makarim di Jakarta,
pada tanggal 11 Desember 2019, tentang 4 pilar kebijakan yaitu: Ujian
Nasional (UN) yang akan ditiadakan dan diganti dengan Asessment
Kompetensi Minimum serta Survei Karakter, Sekolah masing-masing
diberikan kewenangan seutuhnya mengenai yang terkait kebijakan USBN,
Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), PPDB lebih
ditekankan pada sistem zonasi. Implementasi di sekolah penggerak
mengenai penilaian dengan merdeka belajar mempunyai dampak positif dan
negatif dampak positifnya tidak ada lagi tekanan kepada siswa maupun guru
bahwa siswa harus mencapai nilai minimal sesuai dengan yang sudah
ditetapkan, namun dampak negatifnya kurang memotivasi siswa untuk
bersaing.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan bagian terpenting bagi setiap umat manusia
untuk dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki keterampilan dan
berpikir kreatif. Pembelajaran dengan aliran progresivisme dinilai kurang
relevan diterapkan di tengah era globalisasi ini dengan manusianya yang suka
dengan pemikiran luas dan terbuka. Oleh sebab itu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia mencanangkan konsep Merdeka Belajar-Kampus
Merdeka kepada siswa dan mahasiswa agar mereka dapat melatih
kemampuan berpikir kritis serta kemampuan untuk mengemukakan ide-ide
dalam dirinya. Disamping itu, konsep merdeka belajar ini juga dapat
mengembangkan potensi bakat dan minat siswa tanpa harus merasa
terbebani akan adanya tolak ukur nilai seperti KKM.
Implementasi merdeka belajar pada sekolah tidak terlepas dari hambatan
yang umum terjadi pada negara dengan banyak pulau seperti Indonesia ini.
Hambatan bagi tenaga pendidik sekolah misalnya tidak memiliki pengalaman
kemerdekaan belajar, keterbatasan referensi, akses yang dimiliki dalam
pembelajaran, manajemen waktu, dan kompetensi (skill) yang memadai.
Hambatan tersebut sebagai hambatan bagi tenaga pendidik untuk dapat
menjalankan pendidikan sesuai dengan konsep merdeka belajar.

B. SARAN
Merdeka Belajar-Kampus Merdeka yang diterapkan dalam dunia
pendidikin dirasa memiliki dampak positif yang lebih besar daripada dampak
negatifnya. Namun, penerapannya juga harus tetap mendapat penjelasan atau
guru/tenaga pendidiki juga turut andil berperan dalam proses pembelajaran
untuk menjelaskan suatu materi terlebih dahulu agar para siswa/mahasiswa
mengangkap maksud dari materi tersebut. Di samping itu, para
siswa/mahasiswa juga tetap optimis untuk belajar dan tidak menyepelekan
pembelajaran karena dirasa suatu nilai tidak penting.
DAFTAR PUSTAKA
Baro’ah, S. (n.d.). KEBIJAKAN MERDEKA BELAJAR SEBAGAI
STRATEGI
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN. In Jurnal Tawadhu  (Vol. 4, Issue
1).

Daga, A. T. (2021). Makna Merdeka Belajar dan Penguatan Peran Guru di


Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA, 7(3),
1075–1090. https://doi.org/10.31949/educatio.v7i3.1279

Kadek Suartama, I., Usman, M., Triwahyuni, E., Subiyantoro, S., Abbas, S.,
Umar, Hastuti, W. D., & Salehudin, M. (2020). Development of E-learning
oriented inquiry learning based on character education in multimedia
course. European Journal of Educational Research, 9(4), 1591–1603.
https://doi.org/10.12973/EU-JER.9.4.1591

Rahayu, R., Rosita, R., Rahayuningsih, Y. S., Hernawan, A. H., & Prihantini,
P. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di Sekolah
Penggerak. Jurnal Basicedu, 6(4), 6313–6319.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i4.3237

Sopiansah, Deni., dkk. 2022. (n.d.).

Susetyo. (2020). Prosiding Seminar Daring Nasional: Pengembangan


Kurikulum Merdeka Belajar Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia.
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/semiba/issue/view/956/Tersediadi:htt
ps://ejou rnal.unib.ac.id/index.php/semiba/issue/view/956/

Anda mungkin juga menyukai