Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dosen Pengampu : Rahayu Pratiwi, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Lita Handayani ( 12018021 )
2. Nafisatul Wardiyah ( 12018004 )
3. Putri Kusuma Wardani ( 12018016 )

TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada bantuan semua pihak, dan juga teman-teman yang
telah ikut berkontribusi dalam memberikan sumbangan pikiran dan tenaganya demi
terselesaikannya tugas yang berjudul “Pembelajaran Matematika”.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami sangat berharap sekali agar dapat membantu memahami tentang
Pembeajaran Matematika.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan dan pengetahuan kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini. Terima kasih.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Kurikulum Menurut Para Ahli ........................................................................ 3


2.2 Sejarah Kurikulum Di Indonesia dan Unsur-Unsur Terkait ............................................ 8
2.3 Penerapan Kurikulum Terhadap Pembelajaran Matematika Di SMA.............................. 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran di era sekarang ini tidak lagi memandang siswa sebagai gelas
kosong yang merupakan hanya sebatas target untuk memenuhi kewajiban pengajaran.
Pembelajaran yang ditargetkan pada abad ke-21 adalah pembelajaran yang bisa
merangsang siswa menjadi pembelajar yang aktif, kreatif, kritis serta menyenangkan
sehingga akan tercipta pembelajaran bermakna. Pembelajaran di Indonesia saat ini
menggunakan kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan
saintifik diduga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa yang lebih baik salah satunya
dengan cara memperbaiki mutu pendidikan. Hal ini sesuai tujuan pendidikan yang
tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan cita – cita dari tujuan
pendidikan ini maka sebagai pendidik harus memiliki terobosan yang dapat membawa
siswa kearah yang lebih baik seperti dalam pembelajaran khususnya hal ini pembelajaran
matematika. Matematika selama ini menjadi momok para siswa yang menganggap
bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh rumus dan penuh angka.
Hal ini menjadi PR bagi pendidik agar pembelajaran yang disajikan harus menyenangkan
namun memberikan efek kritis dan kreatif bagi setiap siswa.
Peran penting keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran
matematika terletak pada proses pembelajaran. Siswa akan terbiasa berpikir kritis dan
kreatif baik dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan
dengan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Permasalahan yang terjadi selama ini,
guru masih bingung bagaimana melatih siswa sekolah dasar untuk dapat berpikir tingat
tinggi. Guru dalam kelas memiliki peran penting dalam mengatur dan memotivasi siswa
untuk berpikir tingkat tinggi

1
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana penjelasan kurikulum menurut para ahli ?
b) Bagaimana sejarah kurikulum di Indonesia dan Unsur-unsur tersebut ?
c) Bagaimana penerapan kurikulum terhadap pembelajaran matematika di SMA ?

1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui penjelasan kurikulum menurut para ahli.
b) Untuk mengetahui sejarah kurikulum di Indonesia dan unsur-unsur tersebut
c) Untuk mengetahui pembelajaran matematika menurut para ahli.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penjelasan Kurikulum Menurut Para Ahli


Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa
setiap warga negara indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk
selalu berkembang, sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan diyakini banyak
kalangan sebagai kunci keberhasilan kompetisi masa depan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan kualitas manusia dan pembangunan, senantiasa dikaitkan dengan
pendidikan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara
dipengaruhi oleh faktor pendidikan.
Mutu pendidikan adalah masalah yang sejak dulu senantiasa diupayakan
peningkatannya oleh pemerintah. Pengendalian mutu pendidikan pada dasarnya adalah
pengendalian mutu SDM (sumber daya manusia) yang berada dalam sistem tersebut.
Untuk mengetahui pengendalian ini dibutuhkan informasi mengenai keadaan peserta
didik, apakah ada perubahan, apakah guru berfungsi, apakah sekolah mendukung
terlaksananya progam-progam pendidikan sehingga hasilnya bisa dicapai secara optimal.
Kurikulum merupakan bagian tepenting dari pengembangan dan perbaikan
system pendidikan suatu negara. Dengan mempelajari sejarah pengembangan kurikulum
akan diperoleh informasi berharga terkait keberhasilan dan kegagalan sebuah kurikulum
sebagai alat untuk mencapai cita-cita luhur pendidikan. Kurikulum di Indonesia sejak
masa kemerdekaan secara politik berkembang dengan dinamika sentralisasi dan
desentralisai pendidikan, perubahan orientasi dari pembelajaran yang berpusat pada guru
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Berkaitan dengan kompetensi guru,
kurikulum juga berkembang yang awalnya memberikan panduan spesifik secara nasional
hingga memberikan keleluasaan sekolah dan kreatifitas guru secara local untuk
memberikan pendidikan yang berbasis pada kebutuhan satuan pendidikan. Pada akhirnya
perkembangan teknologi menuntut pengembangan kurikulum terutama pada struktur
materi dan model pembelajaran yang mendorong siswa lebih aktif dan berfikir tingkat
tinggi sebagaimana tercantum dalam kurikulum terkini yaitu Kurikulum 2013.
Dalam pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pendapatnya dalam
memberikan gambaran berupa definisi-definisi pengertian kurikulum seperti yang dapat
dilihat dibawah ini.

3
Pengertian kurikulum menurut definisi Kerr, J.F, adalah semua pembelajaran
yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun berkelompok, baik disekolah
maupun diluar sekolah. Pengertian kurikulum menurut definisi Inlow, mengemukakan
pendapatnya bahwa pengertian kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang
khusus oleh pihak sekolah guna membimbing murid untuk memperoleh hasil dari
pembelajaran yang sudah ditentukan.
Menurut definisi Neagley dan Evans, pengertian kurikulum adalah semua
pengalaman yang telah dirancang oleh pihak sekolah. Menurut pendapat Beauchamp,
pengertian kurikulum adalah dokumen tertulis yang kandungannya berisi mata pelajaran
yang akan diajarkan kepada peserta didik dengan melalui berbagai mata pelajaran,
pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian kurikulum menurut definisi Good V.Carter, mengemukakan
pendapatnya bahwa pengertian kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan
pembelajaran yang sistematik.
Berdasarkan Pengertian Kurikulum secara umum dan pengertian kurikulum
menurut definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa dari penjelasan diatas tentang
pengertian kurikulum sangatlah fundamental yang menggambarkan fungsi kurikulum
yang sesungguhnya dalam sebuah proses pendidikan.
Pengembangan kurikulum sangat erat kaitannya dengan kondisi masyarakat pada
saat kurikulum tersebut digunakan. Kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi
generasi muda menjadi alasan utama disusunnya kurikulum yang mengandung konten
materi ajar, strategi pembelajaran dan penilaian terhadap pembelajaran. Sejak masa
kemerdekaan, pemerintah mulai menetapkan bentuk kurikulum yang menjadi acuan
dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran sebagai pengganti kurikulum dalam
sistem kolonial Belanda dan pendudukan Jepang.
Ada beberapa kurikulum yang ada pada matematika yaitu :
a) Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum 2004
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan
antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.
KBK telah dilaksanakan sejak 2001 di sekolah-sekolah piloting sebelum
akhirnya diterapkan secara menyeluruh di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
diimplementasikan pada masa pemerintah telah mulai melaksanakan sistem

4
pendidikan desentralistik, sehingga memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan kurikulumkurikulum sebelumnya yang diwarnai oleh sistem
pemerintahan sentralistik : (1) menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan
tuntasnya matetri, (2) kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan
potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi), (3) pembelajaran yang berpusat pada
siswa, (4) berorientasi pada proses dan hasil, (5) pendekatan dan metode yang
digunakan beragam dan bersifakontekstual, (6) guru bukan satusatunya sumber ilmu
pengetahuan, (7) buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar, (8) belajar
sepanjang hayat, (9) belajar mengetahui (learning how to know), (10) belajar
melakukan (learning how to do), (11) belajar menjadi diri sendiri (learning how to
be), (12) belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
b) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006
Dengan terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia memasuki era baru yang
mengedepankan kebebasan otonomi daerah dalam mengintegrasikan kebutuhan-
kebutuhan yang unik sesuai dengan karakteristik daerah ke dalam semua aspek
penyelengaraan pendidikan. Secara lebih teknis penyelenggaraan pendidikan ini
diatur di dalam kebijakankebijakan lainnya seperti PP Nomor 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi Kurikulum
dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan yang membawa
pemikiran baru dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia dengan
mengarahkan pada berkembangnya otonomi pengelolaan pendidikan.
mi pengelolaan pendidikan. Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat
menetapkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sedangkan sekolah dalam
hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. Hasil pengembangan dari
semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP menjadi tanggung
jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah
setempat.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan
komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori

5
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan
menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini.
c) Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan suatu kebijakan baru pemerintah dalam bidang
pendidikan yang diharapkan mampu untuk menjawab tantangan dan persoalan yang
akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan. Perubahan yang mendasar pada
kurikulum 2013 dibanding dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah
perubahan pada tingkat satuan pendidikannya.
Pembelajaran yang terjadi akibat implementasi dari kurikulum 2013 ini adalah
adalah Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru, tetapi pembelajaran lebih banyak
berpusat pada aktivitas siswa. Karena pembelajaran lebih banyak berpusat pada siswa
akibatnya pembelajaran tidak lagi menjadi satu arah tetapi lebih bersifat interaktif.
Kurikulum 2013 juga menuntut agar dalam pembelajaran terjadi aktivitas aktif dan
menyeldidiki dan diharapkan juga guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dapat
merancang pembelajaran agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan
permasalahan yang kontekstual dan nyata. Pembelajaran yang selama ini terjadi yaitu
pembelajaran yang terlalu luas yang mengakibatkan terlalu banyak materi diajarkan.
Dalam kurikulum 2013 penilaian pembelajaran mengacu pada Permendikbud
No 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan. Menurut (Kunandar, 2013)
autentik berarti keadaan yang sebenarnya, yaitu kemampuan atau keterampilan yang
dimiliki oleh peserta didik. Penggunaan penilaian autentik dikarnakan penilaian ini
mampu memberi solusi dalam menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta
didik, baik dalam mengobservasi, menalar, mencoba dan membangun jejaring. Satu
hal yang sangat menarik tentang kurikulum 2013 yaitu siswa dalam belajarnya
memperoleh dokumen belajar sesuai dengan ketertarikannya dan potensinya dalam
belajar, sehingga tidak lagi siswa yang dalam tingkatan yang sama harus diberikan
dokumen belajar yang sama. Hal ini menggugurkan pembagian jurusan di sekolah
menengah atas yang selama ini dilakukan pada waktu siswa naik ke kelas XI, akan
tetapi pembelajaran dan dokumen belajar siswa akan diperoleh siswa pada waktu
siswa tersebut duduk pertama sekali di bangku sekolah menengah atas.
Penilaian aspek pengetahuan dilakukan guru dengan teknik tes tertulis, tes
lisan dan penugasan. Penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika
dalam aspek keterampilan guru hanya menggunakan teknik unjuk kerja. Teknik unjuk

6
kerja dilakukan guru dengan membuat daftar cek atau skala penilaian yang disertai
dengan rubrik.
Pada strukturnya Kurikulum 2013 berisi Standar Kompetensi Kelulusan,
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, yang ketiganya memuat ranah sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Pelaksanaan Kurikulum 2013 ini diatur secara terpisah
di dalam 8 Standar Nasional Pendidikan, yaitu pada Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian. Keempat standar akademik
ini menjadi acuan bagi pengembangan rencana, proses maupun penilahan hasil belajar
siswa.
Adapun penilaian sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016, merupakan penilaian proses dan hasil belajar
yang mengacu kepada tiga ranah; sikap, pengetahuan dan keterampilan. Berkaitan
dengan pembahasan proses pembelajaran, penilaian juga selaras dengan sasaran
tingkat capaian ketiga ranah tersebut sesuai dengan taksonominya.
Pada ranah pengetahuan, Kurikulum 2013 mengedepankan penguatan
pengetahuan tingkat tinggi (analisis, evaluasi dan kreatifitas). Hal ini pada dasarnya
telah dimulai pada kurikulum terdahulu, yaitu pada Kurikulum CBSA dan KBK.
Untuk mencapai tingkat pengetahuan ini, Kurikulum 2013 menekankan penggunaan
model-model pembelajaran yang dapat memberi suasana akademik yang membangun
proses berfikir; seperti Discovery Learning, Inquiry, Problem Based Learning, Project
Based Learning, Production Based Training, dan sebagainya. Dalam hal ini, pondasi
kompetensi yang harus dicapai diatur sedemikian rupa dalam peraturan terkait, namun
guru diberi ruang seluas-luasnya untuk mengembangkan model-model pembelajaran
yang aktif dan kreatif dan berpihak pada kepentingan siswa; bakat, minat dan potensi
diri lainnya.
Pada Kurikulum 2013, pembelajaran untuk mencapai sikap dan pengetahuan
tidak dipisahkan dengan pencapaian keterampilan, termasuk ketampilan abstrak
maupun keterampilan konkret. Ketiga ranah ini dibelajarkan dan dicapai siswa dalam
bentuk kesatuan kompetensi yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu struktur kompetensi pengetahuan dan keterampilan selalu berada pada
waktu yang sama dalam rancangan pembelajaran guru.

7
2.2 Sejarah Kurikulum Di Indonesia dan Unsur-Unsur Terkait
Sejarah Indonesia juga mencatat bagaimana kerajaan-kerajaan Hindu, Budha dan
Islam menjalankan sistem pendidikan walaupun masih sangat terbatas; di mana akses
pendidikan hanya bagi bangsawan dan hanya untuk kepentingan pemerintahan .
Pengajaran pada masa ini berlangsung dari guru kepada siswa secara individual maupun
perkumpulan di pusat-pusat keagamaan hingga masuknya agama Islam melalui kegiatan
perdagangan yang mendorong terciptanya komunitas muslim yang membentuk sistem
pengajaran yang awalnya sederhana dengan mengumpulkan anak-anak di masjid hingga
perlahan-lahan berkembang menjadi sistem persekolahan (pesantren). Hal ini terjadi
secara lebih teratur hingga pada masa Kerajaan Perlak tahun 1243-1267 M di masa
pemerintahan Sultan Mahdun Alauddin Muhammad Amin, berdiri majlis ta’lim hingga
lembaga setara perguruan tinggi.
Pengembangan sistem pendidikan tidak terlepas dari pegembangan rancangan
kurikulum yang mendasari tujuan dan strategi bagaimana sistem tersebut dijalankan.
Tujuan utama (goal) suatu sistem pendidikan diuraikan ke dalam jabaran kurikulum yang
menjadi landasan pelaksanaan hingga evaluasinya. Kurikulum mengatur sistematikan
perencanaan terkait apa yang dibelajarkan dalam bidang atau program sekolah; “the
systematic planning of what is taught and learned in schools as reflected in courses of
study and school programs” sehingga secara dokumentasi kurikulum menjadi panduan
bagi guru yang mengatur mandatori dan territorialnya dalam lingkup pendidikan4 .
Untuk itu kehadiran kurikulum dalam bentuk dokumen menjadi penting artinya untuk
memastikan kesepahaman antarpemangku kepentingan terhadap rancangan sistem
pendidikan yang dilaksanakan.
Mengamati sejarah pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia dari masa
ke masa memberikan gambaran berubahnya orientasi kurikulum karena beberapa
dinamika yang terjadi, termasuk dinamika politik, teknologi dan budaya. Hal ini terlihat
dari perubahan struktur kurikulum yang meliputi tujuan, kompetensi, proses maupun
sistem penilaian pembelajaran yang diterapkan dari masa ke masa. Pada awal
kemerdekaan terlihat jelas tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan rasa
kebangsaan pada generasi muda, hingga berlahan-lahan memfokuskan pada peningkatan
pengetahuan. Pada masa selanjutnya seiring dengan perubahan politik dan majunya
teknologi, model kurikulum yang diterapkan juga berganti arah untuk memenuhi
kompetensi yang dibutuhkan di Abad 21: sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

8
mendukung terwujudnya generasi Indonesia yang mampu menghadapi tantangan
teknologi dan budaya masyarakat yang semakin mengglobal.
Pada awal kemerdekaan, pemerintah pusat menyediakan susunan kurikulum yang
rinci untuk dilaksanakan oleh sekolah (guru). Namun berangsurangsur dengan
berubahnya sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik, kurikulum semakin
memberikan ruang bagi manajemen sekolah dan guru untuk mengembangkan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan berpihak pada pengembangan potensi siswa
dengan karakteristik berbeda. Perubahan ini tidak mudah dilakukan, kritik atas
perubahan kurikulum datang dari berbagai kalangan, baik guru maupun pemerhati
pendidikan. Bila pada masa sentralistik guru hanya melaksanakan pembelajaran tanpa
banyak memikirkan pengembangan, maka pada masa sentralistik guru diberi panduan
umum dan diminta mengembangkan strategi pembelajaran yang tepat sesuai kebutuhan
siswa. Dalam hal ini tidak semua guru mampu menterjemahkan tujuan kurikulum
tersebut dalam bentuk implementasi yang teknis di depan kelas. Pengembangan
kurikulum di tingkat sekolah/kelas membutuhkan kemampuan guru yang kreatif dan
inovatif, sehingga bagi mereka yang kurang mampu akan mengalami kendala untuk
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, menyusun kurikulum yang sesuai
dengan karateristik tingkat satuan pendidikan, dan merancang kegiatan pengembangan di
sekolah yang dapat membangun potensi siswa.
Sejarah pendidikan Indonesia tidak terlepas dari aspek budaya, perjuangan dan
dinamika perjalanan politik yang terjadi sejak masa penjajahan, bahkan sejak masa
kerajaan-kerajaan ada di nusantara. Strategi pendidikan berbeda coraknya dari masa ke
masa terkait dengan budaya dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada masa itu.
Pada periode tertentu dalam sejarah Indonesia, sistem politik berkuasa dan menggunakan
kekuasaannya untuk menentukan strategi penyelenggaraan pendidikan. Kebutuhan
masyarakat terhadap pekerja terampil untuk membantu pekerjaan pemerintah dan
kebutuhan masyarakat untuk terbangunnya perdagangan dan menjalankan roda
perekonomian menjadi alasan utama diselenggarakannya pendidikan dengan sistem yang
ditetapkan.
Pada masa kerajaan Majapahit pendidikan diutamakan bagi kepentingan agama
dan kepentingan eksistensi kekuasaan bangsawan. Hal ini terlihat dari banyaknya
peninggalan bangunan kuno yang diyakini sebagai pusat peribadatan dan pembelajaran
agama, selain peninggalan-peninggalan sejarah terkait karya-karya sastra. Karya sastra
masa Jawa Kuno lebih berkembang di dalam lingkungan keraton karena belajar

9
menggubah sajak saat itu adalah bagian yang sangat penting dalam pendidikan seorang
bangsawan.
Pada masa kolonial Belanda, VOC menjalankan bisnis yang besar di daerah-
daerah jajahannya, sehingga kebutuhan tenaga kerja terdidik yang dibayar murah
menjadi tantangan pada masa itu. Sejak itu sistem pendidikan mulai dilaksanakan dengan
mengajarkan membaca, menulis dan berhitung dasar bagi pribumi, agar mereka dapat
direkrut untuk bekerja bagi pemerintah. Menyadari kondisi tidak berpihaknya pendidikan
kepada kepentingan siswa, pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia Ki Hajar
Dewantara mulai memikirkan sistem pendidikan yang dapat dijangkau rakyat Indonesia
dengan mengedepankan budaya Indonesia sebagai bagian terpenting dalam pendidikan
dan pengajaran.
Hasil perjuangan Ki Hajar Dewantara untuk pendidikan Indonesia ditandai dua
peristiwa yang merefleksikan perlawanan terhadap pendidikan yang diselenggarakan
kolonial Belanda; berdirinya Taman Siswa pada Tahun 1922 dan berlangsungnya
Kongres Pemuda I Tahun 1926 yang dilanjutkan dengan Kongres Pemuda II pada 28
Oktober 1928, yang kemudian diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Kurikulum sebagai rencana penyelenggaraaan pendidikan merefleksikan tujuan
pendidikan secara umum. Pendidikan Indonesia sesuai Undang-Undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menegaskan bahwa; “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sejarah matematika akan menunjukan bahwa matematika merupakan aktivitas
manusia. Disamping itu, sejarah matematika memiliki tiga nilai yaitu sebagai materi
pembelajaran, konteks materi pembelajaran dan sumber strategi belajar.
Bruckler (2001) memberikan beberapa rincian peran sejarah matematika untuk
guru, yaitu: (a) sebagai sumber contoh yang menarik dan menyenangkan dalam
pembelajaran; (b) dengan menggunakan versi sejarah, konsep matematika akan lebih
mudah dipahami dan menarik; (c) menambah pengetahuan untuk topik yang sudah
diketahui; dan (d) membuat siswa memahami bahwa matematika bukan pelajaran tanpa
makna.

10
Jankvist (2009a) memperkenalkan dua tujuan (purposes) dimana sejarah
matematika (HoM, history of mathematics) bisa bermanfaat dan relevan dengan
pembelajaran matematika (ME, mathematics education) yaitu sejarah sebagai alat
(history-as-a-tool) dan sejarah sebagai tujuan (history-as-a-goal). Sejarah sebagai alat
berkaitan dengan bagaimana siswa belajar matematika. Dalam hal ini, sejarah
matematika bisa menjadi faktor motivasi bagi siswa untuk mempertahankan minat dan
kesenangan mempelajari matematika. Di samping itu, sejarah matematika juga
menunjukan kepada siswa wajah matematika yang ‘lebih manusiawi’, dan, yang paling
utama, sejarah sebagai alat untuk mendukung pembelajaran matematika. Sejarah
matematika sebagai tujuan tidak berarti menjadikan sejarah matematika sebagai topik
yang berdiri sendiri tetapi fokusnya terletak pada aspek perkembangan matematika
sebagai disiplin ilmu. Dalam hal ini, sejarah matematika dikatakan sebagai tujuan untuk
menunjukan siswa bahwa matematika itu ada dan berkembang dalam ruang dan waktu.
Tzanakis & Arcavi (2000) merangkum ‘the whys’ penerapan sejarah matematika
dalam pembelajaran, yaitu:
1. Pembelajaran matematika
a. Perkembangan sejarah: untuk menunjukan konsep, metode, teori dan lain-lain.
b. Sejarah sebagai sumber: untuk memotivasi, meningkatkan minat, mengikutsertakan
siswa dengan menghubungkan pengetahuan sekarang dan proses belajar dengan
pengetahuan dan masalah pada masa lampau.
c. Matematika sebagai jembatan antara matematika dan displin lain: darimana dan
bagaimana bagian-bagian matematika muncul? Untuk menggabungkan aspek,
pelajaran dan metode baru.
d. Nilai pendidikan sejarah yang lebih umum: untuk membangun kemajuan personal
dan keahlian, tidak selamanya berkaitan dengan matematika.
2. Karakteristik matematika dan aktivitas matematika
a. Konten: untuk memperoleh pengetahuan tentang konsep, konjektur dan
pembuktian, dengan melihat sudut pandang yang berbeda.
b. Bentuk: untuk membandingkan yang lama dan modern; untuk memotivasi
pembelajaran dengan menekankan pada aspek kejelasan, kesadaran dan
kelengkapan logis.
3. Latar belakang didaktis (pengajaran) guru
a. Identifikasi motivasi: untuk melihat rasionalitas dibalik pengenalan pengetahuan
dan perkembangan baru.

11
b. Kesadaran akan kesulitan dan halangan: untuk menyadari tentang kemungkinan
adanya kesulitan pengajaran dan analogi antara kelas dan evolusi sejarah.
c. Menjadi bagian dan/atau menyadari adanya proses kreatif dalam mengerjakan
matematika (doing mathematics): menyelesaikan masalah dalam konteks sejarah;
memperkaya khasanah matematika; menghargai karakteristik matematika
d. Memperkaya sisi pengajaran (didaktik): untuk meningkatkan kemampuan
menjelaskan, pendekatan, memahami bagianbagian kecil matematika. e. Merubah
dan memahami pendekatan yang berbeda dan/atau tidak konvensional terhadap
matematika: untuk mempelajari bagaimana bagian matematika yang sudah dikenal
dalam konteks yang berbeda (lama); dalam hal ini untuk meningkatkan sensitivitas
dan toleransi terhadap matematika yang salah.
Furingheti (1997) dalam (Sumardyono, 2003) mengusulkan taksonomi penerapan
sejarah matematika, yaitu: menginformasikan sejarah matematika untuk merubah
persepsi siswa terhadap matematika; digunakan sebagai sumber latihan atau masalah dan
aktivitas tambahan; dan sebagai pendekatan alternatif untuk membuat siswa paham
konsep matematika.
Sementara itu, Siu (1997) mengenalkan empat kategori atau tingkatan yang
disingkat ABCD perapan sejarah untuk mengajar mahasiswa, yaitu: anekdot (Anecdote);
memberikan gambaran yang luas pada awal atau akhir pembelajaran menggunakan
sejarah matematika (Broad outline); konten sejarah (Content); dan pengembangan ide
matematika (Development of mathematical ideas). Secara umum, Tzanakis dan Arcavi
(2000) merangkum tiga kategori penerapan sejarah matematika, yaitu:
1. Mempelajari sejarah (learning history), dengan menyajikan informasi sejarah secara
langsung. Informasi sejarah secara langsung terdiri dari dua jenis, yaitu: informasi
faktual seperti nama-nama matematikawan, biografi, permasalahan dan pertanyaan
yang terkenal, dan lainnya; dan buku sejarah matematika. Penggunaan informasi
sejarah secara langsung lebih fokus pada aspek sejarah daripada pembelajaran
matematika.
2. Mempelajari topik matematika (learning mathematical topics), dengan pendekatan
sejarah. Kategori kedua ini disebut sebagai pendekatan genetik untuk pembelajaran
matematika karena tidak terlalu deduktif dan fokus pada aspek sejarah. Fokus
pendekatan ini adalah setidaknya bagaimana menggunakan teori, metode dan konsep,
dan lebihnya kenapa materi/sumber sejarah yang digunakan memberikan jawaban
terhadap pertanyaan dan masalah matematika. Dalam hal ini, pendekatan sejarah

12
menawarkan kemungkinan yang menarik untuk pemahaman matematika yang dalam
dan umum.
3. Membangun kesadaran yang lebih dalam (developing deeper awareness) terkait
matematika itu sendiri dan konteks sosial serta budaya dimana matematika dikerjakan.
Ada dua kesadaran yang dibangun melalui pendekatan ini yaitu kesadaran instrinsik
dan ekstrinsik terkait karakteristik aktivitas matematika. Kesadaran instrinsik
berkaitan dengan perkembangan matematika baik dalam bentuk isi maupun bentuk
seperti notasi, istilah, metode perhitungan, pembuktian dan lainnya. Kesadaran
ekstrinsik berkaitan dengan matematika sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
disiplin ilmu yang lain seperti filsafat, seni dan sains serta sebagai bagian penting dari
kebudayaan dan peradaban.
Untuk menerapkan sejarah matematika dalam pembelajaran, tentunya dibutuhkan
sumber materi sejarah. Menurut Tzanakis dan Arcavi (2000), sumber materi sejarah
dikelompokan menjadi tiga, yaitu: sumber primer (primary source material); sumber
sekunder (secondary source material); dan sumber didaktik (didactical source material).
Sumber primer merupakan dokumen asli sejarah perkembangan matematika. Sumber
sekunder berupa buku teks yang memuat narasi sejarah, intepretasi dan rekonstruksi.
Sumber didaktik merupakan hasil gabungan sumber primer dan sekunder yang
disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Dari ketiga sumber tersebut, sumber
didaktik masih kurang. Oleh sebab itu, guru matematika didorong untuk
mengembangkan materi sendiri yang bisa mudah digunakan dalam pembelajaran.
Jankvist (2009b), Furingheti (1997), Siu (1997) serta Tzanakis dan Arcavi (2000) sudah
memberikan penjelasan cara menerapkan sejarah matematika dalam pembelajaran.
Arah pengembangan kurikulum Indonesia sejak masa kemerdekaan lebih
menekankan pada terbukanya akses bagi setiap anak Indonesia, diiringi dengan konten
materi ajar yang berpihak pada pengembangan diri siswa. Hal ini terlihat dari
berkembangnya susunan mata pelajaran pada setiap perubahan rancangan kurikulum
yang lebih mengarahkan kepada pengembangan pengetahuan dan pembangunan karakter
siswa daripada semata untuk kepentingan tenaga kerja semata. Dinamika social dan
politik negara juga memberi nuasan pada pengembangan ini, selain teknologi yang
akhirnya menjadi perhatian penting dalam pendidikan di Abad 21. Berikut adalah
rangkaian pengembangan kurikulum di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan hingga
saat ini.

13
a) Kurikulum 1947 (Rentjana Peladjaran 1947)
Kurikulum pertama ini menandai perubahan orientasi pendidikan Indonesia,
dari yang mengarah kepada pembentukan tenaga kerja murah masa Belanda (dan
kemudian masa Jepang untuk tiga tahun), menjadi pendidikan watak, kesadaran
bernegara dan bermasyarakat. Masa itu istilah ‘kurikulum’ belum dikenal, sehingga
dokumen ini menggunakan istilah dari Bahasa Belanda ‘leer plan” atau rencana
pelajaran, secara resmi disebut “Rentjana Peladjaran 1947”.
Struktur kurikulum ini sangat sederhana dibandingkan kurikulum setelahnya;
hanya memuat daftar mata pelajaran dan jam pengajaranya, dan garisgaris besar
pengajaran yang menjadi acuan guru dalam pelaksanaan prosesnya di kelas. Dalam
kondisi Indonesia yang baru merdeka, struktur kurikulum ini masih dipengaruhi oleh
sistem yang telah lebih dulu diterapkan oleh Belanda dan Jepang. Namun semangat
juang merebut kemerdekaan yang masih sangat dominan di masyarakat,
mempengaruhi pula pengembangan kurikulum ini di mana kontennya mengarahkan
pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Orientasi
Rencana Peladjaran 1947 ini lebih kepada pembentukan watak, kesadaran bernegara
dan bermasyarakat. Pendidikan kesenian dan jasmani mewarnai mata pelajaran yang
diampu, materi ajar juga dihubungkan dengan kejadian sehari-hari.
Di bawah menteri pendidikan pertama Ki Hadjar Dewantara, perlahan
pendidikan dikembangkan dengan sistem yang lebih memperhatikan kepentingan
siswa. Sistem among yang merupakan buah piker Ki Hajar Dewantara diterapkan
berdasarkan asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan
kemanuasiaan. Pendekatan ini telah lebih dulu dikenal sebagai Panca Dharma Taman
Siswa dan semboyan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani.
Ciri-ciri Kurikulum 1947:
 Lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain.
 Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, serta garis-garis pengajarannya.
Kelebihan kurikulum tahun 1947 :
 Lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulatdan sejajar
dengan bangsa lain.

14
Kelemahan :
 Yang diutamakan pendidikan watak.
 Materi pelajaran Cuma sedikit.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara gurumengajar
dan cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara
berbicara, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses
kejadian sehari hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana
(pompa, timbangan), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya
mengapa lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan
bagaimana menyambung kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran
lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yangdikenal dengan istilah Rencana Pelajaran
Terurai 1952.
b) Kurikulum 1952 (Rentjana Peladjaran Terurai 1952)
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan Rentjana Pelajaran 1947, dengan lebih
merinci mata-mata pelajaran yang konten materinya dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari. Mengacu ke silabus, pembelajaran diampu oleh satu orang guru per mata
pelajaran, dengan konten mata pelajaran yang berfokus pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana), dengan kelompok mata
pelajaran moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah yang lebih menekankan pada aspek pengetahuan dan kegiatan praktis22 .
Pengembangan kurikulum pada masa ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1951 tentang pelaksanaan penyerahan sebagian
daripada urusan pemerintah pusat dalam lapangan pendidikan; pengajaran dan
kebudayaan kepada propinsi. Ini adalah peraturan negara pertama yang mengatur
pendidikan secara nasional.
Ciri-ciri Kurikulum 1952:
 setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkandengan
kehidupan sehari-hari.
 pada pengembangan pancawardhana dan mata pelajaran diklasifikasikandalam
lima kelompok bidang studi :moral, kecerdasan, emosional,keterampilan dan
jasmani.
Kelebihan kurikulum 1952:
 Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu system pendidikan nasional.

15
Kelemahan kurikulum 1952:
 Masih kurangnya tenaga pengajar.
 Tidak di dukung dengan fasilitas yang memadai
c) Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”
Kondisi pendidikan Indonesia makin membaik pada tahun 1953 hingga1960, yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah anak yang memasuki sekolah dasar; dari 1,7
juta menjadi 2,5 juta orang walaupun disebutkan sekitar 60% dari jumlah tersebut
tidak menyelesaikan pendidikannya. Kondisi baik ini juga ditandai dengan munculnya
berbagai jenis pendidikan swasta, termasuk pendidikan agama, bahkan lembaga
pendidikan tinggi di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Semakin luasnya akses
pendidikan bagi masyarakat Indonesi membuahkan hasil yang sangat baik dalam
memberantas buta huruf yang pada 1930 tercatat jumlah orang dewasa yang melek
huruf hanya 7,4%, di mana jumlah tersebut adalah anak-anak di atas usia 10 tahun
yang tersebar 56,6% di pulau Sumatra dan 45,5% di pulau Jawa23 .
Kurikulum 1964 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1952 yang disebut
Rentjana Pendidikan 1964. Pada kurikulum ini penekanan utama adalah pada
kebutuhan pengetahuan akademiki di jenjang SD yang dirincikan pada program
Pancawardhana; yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan, dan jasmani atau yang disebut juga sebagai pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral24 . Kurikulum ini dirancang pada masa akhir jabatan
Presiden Soekarno. Situasi Indonesia menuju masa modern mempengaruhi
pengembangan kurikulum ini yang mengarah pada pembelajaran aktif, kreatif dan
produktif. Guru diwajibkan untuk membimbing pengajaran yang berorientasi
pemecahan masalah (problem solving) dengan pembelajaran yang mengedepankan
sikap gotong royong terpimpin.
d) Kurikulum 1968
Untuk mengetahui permasalahan pendidikan pada masa itu, pemerintah
mengadakan pertemuan para pakar/pemikir bidang pendidikan pada 28- 30 April 1969
di Cipayung, yang akhirnya merumuskan beberapa permasalahan seperti (1) badan-
badan pemerintah penyelenggara pendidikan belum memiliki otoritas yang jelas,
demikian juga fungsi masing-masing bada yang telah terbentuk saat itu sehingga
kurang efisien, (2) penyelenggara layanan pendidikan pada umumnya belum
professional karena kemampuan yang rendah, jumlah yang kurang dan sangat

16
dipengaruhi oleh kepetingan politik, (3) pengaruh politik dan kegiatan politik praktis
sangat dominan pada sistem pendidikan nasional, (4) badan-badan penyelenggara
pendidikan tidak memiliki tim peneliti yang kompeten26 . Dalam penerapannya,
kurikulum 1968 telah mulai memberikan ruang otonomi bagi sekolah untuk
mengembangkannya sesuai kebutuhan. Secara nasional kurikulum hanya memuat
tujuan materi, metode dan evaluasi.
Walaupun terbitnya Kurikulum 1968 ini bersifat politis, sebagai pengganti
mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang menjadi citra produk Orde Lama,
kurikulum 1968 memberikan tujuan pendidikan yang menekankan pada pembentukan
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Bila sebelumnya
dikenal istilah Pancawardhana pada struktur kurikulum, maka pada masa ini terjadi
perubahan istilah menjadi pembinaan jiwa Pancasila yang meliputi pendidikan pada
aspek pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Karakteristik kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahanstruktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuandasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi padapelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok.
Kelebihan Kurikulum 1968, Pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, sertamengembangkan fisik yang sehat
dan kuat. Kekurangan Kurikulum 1968, Hanya memuat mata pelajaran pokok saja.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan
faktual dilapangan.
e) Kurikulum 1975
Setelah Keputusan MPR No. II/MPR/1973, disusunlah kurikulum baru oleh
pemerintah, yaitu kurikulum 1975 untuk menggantikan Kurikulum 1968. Pada masa
ini kurikulum ditentukan oleh pemerintah pusat sehingga guru tidak perlu memikirkan
konsep pembelajaran yang diampunya. Kurikulum ini lebih berorientasi pada tujuan
pembelajaran yang dirumuskan oleh pemerintah, meliputi tujuan pendidikan nasional,
tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus. Pendekatan yang diterapkan adalah Sistem Instruksional yang
dikenal sebagai Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dengan tujuan

17
yang spesifik, terukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Kurikulum
ini banyak dipengaruhi oleh pendekatan psikologi tingkah laku dengan stimulus dan
respon, yang ditandai dengan rangsang-jawab dan latih.
Karakteristik kurikulum 1975
 Berorientasi pada tujuan
 Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti
dan perananyang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih
integratif.
 Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
 Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan SistemInstruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapatdiukur dan dirumuskan dalam
bentuk tingkah laku siswa.
 Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab)dan latihan (drill).
Kelebihan Kurikulum 1975
 Menekankan pada pendidikan yang lebih efektif dan efisien dalam hal daya dan
waktu
 Menganut sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang
spesifik,dapat diukurdan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Kelemahan Kurikulum 1975
 Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran
f) Kurikulum 1984 (Kurikulum 1975 yang disempurnakan)
Pada Kurikulum 1984 ini, process skill approach menjadi penting untuk
dilaksanakan walaupun tetap mengedepankan pendekatan proses32 . Kurikulum ini
dikenal juga dengan sebutan Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) karena
model ini menjadi lebih dikenal dan mulai diterapkan secara nasional di tahun 1984.
Konsep CBSA ini diujicobakan di sekolah-sekolah tertentu dan berhasil baik,
walaupun mendapat banyak kendala ketika diterapkan secara luas. UU No. 2 Tahun
1981 menjadi landasan pengembangan kurikulum ini.

18
Karakteristik Kurikulum 1984
 Mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuantetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "kurikulum1975 yang
disempurnakan".
 CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan pembelajaran
pada saatitu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa yang
merupakan inti dari kegiatan belajar.
 Dalam CBSA kegiatan belajarnya diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan
sepertimendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan
masalah, membentukgagasan, menyusun rencana dan sebagainya.
 Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatanyang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman
dan keluasan materi pelajaran.Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin
dalam dan luas materi pelajaran yangdiberikan.
 Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-
konsep yangdipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian
diberikan latihan setelah mengerti.Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai
media digunakan untuk membantu siswa memahamikonsep yang dipelajarinya
 Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian
materipelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasarharus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak,
dan abstrak dengan menggunakanpendekatan induktif dari contoh-contoh ke
kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan darisederhana menuju ke
kompleks.
 Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah
pendekatan belajarmengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan
keterampilan memperolehpengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
Pendekatan keterampilan proses diupayakandilakukan secara efektif dan efesien
dalam mencapai tujuan pelajaran.
Kelebihan kurikulum 1984 (CBSA)
 Pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
terlibat secarafisik, mental, intlektual dan emosional dengan harapan siswa

19
memperoleh pengalaman belajar secaramaksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektip, maupun psikomotor.
Kekurangan Kurikulum 1984 (CBSA)
 Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
 Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA, yang terlihat adalah suasana
gaduh di ruangkelas lantaran siswa berdiskusi, di sana sini ada tempelan gambar,
dan yang menyolok guru tak lagimengajaar model berceramah.
g) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 merupakan perpaduan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984. Pengembangan ini adalah bagian dari
upaya penyempurnaan dan penyesuaian Kurikulum 1984 dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan peraturan
pelaksanaannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Prasekolah, Peraturan Pemerintah Nomor: 28 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Dasar; dan Peraturan Pemerintah Nomor: 29 Tahun 1990
Tentang Pendidikan Menengah.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994,
diantaranya sebagai berikut :
 Pembagian tahapan pembelajaran disekolah dengan sistem caturwulan.
 Pembelajarannya di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yangcukup
padat(berorientasi kepada materi pelajaran )
 Kurikulum 1994 bersifat populis
 Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih danmenggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baiksecara mental, fisik, dan sosial.
 Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengankesesuaian
konsep / pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa,sehingga diharapkan
akan terdapat keserasian dan pengajaran yangmenekankan pada pemahaman
konsep dan pengajaran yangmenekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran
yangmenekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahanmasalah.
Kelebihan kurikulum 1994:
 Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baiksecara mental,
fisik, dan sosial.

20
 Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yangmudah ke hal
yang sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Kelemahan kurikulum 1994
 Diberlakukannya sistem sentralistik sehingga memerlukan penyesuaian-
penyesuaian di daerah
 Pada masa itu, adanya keterbatasan dana yangg menjadi alasan klasikaldalam
pelaksanaan kurikulum tersebut
 Seringnya didapatti kompetensi guru yangg tidak sesuai dengaanyangg semestinya
 Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa
aktif (CBSA)
Dari sisi muatan materi ajar, pengembangan kurikulum juga mengalami
perubahan dari masa-ke masa. Bila di awal kemerdekaan muatan materi cenderung
mengajarkan siswa pada kemampuan dasar membaca, berhitung dan keterampilan yang
memungkinkan mereka segera bekerja di usia remaja, maka pada pengembangan di
masa-masa berikutnya adalah untuk pengembangan potensi diri siswa. Pengembangan ke
arah ini tidak serta-merta terjadi, dibutuhkan beberapa kali perubahan kurikulum sejak
masa kemerdekaan untuk mendapatkan bentuk (lingkup) materi ajar yang sesuai dengan
tuntutan jamannya dan tetap mengarah pada pengembangan potensi diri siswa.
Implementasinya mengalami penolakan dari berbagai kalangan, selain karena muatan
yang semakin memberatkan beban belajar (penambahan waktu) juga karena kurang
mampunya guru meramu konten materi ajar dengan metode yang sesuai.
Kesadaran terhadap perkembangan teknologi juga mewarnai perubahan
kurikulum di Indonesia. Bila pada awal kemerdekaan orientasi materi dan struktur mata
pelajaran mengarah pada penyiapan kemampuan dasar pengetahuan, maka pada tahun-
tahun berikutnya semakin mengarah kepada penyiapan siswa/ lulusan untuk menghadapi
tantangan teknologi. Muatan materi ajar yang awalnya lebih kepada membangun sikap
kebangsaan dan karakter bangsa, pada gilirannya menjadi berorientasi pada kognitif.
Pada gilirannya orientasi pada kognitif ini juga mendapat kritikan dari berbagai
kalangan, dan terjadilah perubahan dengan menyeimbangkan ranah pengetahuan
(kognitif) dengan ranah sikap (afektif) dan psikomotor.

21
2.3 Bagaimana penerapan kurikulum terhadap pembelajaran matematika di SMA
Berdasarkan pola pikir kurikulum 2013, maka pembelajaran dalam implementasi
kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan ini mengakibatkan pendekatan
pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik yaitu pendekatan yang
menggunakan pendekatan ilmiah. Kriteria dalam pendekatan ini menekankan beberapa
aspek antara lain:
1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau
dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
5. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
6. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya yaitu, ada tiga aspek penting yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran yaitu aspek afektif, aspek psikomotorik, dan aspek
kognitif. Sehingga langkah-langkah setiap pembelajaran tidak boleh terlepas dari ketiga
aspek tersebut. Pada pembelajaran aspek sikap menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar siswa “tahu mengapa.”. Aspek psikomotorik menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Aspek Kognitif menggamit
transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa.”. Hasil akhir dari kegiatan
pembelajaran adalah diharapkannya peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

22
Pembelajaran yang diterapkan mengakibatkan ilmu pengetahuan sebagai
penggerak pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Kegiatan siswa lebih cenderung
untuk mencari tahu tentang prinsip dan konsep ilmu pengetahuan tersebut bukan
menunggu diberikan oleh guru, pembelajaran ini disebut dengan discovery learning.
Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran
yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan materi pelajaran dalam bentuk utuh, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan,
Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Learning, yaitu :
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Tahap awal dalam pembelajaran ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan dari siswa untuk menyelidiki sendiri. Selain itu
guru sebagai fasilitator memulai pembelajarannya dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Tahap kedua dari pembelajaran ini adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin kejadian-kejadian dari masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c) Data collection (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca sumber belajar,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri
dan kegiatan lainnya yang relevan.
d) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara,
observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi,

23
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan sebelumnya dengan
beberapa fenomena yang sudah diketahui, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari.
Perencanaan penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika
dilakukan guru dengan berbagai langkah antara lain. melakukan langkah-langkah dalam
menyususn instrument penilaian yaitu dengan menetapkan aspek-aspek yang akan
diteliti, merumuskan tujuan, merumuskan indicator berdasarkan kompetensi dasar yang
ada dalam silabus, dan membuat kriteria ketuntasan minimal sebagai tolak ukur hasil
penilaian. Pelaksanaan penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika di
awali dengan melakukan sosialisasi kepada siswa. Penilaian autentik kurikulum 2013
mata pelajaran matematika dalam aspek sikap dilakukan guru dengan teknik observasi
dan teknik journal. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan guru dengan teknik tes
tertulis, tes lisan dan penugasan.
Penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika dalam aspek
keterampilan guru hanya menggunakan teknik unjuk kerja. Teknik unjuk kerja dilakukan
guru dengan membuat daftar cek atau skala penilaian yang disertai dengan rubrik.
Pemanfaatan penilaian autentik digunakan untuk membentuk sikap positif siswa dan
sebagai sarana untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, meyeragamkan
kemampuan berfikir siswa dengan cara mengelompokan peserta didik berdasarkan
prestasi masing-masing, memberikan informasi kepada orangtua dalam mengetahui
kemajuan.

24
1. Pembelajaran Matematika Masa Kini
Pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini
merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada
revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh
kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu,
seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pembelajaran matematika ditandai
oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan
komputer.
2. Pembelajaran Matematika Masa Kini di Indonesia
Pada tahun 1984 isu tentang akan digantinya matematika modern di Indonesia
oleh matematika berhitung/ cara lama timbul lagi. Alasannya adalah karena di negara
asalnya, seperti Inggris dan Amerika, matematika modern itu sudah lama
ditinggalkan. Tetapi Ruseffendi (1990a:146) dalam bukunya yang berjudul
“Pembelajaran Matematika Modern dan Masa Kini, Untuk Guru dan PGSD D2, Seri
Pertama” mengatakan bahwa pembelajaran matematika di Amerika Serikat pada
waktu itu (1984) bukan pembelajaran matematika/ berhitung tradisional dan belum
pernah kembali ke matematika/ berhitung tradisional. Kemudian pada Koran Kompas
timbul tulisan-tulisan: “Penggantian Matematika Modern akan Diteliti lebih Dahulu”,
“Tidak Ada Perombakan Total Terhadap Buku Matematika”, dan “Matematika
Modern Dibutuhkan Penyempurnaan Bukan Perubahan”. Dengan adanya berita
tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia akan
disempurnakan bukan kembali ke matematika/ berhitung cara lama.
3. Pembelajaran Matematika Masa Kini di Indonesia Dibandingkan dengan di Luar
Negeri
Dari segi materi, pendekatan, penyajian, kemampuan guru dan sebagainya jika
dilihat satu persatu sulit untuk mengatakan apakah pembelajaran matematika di
Indonesia sudah sesuai dengan di luar negeri. Hal ini disebabkan karena orientasi
pembelajaran matematika di Indonesia tidak hanya terhadap pembelajaran matematika
di sebuah negara saja, tetapi setidaknya ada dua negara yaitu Amerika Serikat dan
Inggris (Skotlandia). Sedangkan sudah diuraikan di atas bahwasannya menurut
pandangan orang Inggris sendiri, pembelajaran matematika di Amerika Serikat
berbeda dengan Inggris.

25
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pembelajaran matematika tahun 80-an mengalami revolusi kedua, walaupun tidak
sebesar revolusi pertama pada New Math (Matematika Modern) namun gerakan ini
cukup mendasar, sebab antara lain mengutamakan kepada pemecahan masalah sebagai
sentral dalam pembelajaran matematika, pemanfaatan kemajuan teknologi melalui
penggunaan kalkulator dan computer dalam pembelajaran matematika, siswa harus
diberikan matematika lebih banyak, alat evaluasi yang dipergunakan untuk mengevaluasi
keberhasilan siswa jangan hanya menggunakan alat ukur tradisional saja, dan guru
matematika supaya meningkatkan keprofesionalannya.
Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu
kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain,
adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi,
adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana
sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum
dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi
karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Jadi pembelajaran matematika di Indonesia menurut kurikulum 1984 adalah
pembelajaran matematika modern. Kurikulum 1984 juga mengutamakan proses. Ini
berarti keberhasilan siswa belajar itu tidak cukup bila diukur menurut hasil akhir ketiga
aspek dari Bloom (kognitif, afektif dan psikomotor). Ini adalah suatu tantangan berat,
sebab apalagi prosesnya, keberhasilan belajar dalam aspek kognitif dan psikomotor saja
sering tidak terungkap. Bahkan bagian-bagian dari aspek kognitifpun sering pula tidak
terungkap, misalnya analisis, sintesis dan evaluasi. Apalagi terungkapnya kemampuan-
kemampuan tertentu merupakan kekhasan matematika yang misalnya pembuktian,
melukis, menemukan, kreativitas dan kemampuan membaca. Jadi alat ukur yang di buat
tidak hanya untuk mengukur hasil akhir suatu penyelesaian soal tetapi juga prosesnya .
Perencanaan penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika
dilakukan guru dengan berbagai langkah antara lain. melakukan langkah-langkah dalam
menyususn instrument penilaian yaitu dengan menetapkan aspek-aspek yang akan
diteliti, merumuskan tujuan, merumuskan indicator berdasarkan kompetensi dasar yang
ada dalam silabus, dan membuat kriteria ketuntasan minimal sebagai tolak ukur hasil
26
penilaian. Pelaksanaan penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran matematika di
awali dengan melakukan sosialisasi kepada siswa. Penilaian autentik kurikulum 2013
mata pelajaran matematika dalam aspek sikap dilakukan guru dengan teknik observasi
dan teknik journal. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan guru dengan teknik tes
tertulis, tes lisan dan penugasan. Penilaian autentik kurikulum 2013 mata pelajaran
matematika dalam aspek keterampilan guru hanya menggunakan teknik unjuk kerja.
Teknik unjuk kerja dilakukan guru dengan membuat daftar cek atau skala
penilaian yang disertai dengan rubrik. Pemanfaatan penilaian autentik digunakan untuk
membentuk sikap positif siswa dan sebagai sarana untuk meningkatkan minat dan
motivasi belajar siswa, meyeragamkan kemampuan berfikir siswa dengan cara
mengelompokan peserta didik berdasarkan prestasi masing-masing, memberikan
informasi kepada orangtua dalam mengetahui kemajuan

27
DAFTAR PUSTAKA

Herliana, M. Pd.. "PENGEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA."


Alhaddad, Idrus.. "Perkembangan pembelajaran matematika masa kini." Delta-Pi: Jurnal
Matematika dan Pendidikan Matematika 4.1 (2016).
Hidayati, Arini Ulfah.. "Melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran
matematika pada siswa sekolah dasar.". Terampil: Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran Dasar 4.2 (2017): 143-156.
Siagian, Muhammad Daut.. "Kemampuan koneksi matematik dalam pembelajaran
matematika.". MES: Journal of Mathematics Education and Science 2.1 (2016).
Putra, Egha Alifa, Ria Sudiana, and Aan Subhan Pamungkas.. "Pengembangan Smartphone
Learning Management System (S-LMS) sebagai media pembelajaran matematika di
SMA.". Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif 11.1 (2020): 36-45.
Sinambela, Pardomuan NJM.. "Kurikulum 2013 dan implementasinya dalam pembelajaran.".
Generasi Kampus 6.2 (2017).

28

Anda mungkin juga menyukai