Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nafisatul Wardiyah

NIM : 12018004
Pordi : Tadris Matematika (4A)

TUGAS INDIVIDU 3
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ARTIKEL 2 & ARTIKEL 3


Artikel 2
Prestasi belajar matematika siswa masih jauh dari harapan. Berdasarkan tes daya
serap Ujian Nasional Tahun 2013 terlihat bahwa masih ada kompetensi materi yang diuji
pada Ujian Nasional kurang memuaskan, yaitu dengan nilai dibawah kriteria ketuntasan.
Berdasarkan laporan hasil Ujian Nasional SMA tahun 2011/2012 untuk mata pelajaran
matematika IPA di Kota Yogyakarta, terdapat 17 indikator penguasaan kompetensi
matematika yang masih di bawah 80% dari 29 indikator penguasaan matematika yang diuji-
kan. Siswa SMA kesulitan menyelesaikan soal Ujian Nasional pada kompetensi matematika
tertentu, misalnya Menggunakan rumus jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat
hanya 52,85% siswa yang mampu mengerjakan butir soal dengan benar, Menyelesaikan
masalah geometri dengan menggunakan aturan sinus atau kosinus hanya 54,43% siswa yang
mampu mengerjakan butir soal dengan benar, dan Menghitung luas daerah dan volume benda
putar dengan menggunakan integral hanya 61,85% siswa yang mampu mengerjakan butir
soal dengan benar. Keberhasilan siswa yang kurang optimal dalam mencapai hasil belajar
dimungkinkan karena terdapat kesulitan belajar dalam diri siswa.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar cenderung mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah baik di dalam kelas maupun masalah dalam kehidupannya. Terkait
dengan proses pembelajaran, hal tersebut dimungkinkan terdapat faktor-faktor baik dari segi
kognitif, emosi, maupun lingkungan sosial siswa yang menjadi pemicu kesulitan dalam
proses belajar dan pemecahan masalah.
Artikel 3
Bahwa masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah
matematika. Belum maksimalnya kemampuan pemecahan masalah matematika tidak hanya
disebabkan oleh sifat matematika yang abstrak tersebut tetapi juga tidak terlepas dari proses
pembelajaran matematika yang ada dalam setiap kelasnya selama ini yaitu guru hanya
menerangkan materi, memberi contoh soal dan memberikan latihan soal (Amri & Abadi,
2013, p.58). Hal ini dapat dilihat dari hasil daya serap ujian nasional (UN) SMP Kabupaten
Sleman, DIY tahun 2012/2013 pada penguasaan materi soal matematika.
Berdasarkan daya serap UN tersebut, terlihat bahwa penguasaan materi soal
matematika siswa masih rendah. Kemampuan yang diuji masih belum memenuhi nilai
kriteria ketuntasan minimum (KKM) sekolah. Terdapat 24 indikator yang masih di bawah
KKM dari 40 indikator penguasaan materi matematika yang diujikan. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa SMP masih kesulitan dalam menyelesaikan soal ujian nasional pada kompetensi
matematika tertentu, misal dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
pemfaktoran bentuk aljabar hanya 64,57% siswa yang mampu mengerjakan butir soal dengan
benar, menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fungsi hanya 53.18% siswayang
mampu mengerjakan butir soal dengan benar, dan menyelesaikan masalah menggunakan
teorema Pythagoras hanya 58,95% siswa yang mampu mengerjakan butir soal dengan benar.
Keberhasilan siswa yang kurang optimal terhadap pencapai hasil belajar dimungkinkan
karena terdapat kesulitan belajar dalam diri siswa. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
cenderung mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, baik di dalam kelas maupun
masalah dalam kehidupannya.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa masalah yang terdapat pada artikel 2
dan 3 adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa yang disebabkan oleh banyaknya
siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika.

ARTIKEL 4
Berdasarkan tujuan diajarkannya matematika di madrasah, merupakan keharusan bagi
siswa untuk mempelajari agar tujuan yang sudah ditetapkan oleh madrasah dapat tercapai.
Namun demikian, pentingnya belajar matematika tidak membuat para siswa belajar dengan
rajin dan tekun. Sehingga masih banyak ditemukan siswa-siswa madrasah mengalami
kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini juga ditemukan pada siswa-siswa Madrasah
Syanawiyah Negeri (MTs N) 1 Bukittinggi yang mengalami kesulitan dalam belajar
matapelajaran matematika, dimana kesulitan ini disebabkan oleh siswa itu sendiri (Internal)
maupun dari luar siswa (eksternal). Seperti yang disampaikan oleh Ahmadi dan Supriyono,
kesulitan belajar tidak hanya dipengaruhi oleh intelegensi siswa saja, tetapi juga dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal siswa, (Suhas & Suhartono, 2012). Kesulitan
dari dalam diri siswa contohnya: kesulitan keruangan atau spasial, (Imamuddin & Isnaniah,
2017), kesulitan dalam pemecahan masalah, (Imamuddin, et al. 2019; Isnaniah, 2017), dan
lain-lain. Sedangkan yang dari luar siswa contohnya: dari linggkungan seperti keluarga,
masyarakat, pengaruh teman, sarana dan prasarana seperti sumber belajar yang dimiliki oleh
sekolah belum memadai dan lain-lain, (Kamarullah, 2017).
Kesulitan belajar yang dialami siswa baik kesulitan eksternal maupun internal dalam
belajar matematika harus dibantu untuk menyelesaikannya. Siswa yang mengalami gangguan
atau kesulitan belajar perlu dibantu dan dibimbing guna mengatasi kesulitannya dalam
belajar, (Azhari, 2017; Ismail, 2016).
Terkait kesulitan belajar, para peneliti sudah banyak melakukan penyelidikan dan
penelitian, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Rizki, etal. (2017) yang
menyimpulkan bahwa kesulitan terbesar dalam belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal
dibandingkan dengan faktor internal. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Suhas & Suhartono
(2012) juga menyimpulkan faktor kesulitan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor keluarga
dan lingkungan masyarakat, dimana factor keluarga menyebabkan kesulitan belajar sebesar
15% dan faktor lingkungan masyarakat sebesar 21%. Hal ini juga diperkuat oleh temuan
penelitian Ixganda & Suwahyo (2015), dimana temuannya menyimpulkan faktor kesulitan
belajar siswa dikarenakan faktor internal siswa sebesar 48.27% dan faktor lingkungan
keluarga sebesar 50.09%

ARTIKEL 5
Manfaat internet untuk pembelajaran matematika secara daring memiliki banyak
kekurangan di antaranya yaitu, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa. Kurangnya
interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya penilaian serta penalaran pada pelajaran
matematika dalam proses belajar dan mengajar. Kecenderungan mengabaikan aspek
akademik maupun aspek sosial. Proses belajar dan mengajarnya lebih ke arah pelatihan
daripada kependidikan dan mayoritas siswa tidak memiliki motivasi belajar matematika
(Yazdi et al., 2012).
Bahwa kesulitan yang sering terjadi melalui konsep diri atau kemampuan diri ketika
siswa belajar online matematika di rumah yaitu 1) siswa belum bisa memiliki inisiatif belajar
sendiri, sehingga siswa menunggu instruksi atau pemberian tugas dari guru dalam belajar, 2)
siswa belum terbiasa dalam melaksanakan kebutuhan belajar online di rumah, siswa
mempelajari materi matematika sesuai apa yang diberikan oleh guru, tanpa inisiatif untuk
mempelajari materi secara mandiri, 3) tujuan atau target belajar online siswa terhadap
pelajaran matematika masih terbatas pada perolehan nilai yang dicapai, tanpa memperhatikan
proses dan kemampuan siswa dalam memahami materi, 4) sebagian siswa masih belum bisa
memonitor, mengatur, dan mengontrol belajar online dirumah, masih terkesan belajar yang
seperlunya, 5) masih ada siswa yang menyerah mengerjakan tugas matematika ketika
terdapat kesulitan dan kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa adalah siswa jarang
melakukan evaluasi proses terhadap hasil belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masih banyak kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika secara daring.

ARTIKEL 6
Hasil analisis penelitian yang dilakukan oleh terhadap jawaban siswa dan hasil
wawancara dapat disimpulkan bahwa: a) Terdapat kesalahan yang dilakukan siswa dalam
menjawab soal dimensi tiga. Siswa melakukan kesalahan dalam memahami konsep
kedudukan dua garis bersilangan, konsep kedudukan dua garis berpotongan, konsep jarak dua
titik dengan kondisi jarak titik ke garis, jarak titik ke bidang, jarak dua bidang bersilangan,
dan jarak dua bidang sejajar. Selain itu siswa juga mengalami kesulitan berkaitan dengan
konsep sudut dengan kondisi sudut antara garis menembus bidang dan sudut antara dua
bidang yang berpotongan. b) Siswa melakukan kesalahan operasi yang dilakukan siswa
ketika menghitung jarak dari titik kebidang, jarak dua garis bersilangan, sudut antara garis
menembus bidang, dan perhitungan sudut dua bidang berpotongan. c) Siswa melakukan
kesalahan analisis dalam memahami kondisi geometri yang diitanyakan sehingga mengambil
kesimpulan yang salah. Hasil serupa juga ditunjukan dalam penelitian yang dilakukan oleh
mengemukakan tentang adanya miskonsepsi dalam pembelajaran geometri seperti mahasiswa
yang berpendapat bahwa sudut dan persegipanjang sisinya harus mendatar. Selain itu masih
ditemukan juga guru yang memiliki miskonsepsi tentang kata ”panjang” dalam proses
memahami suatu persegipanjang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami
mahasiswa PGSD dalam mempelajari geometri mencakup: (1) kesulitan memahami konsep
dasar, (2) kesulitan dalam melakukan operasi hitung, (3) kesulitan memahami permasalahan
dalam soal yang diberikan, dan (4) ketidaktelitian dalam proses pemecahan masalah.
Penelitian serupa yaitu penelitiannya mengemukakan daya siswa dalam membuktikan masih
sangat kurang. Sementara, menemukan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dengan
pola yang relatif sama. Bentuk kesalahan itu adalah siswa tidak terlatih dalam pembuktian
secara deduktif, belum mampu menggunakan aksioma, definisi, teorema dalam memecahkan
masalah pembuktian, dan daya logika yang lemah. Bentuk kesalahan lainnya adalah rancu
dalam menggunakan istilah atau tidak tertib dalam menggunakan suatu kesepakatan.
Misalnya siswa mengacaukan antara notasi garis, ruas garis, sinar garis, panjang ruas garis,
serta sudut dan besar sudut. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa geometri masih
merupakan momok tidak hanya bagi siswa tetapi juga sebagian besar guru.
Pada penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan koneksi antara konsep-konsep
geometri yang lemah, yaitu tidak dapat mengaitkan pengetahuan satu dengan pengetahuan
yang lain dalam geometri apalagi dengan bidang lain dalam matematika di luar geometri.
Penalaran siswa juga lemah, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya siswa tidak dapat
menggunakan apa yang diketahui untuk membuktikan permasalahan yang diberikan. Hasil
penelitian bentuk-bentuk kesalahan mahasiswa baru dalam pemecahan masalah geometri
yaitu kesalahan dalam menganalisis soal, hal ini terlihat dari mahasiswa yang kurang
memperhatikan ada tidaknya informasi dari suatu masalah yang diberikan, tidak tahu apa
yang diketahui dan apa yang akan dibuktikan dari masalah yang diberikan dan tidak dapat
menggunakan apa yang diketahui atau apa yang akan dibuktikan sebagai yang diketahui,
tidak dapat mengkoneksi pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lain dalam geometri
apalagi dengan bidang lain dalam matematika di luar geometri, tidak terjadi koneksi terhadap
materi yang diberikan dan kelihatannya materi sulit mengendap dalam benak siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh tentang karakteristik bentuk kesalahan
mahasiswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan geometri mencakup keterampilan
visual, keterampilan verbal, dan keterampilan terapan. Keterampilan visual meliputi: tidak
cukup memahami unsur-unsur geometri yang diperlukan untuk mendiskripsikan hubungan
geometris dan persepsi ruang kurang memuaskan. Kesalahan yang berkaitan dengan
keterampilan verbal meliputi: miskonsepsi dalam memahami konsep-konsep geometri; daya
menganalisis soal yang lemah; rancu dalam menggunakan istilah seperti rusuk dan sisi, kubus
dan persegi, bidang empat dan limas segiempat; tidak tertib dalam menggunakan kesepakatan
kesepakatan seperti penggunaan notasi untuk garis, ruas garis, sinar garis, sudut dan besar
sudut; tidak tahu apa yang diketahui dan apa yang akan dibuktikan dari masalah yang
diberikan; tidak dapat menggunakan apa yang diketahui atau menggunakan apa yang akan
dibuktikan sebagai apa yang diketahui; tidak dapat mengaitkan pengetahuan satu dengan
pengetahuan yang lain dalam geometri; kurang ulet dan mudah putus asa jika menghadapi
permasalahan geometri yang penuh tantangan. Kesalahan yang berkaitan dengan
keterampilan terapan meliputi: belum mampu menggunakan aksioma, definisi, teorema untuk
memecahkan masalah pembuktian; gagal dalam mempelajari konsep dasar geometri; tidak
memahami dua garis tegak lurus bersilangan; tidak memahami bidang dapat diperluas; tidak
dapat membuat irisan suatu bidang dengan bangun ruang karena daya tilik ruang yang
rendah; dan tidak dapat menggunakan perolehan geometri di SMA maupun geometri datar
untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang.

Anda mungkin juga menyukai